• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part I"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs

Hendra Gunawan

http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/ Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology

(2)

Outline

1 Latar Belakang, Deret Fourier, and Transformasi Fourier

Latar Belakang Deret Fourier Transformasi Fourier

2 Tiga Persamaan Diferensial Parsial Klasik

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas

(3)

Referensi

J. Douandikoetxea, ”Fourier Analysis”

G.B. Folland, ”Fourier Analysis and Its Applications” H. Gunawan, ”Analisis Fourier dan Wavelet”

M.A. Pinsky, ”Introduction to Fourier Analysis and Wavelets” E.M. Stein, ”Singular Integrals and Differentiability Properties of Functions”

E.M. Stein & R. Shakarchi, ”Fourier Analysis” R. Strichartz, ”The Way of Analysis”

(4)

Deret trigonometri yang kita kenal sekarang sebagai deret Fourier pada mulanya digagas oleh D. Bernoulli pada tahun 1750-an dalam rangka mempelajari persamaan gelombang — persamaan

diferensial parsial untuk dawai bergetar (vibrating string): utt= c2uxx

dengan syarat batas

u(0, t) = u(L, t) = 0 ∀t ≥ 0

dan syarat awal

u(x, 0) = f (x) dan ut(x, 0) = 0 ∀x ∈ [0, L].

Di sini c konstanta, L panjang dawai, f keadaan awal dawai, dan u = u(x, t) simpangan vertikal dawai di titik x pada saat t.

(5)

Bernoulli menemukan bahwa untuk f (x) = sinkπxL , fungsi

u(x, t) = sinkπx

L cos

ckπt L

merupakan solusi untuk setiap bilangan bulat positif k. Karena persamaan diferensial tadi merupakan persamaan diferensial parsial linear, maka kombinasi linear dari solusi-solusi di atas juga

merupakan solusi. Dalam hal ini, Bernoulli menyimpulkan bahwa u(x, t) = ∞ X k=1 aksin kπx L cos ckπt L memenuhi persamaan, dengan syarat awal

f (x) = ∞ X k=1 aksinkπx L .

(6)

Temuan Bernoulli ini tak lama kemudian disanggah oleh L. Euler. Bagi Euler, tidak masuk akal sebarang fungsi f yang terdefinisi pada interval [0, L] dengan f (0) = f (L) = 0 dapat dinyatakan sebagai deret tak hingga sinus

f (x) = ∞ X k=1 aksin kπx L ,

karena menurutnya deret sinus memiliki sifat khusus, yakni merupakan fungsi ganjil dan periodik dengan periode 2L. Jadi, lanjutnya, kesamaan di atas mustahil dipenuhi oleh, misalnya, f (x) = x(L − x) yang bukan fungsi ganjil ataupun periodik.

(7)

Euler, dan juga D’Alembert, pada saat itu telah menemukan solusi dalam bentuk yang berbeda, yaitu

u(x, t) = 1

2 ¯

f (x + ct) + ¯f (x − ct)

dengan ¯f menyatakan perluasan dari f pada R sedemikian

sehingga ¯f ganjil dan periodik dengan periode 2L. Mengingat

sinkπx L cos ckπt L = 1 2  sinkπ L(x + ct) + sin kπ L (x − ct)  , solusi Bernoulli dianggap sebagai kasus khusus dari solusi yang ia temukan.

(8)

Bernoulli tak dapat menanggapi sanggahan Euler dengan baik. Ia hanya menjelaskan bahwa persamaan

f (x) = ∞ X k=1 aksin kπx L

merupakan suatu sistem persamaan linear dengan tak hingga peubah. Kelemahan utama argumennya adalah bahwa ia tak dapat

memberikan rumus untuk koefisien ak yang memenuhi persamaan

di atas. Rumus itu akhirnya ditemukan oleh Euler beberapa tahun sesudahnya, namun Euler tidak mempelajari lebih lanjut temuannya karena ia terlanjur menolak gagasan Bernoulli sebelumnya.

(9)

Setengah abad kemudian, tepatnya pada 1807, J. Fourier berhasil mengembangkan apa yang kita kenal sekarang sebagai deret Fourier. Ketika itu ia tertarik dengan persamaan panas atau persamaan difusi:

ut= c2uxx

dengan u = u(x, t) menyatakan suhu kawat yang panjangnya L di titik x pada saat t, dengan syarat batas

u(0, t) = u(L, t) = 0 ∀t ≥ 0

dan syarat awal

(10)

Dengan menuliskan f sebagai deret f (x) = ∞ X k=1 aksinkπx L ,

Fourier menemukan solusi u(x, t) = ∞ X k=1 ake−(c2k2π2t)/L2sinkπx L .

Namun, tak seperti Bernoulli, Fourier memberikan rumus untuk

koefisien ak dalam f , yaitu

ak= 2 L Z L 0 f (x) sinkπx L dx. [Ref: Strichartz, 2000]

(11)

Deret Fourier dari sebuah fungsi periodik f merupakan deret trigonometri (persisnya deret sinus dan cosinus) untuk f . Untuk kemudahan kita akan lebih banyak bekerja dengan fungsi

eksponensial kompleks eiθ daripada fungsi trigonometri cos θ dan

sin θ. Ingat bahwa fungsi-fungsi ini terkait oleh rumus

eiθ = cos θ + i sin θ

cos θ = 1

2(e

+ e−iθ) dan sin θ = 1

2i(e

− e−iθ).

Kelebihan fungsi cosinus dan sinus adalah bahwa mereka bernilai real dan mempunyai sifat simetri, sementara kelebihan fungsi

eksponensial adalah rumus turunan (eiθ)0 = ieiθ dan rumus jumlah

(12)

Misalkan f (θ) adalah sebuah fungsi bernilai kompleks yang terdefinisi pada R sedemikian sehingga

f (θ + 2π) = f (θ) ∀ θ ∈ R,

yakni f periodik dengan periode 2π. Asumsikan pula bahwa f terintegralkan Riemann pada sebarang interval terbatas (ini

dipenuhi bila, misalnya, f terbatas dan kontinu kecuali di sejumlah terhingga titik pada sebarang interval terbatas). Kita ingin

mengetahui kapankah f dapat diuraikan sebagai deret

f (θ) = 1

2a0+

∞ X

n=1

(ancos nθ + bnsin nθ).

Di sini 12a0 merupakan koefisien fungsi konstan cos 0θ = 1 (faktor

1

2 sengaja diikutsertakan untuk kemudahan yang akan kita lihat

(13)

Menggunakan fungsi ekponensial, persamaan tadi menjadi f (θ) = ∞ X n=−∞ cneinθ dengan c0 = 1 2a0; cn= 1 2(an− ibn) dan c−n= 1 2(an+ ibn), n ∈ N atau a0 = 2c0; an= cn+ c−ndan bn= i(cn− c−n), n ∈ N.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mencoba terlebih dahulu mencari syarat perlunya. Jika kita mempunyai persamaan di atas,

(14)

Dengan mengalikan kedua ruas dengan e−ikθ (k ∈ Z), kemudian integralkan dari −π sampai π, kita peroleh (dengan menganggap bahwa integral deret sama dengan deret integral)

Z π −π f (θ)e−ikθdθ = ∞ X n=−∞ cn Z π −π ei(n−k)θdθ. Tetapi, untuk n 6= k Z π −π ei(n−k)θdθ = 1 i(n − k)e i(n−k)θ π −π = 0, sementara untuk n = k Z π −π ei(n−k)θdθ = Z π −π dθ = 2π.

(15)

Jadi satu-satunya suku yang bertahan dalam deret tadi adalah suku ke-k, sehingga kita dapatkan

Z π

−π

f (θ)e−ikθdθ = 2πck.

Ganti k menjadi n, maka

cn= 1

Z π

−π

f (θ)e−inθdθ, n ∈ Z.

Dari sini kita peroleh

a0 = 2c0 = 1 π Z π −π f (θ)dθ an= cn+ c−n= 1 π Z π −π f (θ) cos nθ dθ, n = 1, 2, 3, . . . 1 Z π

(16)

Definisi. Misalkan f periodik dengan periode 2π dan

terintegralkan pada [−π, π]. Bilangan cn, atau an dan bn,

sebagaimana dirumuskan di atas, disebut sebagai koefisien Fourier dari f , sementara deret

∞ X

n=−∞

cneinθ atau 1

2a0+

∞ X

n=1

(ancos nθ + bnsin nθ)

(17)

Catat bahwa yang telah kita dapatkan saat ini baru syarat perlunya saja, belum syarat cukup. Yakni, jika kita mempunyai sebuah fungsi f yang periodik dengan periode 2π dan terintegralkan pada [−π, π], maka kita dapat menghitung koefisien-koefisien Fourier dan deret Fourier dari fungsi tersebut. Namun pertanyaan apakah f sama dengan deret Fouriernya, atau apakah deret Fourier dari f konvergen (titik demi titik) ke f , sama sekali belum terjawab. Sebelum kita menjawab pertanyaan penting tadi, kita tinjau terlebih dahulu dua buah contoh berikut.

(18)

Contoh 1. Misalkan f periodik dengan periode 2π dan

f (θ) = |θ|, −π ≤ θ ≤ π.

Maka, dengan mengingat bahwa f merupakan fungsi genap, kita

peroleh a0 = π, an= 2π(−1)nn2−1 dan bn= 0 untuk setiap n ∈ N.

Namun (−1)n− 1 = 0 bila n genap, dan (−1)n− 1 = −2 bila n

ganjil. Dengan demikian deret Fourier dari f adalah π 2 − 4 π X n=1,3,5,... 1 n2cos nθ.

(19)

Contoh 2. Misalkan g periodik dengan periode 2π dan

g(θ) = θ, −π < θ ≤ π.

Maka c0= 0 dan cn= (−1)

n+1

in untuk setiap n 6= 0. Jadi deret

Fourier dari g adalah

X

n6=0

(−1)n+1

in e

inθ

atau, mengingat (−1)n= (−1)−n dan eininθ +e−in−inθ = 2nsin nθ,

2 ∞ X n=1 (−1)n+1 n sin nθ.

(20)

Mari kita lihat apakah deret Fourier dari masing-masing fungsi tersebut konvergen titik demi titik ke fungsi semula, dengan mengamati kecenderungan beberapa jumlah parsial pertamanya.

Gambar 1. f (θ) = |θ|, −π ≤ θ ≤ π.

(21)

Gambar 2. g(θ) = θ, −π < θ ≤ π.

Perhatikan bahwa pada Gambar 2 ada fenomena menarik di sekitar x = −π dan x = π.

(22)

Ketaksamaan berikut diperlukan kelak dalam pembahasan kekonvergenan deret Fourier.

Ketaksamaan Bessel. Jika f periodik dengan periode 2π dan

terintegralkan Riemann pada [−π, π], maka koefisien Fourier cn

yang ditentukan oleh rumus di atas memenuhi ketaksamaan ∞ X n=−∞ |cn|2 ≤ 1 2π Z π −π |f (θ)|2dθ.

Bukti. Untuk setiap N ∈ N, kita mempunyai 0 ≤ Z π −π f (θ)− N X n=−N cne−inθ 2 dθ = Z π −π |f (θ)|2dθ−2π N X n=−N |cn|2.

Ambil limitnya untuk N → ∞, kita peroleh ketaksamaan yang diinginkan.

(23)

Catatan. Mengingat |a0|2 = 4|c0|2 dan |an|2+ |bn|2 =

2(|cn|2+ |c−n|2) untuk n ≥ 1, kita peroleh

1 4|a0| 2+1 2 ∞ X n=1 (|an|2+ |bn|2) = ∞ X n=−∞ |cn|2 1 2π Z π −π |f (θ)|2dθ.

Akibat (Lemma Riemann-Lebesgue). Koefisien Fourier cn

menuju 0 bila |n| → ∞. Koefisien Fourier an dan bn menuju 0 bila

n → ∞.

Bukti. |an|2, |bn|2, dan |cn|2 merupakan suku ke-n deret yang

konvergen, dan karenanya mereka menuju 0 dan demikian pula halnya dengan an, bn, dan cn.

(24)

Soal Latihan

1 Verifikasi perhitungan koefisien an dan bn pada Contoh 1 dan

perhitungan koefisien cn pada Contoh 2.

2 Verifikasi hubungan antara |an|, |bn|, dan |cn|.

3 Tentukan deret Fourier dari fungsi periodik f dengan periode

2π, dengan f (θ) = 1 jika 0 < θ < π, f (θ) = −1 jika −π < θ < 0, dan f (0) = f (π) = 0.

4 Buktikan bahwa untuk setiap N ∈ N berlaku

Z π −π N X n=−N cneinθdθ = 1 2π Z π −π f (θ)dθ.

(25)

Sekarang kita akan membahas kekonvergenan deret Fourier,

khususnya kekonvergenan titik demi titik. Barisan fungsi (fn)

dikatakan konvergen titik demi titik ke fungsi f pada himpunan A apabila (fn(x)) konvergen ke f (x) untuk tiap x ∈ A.

Melalui Contoh 2 yang dibahas pada bab sebelumnya kita mengetahui bahwa secara umum deret Fourier dari suatu fungsi tidak selalu konvergen titik demi titik ke fungsi semula, khususnya di titik di mana fungsi tersebut diskontinu. Namun, kita akan melihat bila fungsi tersebut memenuhi sejumlah hipotesis tertentu, maka deret Fouriernya akan konvergen titik demi titik.

(26)

Untuk menjawab pertanyaan apakah deret 1 2a0+ ∞ P n=1

(ancos nθ + bnsin nθ) atau

∞ P n=−∞

cneinθ, dengan

koefisien an, bn, dan cn sebagaimana diberikan sebelumnya,

konvergen ke f (θ), kita tinjau jumlah parsialnya, yakni

SNf(θ) := N X n=−N cneinθ= 1 2a0+ N X n=1 (ancos nθ + bnsin nθ).

(Ketika kita bekerja dengan bentuk eksponensial, kita sepakat

bahwa kita senantiasa menyatukan suku einθ dan e−inθ. Itu

(27)

Substitusikan rumus untuk cnke dalam jumlah parsial tadi, SfN(θ) = 1 2π N X n=−N Z π −π f (ψ)e−in(ψ−θ)dψ = 1 2π N X n=−N Z π −π f (ψ)ein(ψ−θ)dψ.

Selanjutnya, dengan substitusi peubah φ = ψ − θ dan mengingat bahwa f periodik dengan periode 2π, kita peroleh

SfN(θ) = 1 2π N X n=−N Z π+θ −π+θ f (θ+φ)einφdφ = 1 2π N X n=−N Z π −π f (θ+φ)einφdφ. KarenaPNn=−NRπ −π· · · = Rπ −π PN

n=−N. . . , kita dapat menuliskan

SNf(θ) =

Z π

−π

f (θ + φ)DN(φ)dφ,

(28)

Fungsi DN(φ) dikenal sebagai kernel Dirichlet. Dengan

mengenalinya sebagai deret geometri, dengan suku pertama e−iN φ

dan rasio eiφ, kita dapat menyederhanakannya sebagai

DN(φ) = 1

ei(N +1)φ− e−iN φ

eiφ− 1 .

Selanjutnya, dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan e−iφ/2, kita peroleh

DN(φ) = 1 2π ei(N +1/2)φ− e−i(N +1/2)φ eiφ/2− e−iφ/2 = 1 2π sin(N + 1/2)φ sin φ/2 .

Grafik DN(φ) untuk N = 25 kurang lebih berbentuk sebagai

(29)

Intuisi mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa SNf(θ) → f (θ).

Dalam hal ini titik puncak DN(φ) yang terjadi di φ = 0 ‘memetik’

nilai f (θ) pada SNf(θ); sementara osilasi cepat yang terjadi pada

DN(φ) untuk φ jauh dari 0 ‘menihilkan’ bagian lainnya karena

adanya pencoretan antara nilai positif dan negatif.

Untuk membuktikan kekonvergenan titik demi titik deret Fourier, kita memerlukan lemma berikut mengenai kernel Dirichet dan sejumlah peristilahan.

Lemma. Untuk setiap N ∈ N berlaku

Z 0 −π DN(φ)dφ = Z π 0 DN(φ)dφ = 1 2.

(30)

Misalkan −∞ < a < b < ∞. Kita katakan bahwa f kontinu bagian demi bagian pada [a, b] apabila f kontinu pada [a, b] kecuali di sejumlah terhingga titik, dan di titik-titik tersebut limit kiri dan limit kanan f ada.

Lalu, kita katakan bahwa f mulus bagian demi bagian pada [a, b]

apabila f kontinu bagian demi bagian pada [a, b], f0 ada dan

kontintu pada (a, b) kecuali di sejumlah terhingga titik, dan di titik-titik tersebut turunan kiri dan turunan kanan f ada. Sebagai ilustrasi, fungsi yang kontinu bagian demi bagian dan fungsi yang mulus bagian demi bagian digambarkan di papan tulis. Selanjutnya, f dikatakan kontinu (mulus) bagian demi bagian pada R apabila ia kontinu (mulus) bagian demi bagian pada sebarang selang terbatas [a, b].

(31)

Teorema. Jika f periodik dengan periode 2π dan mulus bagian demi bagian, maka

lim N →∞S f N(θ) = 1 2[f (θ−) + f (θ+)], dengan f (θ−) := lim h→0−f (θ + h) dan f (θ+) := limh→0+f (θ + h).

Bukti. Menurut lemma sebelumnya, 12f (θ−) = f (θ−)

0 R −π DN(φ)dφ dan 12f (θ+) = f (θ+) π R 0 DN(φ)dφ. Karena itu, ...

(32)

Karena itu, SfN(θ) −1 2[f (θ−) + f (θ+)] = Z 0 −π [f (θ + φ) − f (θ−)]DN(φ)dφ + + Z π 0 [f (θ + φ) − f (θ+)]DN(φ)dφ.

Selanjutnya, kita dapat menuliskan SNf(θ) −1 2[f (θ−) + f (θ+)] = 1 2π Z π −π

g(φ)[ei(N +1)φ− e−iN φ]dφ,

dengan g(φ) := f (θ+φ)−f (θ−)e−1 untuk −π < φ < 0 dan

(33)

Di sini g merupakan fungsi yang mulus seperti halnya f pada [−π, π], kecuali di φ = 0, di mana lim

φ→0+g(φ) = −if

0(θ+) dan

lim

φ→0−g(φ) = −if

0(θ−). Jadi g kontinu bagian demi bagian pada

[−π, π], sehingga koefisien Fouriernya, yakni cgn:= 1

Z π

−π

g(φ)e−inφdφ

menuju 0 bila n → ±∞. Dengan demikian bentuk di atas, yang

(34)

Soal Latihan

1 Misalkan f dan g periodik dengan periode 2π, mulus bagian

demi bagian, dan f (θ) = 12[f (θ−) + f (θ+)] untuk setiap θ.

Buktikan jika f dan g mempunyai koefisien Fourier yang sama, maka f = g.

2 Dengan meninjau nilai deret Fourier dan fungsi g (yang

dibahas pada Contoh 2) di θ = 0, buktikan bahwa ∞ X k=1 1 (2k − 1)2 = π2 8

3 Dengan menggunakan deret Fourier dari fungsi tertentu,

buktikan bahwa ∞ X n=1 1 n2 = π2 6 .

(35)

Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2π yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut sebetulnya dapat pula dipakai sebagai representasi fungsi yang terdefinisi pada interval sebarang yang panjangnya 2π.

Misalkan f terdefinisi pada [−π, π], dengan asumsi f (−π) = f (π). (Asumsi ini dapat dipenuhi dengan cara mendefinisikan ulang, bila perlu, nilai f di salah satu titik ujungnya.) Selanjutnya misalkan f terbatas dan terintegralkan pada [−π, π]. Kita perluas f pada R sedemikian sehingga f periodik dengan periode 2π, melalui

f (θ + 2nπ) = f (θ), θ ∈ (−π, π], n ∈ Z.

Sebagai contoh, fungsi periodik f yang dibahas pada Contoh 1 dapat dipandang sebagai perluasan periodik fungsi f (θ) = |θ| dari

(36)

Jika f mulus bagian demi bagian pada (−π, π], maka kita dapat menguraikannya sebagai deret Fourier. Dengan membatasi kembali peubah θ pada [−π, π], kita peroleh deret Fourier dari fungsi semula.

Sekarang misalkan f terdefinisi hanya pada [0, π]. Kita dapat memperluas f pada R sedemikian sehingga ia merupakan fungsi periodik dengan periode 2π, dan kemudian kita peroleh deret Fouriernya.

Untuk memperluas f pada R, pertama kita perluas f pada [−π, π]. Ada dua cara yang baku untuk hal ini, yakni dengan membuatnya menjadi fungsi genap atau ganjil.

(37)

Perluasan genap fgenap pada [−π, π] dapat diperoleh melalui fgenap(−θ) = f (θ), θ ∈ [0, π];

sementara perluasan ganjil fganjil dapat diperoleh melalui

fganjil(−θ) = −f (θ), θ ∈ (0, π], fganjil(0) = 0; Untuk ilustrasi, perhatikan gambar di papan tulis.

Keuntungan menggunakan fgenap dan fganjil adalah bahwa

koefisien Fouriernya kelak sangat sederhana. Untuk fgenap,

koefisien sinusnya akan sama dengan nol (karena sin nθ merupakan fungsi ganjil). Untuk fganjil, koefisien cosinusnya akan sama dengan nol (karena cos nθ merupakan fungsi genap). Jadi, deret

(38)

Dengan simetri, perhitungan koefisien lainnya juga menjadi lebih mudah: Z π −π fgenap(θ) cos nθ dθ = 2 Z π 0 f (θ) cos nθ dθ, Z π −π fganjil(θ) sin nθ dθ = 2 Z π 0 f (θ) sin nθ dθ. Perhatikan bahwa pada akhirnya fungsi f yang terdefinisi pada [0, π] muncul kembali dalam perhitungan koefisien Fourier di atas.

(39)

Definisi. Misalkan f terintegralkan pada [0, π]. Deret 1 2a0+ n X n=1 ancos nθ, dengan an= 2 π Z π 0 f (θ) cos nθ dθ

disebut deret cosinus Fourier dari f ; sementara deret n X n=1 bnsin nθ, dengan bn= 2 π Z π 0 f (θ) sin nθ dθ,

(40)

Teorema. Misalkan f mulus bagian demi bagian pada [0, π]. Maka, deret cosinus Fourier dan deret sinus Fourier dari f

konvergen ke 12[f (θ−) + f (θ+)] di setiap θ ∈ (0, π). Khususnya,

mereka konvergen ke f (θ) jika f kontinu di θ ∈ (0, π). Deret cosinus Fourier dari f konvergen ke f (0+) di θ = 0 dan ke f (π−) di θ = π; deret sinus Fourier dari f konvergen ke 0 di kedua titik tersebut.

(41)

Sekarang misalkan f adalah fungsi periodik dengan periode 2L.

Dengan substitusi peubah x = Lθπ , kita peroleh fungsi baru

g(θ) := f

Lθ

π 

= f (x).

Perhatikan bahwa g merupakan fungsi periodik dengan periode 2π, dan karenanya dapat diuraikan sebagai deret Fourier

g(θ) = ∞ X n=−∞ cneinθ, dengan cn= 1 2π Z π −π g(θ)e−inθdθ,

(42)

Subtitusikan kembali θ =πxL ke dalam rumus di atas, kita dapatkan deret Fourier dari fungsi f semula:

f (x) = ∞ X n=−∞ cneinπx/L, cn= 1 2L Z L −L f (x)e−inπx/Ldx.

Dinyatakan dalam cosinus dan sinus, deret ini menjadi

f (x) = 1

2a0+

∞ X

n=1

[ancos(nπx/L) + bnsin(nπx/L)],

an= 1 L Z L −L f (x) cos(nπx/L)dx, bn= 1 L Z L −L f (x) sin(nπx/L)dx.

(43)

Dengan cara yang serupa seperti sebelumnya kita dapat

memperoleh deret cosinus Fourier ATAU deret sinus Fourier dari fungsi f yang mulus bagian demi bagian pada [0, L], yakni

f (x) = 1 2a0+ ∞ X n=1 ancos(nπx/L), dengan an= 2 L Z L 0 f (x) cos(nπx/L)dx, ATAU f (x) = ∞ X n=1 bnsin(nπx/L), dengan 2 Z L

(44)

Contoh. Deret cosinus Fourier dari fungsi f (x) = x, x ∈ [0, 1], adalah 1 2− 4 π2 ∞ X n=1 1 (2n − 1)2 cos(2n − 1)πx;

sementara deret sinus-nya adalah 2 π ∞ X n=1 (−1)n+1 n sin nπx.

(45)

Soal Latihan

1 Bagaimana anda dapat memperoleh deret Fourier dari sebuah

fungsi yang terdefinisi pada sebarang interval [a, b]? Jelaskan secara detil.

(46)

Teori L

2

untuk Deret Fourier

Keluarga fungsi {einθ} membentuk basis ortogonal di ruang

L2[−π, π], yaitu ruang fungsi f : [−π, π] → C yang memenuhi

kf k22 :=

Z π

−π

|f (θ)|2dθ < ∞.

Ruang L2[−π, π] merupakan ruang Hilbert, dengan hasil kali dalam

hf, gi =

Z π

−π

f (θ)¯g(θ) dθ.

Karena itu, setiap f ∈ L2[−π, π] dapat dinyatakan sebagai

f =P

n∈Zhf, enien (konvergen dalam norm). Lebih jauh, kita

mempunyai Kesamaan Parseval: kf k2=P

(47)

Jika f ∈ L1([−T2,T2]), maka kita mempunyai f (x) = ∞ X n=−∞ 1 T Z T /2 −T /2

f (y)e−2πiny/Tdye2πinx/T.

Bentuk ini mengingatkan kita akan jumlah Riemann atas suatu

partisi dengan lebar T1, yakni

∞ X

n=−∞ Z T /2

−T /2

f (y)e−2πiξnydye2πiξnx∆ξ

n,

dengan ξn= Tn dan ∆ξn= T1. Berdasarkan hal ini, dengan

mengambil T → ∞, kita boleh menduga bahwa untuk f yang ‘cukup bagus’ akan berlaku

(48)

Definisi. Misalkan f ∈ L1(R), yakni kf k1=R

R|f (x)| dx < ∞.

Transformasi Fourier dari f , bf , didefinisikan oleh

b f (ξ) =

Z

R

f (x)e−2πiξxdx, ξ ∈ R.

Seperti halnya dalam pembahasan deret Fourier, pertanyaan kita

adalah bagaimana kita dapat memperoleh f kembali dari bf .

Kesamaan (1) menyarankan kita untuk mendefinisikan invers

transformasi Fourier dari g, yang dituliskan sebagai ˇg, sebagai

ˇ g(x) =

Z

R

(49)

Teorema inversi Fourier kelak menyatakan bahwa

( bf )ˇ(x) = f (x), h.d.m.

asalkan f dan bf terintegralkan. Sebelum sampai ke sana, kita

mempunyai teorema berikut.

Teorema. Jika f ∈ L1(R), maka bf kontinu pada R.

Teorema. Jika f ∈ L1(R), maka bf terbatas pada R.

Teorema (Riemann-Lebesgue). Jika f ∈ L1(R), maka

lim |ξ|→∞

b

f (ξ) = 0 h.d.m.

Akibat. Transformasi Fourier b memetakan L1(R) ke C0(R).

(50)

Contoh 1. Jika f (x) = e−πx2, maka bf (ξ) = e−πξ2.

(51)

Definisi. Untuk f, g ∈ L1(R), kita definisikan konvolusi f ∗ g: f ∗ g(x) =

Z

R

f (y)g(x − y)dy, x ∈ R.

Konvolusi bersifat seperti perkalian pada L1(R), yakni

(i) komutatif: f ∗ g = g ∗ f ;

(ii) distributif (karena kelinearan integral): f ∗ (g + h) = f ∗ g + f ∗ h (f + g) ∗ h = f ∗ h + g ∗ h λ(f ∗ g) = (λf ) ∗ g = f ∗ (λg)

(52)

Jadi L1(R) merupakan suatu ‘aljabar komutatif’ terhadap konvolusi. Lebih jauh, teorema di bawah ini mengatakan bahwa

L1(R) merupakan ‘aljabar Banach’ terhadap konvolusi.

Teorema. Jika f, g ∈ L1(R), maka f ∗ g ∈ L1(R) dan

kf ∗ gk1≤ kf k1kgk1.

Selanjutnya kita mempunyai teorema berikut, yang merupakan kunci penting dalam aplikasi kelak.

(53)

Berdasarkan teorema sebelumnya kita mengetahui bahwa L1(R)

tidak mempunyai identitas terhadap konvolusi: Jika ada e ∈ L1(R)

sedemikian sehingga e ∗ f = f ∀ f ∈ L1(R), maka haruslah

b

e bf = bf h.d.m. ∀ f ∈ L1(R). Namun ini mengakibatkanbe(ξ) = 1

h.d.m., bertentangan dengan Teorema Riemann-Lebesgue.

Walaupun demikian, kita mempunyai ‘identitas hampiran’, seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema. Misalkan φ ≥ 0 danR

Rφ(x) dx = 1. Untuk setiap

 > 0, definisikan φ(x) = 1φ x. Maka, untuk setiap f ∈ L1(R),

kita mempunyai

(54)

Teorema Inversi Fourier. Misalkan f ∈ L1(R) sedemikian sehingga bf ∈ L1(R). Maka, f (x) = Z R b f (ξ)e2πiξxdξ, h.d.m. yakni, f = ( bf )ˇh.d.m.

Akibat. Jika f, g ∈ L1(R) dan bf =bg h.d.m., maka f = g h.d.m.

Catatan. Akibat di atas mengatakan bahwa transformasi Fourier b merupakan pemetaan yang bersifat 1-1 atau injektif h.d.m.

(55)

Jika deret Fourier memenuhi kesamaan Parseval, maka transformasi Fourier memenuhi kesamaan Plancherel, yakni

Teorema (Kesamaan Plancherel). Jika f ∈ L1(R) ∩ L2(R), maka

b

f ∈ L2(R) dan k bf k2 = kf k2.

Lebih umum daripada itu, kita mempunyai:

Teorema (Kesamaan Plancherel). Jika f, g ∈ L1(R) ∩ L2(R),

(56)

Soal Latihan

1 Tunjukkan bahwa b χ[0,1)(ξ) = e−πiξ sin πξπξ . 2 Hitung b χ[−T 2, T 2](ξ) (T > 0). 3 Diketahui f (x) = sin πx πx . Tentukan bf (ξ).

4 Tunjukkan jika f (x) = e−πx2, maka bf (ξ) = e−πξ2. (Petunjuk.

Integralkan fungsi kompleks f (z) = e−πz2 sepanjang lintasan

tertutup

γ = [−R, R] + [R, R + iξ] + [R + iξ, −R + iξ] + [−R + iξ, −R],

dan ambil R → ∞. Ingat R∞

−∞e−πx

2

dx = 1.)

5 Buktikan jika f, g ∈ L1(R), maka

R

Rf (x)g(x) dx =b

R

Rf (x)bg(x) dx.

6 Buktikan bahwa untuk setiap f dan g ∈ L1([0, 1]) berlaku

1 f ∗ g = g ∗ f ;

2 (f ∗ g) ∗ h = f ∗ (g ∗ h).

7 Misalkan χ = χ

(57)

Transformasi Fourier di L

2

(R)

Ruang L2(R), yang dilengkapi dengan hasilkali dalam

hf, gi =R

Rf (x)g(x) dx, merupakan ruang Hilbert. Karena L

2(R)

bukan himpunan bagian dari L1(R), definisi transformasi Fourier

tidak langsung berlaku di L2(R). Namun demikian, dengan

menggunakan fakta bahwa L1(R) ∩ L2(R) padat di L2(R),

transformasi Fourier dari fungsi f ∈ L2(R) dapat didefinisikan

sebagai limit dari suatu barisan bfn(dalam norma di L2(R)),

dengan fn∈ L1(R) ∩ L2(R) dan fn→ f (n → ∞) dalam norma

di L2(R). Semua ini dapat dilakukan sebagaimana dijamin oleh

(58)

Teorema. Misalkan f ∈ L2(R). Untuk n ∈ N, definisikan fn= χ[−n,n]f , yakni fn(x) =  f (x), jika |x| ≤ n, 0, jika |x| > n.

Maka, fn∈ L1(R) ∩ L2(R) dan bfn∈ L2(R), untuk setiap n ∈ N.

Lebih jauh, fn→ f (n → ∞) dalam norma di L2(R) dan ( bfn)

(59)

Materi ini disadur dari buku G.B. Folland, “Fourier Analysis and Its Applications”.

Persamaan Panas yang terkait dengan perambatan (difusi) panas pada sebuah dawai atau kawat yang panjangnya L adalah

ut= kuxx, yang mungkin disertai dengan syarat batas

u(0, t) = u(L, t) = 0 ∀t ≥ 0

dan syarat awal

(60)

Domain Tak Terbatas

Dengan Metode Pemisahan Peubah, kita misalkan u(x, t) = X(x)T (t). Maka, persamaan tadi menjadi:

XT0 = kX00T, X(0) = X(L) = 0.

Dari sini, kita dapatkan T0

kT =

X00

X = A

dengan A konstanta yang tidak bergantung pada x ataupun t. Jadi, kita mempunyai dua persamaan:

(61)

Dari persamaan pertama kita peroleh T (t) = C0eAkt, sementara dari persamaan kedua kita dapatkan

X(x) = C1cos λx + C2sin λx, λ =

√ −A.

Substitusikan syarat batas, kita peroleh C1 = 0 dan (C2 = 0 atau

sin λL = 0). Tentunya kita tidak sedang mencari solusi trivial 0,

karena itu λL = nπ, n = 1, 2, 3, . . . , sehingga A = −nπL2.

Dengan demikian kita peroleh solusi persamaan panas

un(x, t) = sin

nπx

L e

−n2π2kt

(62)

Domain Tak Terbatas

Kombinasi linear dari unjuga solusi, dan dengan mengambil

limitnya kita simpulkan bahwa u(x, t) =

∞ X

n=1

anun(x, t) juga merupakan solusi persamaan panas.

Selanjutnya, syarat awal u(x, 0) = f (x) memberikan ∞ X n=1 ansin nπx L = f (x),

yang tak lain merupakan deret sinus Fourier dari f . Dari sini kita peroleh solusi khusus, dengan

an= 2 L Z L 0 f (x) sinnπx L dx.

(63)

Soal Latihan

Tentukan solusi dari persamaan panas ut= kuxx dengan syarat

(64)

Domain Tak Terbatas

Persamaan Gelombang untuk dawai bergetar yang panjangnya L adalah

utt= c2uxx yang mungkin disertai dengan syarat batas

u(0, t) = u(L, t) = 0 dan syarat awal

(65)

Dengan Metode Pemisahan Peubah, yakni dengan pemisalan u(x, t) = X(x)T (t), diperoleh dua persamaan

X00= −λ2X dan T00= −λ2c2T

dengan X(0) = X(L) = 0. Dari kedua persamaan tersebut dan syarat batasnya, kita dapatkan

X(x) = C2sin nπx L T (t) = C3cosnπct L + C4sin nπct L .

(66)

Domain Tak Terbatas

Dengan argumen yang serupa seperti untuk Persamaan Panas, kita dapatkan solusi untuk Persamaan Gelombang:

u(x, t) = ∞ X n=1 sinnπx L  ancosnπct L + bnsin nπct L  .

Solusi khusus dapat diperoleh dengan menghitung koefisien an dan

(67)

Soal Latihan

Tentukan koefisien an dan bn bila diketahui f (x) = x(L − x) dan

(68)

Domain Tak Terbatas

Persamaan Laplace pada persegi [0, 1] × [0, 1] adalah

uxx+ uyy= 0,

yang mungkin disertai dengan syarat batas u(0, y) = u(1, y) = 0 u(x, 0) = 0, u(x, 1) = f (x).

Dengan pemisahan peubah, u(x, y) = X(x)Y (y), kita peroleh dua persamaan

X00= −λ2X dan Y00= λ2Y.

Dari kedua persamaan tersebut, kita dapatkan

(69)

Substitusikan syarat batas, kita peroleh

X(x) = C2sin nπx, n = 1, 2, 3, . . .

Y (y) = C3sinh nπy, n = 1, 2, 3, . . .

Dengan demikian, solusinya berbentuk u(x, y) =

∞ X

n=1

ansin nπx sinh nπy.

Masih ada satu syarat batas yang belum digunakan, yaitu u(x, 1) = f (x). Dari syarat batas ini kita peroleh an.

(70)

Domain Tak Terbatas

Soal Latihan

(71)

Menggunakan transformasi Fourier, kita dapat menyelesaikan persamaan panas, persamaan gelombang, dan persamaan Laplace pada domain tak terbatas, dengan syarat awal tertentu.

Sebagai contoh, tinjau persamaan panas pada kawat tak terhingga

ut= kuxx, −∞ < x < ∞,

dengan syarat awal u(x, 0) = f (x). Tidak ada syarat batas karena domain x tak terbatas; namun untuk kemudahan kita asumsikan u(x, t) dan f (x) menuju 0 untuk x → ±∞.

Hitung transformasi Fourier dari kedua ruas terhadap x, sehingga kita peroleh ∂ub ∂t(ξ, t) = −k(2πξ) 2 b u(ξ, t), u(ξ, 0) = bb f (ξ).

(72)

Domain Tak Terbatas

Untuk tiap ξ, ini merupakan persamaan diferensial biasa dalam t dengan sebuah syarat awal. Solusinya adalah

b

u(ξ, t) = bf (ξ)e−k(2πξ)2t.

Untuk mendapatkan u(x, t), kita tinggal menghitung inversnya. Ada dua cara untuk itu. Cara pertama, kita gunakan Teorema Inversi Fourier: u(x, t) = Z R b f (ξ)e−k(2πξ)2te2πiξxdξ.

Cara kedua, kita cukup menentukan invers dari e−k(2πξ)2t, yaitu

Ht(x) = √1

4πkte

−x2/4kt

(73)

Dalam hal ini solusinya dalah

u(x, t) = f ∗ Ht(x) = √1

4πkt Z

R

f (y)e−(x−y)2/4ktdy.

Catatan. Ht(x) = √1ktφ √xkt dengan φ(x) = √1e−x

2/4

. Soal Latihan

1. Tunjukkan bahwa Ht(x) memenuhi Persamaaan Panas; dan

dengan pertukaran turunan dan integral, u(x, t) = f ∗ Ht(x) juga

memenuhi Persamaan Panas. Lebih jauh, tunjukkan jika

f ∈ L1(R), maka ku(·, t) − f k1→ 0 bila t → 0.

2. Dengan transformasi Fourier, selesaikan Persamaan Laplace

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus

Mengingat fungsi dari bangunan ini sebagai tempat mempromosikan potensi seni budaya dan pariwisata dari propinsi Jawa Barat, maka sebagai pertimbangan utama dalam perancangannya

OJK melihat potensi besar pada industri jasa keuangan syariah di Indonesia, tercermin dari pangsa pasar sektor jasa keuangan syariah yang saat ini masih relatif kecil dibandingkan

Buying consortium atau pembelian bersama memiliki beberapa terminologi seperti group purchasing atau cooperative purchasing [5]. Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa

Dapat disimpulkan bahwa urgensi iffah bagi masyarakat sekolah 70% sudah sesuai, tetapi 30% masih ada beberapa yang belum sesuai, yang sudah sesuainya yaitu siswi sudah

Dehidrasi merupakan metode yang digunakan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan setelah dilakukan proses fiksasi sehingga nantinya dapat diisi dengan

Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar siswa dan sebagai suatu ukuran satuan waktu, Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara

Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan