• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang sangat penting bagi para siswa sekolah dasar dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, terlebih lagi bagi para siswa yang mengalami kesulitan belajar. Munculnya model pembelajaran tuntas sebagai salah satu bentuk inovasi dalam dunia pendidikan saat ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan usaha belajar siswa dalam rangka mencapai tingkat penguasaan kompetensi (mastery level) yang memadai. Dengan ditempatkannya model pembelajaran tuntas sebagai pendukung pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) maka berarti semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum tersebut harus memahami dengan benar model pembelajaran tuntas baik secara konseptual maupun penerapannya dalam proses pembelajaran

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran.

Untuk mengukur penguasaan kompetensi perlu dikembangkan suatu penilaian yang mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan oleh pendidik. Penilaian terhadap hasil pembelajaran menggunakan sistem penilaian berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan belum dikuasai serta mengetahui kesulitan belajar peserta didik. Apabila peserta didik belum menguasai suatu kompetensi dasar harus mengikuti proses pembelajaran kemudian dilakukan penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi.

(2)

2

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan bimtek KTSP tahun 2008 dan 2009 yang dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA ditemukan bahwa pada umumnya pendidik telah melaksanakan remedial dan pengayaan tetapi tidak melalui analisis hasil belajar peserta didik. Selain itu sering ditemukan pendidik melakukan tes ulang terhadap peserta didik yang remedial tanpa melakukan perbaikan proses pembelajaran yang berdasarkan analisis hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, Direktorat Pembinaan SMA memandang perlu menerbitkan ”Petunjuk Teknis Pembelajaran Tuntas, Remedial, dan Pengayaan di SMA” B. Rumusan masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran tuntas? 2. Bagaimanakah ciri-ciri dari belajar tuntas ?

3. Bagaiman penerapan filosofis belajar tuntas dalam kurikulum 2013. C. Tujuan

1. Mendefinisikan belajar tuntas

2. Mendeskripsikan ciri-ciri belajar tuntas

3. Menerapkan filosofi belajar tuntas dalam Kurikulum 2013. D. Manfaat.

1. Dapat Mendefinisikan belajar tuntas dan dapat mengaplikasi di dalam proses pembelajaran

2. Dapat Mendeskripsikan ciri-ciri belajar tuntas

(3)

3 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengetian Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Mastery learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menganut azas ketuntasan belajar. Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien, (Sukmadinata, Nana Syaodih, 2005).

Tolok ukur yang digunakan pada pencapaian hasil belajar dengan pendekatan tersebut adalah tingkat kemampuan siswa per orang, bukan perkelas. Dengan demikian, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan atau penguasaan pengetahuan dan keterampilan diatas rata-rata kelas, siswa yang bersangkutan berhak memperoleh pengayaan materi atau melanjutkan ke unit kompetensi selanjutnya, sebaliknya apabila siswa tersebut belum mampu mencapai standar kompetensi yang diharapkan maka siswa tersebut harus mengikuti program perbaikan (remedial) materi.

Dalam pelaksanaannya peserta didik memulai belajar dari topik yang sama dan pada waktu yang sama pula. Perlakuan awal belajar terhadap siswa juga sama. Siswa yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang dipelajarinya mendapat pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama dengan kelompoknya. Siswa yang telah tuntas mendapat pengayaan sehingga mereka pun memulai mempelajari topik baru bersama-sama dengan kelompoknya dalam kelas.

Pendekatan dalam proses belajar-mengajar adalah menyertai siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dalam rangka membantu memahami, melaksanakan dan menyimpulkan dari materi yang diberikan guru sehingga siswa merasa

(4)

4

terbimbing, terarah sesuai tujuan pembelajaran yang dikehendaki dalam suasana yang bebas dari ketertekanan dan menyenangkan.

Teknik pendekatan yang dipilih adalah salah satu cara guru melakukan inovasi dan terobosan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kegiatan pendekatan terhadap siswa dalam penelitian tindakan kelas ini diwujudkan dalam partisipasi siswa dan guru dalam menghadapi tugas-tugas siswa. Partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan mental dan emosi serta fisik anggota dalam memberikan inisiatif terhadap kegiatan yang dilancarkan oleh organisasi serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.

Pendekatan belajar tuntas (mastery learning) dapat dilaksanakan dan mempunyai efek meningkatkan motivasi belajar intrinsik. Pendekatan ini mengakui dan mengakomodasi semua siswa yang mempunyai berbagai tingkat kemampuan, minat, dan bakat tadi asal diberikan kondisi-kondisi belajar yang sesuai. Dalam penelitian ini, partisipasi yang dimaksud adalah keikutsertaan atau keterlibatan siswa kelas dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh guru dalam hal ini adalah proses pembelajaran dalam kelas maupun pemberian tugas-tugas sebagai tahap menyiapkan diri pada saat ujian semester nantinya. Dari uraian tersebut kehadiran siswa sangat dominan dalam kegiatan.

Menurut Mansyur (1992) pelaksanaan belajar tuntas terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kegiatan orientasi

Kegiatan ini mengorientasikan setiap siswa terhadap belajar tuntas yang berkenaan terhadap orientasi tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dan cara belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Guru menjelaskan keseluruhan bahan yang telah dirancang, lalu melanjutkan dengan pra test.

b. Kegiatan belajar mengajar

Guru mengenalkan materi pembelajaran pada satuan pelajaran yang akan dipelajari dengan cara:

a) Memperkenalkan tabel spesifikasi tentang arti dan cara mempergunakannya untuk kepentingan belajar. Mengajukan pertanyaan yang menonjolkan isi bahan yang disajikan Mengajukan topik umum/konsep umum yang akan dipelajari.

b) Penyajian rencana kegiatan belajar berdasarkan standar kelompok. Tujuannya adalah menjelaskan apa yang akan dilakuakan siswa dalam kegiatan kelompok.

(5)

5

c) Penyajian pelajaran dalam situasi kelompok berdasarkan satuan pelajaran. Guru menyampaikan pelajaran sambil memberi peringatan secara periodik untuk menarik perhatian siswa.

d) Mengidentifikasikan kemajuan belajar siswa yang telah memuaskan dan yang belum. Tes dilakukan setelah satu satuan pelajaran selesai diajarkan.

e) Menetapkan siswa yang hasil pelajarannya telah memuaskan. Mereka diminta untuk membantu temen-temannya sebagai tutor atau diberi tugas pengayaan bahan baginya sendiri.

f) Memberikan kegiatan kolektif kepada siswa yang hasil belajarnya belum memuaskan. g) Menetapkan siswa yang hasil belajarnya memuaskan

c. Penentuan tingkat penguasaan bahan

Setelah satuan pengajaran selesai diberikan, diadakan tes sumatif, dan diperiksa oleh temannya sendiri berdasarkan petunjuk guru. Mereka sendiri yang menentukan tingkat penguasaan bahan berdasarkan kriteria penguasaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

d. Memberikan atau melaporkan tingkat penguasaan setiap siswa yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengayaan mereka, bahan yang sudah dikuasai ditandai dengan M (mastery) dan yang belum dikuasai ditandai dengan NM (non mastery).

e. Pengecekan keefektifan seluruh program

Keefektifan strategi belajar tuntas ditandai dengan hasil yang dicapai siswa, yakni persen siswa yang mampu tingkat mastery (standar A). Ada dua cara untuk menetukannya yang dapat dilakukan oleh guru:

1) Membandingkan hasil yang dicapai oleh kelas yang menggunakan strategi belajar tuntas dengan kelas yang menggunakan strategi lain.

2) Membuat hipotesis tentang hasil belajar, lalu dibuktikan berdasar hasil belajar kelas (membandingkan tes awal dan tes akhir).

Mengobarkan motivasi belajar dalam diri siswa (motivasi intrinsik) dapat dilakukan oleh seorang guru yang mempunyai kesabaran. Setiap siswa adalah individu yang unik, yang mempunyai tingkat kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda-beda, baik dalam hal intensitas maupun arah. Guru yang mempunyai tingkat kesabaran tinggi akan dapat menunjukkan kepada siswa-siswanya bahwa semua orang mampu mempelajari sesuatu (termasuk materi ajar di kelas), walaupun dengan alokasi waktu dan upaya yang berbeda-beda. Adanya alokasi waktu khusus untuk remedial dan pengayaan dalam penerapan KTSP di

(6)

6

sekolah-sekolah memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menuntaskan belajarnya pada suatu kajian.

Guru dan siswa bekerjasama secara partisipatif dan persuasif. Penilaian yang dilakukan mengandung nilai obyektifitas yang tinggi karena penilaian dilakukan oleh guru, teman dan diri sendiri. Strategi ini tidak mengenal kegagalan siswa, karena siswa yang kurang mampu dibantu oleh guru dan temannya. Berdasarkan perencanaan yang sistematik, menyediakan waktu berdasarkan kebutuhan masing-masing individu, berusaha menutupi kelemahan-kelemahan strategi belajar yang lain, mengaktifkan para guru sebagai regu yang harus bekerjasama secara efektif sehingga proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara optimal.

Pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar tuntas (mastery learning), siswa-siswa yang mengalami kesulitan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan mendapatkan pelajaran tambahan (remedial) agar mereka juga bisa sukses melewati kajian itu. Bagi siswa yang berhasil tuntas menguasai kajian tersebut dapat diberikan program pengayaan (enrichment). Satu hal penting yang harus diingat dalam penerapan pendekatan belajar ini adalah: Penggunaan komunikasi yang tepat memegang peranan sangat penting. Ini berkaitan dengan upaya agar siswa yang lamban tidak merasa rendah diri, dan siswa yang cepat menguasai suatu kajian tidak menjadi tinggi hati. Juga, kemungkinan efek bahwa mengulang-ulang suatu kajian dan kebutuhan waktu yang banyak untuk menguasai suatu materi ajar bagi siswa yang lamban sebagai sesuatu yang memalukan harus dihindarkan,

Efek pendekatan belajar tuntas (mastery learning) justru harus dan dapat diarahkan oleh guru agar menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa. Guru harus dapat meyakinkan bahwa semua siswa bisa menguasai suatu materi ajar, walaupun beberapa memerlukan alokasi waktu yang lebih banyak dan upaya yang lebih keras. Kebutuhan alokasi waktu yang berbeda-beda, dan upaya keras atau mudah yang diperlukan masing-masing siswa adalah suatu hal yang sangat alamiah dan lumrah.

Rasa percaya diri yang besar akan muncul seiring penguasaan-penguasaan siswa lamban terhadap materi ajar. Jika ini dapat dipertahankan dalam setiap pembelajaran yang dilakukan oleh guru, maka motivasi belajar intrinsik akan muncul secara perlahan dan segera memberikan efek balik yang luar biasa bagi siswa lamban tersebut dan bahkan seluruh kelas.

(7)

7

Hal lain yang harus diingat, dalam penggunaan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) guru harus lebih sering memberikan umpan balik (feed back) kepada seluruh anggota kelas. Ini akan memberikan informasi kepada siswa tentang kemajuan penguasaan mereka terhadap suatu kajian yang sedang dipelajari, juga titik-titik kelemahan mereka yang masih harus diperbaiki. Kejelasan informasi sedang berada di titik mana kemampuan siswa dibanding penguasaan materi ajar yang harus dituntaskan oleh siswa akan membantu siswa-siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien.

Konsep dasar yang perlu mendapat perhatian pendidik ialah peta sebaran potensi sebelum siswa mendapat perlakuan belajar. Secara empirik data potensi tersebar normal (Direktorat Dikmenum:2003). Hal itu mengandung arti bahwa hampir seluruh data berada dalam kurva. Berdasarkan konsep ini maka siswa di kelompokkan dalam 3 kelompok yaitu atas, tengah dan bawah. Kelompok atas berarti siswa yang dapat belajar dengan cepat, kelompok tengah siswa rata-rata, dan kelompok bawah adalah siswa yang berkarakter belajar lambat. Seperti dalam distribusi sebaran IQ pengelompokan berdasarkan proporsi antara 26% kelompok atas dan 26% kelompok bawah, dan 68% kelompok tengah pada antara 85 -115. Satu persen dari kelompok atas tergolong siswa yang amat cerdas, dan dua persen dari kelompok bawah siswa yang daya belajarnya sangat lambat. Tingkat ketuntasan bermacam-macam dan merupakan persyaratan yang harus dicapai siswa. Persyaratan penguasaan bahan tersebut berkisar antara 75% sampai dengan 90%.

B. Ciri-ciri Pembelajaran Tuntas

Menurut Ahmadi, Abu, dkk. (2005) ada beberapa ciri belajar tuntas (mastery learning), yaitu :

1. Siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan pengajar.

2. Bakat seorang siswa dalam bidang pengajaran dapat diramalkan, baik tingkatannya maupun waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar siswa dan sebagai suatu ukuran satuan waktu.

3. Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya

4. Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar bakat, kualitas pengajaran, dan kemampuan memahami pelajaran.

(8)

8

5. Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula.

C. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas 1. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.

Adapun langkah-langkahnya adalah :

1. mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),

2. membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,

3. mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer.

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar. Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:

1. Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit)

yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.

2. Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.

3. Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi

4. Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik

5. Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)

(9)

9

7. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan

3. Peran Peserta didik

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

1) bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,

2) standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus.

Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:

1) Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar

2) Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)

3) Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program

pengayaan.

4) Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor

5) Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara

(10)

10

baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.

Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.

D. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tuntas

Para pengembang konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Sukmadinata, Nana Syaodih, 2005) :

1. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan. Tugas guru untuk merancang pengajarannya sedemikian rupa sehingga sebagian besar siswa dapat menguasai hampir seluruh bahan ajaran.

2. Guru menyusun strategi pengajaran tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang hendak dikuasai oleh siswa.

3. Sesuai dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan bahan ajaran yang kecil yang medukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut. 4. Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran

untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya peranan umpan balik.

5. Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan acuan patokan.

6. Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual. Prinsip ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu siswa yang pandai atau cepat belajar bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran berikutnya, sedang siswa yang lambat dapat menggunakan waktu lebih banyak atau lama sampai menguasai secara tuntas bahan yang diberikan

(11)

11

E. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran tuntas. 1. Kelebihan

Menurut Mariana, Alit Made, (2003:21), menyatakan tiga hal kelebihan pembelajaran tuntas, yaitu:

1) Pembelajaran tuntas lebih efektif daripada pembelajaran yang tidak menganut paham pembelajaran tuntas. Keunggulan pembelajaran tuntas termasuk juga pencapaian siswa dan retensi (daya tahan konsep yang dipelajari) lebih tahan lama.

2) Efisiensi belajar siswa secara keseluruhan lebih tinggi pada pembelajaran tuntas daripada pembelajaran yang tidak menerapkan pembelajaran tuntas. Siswa yang tergolong lambat menguasai standar kompetensi secara tuntas dapat belajar hampir sama dengan siswa yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.

3) Sikap yang ditimbulkan akibat siswa mengikuti pembelajaran tuntas positif, dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menganut faham pembelajaran tuntas. Adanya sikap positif dan rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu materi subyek yang dipelajarinya. Sikap positif lainnya misalnya adanya rasa percaya diri yang berarti, kemauan belajar secara kooperatif satu dengan yang lainnya, dan sikap yang positif terhadap pembelajaran dengan memberikan perhatian yang besar. Pembelajaran remedial (remedial learning) merupakan bagian dari proses pembelajaran secara menyeluruh untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan atau ditetapkan.

2. Kekurangan

Menurut Mariana, Alit Made, (2003:24) juga menyatakan tentang kelemahan belajar tuntas diantaranya adalah :

1) Guru-guru yang sudah terlanjur menggunakan teknik lama sulit beradaptasi.

2) Memerlukan berbagai fasilitas, dan dana yang cukup besar. Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan.

3) Diberlakukannya sistem ujian (UAS dan UAN) yang menuntut penyelenggaraan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk menempuh ujian.

Dalam pelaksanaan konsep belajar tuntas apabila kelas itu belum biasa menggunakan strategi belajar tuntas, maka guru terlebih dahulu memperkenalkan prosedur belajar tuntas kepada siswa dengan maksud memberikan motivasi, menumbuhkan kepercayaan diri, dan memberikan petunjuk awal.

(12)

12

Perbandingan pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional No

Element Pembelajaran tuntas Pembelajaran

konvensional 1 Tingkat ketuntasan Diukur dari performance

peserta didik dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar

Setiap peserta didik harus mencapai nilai 75 Diukur dari performance peserta didik yang dilakukan secara acak

2 Satuan acara pembelajaran

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada peserta didik

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru

3 Pandangan terhadap kemampuan peserta didik

Kemampuan hampir sama, namun tetap ada variasi

Kemampuan peserta didik dianggap sama

4 Bentuk pembelajaran Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual

Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal

5 Cara pembelajaran Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individua

Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

6 Orientasi pembelajaran

Pada terminal performance peserta didik (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individual

Pada bahan pembelajaran

7 Peranan guru Sebagai pengelola pembelajaran untuk

memenuhi kebutuhan peserta

Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan

(13)

13

didik secara individua seluruh peserta didik dalam kelas

8 Fokus kegiatan pembelajaran

Ditujukan kepada masing-masing peserta didik secara individua

Ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah

9 Instrumen umpan balik

Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara berkelanjutan

Lebih mengandalkan pada penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

10 Cara membantu peserta didik

Menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individua

Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara klasika

Tabel 2.1

F. Menerapkan filosofi belajar tuntas dalam Kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang merupakan lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dikembangkan pada tahun 2004 lalu, yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung. Dalam kurikulum 2013 ini, kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, dimana kompetensi tersebut dikembangkan melalui berbagai cara sesuai dengan jenjang pendidikan. Untuk jenjang sekolah dasar (SD), kompetensi dikembangkan melalui tematik integratif dalam semua mata pelajaran. Dengan pola tematik integratif ini, buku-buku siswa SD tidak lagi dibuat berdasarkan mata pelajaran. Namun, berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari beberapa mata pelajaran yang relevan dengan kompetensi di SD. Dalam pembelajaran tematik-integratif ini, siswa tidak lagi belajar IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, atau mata pelajaran lainnya. Akan tetapi, siswa belajar tema yang didalam tema itu sudah mencakup

(14)

14

seluruh mata pelajaran dan kompetensinya. Dengan kata lain, tidak ada pemisahan antar mata pelajaran. Melalui sistem tematik integratif ini, indikator mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial akan muncul di kelas IV, V, dan VI SD. Kelebihan dari sistem tematik integratif ini bisa dilihat dari pemberian materi IPA dan IPS untuk kelas IV yang akan memberika ruang bagi pendidik untuk lebih mengenalkan lebih dalam mengenai materi yang diajarkan dengan mengintegrasikannya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga sejak mulai SD, peserta didik sudah dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang menyangkut dengan kehidupan sehari-harinya. Lain halnya pada jenjang SMP, dimana kompetensi dikembangkan melalui mata pelajaran, adapun dalam kurikulum 2013 ini, terdapat usulan untuk mengelompokkan mata pelajaran. Untuk mata pelajaran pendidikan agama, PPKn, bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, dan bahasa Inggris, dimasukkan ke dalam kelompok A. Sementara itu, kelompok B terdiri atas mata pelajaran seni budaya, penjaskes, dan prakarya (termasuk muatan lokal), dengan pengelompokkan ini, dilakukan pula penambahan alokasi waktu. Untuk siswa SMP akan ditambahkan alokasi waktu untuk setiap mata pelajarannya, sedangkan mata pelajarannya ada yang dikurangi, sehingga dalam setiap mata pelajaran siswa dapat lebih memahaminya dengan baik, dan materi yang diajarkan akan lebih mendalam dengan proses pencarian sendiri oleh peserta didik tersebut.

Sedangkan untuk jenjang SMA , tidak jauh berbeda dengan jenjang SMP, dimana pada jenjang SMA ini dikembangkan melalui mata pelajaran wajib dan pilihan, sedangkan untuk SMK dikembangkan melalui mata pelajaran wajib, pilihan, dan vokasi. Dengan pengembangan ini, sama halnya dengan pengelompokkan pada jenjang SMP, sehingga siswa SMA maupun SMK akan lebih mendalami suatu mata pelajaran.

Berdasarkan perkembangan konsep pembelajaran di atas, maka pada kurikulum 2013 sudah mulai memasuki pengertian dari pembelajaran sebagai suatu sistem, dimana sudah mulai memperhatikan beberapa dimensi yang melandasinya, diantaranya adanya landasan mengenai kurikulum. Kurikulum sebagai instrumen peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga komponen yaitu tujuan, metode, dan isi. Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum. Pada konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab Ketentuan Umum SKL didefinisikan sebagai “kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan”. Supaya SKL tersebut dapat tercapai, maka dalam proses pembelajaran mencakup ketiga hal tersebut, diantaranya sikap

(15)

15

(afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor). Untuk kurikulum 2013 ini, pada tingkatan SD, SMP, maupun SMA adanya peningkatan dan keseimbangan antara soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terpadu.

Adapun berdasarkan model pembelajarannya, dalam kurikulum 2013 standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Proses belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, dimana guru bukan satu-satunya sumber belajar dan sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan dari pendidik maupun jajarannya. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum 2013 ini merupakan gabungan dari keempat model yang telah dikemukakan di awal, dimana dari komponen-komponmen yang terdapat dalam keempat model pembelajaran tersebut, dapat dilaksanakan dalam kurikulum 2013 yang telah dirumuskan. Namun, yang lebih ditonjolkan adalah model behavioristik, sehingga dengan kurikulum 2013 ini, pendidik diharapkan lebih mengembangkan aspek afektifnya, yang seyogyanya dapat menunjang kedua aspek lainnya, yaitu kognitif dan psikomotor.

BAB III PENUTUP

(16)

16 A. Kesimpulan

Belajar tuntas (mastery learning) adalah pendekatan pembelajaran yang didasarkan atas pandangan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk mencapai prestasi belajar optimal asalkan diberi waktu belajar sesuai dengan kebutuhannya.

Belajar tuntas adalah suatu konsep belajar yang menitik beratkan kepada penguasaan penuh atau learning for mastery. Penguasaan penuh atau mastery dalam pembelajaran yang berarti menguasai atau memperoleh kecakapan khusus. Mastery adalah sebuah pernyataan tentang penguasaan dengan sempurna terhadap tujuan akhir pembelajaran. Para pendidik berkewajibaan memegang konsep mastery dalam memperlakukan kemampuan peserta didik sampai pada taraf memiliki kemampuan.

Ciri dari pembelajaran tuntas yaitu, Siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan pengajar, Bakat seorang siswa dalam bidang pengajaran dapat diramalkan, baik tingkatannya maupun waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar siswa dan sebagai suatu ukuran satuan waktu, Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya, Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar bakat, kualitas pengajaran, dan kemampuan memahami pelajaran, dan Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang merupakan lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dikembangkan pada tahun 2004 lalu, yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery).

(17)

17

Dari hasil penulisan ini menurut penulis di dalam proses belajar mengajar alangkah bagusnya seorang guru memilih pembelajaran tuntas karena di dalam proses penerapan pembelajaran tuntas siswa kan termotivasi dan proses belajar lebih aktif sehingga tujuan dalam pencapai tujuan pembelajaran akan lebih mudah di raih.

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2003). Kerangka Dasar Kurikulum 2004 untuk TK /RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, serta SMK/MAK. Jakarta: Depdiknas.

Anonim . (TT). Mastery leraning. Funderstanding diambil pada tanggal 04 Februari 2014, dari (http://www.funderstanding.com/mastery_learning.cfm).

Armawan, Dafid . 2011. Belajar tuntas( ) sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran siswa kelas xi-2 jurusan tkr smkn 1. Skripsi tidak dipublikasikan (online)

(SEYEGANhttpeprints.uny.ac.id28671BELAJAR_TUNTAS_%28MASTERY_LEARNING%29_SEBA

GAI_UPAYA_MENINGKATKAN_KUALITAS_PEMBELAJARAN_SISWA_KELAS_XI-2_JURUSAN_TKR_SMKN_1_SEYEGAN.pdf/, diakses tanggal 04 februari 2014). Basuki dan Widyaiswara (TT). belajar tuntas (mastery learning) (ONLINE)

(Madyahttpsumsel.kemenag.go.idfiledokumenbelajartuntasbybasuki.pdf/, Diakses tanggal 04 Februari 2014)

Sukmadinata dan Nana Syaodih. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya: Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Simulasi numerik menunjukkan bahwa pada model matematika interaksi sistem imun dengan sel kanker serviks dengan bantuan terapi siRNA dapat mengeliminasi jumlah sel

Menurut Kotler (2001:298) kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja yang diberikan oleh sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Jika kinerja produk kurang dari

[r]

Berdasarkan observasi dan wawancara serta didukung dengan dokumen yang dilakukan mengenai kegiatan sistem full day school dalam mengembangkan empati anak di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh langsung variabel stress kerja, beban kerja dan lingkungan kerja non fisik terhadap turnover