• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 54 / HUK / 2012

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN BANTUAN DI LINGKUNGAN

DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA

TAHUN 2012

(2)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lembaga Kesejahteraan Sosial di bidang rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA memiliki peranan penting dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Untuk mengurangi kesulitan pembiayaan dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial di lembaga rehabilitasi sosial milik masyarakat, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar. Sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib lapor bagi Pecandu Narkotika, dan peningkatan kualitas pelayanan pada Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) serta meningkatkan kemandirian bagi bekas penyalahguna, Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA pada tahun 2012 memandang perlu memberikan bantuan sosial antara lain :

1. Asistensi sosial melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial;

2. Bantuan sarana dan prasarana bagi LKS Korban Penyalahgunaan NAPZA; 3. Bantuan operasional Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL);

4. Bantuan operasional LKS Korban Penyalahgunaan NAPZA;

5. Bantuan sosial pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bekas korban penyalahgunaan NAPZA.

B. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

5. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;

9. Peraturan Menteri Sosial Nomor 56/HUK/2009 tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;

10. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial RI;

11. Peraturan Menteri Sosial Nomor 03/HUK/2012 tentang Standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;

12. Keputusan Menteri Sosial Nomor 78/HUK/2010 tentang Penunjukkan Panti/Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA.

(3)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

2

C. Pengertian

1. Asistensi Sosial melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah asistensi (bantuan) langsung yang diberikan melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk meningkatkan penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang dilayani di dalam dan/atau di luar lembaga dan merupakan tambahan biaya pemenuhan kebutuhan dasar bagi penerima manfaat.

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 3. NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya

sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

4. Korban Penyalahgunaan NAPZA adalah seseorang yang menggunakan NAPZA tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.

5. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

6. Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.

7. Bekas Korban Penyalahgunaan NAPZA (BKPN) adalah korban penyalahgunaan NAPZA yang telah mengikuti program rehabilitasi sosial baik yang diselenggarakan oleh pusat/panti sosial milik pemerintah maupun oleh panti sosial milik masyarakat.

8. Praktek Belajar Kerja (PBK) adalah proses pembelajaran kerja bagi Bekas Korban Penyalahgunaan NAPZA agar mereka dapat bekerja secara mandiri sehingga kembali melaksanakan fungsi sosial dalam masyarakat.

9. Sheltered Workshop Vocational (SWV) adalah bengkel kerja yang melakukan

bimbingan lanjut (after care) terhadap bekas korban penyalahgunaan NAPZA atau yang telah mengikuti program rehabilitasi sosial agar mereka dapat melaksanakan peran sosial ekonomi melalui kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

10. Usaha Ekonomi Produktif adalah serangkaian kegiatan pemeliharaan pemulihan melalui bidang usaha ekonomi produktif oleh bekas korban penyalahgunaan NAPZA yang telah mengikuti program rehabilitasi sosial.

(4)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

3

11. Petugas Penanggung jawab adalah pejabat/pegawai pada Dinas/Instansi Sosial Provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Sosial melalui usulan Dinas/Instansi Sosial Provinsi.

12. Aparat Pengawas/Pemeriksa adalah pejabat Pengawas Inspektorat Jenderal Kementerian Sosial, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Daerah/Provinsi, Inspektorat Provinsi/Daerah yang bertugas melakukan pe-ngawasan terhadap pelaksanaan penyaluran asistensi sosial bagi penerima manfaat melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial.

(5)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

4

BAB II PELAKSANAAN

A. Asistensi Sosial Melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian

Asistensi Sosial melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) adalah asistensi

sosial langsung yang diberikan melalui LKS untuk meningkatkan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA yang ditampung atau dilayani di dalam dan/atau di luar LKS, dan merupakan tambahan biaya pemenuhan kebutuhan dasar bagi penerima manfaat.

Pelayanan yang diselenggarakan oleh LKS dapat diberikan kepada penerima manfaat dalam Lembaga atau melalui Lembaga dengan mengutamakan pelayanan dalam Lembaga (contoh: penerima manfaat yang tinggal di luar Lembaga tetapi mendapat pelayanan dan bimbingan secara rutin dari Lembaga);

2. Tujuan

Tujuan pelaksanaan pemberian asistensi sosial melalui LKS adalah untuk memberikan asistensi sosial pemenuhan kebutuhan dasar dalam rangka peningkatan gizi dan penunjang kebutuhan dasar penerima manfaat guna mempertahankan kelangsungan penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui lembaga kesejahteraan sosial.

3. Syarat Penerima Asistensi Sosial melalui LKS

Lembaga kesejahteraan sosial penerima asistensi sosial adalah lembaga yang memenuhi syarat sebagai berikut :

a) memiliki Akta Notaris;

b) terdaftar pada Dinas/Instansi Sosial setempat dan memiliki ijin operasional yang masih berlaku;

c) menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza didalam dan/atau diluar lembaga;

d) memiliki Kantor, Struktur Organisasi, AD dan ART, Pengurus, dan alamat yang jelas;

e) memiliki rekening pada bank pemerintah atas nama lembaga, bukan atas nama pimpinan/pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial;

f) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Lembaga.

(6)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

5

4. Tahap Pelaksanaan Asistensi sosial

a. Seleksi dan Pengusulan Lembaga Kesejahteraan Sosial Calon Penerima Asistensi Sosial

Tahapan seleksi dimaksudkan untuk mempersiapkan kelengkapan administrasi Lembaga Kesejahteraan Sosial calon penerima asistensi sosial. Usulan Penetapan Lembaga Kesejahteraan Sosial calon penerima aistensi sosial dilakukan oleh dinas/instansi Sosial kabupaten/kota ke dinas/instansi sosial provinsi dengan tahapan sebagai berikut :

1) Lembaga Kesejahteraan Sosial mengajukan usulan Asistensi Sosial bagi Penerima Manfaat sesuai dengan form A-01, dan ditujukan kepada dinas/instansi sosial kabupaten/kota setempat. Usulan tersebut dilampiri dengan :

a) foto copy ijin operasional dari dinas/instansi sosial;

b) daftar penerima asistensi sosial (Form A-02) (rangkap dua); c) fotocopy NPWP Lembaga Kesejahteraan Sosial (rangkap dua);

d) fotocopy akte notaris pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial (rangkap dua);

e) fotocopy rekening bank pemerintah yang masih aktif atas nama Lembaga Kesejahteraan Sosial (rangkap dua).

2) Dinas/instansi sosial kabupaten/kota melakukan seleksi administrasi dan fisik Lembaga Kesejahteraan Sosial, guna mengetahui kebenaran dan keberadaan Lembaga Kesejahteraan Sosial di wilayahnya masing-masing, dengan persyaratan sebagaimana tersebut di atas dengan memperhatikan: a) jumlah penerima manfaat;

b) identitas/legalitas Lembaga Kesejahteraan Sosial; c) bangunan fisik;

d) kapasitas tamping.

Apabila tidak sesuai dengan ketentuan dimaksud, Lembaga Kesejahteraan Sosial tersebut tidak dapat diusulkan sebagai penerima asistensi sosial.

b. Tata cara pengusulan LKS:

1) Dalam mengusulkan jumlah penerima asistensi sosial, memperhatikan asas pemerataan, proporsional, dan kelayakan serta ketersediaan dana.

2) Usulan diajukan dengan surat pernyataan dari Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten Kota tentang kelayakan Lembaga Kesejahteraan Sosial yang diajukan untuk menerima asistensi sosial

3) Dinas/instansi sosial provinsi melakukan seleksi administratif, dengan memperhatikan berkas usulan Lembaga Kesejahteraan Sosial yang diajukan oleh Dinas/Instansi SosialKabupaten/Kota, untuk diusulkan kepada Kementerian Sosial Cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA, sebagai calon penerima asistensi sosial dengan memperhatikan kriteria tersebut di atas.

(7)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

6

Seleksi Administrasi dan Fisik

Kementerian Sosial RI

Dinas/Instansi Sosial Kab/Kota Dinas/Instansi Sosial Provinsi

KPPN Usulan Panti Sosial Seleksi Administrasi SK Penetapan SPM-LS SP2D Bank Persepsi

Penyaluran Dana Bantuan

Penyaluran Dana Bantuan

Gambar 1

Mekanisme Penetapan Penerima dan Penyaluran Dana Asistensi sosial

5. Tugas dan Tanggung Jawab a. Kementerian Sosial

1) Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial :

a) menetapkan kebijakan penyelenggaraan asistensi sosial bagi penerima manfaat melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial;

b) menetapkan Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima asistensi sosial; c) bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan asistensi sosial secara

menyeluruh.

2) Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza:

a) mengkoordinasikan asistensi sosial sosial untuk LKS yang menyelenggarakan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Napza sesuai dengan kriteria penerima asistensi sosial;

b) menerima dan melakukan seleksi administrasi atas usulan Dinas sosial Provinsi;

c) melakukan verifikasi LKS ke lapangan;

d) mengusulkan LKS calon penerima asistensi sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial untuk mendapatkan penetapan Surat Keputusan Menteri Sosial RI sebagai LKS penerima asistensi sosial;

(8)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

7

e) mengajukan SPP kepada pejabat penandatangan SPM untuk diterbitkan SPM-LS;

f) melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan;

g) menerima sisa dana yang tidak terserap kemudian menyetorkan ke Kas Negara melalui bendahara.

b. Lembaga/Instansi Sosial di Tingkat Provinsi

Dinas/Instansi Sosial Provinsi adalah pelaksana program di tingkat provinsi/wilayah, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

1) menyiapkan data base Asistensi Sosial LKS yang mencakup profil LKS dan penerima by name by address, dan mengirimkan ke Sekretariat Ditjen Rehabsos melalui webmail Kemensos (Panduan teknis);

2) menghimpun, mengolah, dan menetapkan daftar usulan Lembaga Kesejahteraan Sosial calon penerima asistensi sosial untuk diusulkan kepada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;

3) melakukan koordinasi dengan dinas/instansi sosial kabupaten/kota.

c. Lembaga/Instansi Sosial Kabupaten/Kota

Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota adalah pelaksana program di kabupaten/kota, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

1) menghimpun, mengolah, dan menetapkan daftar usulan Lembaga Kesejahteraan Sosial calon penerima asistensi sosial untuk diusulkan kepada dinas/instansi sosial provinsi;

2) melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program; 3) melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Provinsi.

d. Pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial

Penanggung jawab penggunaan dana asistensi sosial pada LKS penerima asistensi sosial adalah Pimpinan LKS dengan tugas dan tangung jawab sebagai berikut:

1) membuat dan mengirimkan surat pernyataan “Telah menerima Dana Asistensi sosial” yang ditandatangani oleh pimpinan LKS selambat-lambatnya 7 hari setelah dana asistensi sosial masuk ke rekening bank LKS dengan melampirkan foto copy print out tabungan bank ke Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;

2) penggunaan dana asistensi sosial yang telah diterima untuk kepentingan penerima manfaat;

3) menyusun dan menyerahkan laporan setiap triwulan pertanggungjawaban penggunaan pemanfaatan dana asistensi sosial yang dilengkapi fotokopi rekening penarikan dana kepada Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza dengan tembusan kepada dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota;

(9)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

8

4) apabila terjadi perubahan jumlah penerima maupun pemberhentian penggunaan dana dikarenakan alasan operasional (tidak ada penerima manfaat ataupun tidak operasionalnya LKS), pengelola segera membuat laporan kepada Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza dengan tembusan kepada dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota.

6. Pemanfaatan Asistensi Sosial

a. Penambahan nutrisi gizi;

b. Pemenuhan kebutuhan dasar lainnya (transport berobat/pakaian/rekreasi).

7. Indikator Keberhasilan

a. Terpenuhinya layanan pemenuhan nutrisi gizi pada penerima manfaat; b. Meningkatnya kualitas kesehatan penerima manfaat;

c. Terpenuhinya akses terhadap kebutuhan sosial dasar (transport berobat/pakaian/rekreasi) bagi penerima manfaat.

8. Pelaporan

Mekanisme pelaporan ditetapkan sebagai berikut :

a. Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima dana asistensi sosial membuat dan mengirim laporan kepada Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza dengan tembusan kepada dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota dengan melampirkan data penerima manfaat korban penyalahgunaan NAPZA dan bukti pertanggungjawaban pengeluaran keuangan serta foto copy rekening tabungan atas nama Lembaga. b. Selanjutnya apabila ditemukan masalah dalam pelaporan tentang penggunaan

dana, maka Direktorat Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza membuat surat tertulis kepada Lembaga Kesejahteraan Sosial dengan tembusan kepada dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota untuk dapat mengatasi masalahnya dibawah bimbingan dinas/instansi sosial kabupaten/kota.

c. Selanjutnya dinas/instansi sosial kabupaten/kota menganalisis laporan yang diterima dari Lembaga Kesejahteraan Sosial, dan apabila ditemukan masalah dinas/instansi sosial kabupaten/kota menginformasikan masalah tersebut ke Lembaga Kesejahteraan Sosial bersangkutan untuk membantu mengatasi penyelesaiannya.

d. Batas waktu penyampaian laporan :

1) Laporan triwulan sudah diterima Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA paling lambat pada minggu pertama triwulan berikutnya (lampiran V).

2) Apabila Lembaga Kesejahteraan Sosial tetap tidak melaporkan setelah diberikan teguran secara tertulis, tahun berikutnya tidak dapat diajukan sebagai penerima dana asistensi sosial .

(10)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

9

B. Bantuan Sarana dan Prasarana bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Pemberian bantuan sosial sarana dan prasarana bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) adalah upaya pemerintah yang diarahkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana fisik guna peningkatan kinerja Lembaga Kesejahteraan Sosial dalam pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

1. Pengertian

Bantuan sarana dan prasarana bagi LKS Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah upaya yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas rehabilitasi, dan kinerja LKS yang sudah ditetapkan sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL);

2. Tujuan

a. meningkatnya program dan kegiatan LKS dalam pelaksanaan wajib lapor korban penyalahgunaan NAPZA secara optimal dan profesional;

b. meningkatnya kualitas pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA;

c. terpenuhinya hak dasar korban penyalahgunaan NAPZA sesuai dengan harkat dan martabatnya.

3. Syarat LKS Penerima Bantuan Sosial

LKS yang sudah ditetapkan sebagai IPWL berdasarkan Keputusan Menteri Sosial.

4. Mekanisme Pengusulan Penerima Bantuan Sosial

LKS IPWL korban penyalahgunaan NAPZA yang dapat memperoleh bantuan sosial, harus memenuhi ketentuan yaitu mengajukan permohonan bantuan dalam bentuk proposal kepada Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguanaan NAPZA yang dilengkapi dengan:

a. Akta Notaris b. Ijin operasional

c. Rencana Anggaran Biaya d. AD dan ART

e. No. Rekening Bank Pemerintah dan NPWP atas nama lembaga f. Struktur Organisasi IPWL

g. Jadwal pelaksanaan kegiatan

5. Tahapan Pelaksanaan Bantuan Sosial

a. Menginventarisasi proposal yang masuk

b. Menyeleksi berkas permohonan LKS IPWL sesuai dengan persyaratan; c. Membuat telaahan proposal yang masuk;

d. Menentukan calon LKS IPWL penerima bantuan

e. Menetapkan LKS IPWL penerima bantuan sosial melalui surat keputusan Menteri Sosial RI;

f. Membuat surat pernyataan, berita acara serah terima bantuan dan pembuatan laporan penggunaan dana bantuan.

(11)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

10

6. Pemanfaatan Bantuan

Bantuan dapat digunakan untuk antara lain:

a. Peralatan perkantoran (komputer, printer, meja komputer, kursi, filling cabinet); b. Perlengkapan asrama (tempat tidur, bantal guling, sprey, kasur);

c. Peralatan medis (tempat tidur periksa dan perlengkapannya); d. Peralatan keterampilan.

7. Tugas dan Tanggung Jawab a. Kementerian Sosial

1) Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial :

a) Menetapkan LKS IPWL penerima bantuan.

b) Bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan bantuan secara menyeluruh

2) Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA :

a) Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan bantuan sosial.

b) Mengalokasikan anggaran per jenis bantuan sosial. c) Menyelenggarakan sosialisasi dan publikasi

d) Mengkoordinasikan monitoring, evaluasi, dan pelaporan. e) Menerima dan melakukan verifikasi usulan LKS IPWL

f) Melakukan seleksi data usulan LKS IPWL penerima bantuan

g) Mengusulkan LKS IPWL calon penerima bantuan sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial

h) Mengajukan Surat Perintah Pembayaran (SPP) kepada pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) untuk diterbitkan Surat Perintah Pembayaran - Langsung (SPM-LS).

i) Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan

j) Menerima dan menyetorkan sisa dana yang tidak terserap ke Kas Negara melalui rekening bendahara pengeluaraan disertai berita acara

b. Pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial

Penanggungjawab penggunaan dana bantuan sosial pada LKS IPWL penerima bantuan sosial adalah Pimpinan sebagai berikut:

1) Membuat dan mengirimkan surat pernyataan telah menerima dana bantuan sarana dan prasarana yang ditandatangani oleh pimpinan LKS selambat-lambatnya 7 hari setelah dana asistensi sosial masuk ke rekening bank LKS dengan melampirkan foto copy print out tabungan bank ke Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

2) Menyusun dan menyerahkan laporan perkembangan pemanfaatan dana bantuan sosial tentang pelaksanaan pengadaan sarana peralatan LKS IPWL, dan disampaikan ke Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA dengan tembusan Dinas/Instansi sosial kabupaten maupun provinsi.

(12)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

11

8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan a. Monitoring

1) Ruang lingkup monitoring

b. Ketepatan penggunaan bantuan sosial c. Ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan d. Ketepatan pemanfaatan bantuan sosial

e. Prosedur pencairan, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban bantuan sosial berdasarkan ketentuan yang berlaku

e) Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan bantuan sosial

2) Tujuan

a) Mengetahui bantuan sosial yang telah diterima sesuai dengan peruntukan.

b) Mengidentifikasi masalah yang timbul pada setiap alokasi bantuan sosial agar langsung dapat diatasi.

c) Mengetahui pola penggunaan bantuan sosial sesuai dengan pengorganisasian yang ada dalam LKS IPWL.

3) Sasaran monitoring meliputi:

a) Pimpinan LKS IWPL sebagai penanggung jawab bantuan sosial. b) Pelaksana bantuan sosial;

c) Penerima manfaat;

4) Pelaksana Monitoring

Monitoring dilakukan oleh Kementerian sosial RI berkoordinasi dengan Dinas

sosial Provinsi/Kabupaten/Kota.

b. Evaluasi

1) Ruang lingkup Evaluasi

a) Jumlah dan jenis bantuan (input)

b) Proses pelaksanaan pemberian bantuan c) Hasil yang dicapai (output/oucome)

2) Tujuan

a) Melihat ketepatan jumlah dan jenis bantuan yang diberikan b) Memberikan penilaian terhadap proses pemberian bantuan sosial

c) Memberikan penilaian terhadap hasil (output, outcome dan dampak) apakah sesuai dengan tujuan pemberian bantuan.

3) Indikator Keberhasilan

a) Penggunaan bantuan sesuai dengan apa yang diusulkan dalam proposal pengajuan

b) Jenis bantuan yang telah diadakan digunakan sesuai dengan kebutuhan c) Bantuan yang diberikan dapat mempunyai dampak positif berupa

meningkatnya mutu pelayanan kepada klien yang dibinanya.

(13)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

12

4) Sasaran Evaluasi

a) Pimpinan LKS IPWL sebagai penanggung jawab bantuan sosial untuk mengetahui hasil bantuan sosial

b) Pelaksana bantuan sosial, untuk mengetahui proses bantuan social c) Penerima manfaat untuk mengetahui ketepatan manfaat.

5) Pelaksana evaluasi

Evaluasi dilakukan oleh Kementerian Sosial RI berkoordinasi dengan Dinas sosial Provinsi Kabupaten/Kota.

c. Pelaporan

Mekanisme pelaporan ditetapkan sebagai berikut :

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima bantuan membuat dan mengirim laporan kepada Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah bantuan diterima dengan tembusan kepada Dinas/Instansi Sosial Provinsi dan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan melampirkan data penerima manfaat korban penyalahgunaan NAPZA dan bukti pertanggungjawaban pengeluaran keuangan serta foto copy rekening tabungan atas nama Lembaga.

2. Selanjutnya apabila ditemukan masalah dalam pelaporan tentang penggunaan dana, maka Direktorat Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza membuat surat tertulis kepada Lembaga Kesejahteraan Sosial dengan tembusan kepada Dinas/Instansi Sosial Provinsi dan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota untuk dapat mengatasi masalahnya dibawah bimbingan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota.

3. Selanjutnya Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota menganalisis laporan yang diterima dari Lembaga Kesejahteraan Sosial, dan apabila ditemukan masalah Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota menginformasikan masalah tersebut ke Lembaga Kesejahteraan Sosial bersangkutan untuk membantu mengatasi penyelesaiannya.

C. Bantuan Operasional Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

Salah satu hal yang mendapat perhatian dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pelaksanaan wajib lapor Pecandu Narkotika yang perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah sebagai sebuah upaya untuk memenuhi hak Pecandu Narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

1. Pengertian

Bantuan operasional Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) adalah bantuan operasional yang diperuntukkan bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial yang telah ditunjuk sebagai IPWL korban penyalahgunaan NAPZA.

(14)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

13

2. Tujuan

a. Meningkatnya program dan kegiatan IPWL secara optimal dan profesional. b. Meningkatnya kualitas pelayanan dan rehabilitasi di dalam IPWL.

c. Terpenuhinya hak dasar pecandu narkotika sesuai dengan harkat dan martabatnya.

d. Terlaksananya pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Syarat Penerima Bantuan

a. Lembaga Rehabilitasi Sosial KPN yang berhak menerima bantuan adalah lembaga yang telah ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri Sosial sebagai Istitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL).

b. Mengajukan permohonan kepada Kementerian Sosial RI dalam bentuk proposal yang bertujuan untuk mendapatkan pengajuan dana dalam hal bantuan sosial operasional

c. Memiliki Akta Notaris/Pengesahan dari Kemenhukham. d. Memiliki visi dan misi.

e. Terdaftar di Dinas/Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai lembaga rehabilitasi narkotika,

f. Memiliki NPWP atas nama LKS

g. Mempunyai Nomor Rekening Bank (Bank Umum Pemerintah) atas nama lembaga bukan atas nama perorangan/pengurus LKS.

h. Mempunyai Kantor,

i. Memiliki Struktur organisasi, Pengurus. j. Memiliki AD/ART,

k. Domisili tetap dan memiliki kantor/sekretariat IPWL.

4. Tahapan Pelaksanaan Bantuan

a. Tahap persiapan

1) Menginventarisasi proposal yang masuk

2) Menyeleksi berkas permohonan IPWL sesuai dengan persyaratan 3) Mengecek lokasi, dan keberadaan fisik IPWL serta kegiatannya 4) Menentukan calon IPWL penerima bantuan

5) Menetapkan besaran bantuan sosial yang akan diterima.

6) Membuat telaahan proposal kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi dan Rehabilitasi Sosial

7) Menetapkan IPWL penerima bantuan sosial melalui surat keputusan Menteri Sosial RI yang ditandatangani Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial atas nama Menteri Sosial RI.

8) Membuat surat pernyataan, surat perintah kerja, berita acara serah terima bantuan dan surat perjanjian.

b. Tahap Penyaluran Bantuan Sosial

Dana bantuan sosial operasional bagi IPWL disalurkan secara langsung melalui rekening bank masing-masing LKS penerima bantuan, dengan cara sebagai berikut:

(15)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

14

1) Penyaluran dana kepada Lembaga Kesejahteraan Sosial sebagai IPWL a) PPK mengajukan SPP kepada penanda tangan SPM untuk diterbitkan

SPM-LS, dengan melampirkan fotocopy nomor rekening dan fotocopy NPWP Lembaga Kesejahteraan Sosial.

b) Pejabat penanda tangan SPM mengajukan SPM-LS kepada KPPN Jakarta II dengan melampirkan :

i. Surat Keputusan Menteri Sosial tentang Penetapan Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima bantuan rehabilitasi sosial;

ii. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM)

c) Sesuai alokasi dana yang telah ditetapkan dengan SK Menteri Sosial RI atau Pejabat yang ditunjuk, PPK mengajukan SPM-LS atas nama LKS. Pejabat Penerbit dan Penanda Tangan SPM kemudian menerbitkan SPM, dengan melampirkan SK Menteri Sosial RI atau Pejabat yang ditunjuk tentang LKS penerima bantuan sosial.

d) Berdasarkan SPP-LS dan SPM tersebut, KPPN Jakarta II menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atas nama masing-masing LKS kepada Bank Operasional KPPN Jakarta II, yang selanjutnya Bank tersebut menyalurkan dana ke masing-masing rekening LKS.

e) Penerima bantuan melakukan pengeluaran sesuai ketentuan, mencatat semua pengeluaran dalam Buku Kas serta melaporkan dan menyimpan seluruh bukti pembayaran asli untuk keperluan pemeriksaan keuangan oleh pihak terkait.

f) LKS penerima bantuan mencairkan dana yang tersimpan pada Bank Pemerintah sesuai kebutuhan dan dicatat dalam Buku Kas LKS (lihat lampiran).

5. Tugas dan Tanggung Jawab

a. Kementerian Sosial

1) Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial :

a) Menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan sosial bagi penerima manfaat melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial.

b) Menetapkan Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima bantuan.

c) Bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan bantuan sosial secara menyeluruh

2) Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA :

a) Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan bantuan sosial.

b) Mengalokasikan anggaran per jenis bantuan sosial. c) Menyelenggarakan sosialisasi dan publikasi

d) Mengkoordinasikan monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

e) Menerima dan melakukan verifikasi usulan Lembaga Kesejahteraan Sosial.

f) Melakukan seleksi data usulan LKS penerima bantuan

g) Mengusulkan LKS calon penerima bantuan sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial

(16)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

15

h) Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan

i) Menerima dan menyetorkan sisa dana yang tidak terserap ke Kas Negara melalui rekening bendahara pengeluaraan disertai berita acara b. Lembaga/Instansi Sosial di Tingkat Provinsi

1) Melakukan supervisi ke Lembaga Kesejahteraan Sosial sebagai IPWL. 2) Melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/ Kota c. Lembaga/Instansi Sosial Kabupaten/Kota

Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota adalah penanggungjawab pelaksanaan banuan sosial di kabupaten/kota, sebagai berikut :

1) Melakukan supervisi ke Lembaga Kesejahteraan Sosial sebagai IPWL 2) Melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Provinsi

d. Pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial

Penanggungjawab penggunaan dana bantuan social pada Lembaga Kesejahteraan Sosial sebagai IPWL adalah Pimpinan sebagai berikut:

1) Memanfaatkan dana bantuan sosial yang telah diterima Lembaga Kesejahteraan Sosial sesuai dengan peruntukannya.

2) Menyusun dan menyerahkan laporan perkembangan pemanfaatan dana bantuan sosial operasional IPWL.

3) Apabila terjadi perubahan jumlah penggunaan dana bantuan social biaya operasional, maka pengelola segera membuat laporan kepada Kementerian Sosial Cq. Direktorat RSKP NAPZA dan tembusan kepada Dinas/Instansi Sosial provinsi dan Kabupaten/Kota.

6. Pemanfaatan Bantuan Operasional IPWL

Bantuan sosial operasional diperuntukkan dalam pelaksanaan dan kelancaran pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu narkotika untuk mengikuti rehabilitasi sosial yaitu :

a. Pembuatan kartu identitas wajib lapor. b. Pengadaan formulir assesmen.

c. Pengadaan alat tulis untuk keperluan pelayanan d. Honorarium petugas lembaga

e. Transport untuk merujuk ke lembaga lain f. Biaya dokumentasi dan pelaporan

7. Indikator Keberhasilan

a. Tersosialisasikannya Program IPWL

b. Terlayaninya 10 (sepuluh) orang KPN/keluarga KPN yang melaporkan diri ke IPWL

c. KPN yang telah melaporkan diri dapat mengikuti rehabilitasi sosial. d. Bantuan sosial dapat dipergunakan sesuai peruntukkannya

(17)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

16

8. Pelaporan

a. Ruang lingkup pelaporan

1) Input kegiatan (jumlah dan jenis bantuan)

2) Seluruh pelaksanaan pada setiap tahapan kegiatan

3) Keberhasilan yang dicapai, baik pada setiap tahap kegiatan maupun hasil dari seluruh kegiatan

4) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan. b. Tujuan

1) Untuk memberikan gambaran tentang pemanfatan bantuan operasional secara tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan.

2) tersedianya fakta, data, dan informasi lengkap tentang pemanfaatan bantuan operasional sesuai peruntukannya.

c. Sasaran Pelaporan

1) Pimpinan IPWL sebagai penanggung jawab pelaporan bantuan operasional 2) Pelaksana bantuan sosial, sebagai pembuat pelaporan bantuan operasional.

d. Mekanisme dan Waktu Pelaporan

Laporan tentang bantuan operasional dilakukan secara berjenjang dari mulai laporan pelaksana, penanggungjawab dan laporan ke Kementerian Sosial RI.Cq. Direktorat RSKP NAPZA, dengan tembusan ke Dinas/instansi sosial Provinsi, Kab/Kota. Pelaporan pertanggungjawaban bantuan operasional disampaikan 2 bulan sekali setelah terima bantuan operasional diterima sampai dengan akhir Bulan November 2012.

D. Bantuan Operasional Lembaga Kesejahteraan Sosial NAPZA 1. Pengertian

Bantuan yang diberikan kepada organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi korban penyelahgunaan NAPA yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum

2. Tujuan

Memberikan bantuan untuk menunjang kegiatan operasional bagi LKS khususnya yang menyelenggarakan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA

3. Syarat Penerima Bantuan

a. Memiliki Akta Notaris;

b. Terdaftar pada Dinas/Instansi Sosial setempat dan memiliki ijin operasional yang masih berlaku;

c. Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA

d. Memiliki Kantor, Struktur Organisasi, AD dan ART, Pengurus, dan alamat yang jelas;

(18)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

17

e. Memiliki rekening pada bank pemerintah atas nama lembaga, bukan atas nama pimpinan/pengurus lembaga Kesejahteraan Sosial.

4. Pemanfaatan Bantuan Operasional

Pemanfaatan bantuan operasional digunakan antara lain untuk: a. Sosialisasi keberadaan LKS KPN pada masyarakat.

b. Pendataan bekas korban penyalahgunaan NAPZA c. Pertemuan berkala pengurus LKS KPN

d. Rapat pengurus LKS KPN

e. Bimbingan dan motivasi kepada bekas korban penyalahgunaan NAPZA dan keluarganya

f. Pengadaan ATK Sekretariat

g. Merespon kasus-kasus yang terkait dengan penanganan bekas korban penyalahgunaan NAPZA

h. Menyusun laporan pemanfaatan bantuan operasional secara berkala kepada Kementerian Sosial RI dan Dinas/Instansi Sosial Prov/Kab/Kota

i. Kegiatan lainnya yang dianggap prioritas dan terkait dengan permasalahan bekas korban penyalahgunaan NAPZA

5. Tahapan Pelaksanaan Bantuan

a. Tahap persiapan

1) Menginventarisasi proposal yang masuk

2) Menyeleksi berkas permohonan LKS sesuai dengan persyaratan 3) Mengecek lokasi, dan keberadaan fisik LKS serta kegiatannya 4) Menentukan calon LKS penerima bantuan

5) Menetapkan besaran bantuan sosial yang akan diterima.

6) Membuat telaahan proposal kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi dan Rehabilitasi Sosial

7) Menetapkan LKS penerima bantuan sosial melalui surat keputusan Menteri Sosial RI yang ditandatangani Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial atas nama Menteri Sosial RI.

8) Membuat surat pernyataan, surat perintah kerja, berita acara serah terima bantuan dan surat perjanjian.

b. Tahap Penyaluran Bantuan Sosial

Dana bantuan sosial operasional bagi LKS disalurkan secara langsung melalui rekening bank masing-masing LKS penerima bantuan, dengan cara sebagai berikut:

1) Penyaluran dana kepada Lembaga Kesejahteraan Sosial :

a) PPK mengajukan SPP kepada penanda tangan SPM untuk diterbitkan SPM-LS, dengan melampirkan fotocopy nomor rekening dan fotocopy NPWP Lembaga Kesejahteraan Sosial.

b) Pejabat penanda tangan SPM mengajukan SPM-LS kepada KPPN Jakarta II dengan melampirkan :

(19)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

18

i. Surat Keputusan Menteri Sosial tentang Penetapan Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima bantuan rehabilitasi sosial;

ii. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM)

c) Dalam hal pencairan dana dilaksanakan kepada beberapa LKS yang mempunyai rekening pada bank sejenis, Pejabat Penanda Tangan SPM menerbitkan SPM-LS dengan melampirkan rekapitulasi pembayaran kepada LKS yang memuat sekurang-kurangnya nama LKS, jumlah uang, nama bank dan nomor rekening masing-masing penerima.

d) Sesuai alokasi dana yang telah ditetapkan dengan SK Menteri Sosial RI atau Pejabat yang ditunjuk, PPK mengajukan SPM-LS atas nama LKS. Pejabat Penerbit dan Penanda Tangan SPM kemudian menerbitkan SPM, dengan melampirkan SK Menteri Sosial RI atau Pejabat yang ditunjuk tentang LKS penerima bantuan sosial.

e) Berdasarkan SPP-LS dan SPM tersebut, KPPN Jakarta II menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atas nama masing-masing LKS kepada Bank Operasional KPPN Jakarta II, yang selanjutnya Bank tersebut menyalurkan dana ke masing-masing rekening LKS.

f) Penerima bantuan melakukan pengeluaran sesuai ketentuan, mencatat semua pengeluaran dalam Buku Kas serta melaporkan dan menyimpan seluruh bukti pembayaran asli untuk keperluan pemeriksaan keuangan oleh pihak terkait.

g) LKS penerima bantuan mencairkan dana yang tersimpan pada Bank Pemerintah sesuai kebutuhan dan dicatat dalam Buku Kas LKS (lihat lampiran).

6. Tugas dan Tanggung Jawab

a. Kementerian Sosial

1) Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial :

a) Menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan sosial.

b) Menetapkan Lembaga Kesejahteraan Sosial penerima bantuan.

c) Bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan bantuan sosial secara menyeluruh.

2) Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA :

a) Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan bantuan sosial.

b) Mengalokasikan anggaran per jenis bantuan sosial. c) Menyelenggarakan sosialisasi dan publikasi

d) Mengkoordinasikan monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

e) Menerima dan melakukan verifikasi usulan Lembaga Kesejahteraan Sosial.

f) Melakukan seleksi data usulan LKS penerima bantuan

g) Mengusulkan LKS calon penerima bantuan sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial.

h) Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

(20)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

19

i) Menerima dan menyetorkan sisa dana yang tidak terserap ke Kas Negara melalui rekening bendahara pengeluaraan disertai berita acara. b. Lembaga/Instansi Sosial di Tingkat Provinsi

1) Melakukan supervisi ke Lembaga Kesejahteraan Sosial.

2) Melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/ Kota c. Lembaga/Instansi Sosial Kabupaten/Kota

Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota adalah penanggungjawab pelaksanaan bantuan sosial di kabupaten/kota, sebagai berikut :

1) Melakukan supervisi ke Lembaga Kesejahteraan Sosial. 2) Melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Provinsi d. Pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial

Penanggungjawab penggunaan dana bantuan social pada Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah Pimpinan sebagai berikut:

1) Memanfaatkan dana bantuan sosial yang telah diterima Lembaga Kesejahteraan Sosial sesuai dengan peruntukannya.

2) Menyusun dan menyerahkan laporan perkembangan pemanfaatan dana bantuan sosial operasional.

3) Apabila terjadi perubahan jumlah penggunaan dana bantuan social biaya operasional, maka pengelola segera membuat laporan kepada Kementerian Sosial Cq. Dit. RSKP NAPZA dan tembusan kepada Dinas/Instansi Sosial provinsi dan Kabupaten/Kota.

7. Indikator Keberhasilan

a. Meningkatnya pemahaman keluarga dan masyarakat terhadap resiko penyalahgunaan NAPZA

b. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi aktif keluarga dan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA

c. Tersedianya data korban penyalahgunaan NAPZA d. Terselenggarakannya pertemuan rutin pengurus LKS e. Tersedianya perlengkapan kesekretariatan LKS

f. Adanya respon terhadap kasus-kasus yang terkait dengan penanganan bekas korban penyalahgunaan NAPZA

g. Tersusunnya laporan pelaksanaan program rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA

8. Pelaporan

a. Laporan pertanggungjawaban bantuan operasional LKS disampaikan kepada Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA Kementerian Sosial RI secara tertulis dengan tembusan kepada Dinas/Instansi Sosial Prov/Kab/Kota b. Laporan bantuan operasional LKS tersebut harus diterima paling lambat pada

minggu pertama bulan berikutnya

(21)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

20

c. Apabila LKS dimaksud tidak mengirimkan laporan bantuan operasional setelah diberikan secara tertulis maka untuk tahun berikutnya tidak dapat diajukan sebagai penerima bantuan operasional LKS.

E. Bantuan Sosial Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (BSP-UEP) 1. Pengertian

Bantuan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif adalah bantuan yang diberikan kepada penerima manfaat bekas korban penyalahgunaan NAPZA yang sudah mempunyai usaha UEP untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya.

2. Sasaran

Bekas Korban Penyalahgunaan Napza telah mengikuti program rehabilitasi sosial baik yang diselenggarakan oleh pusat/panti sosial milik pemerintah maupun oleh panti sosial milik masyarakat (Lembaga/Yayasan/Organisai Sosial).

3. Tujuan Bantuan

Bantuan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (BPUEP) bagi Bekas Korban Penyalahgunaan Napza bertujuan:

a) Melengkapi alat dan/atau bahan yang dibutuhkan oleh Usaha Ekonomi Produktif (UEP)

b) Meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) agar berkesinambungan dan dapat bersaing secara wajar, sehat, serta profesional.

c) Mempertahankan kelangsungan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) d) Meningkatkan penghasilan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) e) Meningkatkan kemandirian Bekas Korban Penyalahgunaan Napza

f) Menjaga dan memelihara kepulihan dari kecanduan Penyalahgunaan Napza g) Mengembangankan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sesuai dengan kebutuhan

pasar berdasarkan usaha yang dijalankan.

4. Syarat Penerima Bantuan Sosial.

Bantuan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (BPUEP) bagi Bekas Korban Penyalahgunaan Napza, dengan syarat sebagai berikut:

a) Bekas Korban Penyalahguna Napza telah memiliki usaha sendiri dan masih menjalankan usahanya;

b) Bekas Korban Penyalahguna Napza telah memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang masih berlaku;

c) Bekas Korban Penyalahguna Napza telah memiliki Nomor Rekening Bank atas nama pemilik UEP

d) Bekas Korban Penyalahguna Napza berusia antara 20 – 45 tahun (usia produktif)

5. Tahapan Pelaksanaan Bantuan

Tahapan Pelaksanaan Bantuan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (BPUEP) bagi Bekas Korban Penyalahgunaan Napza, sebagai berikut:

(22)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

21

a) Pendataan dan/atau verifikasi ke Dinas Sosial provinsi/kabupaten/kota atau ke UPT/UPTD/LKS Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza, untuk memperoleh informasi dan data calon petugas pendamping UEPdan bekas KPN yang telah menjalani program rehabilitasi sosial serta sudah memiliki usaha secara mandiri .

b) Pemberitahuan ke Dinas Sosial provinsi/kabupaten/kota atau ke UPT/UPTD/LKS Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza hasil Pendataan dan verifikasi, serta calon penerima dan pendamping program pengembangan UEP; c) Pengajuan proposal dari bekas KPN sesuai kebutuhan untuk pengembangan

usaha yang sedang dijalankan dan diketahui oleh pendamping, kepada Direktorat Rehsos KPN Kementerian Sosial RI dengan tembusan kepada Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten/Kota.

d) Seleksi Proposal Bantuan Pengembangan UEP yang telah masuk ke Dit Rehsos KPN Kementerian Sosial RI oleh Tim Pendataan dan Verifikasi.

e) Penentuan/penetapan calon penerima Bantuan Pengembangan UEP bekas KPN

f) Penanda Tangan Berita Acara Serah Terima Bantuan Pengembangan UEP antara calon penerima dengan Dit Resos KPN;

g) Pencairan Bantuan Pengembangan UEP melalui Nomor Rekening Bank atas nama penerima bantuan UEP

h) Penyampaian laporan bahwa Bantuan Pengembangan UEP telah diterima oleh penerima bantuan dengan mengirimkan foto copy buku Bank kepada Dit Resos KPN Kemensos RI yang diketahui oleh pendamping

i) Penyampaian laporan penggunaan Bantuan Sosial Pengembangan UEP dengan menunjukan bukti pembelian peralatan dan bahan sesuai dengan proposal yang diajukan melalui pendamping kepada Dit Resos KPN Kemensos RI, dengan tembusan kepada dinas sosial Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 30 hari setelah dana diterima.

j) Laporan perkembangan UEP oleh Bekas KPN kepada Dit Resos KPN Kemensos RI diketahui oleh pendamping dengan tembusan kepada Dinas Sosial Provinsi/ Kabupaten/Kota, setiap triwulan;

k) Laporan pendamping tentang perkembangan UEP dan perubahan perilaku penerima bantuan, kepada Dit Resos KPN Kemensos RI, dengan tembusan kepada Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten/Kota, setiap triwulan.

6. Tugas dan Tanggungjawab

a. Kementerian Sosial

1) Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial :

a) Menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan sosial.

b) Bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan bantuan sosial secara menyeluruh.

2) Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA :

a) Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan bantuan sosial.

b) Mengalokasikan anggaran per jenis bantuan sosial.

(23)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

22

c) Menyelenggarakan sosialisasi dan publikasi

d) Mengkoordinasikan monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

e) Menerima dan melakukan verifikasi usulan Lembaga Kesejahteraan Sosial.

f) Melakukan seleksi data usulan penerima bantuan

g) Mengusulkan calon penerima bantuan sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial

h) Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan

i) Menerima dan menyetorkan sisa dana yang tidak terserap ke Kas Negara melalui rekening bendahara pengeluaraan disertai berita acara b. Lembaga/Instansi Sosial di Tingkat Provinsi

1) Melakukan supervisi ke penerima bantuan.

2) Melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/ Kota c. Lembaga/Instansi Sosial Kabupaten/Kota

1) Melakukan supervisi ke penerima bantuan

2) Melakukan koordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial Provinsi d. Bekas korban penyalahgunaan NAPZA.

1) Memanfaatkan dana bantuan sosial yang telah diterima sesuai dengan peruntukannya.

2) Menyusun dan menyerahkan laporan perkembangan pemanfaatan dana bantuan sosial.

7. Indikator Keberhasilan

a) Terpeliharanyan kepulihan Bekas KPN

b) Terpenuhinya kebutuhan pengembangan usaha ekonomi produktif sesuai proposal yang diajukan

c) Tercapainya usahanya secara mandiri.

d) Terlaksananya pengadministrasian penggunaan Bantuan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif keuangan, peralatan dan bahan secara baik dan benar.

e) Berkembangnya UEP Bekas Korban Penyalahgunaan Napza ;

8. Pelaporan

Pelaporan merupakan informasi pertanggungjawaban pelaksanaan program kegiatan secara tertulis mengenai hasil pelaksanaan, kendala-kendala yang dihadapi, dan upaya mengatasinya. Mekanisme pelaporan adalah Laporan dikirim langsung ke Direktorat Rehsos KPN Kementerian Sosial RI, dengan tembusan kepada Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten/ Kota, yang diketahui oleh pendamping (disesuaikan dengan format-format sebelumnya) .

(24)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

23

Formulir I : Kondisi saat menerima bantuan Susun ke bawah No Nama Usaha Pemilik usaha Mulai usaha tahun Modal awal (Rp.) Bantuan pengembangan tahun dan Rp. Perkiraan asset saat setelah terima bantuan (Rp.) Mengetahui: Pendamping, ……….. ………., ………. 20…… Pemilik UEP, ………..

SALINAN

(25)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

24

Format II Perkembangan usaha Susun ke bawah No Nama Usaha Pemilik usaha Mulai usaha tahun Modal awal (Rp.) Bantuan pengembangan tahun dan Rp. Perkiraan asset saat ini (Rp.) Mengetahui: Pendamping, ……….. ………., ………. 20…… Pemilik UEP, ………..

SALINAN

(26)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

25

Format III Perkembangan usaha

a. Pemanfaatan dana Bantuan Pengembangan UEP

Nama Pemilik UEP :

……….. Nama UEP : ……….. Prov/Kab/Kota : ……….. Tgl/Bln/Thn : ………..

Tanggal Uraian/jenis barang yg dibeli Faktur/ Kwitansi Jumlah Rp. Jumlah seluruhnya Mengetahui: Pendamping, ……….. ………., ………. 20…… Pemilik UEP, ………..

SALINAN

(27)

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

26

b. Posisi Kas/Keuangan BPUEP

Nama Pemilik UEP : ……… Nama UEP : ……… Prov/Kab/Kota : ……… Tgl/Bln/Thn : ……… Tgl/Bln /Thn Uraian D

(penerimaan) (pengeluaran) K (saldo) S

Saldo awal/bulan lalu

Jumlah Penerimaan/pengeluaran Saldo Kas per ahkir bulan ini

*) Saldo tersebut di atas disimpan pada :

Disimpan pada Bank Rp. ……… Disimpan pada Kas Rp. ……… Dalam wujud alat/bahan Rp. ……… Jumlah Rp. ……… Mengetahui: Pendamping, ……… ………., ………. 20…… Pemilik UEP, ………..

Jakarta, 30 Mei 2012

A.N. MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI SOSIAL,

ttd.

SAMSUDI

Referensi

Dokumen terkait

Rasio ini digunakan untuk mengungkapkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban finansial apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik kewajiban jangka pendek maupun

mungkin yang mempunyai rekam jejak pengalaman publikasi internasional >50% (misal: total 6 anggota dewan penyunting, berarti paling tidak 4 orang harus mempunyai

86 DEWI SUNDARI, A.MA Guru SD SDN 13 MULYOHARJO UPPK PEMALANG. 87 DARIYAH Guru SD SDN 04

Perkembangan industri industri pertanian berbasis organik tidak mengalami peningkatan yang signifi kan, hal ini dikarenakan oleh berfl uktuatifnya harga, sumber daya

Ada suatu keyakinan bahwa orang-orang merancang cara mereka bertingkah laku yaitu bertingkah laku dengan baik atau berguna bagi orang lain, menurut konsep atau pandangan diri

Oleh karena itu pada penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan limbah sayuran pasar yang diaplikasikan pada formulasi pakan dengan

Dari hasil implementasi metode AHP pada proses pengambilan keputusan pemilihan plafond pembiayaan terbaik di Baitul Mal Watamwil diperoleh bahwa faktor yang paling dominan

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pimpinan di kedua Madrasah Aliyah tersebut untuk terus berupaya mengembangkan kemampuan para guru dalam penguasaan kurikulum tahun