PENGARUH KUALITAS PELAYANAN FISKUS DAN
SIKAP WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN
PELAPORAN WAJIB PAJAK
(STUDI KASUS PADA WPOP DI KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA JEPARA)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana ( S1 ) pada program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Dian Nuswantoro
Disusun oleh :
Annisaa Amrina Rosyada B12.2011.01918
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Dian Nuswantoro
Semarang
2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu fungsi keberadaan suatu negara adalah untuk melindungi dan
menyediakan pelayanan kepada setiap warga negaranya. Pemerintah dibentuk untuk
melaksanakan fungsi negara. Pemerintah dalam melaksanakan fungsi negara
membutuhkan dana yang dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah (APBN/APBD). Sumber Penerimaan APBN/APBD berasal dari
sumber minyak dan gas bumi (migas) dan non migas. Sumber penerimaan negara
dari non migas, khususnya dari pajak dari tahun ke tahun memberikan kontribusi
yang semakin besar (Rohman, 2013).
Pemerintah secara berkesinambungan berupaya meningkatkan penerimaan
negara dari pajak dengan menerbitkan berbagai kebijakan perpajakan. Upaya yang
dilakukan pemerintah diantaranya adalah; melakukan reformasi peraturan
perpajakan, memberikan berbagai fasilitas perpajakan kepada Wajib Pajak,
memperbaiki sistem perpajakan, dan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi
pemungutan pajak. Usaha pemerintah tersebut, akan berhasil jika memperoleh
dukungan dari semua pihak terutama dari Wajib Pajak (Rohman, 2013).
Dukungan Wajib Pajak sangat dibutuhkan, berupa tumbuhnya kesadaran
Wajib Pajak untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan tepat dan
benar. Pemerintah harus meningkatkan berbagai upaya dalam meningkatkan
kesadaran dari semua Wajib Pajak yang menganggap pajak sebagai kewajiban
assessment system akan berjalan sempurna, pemerintah tugasnya menjadi ringan, dan
target penerimaan negara dari pajak dapat dicapai dengan mudah (Rohman, 2013).
Pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 23A yang menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan Negara diatur oleh Undang-Undang. Sistem pemungutan pajak di
Indonesia telah mengalami perubahan dari official assessment system menjadi self
assessment system sejak reformasi perpajakan pada tahun 1983. Self assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (Waluyo,
2008).
Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Fuadi dan Mangoting (2013),
penyebab rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dapat disebabkan oleh kurangnya
kualitas pelayanan petugas pajak. Menurut Supadmi (2009) peningkatan kualitas
pelayanan fiskus diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pada Wajib Pajak sebagai
pelanggan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan fiskus tersebut dapat dilakukan dengan
menyediakan sarana-prasarana dan juga sistem informasi terutama pembentukan
perilaku pegawai yang berdasarkan prinsip budaya kerja profesional dengan
rambu-rambu kode etik pegawai, yang siap melayani masyarakat selaku Wajib Pajak.
Peningkatan kepatuhan masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang
dengan kualitas pelayanan fiskus yang mendukung peningkatan peran aktif
masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan
masih banyak yang belum sadar atas kewajibannya sebagai Wajib Pajak dan upaya
yang dilakukannya agar pajak yang mereka tanggung tidak terlalu besar. Tingkat
kepatuhan pajak (Tax Compliance) sebagai indikator peran masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakan di Indonesia masih sangat rendah.
Berdasarkan fakta yang dijelaskan Menteri Keuangan, kepatuhan Wajib Pajak
sangat perlu diperhatikan karena seiring dengan meningkatnya jumlah Wajib Pajak,
maka kepatuhan Wajib Pajak tersebut juga harus ditingkatkan agar fungsi pajak
dapat diwujudkan. Dengan menurunnya kepatuhan Wajib Pajak, negara juga akan
mengalami penurunan pada sumber penerimaan negara. Hal ini dapat mengurangi
kemampuan pemerintah dalam membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan
(Muliari dan Setiawan, 2011).
Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak merupakan kunci suksesnya mencapai
penerimaan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dapat diartikan sebagai derajat Wajib
Pajak untuk melaksanakan aturan perpajakan dengan baik dan benar (atau tidak
benar). Sehingga semakin tingginya tingkat kepatuhan maka peraturan perpajakan
akan dijalankan dengan semakin baik dan benar, begitu juga sebaliknya apabila
tingkat kepatuhan rendah (www.pajak.go.id).
Berdasarkan fungsi pajak sebagai fungsi budgetair, adanya kedisiplinan dan
kesadaran masyarakat untuk mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku sangat
dibutuhkan. Persoalan mengenai kepatuhan pajak telah menjadi persoalan yang
penting di Indonesia karena jika Wajib Pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan
keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan dan pelalaian pajak
yang pada akhirnya akan merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak
Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri
Wajib Pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik individu yang menjadi
pemicu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Berbeda dengan faktor
internal, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti
situasi dan lingkungan di sekitar Wajib Pajak (Prabawa dan Noviari, 2012).
Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan kesadaran dan kepatuhan
masyarakat (Wajib Pajak) untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Mengingat reformasi pajak yang telah dilaksanakan Dirjen Pajak
masih belum memberikan hasil yang signifikan, maka kesadaran dan kepatuhan
Wajib Pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka
perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Wajib Pajak (Prabawa dan Noviari, 2012).
Sikap merupakan hasil dari kognitif, afektif dan konatif seseorang yang
diperoleh selama hidupnya yang dapat berwujud pengalaman pribadi.
Pembentukan sikap positif masyarakat dibidang perpajakan dapat dilakukan
dengan peningkatan kualitas layanan fiskus sehingga tercipta pemahaman
masyarakat tentang hak dan kewajiban sesuai dengan perundang-undang
perpajakan yang berlaku. Pemahaman ini penting karena akan dapat
menumbuhkan kesadaran pentingnya pajak dalam suatu negara untuk
mendukung peningkatan peran aktif masyarakat dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia
didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang dikeluarkan
pelaksanaan kewajiban perpajakan. Tanggung jawab atas tercapainya penerimaan
pajak sebagai sumber kas negara tidak hanya bergantung pada aparat perpajakan
(fiskus) saja, tetapi juga sangat bergantung pada kepatuhan Wajib Pajak (Prabawa
dan Noviari, 2012).
Bukti empiris menunjukkan hubungan yang signifikan antara sikap dan
kepatuhan Wajib Pajak. Variabel sikap Wajib Pajak sendiri merupakan pernyataan
atau pertimbangan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
mengenai obyek, orang atau peristiwa (Jayanto, 2011).
Penelitian yang dilakukan Prabawa (2012) yang berjudul Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan Sikap Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang
Pribadi menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan dan sikap Wajib Pajak berpengaruh
kepada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak di KPP Badung Pratama. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Masruroh dan Zulaikha (2013) tentang Pengaruh
Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi
Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada WP OP di Kabupaten Tegal
menemukan bahwa pemahaman Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak sedangkan kemanfaatan NPWP, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan
tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Winerungan (2013) melakukan
penelitian dengan judul Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan
terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP Bitung dengan hasil bahwa
Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian yang
dilakukan oleh Fuadi dan Mangoting (2013) dengan judul Pengaruh Kualitas
Kepatuhan Wajib Pajak UMKM mendapatkan hasil bahwa Kualitas Pelayanan
Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan, dan Biaya Kepatuhan Pajak berpengaruh
signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
Ada beberapa penelitian perpajakan yang telah dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini replika dari penelitian Prabawa (2012). Adapun persamaan penelitian
ini dengan penelitian Prabawa (2012) terletak pada variabelnya, yaitu Kualitas
Pelayanan Fiskus dan Sikap Wajib Pajak (Variabel independen) dan Kepatuhan
Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi (variabel dependen). Sedangkan perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu periode dan lokasi penelitian.
Prabawa melakukan penelitian pada tahun 2012 di KPP Badung Utara.Sedangkan
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 di KPP Pratama Jepara.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Sikap Wajib
Pajak terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka peneliti
berniat untuk meneliti tentang kepatuhan pelaporan Wajib Pajak di Jepara. Maka
peneliti merumuskan pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh positif terhadap
kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jepara ?
2. Apakah Sikap Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus pada Kepatuhan
Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jepara.
2. Untuk mengetahui pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Kepatuhan
Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jepara.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat memberikan masukan bagi beberapa pihak,
antara lain sebagai berikut :
1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pajak
a. Dapat memberikan tambahan informasi tentang indikator-indikator
yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang
Pribadi.
b. Memberikan dasar yang kuat bahwa kualitas pelayanan fiskus yang
diberikan oleh pemerintah kepada Wajib Pajak (WP) sangat
diperlukan demi meningkatkan penerimaan pajak melalui tingkat
kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi.
c. Memberikan masukan yang dapat dipertimbangkan oleh Kantor Pajak
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
fiskus sehingga timbul sikap atau kesadaran Wajib Pajak untuk
2. Bagi Wajib Pajak
Untuk menambah informasi serta pengetahuan tentang arti pentingnya
membayar pajak dan manfaat yang diperoleh dari pajak, sehingga kepatuhan
masyarakat dapat meningkat salah satunya melalui kualitas pelayanan fiskus
yang baik.
3. Bagi Akademis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk
penelitian selanjutnya dan bermanfaat sebagai tambahan literatur
perpustakaan agar semakin berkembang.
4. Bagi Peneliti
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti
mengenai pengaruh kualitas pelayanan fiskus dan sikap Wajib Pajak
terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi.
b. Penelitian ini dapat menjadi sarana perbandingan antara teori-teori
yang telah diperoleh selama masa studi dengan kenyataan di lapangan.
1.5 Sistematika Penulisan
Merupakan garis besar penyusunan skripsi yang memudahkan jalan pikiran
dalam memahami secara keseluruhan isi skripsi. Sistematika penulisan dalam
penelitian ini terdiri atas lima bab, dengan uraian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memberikan gambaran mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam penyusunan
skripsi, penelitian terdahulu, kerangka konseptual, serta hipotesis
penelitian yang akan diuji dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang variabel penelitian dan definisi
operasional, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil penelitian, analisis data dan pembahasan hasil
penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian
ini, keterbatasan data penelitian serta saran yang berkaitan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Atribusi
Teori atribusi yang dikemukakan oleh Harold Kelley (1972) dalam Masruroh
dan Zulaikha (2013) merupakan perkembangan dari teori atribusi yang dicetuskan
oleh Fritz Heider (1958). Teori ini menjelaskan bahwa ketika individu mengamati
perilaku seseorang, individu tersebut berupaya untuk menentukan apakah perilaku
tersebut disebabkan secara internal atau eksternal Robbins dan Judge (2008) dalam
Masruroh dan Zulaikha (2013). Perilaku yang disebabkan secara internal merupakan
perilaku yang diyakini berada dibawah kendali pribadi seorang individu. Perilaku
yang disebabkan secara eksternal merupakan perilaku yang dianggap sebagai akibat
dari sebab-sebab luar, yaitu individu tersebut dianggap telah dipaksa berperilaku
demikian oleh situasi.
Teori atribusi relevan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan Wajib Pajak yang digunakan dalam model penelitian ini. Kepatuhan
Wajib Pajak dapat dikaitkan dengan sikap Wajib Pajak dalam membuat penilaian
terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai
orang lain sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal orang lain
tersebut (Jatmiko, 2006).
2.1.2. Teori Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran sosial dikemukakan oleh Albert Bandura (1977) dalam
Masruroh dan Zulaikha (2013). Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar
Masruroh dan Zulaikha (2013). Teori pembelajaran sosial relevan untuk menjelaskan
perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Teori ini
dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa Wajib Pajak akan patuh dalam membayar
dan melaporkan pajak yang menjadi kewajibannya jika lewat pengamatan dan
pengalaman langsungnya, pajak yang dibayarkan telah digunakan untuk membantu
pembangunan di wilayahnya (Jatmiko, 2006).
2.1.3 Pajak
Pajak merupakan sumber pasti dalam memberikan kontribusi dana kepada
negara. Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen pada
Pasal 23, Ayat (2) diamanatkan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. Amanat tersebut mengharuskan bahwa pajak yang
dipungut pemerintah harus berdasarkan pada norma-norma hukum. Institusi yang
diserahi kewenangan untuk memungut dan mengelola pajak negara atau pajak
pemerintah pusat adalah Direktorat Jenderal Pajak yang sering dikenal dengan
singkatan DJP dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Definisi pajak yang dikemukakan Prof. Dr. P. J. A. Andriani seperti yang
dikutip oleh Rohman (2013) : “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara menyelenggarakan pemerintahan”. Sedangkan definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H, berbunyi “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. “Dapat dipaksakan” memiliki arti, apabila utang pajak tidak dibayar, utang tersebut dapat ditagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang, dan sandera.
Dengan demikian, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah
sebagai berikut :
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang,
b. Jasa timbal tidak dapat ditunjukkan secara langsung,
c. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah,
d. Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum
pemerintahan,
e. Dapat dipaksakan (bersifat yuridis) (Marsyahrul, 2005).
Menurut Mardiasmo (2003), ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh :
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.
2.1.4. Wajib Pajak
Dalam ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan akan dijumpai pengertian
mengenai Wajib Pajak. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak
tertentu. Menurut Pasal 2 (1) UU KUP bahwa setiap Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Wajib Pajak Terdaftar adalah Wajib Pajak
yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak (Marsyahrul, 2005).
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah suatu sarana administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok
Wajib Pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga
ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Bagi Wajib Pajak yang
tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan
2.1.5. Kualitas Pelayanan Fiskus
Menurut Lovelock and Wirtz (2004) dalam Albari (2009) mendefinisikan
layanan sebagai tindakan atau perbuatan yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak
lain, yang dapat menciptakan nilai dan memberikan manfaat kepada pelanggan pada
waktu dan tempat tertentu dengan menimbulkan perubahan keinginan atau
kepentingan penerima layanan.
Kualitas pelayanan fiskus bisa dinilai dengan menggunakan indikator dari
lima dimensi yaitu keandalan, jaminan, responsif, empati dan berwujud. Menurut
Zeithaml, dkk (2006) dalam Albari (2009) lima dimensi kualitas pelayanan fiskus
tersebut adalah (1) keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan
layanan yang dijanjikan secara tepat dan terpercaya, (2) jaminan (assurance), yaitu
pengetahuan dan kesopanan santunan karyawan serta kemampuan organisasi dan
karyawannya untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, (3) responsif
(responsiveness), yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan
dengan cepat kepada pelanggan, (4) empati (empathy), yaitu kepedulian atau
perhatian pribadi yang diberikan organisasi kepada pelanggannya, dan (5) berwujud
(tangibles), yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan media komunikasi.
Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang
diberikan kepada Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk membantu Wajib
Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan pajak termasuk dalam
pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi pemerintah, bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan undang-undang
dan tidak berorientasi pada profit atau laba. Menurut Risnawati dan Suhayati (2009)
pelayanan pajak yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku, agar menunjang kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, dan tercapainya tujuan pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan dan roda pemerintah berjalan dengan baik.
Rahayu (2010) dalam Winerungan (2013), salah satu langkah penting yang
harus dilakukan pemerintah sebagai wujud nyata kepedulian pada pentingnya
kualitas pelayanan fiskus adalah memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak
dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Tujuan pelayanan ini adalah :
1. Tercapainya tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak yang tinggi
2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang
tinggi
3. Tercapainya produktifitas aparat perpajakan.
2.1.6. Sikap Wajib Pajak
Menurut Kotler (2000) dalam Jatmiko (2006), sikap didefinisikan sebagai
evaluasi yang dipertahankan seseorang mengenai suka atau tidak suka, perasaan
emosi, dan kecenderungan aksi terhadap beberapa obyek atau gagasan. Pembahasan
mengenai sikap dapat erat kaitannya dengan perbuatan atau tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga telah banyak dipelajari. Ditinjau dari segi
pentingnya masalah sikap pada tingkah laku atau perbuatan manusia dalam
kehidupan manusia sehari-hari, sikap merupakan salah satu aspek yang
mempengaruhi pola berpikir individu dalam kesehariannya terutama dalam
pengambilan keputusan. Saat sikap telah terbentuk, maka sikap akan menentukan
pentingnya peran sikap tersebut. Selanjutnya, sikap akan memberikan corak pada
tingkah laku seseorang maupun kelompok (Jatmiko, 2006).
Sikap mempunyai peran yang penting dalam menjelaskan perilaku
seseorang dalam lingkungannya, walaupun masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi perilaku, seperti stimulus, latar belakang individu, motivasi, dan
status kepribadian. Secara timbal balik, faktor lingkungan juga mempengaruhi
sikap dan perilaku (Mustikasari, 2007).
Berdasarkan dari pengertian sikap tersebut, sikap Wajib Pajak dapat diartikan
sebagai pernyataan atau pertimbangan evaluatif dari Wajib Pajak, baik yang
menguntungkan atau tak menguntungkan mengenai objek, orang atau peristiwa
(Hardika, 2006).
Indikator sikap Wajib Pajak yang dikutip dalam Utomo (2011) adalah sebagai
berikut :
a) Sikap Wajib Pajak terhadap pelayanan pajak
b) Sikap Wajib Pajak terhadap sanksi pajak
c) Sikap Wajib Pajak terhadap peraturan yang berlaku
d) Sikap Wajib Pajak terhadap administrasi perpajakan
2.1.7. Kepatuhan Wajib Pajak
Muliari dan Setiawan (2011) dalam Winerungan (2013) mendefinisikan
kepatuhan Wajib Pajak sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya, maka konteks
kepatuhan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa Wajib Pajak berusaha untuk
mematuhi peraturan hukum perpajakan yang berlaku, baik memenuhi kewajiban
Pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rahayu, 2010).
Muliari dan Setiawan (2011) dalam Winerungan (2013) menjelaskan bahwa
kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan
No.544/KMK.04/2000 Wajib Pajak patuh adalah sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam
dua tahun terakhir.
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling
banyak lima persen.
5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit
oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi
fiskal.
Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari
kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan
kembaliSurat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam perhitungan, dan pembayaran
Terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan material dan kepatuhan
formal. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substansif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi
dan jiwa undang-undang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud kepatuhan formal
adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan ( Nurmantu, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam membayar PPh antara lain:
a) Pengetahuan menjadi hal terpenting dalam kepatuhan Wajib Pajak karena
pengetahuan mencakup prosedur–prosedur perpajakan. Prosedur
perpajakan merupakan langkah-langkah dalam melaksanakan pembayaran
pajak. Pemerintah memberikan informasi mengenai prosedur perpajakan
dengan melakukan penyuluhan,
b) Motivasi merupakan dorongan untuk menyelesaikan tanggung jawab
sebagai Wajib Pajak yang akan menghasilkan manfaat yang baik bagi
penerimaan negara. Dengan adanya dorongan dari berbagai pihak, tingkat
kepatuhan Wajib Pajak akan semakin tinggi. Salah satu hal yang mungkin
menjadi penyebab adalah masih kurangnya kesadaraan dan dorongan dari
lingkungan yang mengajak untuk patuh pada peraturan perpajakan,
c) Wajib Pajak menginginkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Mulai
dari pelayanan yang berkaitan dengan pembayaran pajak, pelayanan di
membayar pajak. Imbalan Wajib Pajak yang telah membayar pajak
merupakan pelayanan yang sangat diinginkan masyarakat,
d) Pemerintah melakukan pemeriksaan untuk mencari, mengumpulkan dan
mengolah data atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan. Dengan pemeriksaan ini pemerintah
akan mengetahui benar atau tidak jumlah pajak yang dibayarkan Wajib
Pajak,
e) Maraknya kasus korupsi di Indonesia saat ini sangat mempengaruhi
masyarakat dalam melaksanakan tugasnya. Banyak masyarakat yang sudah
tidak percaya dengan pemerintah karena kasus korupsi yang banyak
dilakukan oleh beberapa pihak. Adanya kasus ini membuat masyarakat
enggan membayar pajak dan akan merugikan negara,
f) Peranan hukum merupakan sanksi perpajakan yang akan dikenakan kepada
Wajib Pajak yang tidak dapat melaksanakan peraturan yang berlaku.
Sanksi perpajakan ada dua yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana
(Djuanda, dkk. 2003).
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan dengan mendapatkan hasil yang berbeda.
Ringkasan penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti
dan tahun Judul Penelitian
Variabel Hasil Penelitian Independen Dependen 1. Prabawa (2012) Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sikap Wajib Pajak
terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara Kualitas Pelayanan, Sikap Wajib Pajak Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Kualitas Pelayanan dan Sikap Wajib Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Siti Masruroh, Zulaikha (2013) Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada WP OP di Kabupaten Tegal Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Kepatuhan Wajib Pajak WPOP Pemahaman Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak sedangkan Kemanfaatan NPWP, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhanWajib Pajak. 3. Oktaviane Lidya Winerunga n (2013) Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP Bitung Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Sosialisasi perpajakan,
pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
4. Arabella Oentari Fuadi, Yenni Mangoting (2013) Pengaruh Kualitas Pelayanan Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Kualitas pelayanan petugas pajak, Sanksi perpajakan, Biaya kepatuhan pajak Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Kualitas pelayanan petugas pajak, sanksi perpajakan, dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh
signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak UMKM
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran di dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh
kualitas pelayanan fiskus dan Sikap Wajib Pajak terhadap kepatuhan pelaporan
Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jepara. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, variabel independen penelitian ini adalah faktor yang memengaruhi
kepatuhan pelaporan Wajib Pajak yaitu kualitas pelayanan fiskus dan sikap Wajib
Pajak.
Berdasarkan uraian teoritis dan hasil-hasil penelitian, maka model kerangka
pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Penelitian
2.4.1. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
Berdasarkan teori atribusi, kualitas pelayanan fiskus merupakan penyebab
eksternal yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak untuk membuat penilaian
mengenai perilaku kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dalam
perpajakan. Berdasarkan teori pembelajaran sosial, Wajib Pajak dapat belajar melalui
Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak (Y) Kualitas Pelayanan Fiskus
(X1)
pengamatan dan pengalaman langsungnya mengenai bagaimana aparat pajak dalam
memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak
berhubungan erat dengan kualitas pelayanan fiskus terbaik yang diberikan aparat
pajak kepada wajib pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan terhadap wajib pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar
pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan serta harus dilakukan secara
terus-menerus (Supadmi, 2009). Apabila pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak tidak
memenuhi atau melebihi harapan Wajib Pajak, berarti pelayanan yang diberikan
tidak berkualitas. Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan kepada
Wajib Pajak sehingga akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya kembali. Oleh karena itu, kualitas pelayanan digunakan
sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Semakin baik kualitas pelayanan
fiskus yang diberikan oleh aparat pajak maka Wajib Pajak akan merasa puas
sehingga Wajib Pajak akan menjadi patuh. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk
kualitas pelayanan fiskus maka Wajib Pajak akan cenderung untuk tidak patuh.
Dalam penelitian Prabawa (2012) menemukan bahwa kualitas pelayanan
fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Dari uraian di
atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak
2.4.2. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
Sikap merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif, baik yang
menguntungkan atau tak menguntungkan mengenai objek, orang atau peristiwa.
Sikap dapat mencerminkan bagaimana seseorang dapat merasakan sesuatu
(Yadyana dan Sudiksa, 2011).
Apabila Wajib Pajak merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan keapda
semua Wajib Pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara Wajib Pajak Badan
dengan perorangan, Wajib Pajak besar dengan Wajib Pajak kecil dalam artian bahwa
semua Wajib Pajak diberlakukan secara adil maka setiap Wajib Pajak cenderung
untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain
menimbulkan kepatuhan dalam diri Wajib Pajak. Berdasarkan definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa sikap Wajib Pajak adalah pernyataan, pertimbangan, atau
perspektif individu dari Wajib Pajak yang menjadi dasar interaksi dengan orang lain
atau peristiwa, baik itu menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai suatu
objek (Utomo, 2011).
Penelitian yang dilakukan Prabawa (2012) menyimpulkan bahwa sikap Wajib
Pajak berpengaruh pada variabel kepatuhan pelaporan Wajib Pajak.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Sikap Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel independen dan variabel
dependen.Variabel independen dalam penelitian ini ada dua yaitu kualitas
pelayanan fiskus dan sikap Wajib Pajak, sedangkan variabel dependennya
adalah kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Definisi operasional dan variabel
penelitian disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Indikator
Variabel Independen:
Kualitas Pelayanan Fiskus (X1)
Kualitas Pelayanan fiskus berarti fokus evaluasi yang menggambarkan persepsi wajib pajak pada keandalan, jaminan, responsif, empati dan berwujud.
1.Reliability (Keandalan) 2.Responsiveness (Responsif) 3. Assurance (Jaminan) 4. Empathy (Empati) 5.Tangible (berwujud) Variabel Independen:
Sikap Wajib Pajak (X2)
Sikap Wajib Pajak berarti evaluasi yang dipertahankan seseorang mengenai suka atau tidak suka, perasaan emosi, dan kecenderungan aksi terhadap beberapa obyek atau gagasan.
1.Sikap Wajib Pajak terhadap Pelayanan pajak
2.Sikap Wajib Pajak terhadap sanksi pajak
3.Sikap Wajib Pajak terhadap peraturan yang berlaku
4.Sikap Wajib Pajak terhadap administrasi perpajakan
Variabel Dependen: Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak (Y)
Kepatuhan yang dimaksud adalah derajat / tingkat ketaatan Wajib Pajak dalam menyelesaikan kewajiban sebagai Wajib Pajak
1. Ketepatan Waktu
2. Ketepatan pengisian SPT 3.Ketepatan nilai pembayaran pajak
4. Dokumentasi SSP 5. Peranan Hukum
3.2. Penentuan Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi (population) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : Objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lainnya.
Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek subjek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek
atau objek itu (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak
orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Jepara sebanyak 59.485 Wajib Pajak.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sample yang diambil dari populasi itu. Apa
yang dipelajari dari sample itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sample yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili) (Sugiyono, 2013).
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan simple random sampling.
Simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (1996), seperti
berikut: (Indrianto dan Supomo, 2014).
n = N 1 + Nd2
Dimana:
n = Jumlah Sampel
N= Populasi
d= Tingkat kesalahan maksimum yang masih dapat ditoleransi (ditentukan 10%)
n= 59485
1 + 59485 x 0,12
= 59485
595.85
= 99.83
3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah jawaban responden terhadap
kuesioner mengenai kualitas pelayanan fiskus, sikap Wajib Pajak dan kepatuhan
pelaporan Wajib Pajak orang pribadi.
3.3.2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini mengenai jumlah WPOP terdaftar dan
tingkat kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jepara.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan survey menggunakan
instrument berupa kuesioner terstruktur. Sejumlah pertanyaan diajukan kepada
pendapat mereka. Setiap pertanyaan diberi nilai dengan menggunakan sistem skor
untuk menentukan bobot penilaian. Penilaian tersebut didasarkan pada model yang
sudah umum digunakan skala likert.
3.4.1. Skala Pengukuran Variabel
Pengukuran pendapat responden menggunakan skala likert lima angka.
Perinciannya adalah sebagai berikut:
Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
Angka 2 = Tidak Setuju (TS)
Angka 3 = Netral (N)
Angka 4 = Setuju (S)
Angka 5 = Sangat Setuju (SS)
3.5. Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan metode yang penting dalam metode
penelitian ilmiah, karena dalam analisis data, data diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian.
3.5.1. Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka yang dapat diukur
dengan satuan hitung Sugiyono (2008) dalam Prabawa (2012). Data Kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jawaban kuesioner yang diisi oleh responden
yang berupa skor.
3.5.2. Data Kualitatif
Data Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi (Sugiyono, 2013). Data Kualitatif dalam penelitian ini adalah
berbagai bentuk informasi yang berkaitan dengan organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jepara yaitu gambaran umum, sejarah, dan struktur organisasi.
3.5.3. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berkenan dengan metode atau cara
mendiskripsikan, menggambarkan, menjabarkan atau menguraikan data. Statistik
deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai
rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan
skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2013).
3.5.4. Uji Kualitas Data 3.5.4.1. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel
atau handal jika jawaban seseorang terhadap penyataan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika nilai Alpha
(α) > 0,70 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2013).
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien alpha.
Berdasarkan pengujian reliabilitas akan diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
tingkat besaran alpha dari masing-masing variabel lebih besar dari 0,70 maka semua
3.5.4.2. Uji Validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid atau sah jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu kuesioner
dikatakan valid jika nilai korelasi (r hitung) > r tabel (Ghozali,2013).
Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila taraf probabilitas kesalahan
(sig) <0,05 dan r hitung > r tabel, sebaliknya suatu instrumen dikatakan tidak valid
apabila taraf probabilitas kesalahan (sig) > 0,05 dan r hitung< r tabel (Ghozali,
2013).
3.5.5. Uji Asumsi Klasik 3.5.5.1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam regresi, variabel
dependen dan variabel independen memiliki distribusi normal. Untuk menghindari
terjadinya bias, data yang digunakan harus terdistribusi dengan normal. Model
regresi yang baik adalah memiliki data normal atau mendekati normal (Ghozali,
2013).
Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan one sample
kolmogorov-smirnov test dan analisis grafik histogram dan P-P plot. Dalam uji one sample kolmogorov-smirnov test variabel-variabel yang memiliki asymp. Sig
(2-tailed) dibawah tingkat signifikan sebesar 0,05 maka diartikan bahwa
variabel-variabel tersebut memiliki distribusi normal dan sebaliknya (Ghozali, 2013).
3.5.5.2. Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat dilihat
dari nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) (Ghozali,2013).
Jikanilai tolerance > = 0,10 atau sama dengan nilai VIF < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam
model regresi pada penelitian ini.
3.5.5.3. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Model regresi yang baik adalah model yang homokedastisitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas (Ghozali, 2013). Adanya heteroskedastisitas dalam regresi dapat
diketahui dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya dengan melihat grafik
plot antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID.
Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya
pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y
adalah Y yang diprediksi, dan sumbu X adalah residual ( Y prediksi – Y
sesungguhnya) yang telah di – unstandardized. Untuk menguji ada tidaknya
heterokedastisitas dapat juga menggunakan Uji Glesjer. Jika variabel independen
signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka indikasi terjadi
heterokedastisitas (Ghozali, 2013). Jika signifikansi diatas tingkat kepercayaan 5 %,
3.5.6. Uji Model 3.5.6.1. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam
model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2013). Apabila nilai F hitung > F tabel dan probabilitas
signifikansi <0,05 maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen.
3.5.7. Uji Hipotesis
3.5.7.1. Analisis Regresi Linier Berganda
Data diolah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis ini
merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan yang ada di
antara variabel-variabel yang digunakan, sehingga dari hubungan tersebut sebuah
variabel akan dapat ditaksir apabila variabel lain telah diketahui. Rumus untuk
mencari koefisien regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Y =α + B1 X1 + B2 X2 + e Dimana:
Y : Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak (variabel dependen)
X1 : Kualitas Pelayanan Fiskus (variabel independen)
X2 : Sikap Wajib Pajak (variabel independen)
α : Konstanta
B1&B2 : Koefisien regresi
3.5.7.2. Uji T
Pengujian ini dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (Ghozali,
2013). Kesimpulan yang diambil dalam uji t ini adalah dengan melihat nilai t hitung
> t tabel dan signifikansi (α) dengan ketentuan (α) > 5% tidak mampu menolak H0
dan bila (α) < 5% menolak H0
3.5.8. Koefisien Determinasi
Pengukuran koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui persentase
pengaruh variabel independen (prediktor) terhadap perubahan variabel dependen
(Ghozali, 2013). Melalui pengukuran ini dapat diketahui seberapa besar variabel
dependen mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Apabila koefisien determinasi
semakin mendekati satu, maka dapat dapat dikatakan bahwa variabel independen
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Identitas Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara yaitu sebanyak 59.485 Wajib
Pajak. Peneliti membagikan kuesioner kepada responden secara langsung dengan
menggunakan rumus penghitungan Slovin dan menghasilkan 100 Wajib Pajak.
Metode pengumpulan sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling,
yaitu teknik pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
Demografi responden dapat menggambarkan secara umum karakteristik
responden. Pada penelitian ini demografi tersebut meliputi pendidikan terakhir dan
jenis pekerjaan responden.
4.1.1. Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden
Pendidikan terakhir responden dapat dijadikan tolak ukur atas seorang yang
membedakan satu dengan lainnya dalam memahami kuesioner. Distribusi responden
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 0 0%
2 SMP 15 15%
4 PT 28 28%
Total 100 100%
Sumber : Data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa responden berdasarkan pendidikan
terakhir paling banyak terdapat pada lulusan SMA dengan jumlah 57%, responden
dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi sebesar 28%, dan responden dengan
lulusan SMP sebesar 15%, sedangkan responden dengan lulusan SD berjumlah 0%.
4.1.2. Berdasarkan jenis pekerjaan responden
Jenis pekerjaan responden dapat dijadikan tolak ukur atas seorang yang
membedakan satu dengan lainnya dalam memahami kuesioner. Distribusi responden
berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
1 Karyawan 37 37%
2 Usahawan 42 42%
3 Pekerjaan Bebas 21 21%
Total 100 100%
Sumber : Data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden berdasarkan jenis
pekerjaan paling banyak terdapat pada usahawan dengan 42%, dan responden yang
4.2. Hasil Analisis Data 4.2.1. Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu Kualitas
Pelayanan Fiskus (X1), dan Sikap Wajib Pajak (X2), serta satu variable dependen
yaitu Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak (Y). Hasil persentase dan rata-rata jawaban
dapat dilihat dengan statistik deskriptif untuk memudahkan dalam mengetahui
tanggapan umum dari 100 responden. Berikut ini rincian distribusi jawaban dari
responden:
4.2.1.1. Kualitas Pelayanan Fiskus (X1)
Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap kualitas pelayanan fiskus di
KPP Pratama Jepara dapat dilihat dalam table 4.3 dibawah ini:
Tabel 4.3
Tanggapan Responden Mengenai Kualitas Pelayanan Fiskus
No. Pernyataan Skor Jml Indeks 1 2 3 4 5 1 X1.1A 0 6 22 60 12 378 3,78 2 X1.1B 0 13 25 45 17 366 3,66 3 X1.2A 0 7 24 51 18 380 3,80 4 X1.2B 0 7 28 53 12 370 3,70 5 X1.3A 0 0 23 55 22 399 3,99 6 X1.3B 0 6 19 60 15 384 3,84 7 X1.4A 0 6 37 44 13 364 3,64 8 X1.4B 0 12 28 50 10 358 3,58
9 X1.5A 0 6 36 49 9 361 3,61
10 X1.5B 4 10 40 34 12 340 3,40
Jumlah 4 73 282 501 140 3700 37,00
Rata-rata 370,00 3,70
Sumber: Data Primer yang telah diolah
Pada indikator keandalan atau reliability, sebesar 3.78 Wajib Pajak
berpendapat bahwa fiskus memberikan pelayanan yang tepat pada Wajib Pajak dan
sebesar 3.66 Wajib Pajak berbendapat bahwa fiskus cepat dalam memberikan
pelayanan kepada Wajib Pajak. Pada inidkator responsif atau responsiveness,
terdapat 3.80 Wajib Pajak berpendapat bahwa fiskus cepat tanggap terhadap
pertanyaan dari Wajib Pajak dan sebanyak 3.70 Wajib Pajak berpendapat bahwa
fiskus cepat tanggap terhadap keluhan dari Wajib Pajak. Pada indikator jaminan atau
Assurance, Wajib Pajak sebesar 3.99 berpendapat bahwa fiskus bersikap sopan
dalam memberikan pelayanan dan sebanyak 3.84 Wajib Pajak berpendapat bahwa
fiskus mampu berkomunikasi secara baik dengan Wajib Pajak. Pada indikator empati
atau Emphathy, Wajib Pajak sebanyak 3.64 berpendapat bahwa fiskus bersedia
memberikan informasi yang jelas dimengerti mengenai peraturan pajak kepada
Wajib Pajak dan sebanyak 3.58 Wajib Pajak berpendapat bahwa fiskus sabar dalam
melayani Wajib Pajak. Dalam indikator berujud atau tangible, sebanyak 3.61 Wajib
Pajak berpendapat bahwa sarana dan fasilitas pelayanan di KPP memadai dan baik.
Dan sebanyak 3.40 Wajib Pajak berpendapat bahwa pengisian dan penggunaan
Berdasarkan data yang diperoleh dari jawaban responden yang memiliki nilai
proporsi dominan mengenai Kualitas Pelayanan Fiskus yaitu pada indikator jaminan
atau assurance sebanyak 3.99 dan 3.84. Hal ini mengindikasikan bahwa fiskus
bersikap sopan dalam memberikan pelayanan dan mampu berkomunikasi secara baik
dengan Wajib Pajak.
4.2.1.2. Sikap Wajib Pajak (X2)
Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap sikap Wajib Pajak Orang
Pribadi di KPP Pratama Jepara dapat dilihat dalam table 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4
Tanggapan Responden Mengenai Sikap Wajib Pajak No. Pernyataan Skor Jml Indeks 1 2 3 4 5 1 X2.1 0 6 30 62 2 360 3,60 2 X2.2 0 16 35 47 2 335 3,35 3 X2.3 3 22 30 41 4 321 3,21 4 X2.4 1 20 49 29 1 309 3,09 5 X2.5 0 10 35 54 1 346 3,46 6 X2.6 0 10 29 57 4 355 3,55 Jumlah 4 84 208 290 14 2026 20,26 Rata-rata 337,67 3,38
Sumber : Data primer yang telah diolah
Pada indikator sikap Wajib Pajak terhadap pelayanan pajak, sebanyak 3.60
dalam membayar pajak, dan sebanyak 3.35 Wajib Pajak berpendapat bahwa sistem
pelayanan di Kantor Pajak sudah berjalan dengan baik. Pada indikator sikap Wajib
Pajak terhadap sanksi pajak, sebanyak 3.21 Wajib Pajak berpendapat bahwa Wajib
Pajak membayar pajak karena adanya sanksi dan denda. Sebanyak 3.09 Wajib Pajak
berpendapat bahwa Wajib Pajak melunasi pajak tepat pada waktunya untuk
menghindari sanksi denda. Pada indikator sikap Wajib Pajak terhadap peraturan yang
berlaku, sebanyak 3.46 Wajib Pajak berpendapat bahwa Wajib Pajak membayar
pajak berdasarkan tarif pajak yang berlaku dan sebanyak 3.55 Wajib Pajak
berpendapat bahwa tarif pajak yang sesuai dengan UU Perpajakan memudahkan
Wajib Pajak dalam membayar pajak.
Berdasarkan data yang diperoleh dari jawaban responden yang memiliki nilai
proporsi dominan terdapat pada indikator Sikap Wajib Pajak terhadap pelayanan
pajak yaitu pada butir pertanyaan pertama dan pada indikator Sikap Wajib Pajak
tethadap administrasi perpajakan, sebesar 3.60 dan 3.55 . Hal ini mengindikasikan
bahwa pelayanan dikantor memudahkan Wajib Pajak dalam membayar pajak dan
tarif pajak yang sesuai dengan UU Perpajakan memudahkan Wajib Pajak.
4.2.1.3. Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak (Y)
Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap kepatuhan pelaporan Wajib
Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jepara dapat dilihat dalam table 4.5 dibawah
Tabel 4.5
Tanggapan Responden Mengenai Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
No. Pernyataan Skor Jml Indeks 1 2 3 4 5 1 Y1 0 14 39 29 18 351 3,51 2 Y2 0 7 34 40 19 371 3,71 3 Y3 0 0 22 61 17 395 3,95 4 Y4 0 0 27 58 15 388 3,88 5 Y5 0 10 28 37 25 377 3,77 6 Y6 0 1 26 54 19 391 3,91 7 Y7 0 6 35 40 19 372 3,72 8 Y8 0 13 26 39 22 370 3,70 Jumlah 0 51 237 358 154 3015 30,15 Rata-rata 376,88 3,77
Sumber : Data primer yang telah diolah
Pada indikator ketepatan waktu, sebanyak 3.51 Wajib Pajak berpendapat
bahwa Wajib Pajak selalu membayar pajak tepat waktu , dan sebanyak 3.71 Wajib
Pajak berpendapat bahwa Wajib Pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat
waktu. Pada indikator ketepatan pengisian SPT, sebanyak 3.95 Wajib Pajak
berpendapat bahwa Wajib Pajak selalu mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai
dengan keadaan sebenarnya. Pada indikator ketepatan nilai pembayaran pajak,
sebanyak 3.88 Wajib Pajak berpendapat bahwa Wajib Pajak telah melaporkan
penghasilan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Pada indikator dokumentasi SSP,
pembayaran atau Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen dokumen lainnya. Pada
indikator peranan hukum, sebanyak 3.91 Wajib Pajak berpendapat bahwa Wajib
Pajak tidak pernah diperiksa oleh petugas pajak terkait dengan pembukuan, cacatan,
dokumen lain dan Surat Setoran Pajak (SSP). Sebanyak 3.72 Wajib Pajak
berpendapat bahwa Wajib Pajak tidak pernah mendapat Surat Tagihan Pajak (STP)
dan sebanyak 3.70 Wajib Pajak berpendapat bahwa Wajib Pajak tidak pernha
mendapat sanksi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari jawaban responden yang memiliki nilai
proporsi dominan mengenai Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak yaitu pada butir
pertanyaan ketiga dan keenam sebesar 3.95 dan 3.91. Hal ini mengindikasikan
bahwa Wajib Pajak selalu mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan
keadaan sebenarnya dan Wajib Pajak tidak pernah diperiksa oleh petugas pajak
terkait dengan pembukuan, catatan, dokumen lain, dan Surat Setoran Pajak (SSP).
4.2.2. Uji Reliabilitas dan Validitas 4.2.2.1. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat besarnya koefisien Cronbach Alpha.
Uji reliabilitas merupakan pengukuran kuesioner untuk mengetahui jawaban
responden apakah dapat dikatakan reliabel (dapat diandalkan) dan konsisten. Suatu
konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach alpha >
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel Cronbach’s
Alpha
Keterangan
Kualitas Pelayanan Fiskus 0,735 > 0,700 Reliable
Sikap Wajib Pajak 0,708 > 0,700 Reliable
Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
0,759 > 0,700 Reliable
Sumber : Data primer yang telah diolah
Hasil uji reliabilitas menghasilkan cronbach’s alpha masing-masing variabel
yang lebih besar dari 0,700. Dengan demikian kuesioner/indikator dari variabel
kualitas pelayanan fiksus, sikap Wajib Pajak dan kepatuhan pelaporan Wajib Pajak
dinyatakan reliable sebagai alat ukur variabel.
4.2.2.2. Uji Validitas
Uji validitas merupakan analisis yang digunakan untuk menguji valid
tidaknya suatu kuesioner sebagai alat ukur variabel. Hal itu mengingat jawaban para
responden satu dengan yang lain berbeda. Sehingga perlu dibuat uji validitas. dengan
melihat tampilan nilai Corrected Item-Total Correlation . Jumlah data yang diolah
(n) adalah 100 dan df= (n-2), jadi df = 98 maka diperoleh r tabel = 0,197. Kuesioner
dikatakan valid apabila nilai korelasi r hitung > r tabel, atau dapat dikatakan lebih
besar dari 0,197 (Ghozali, 2013). Berdasarkan tabel 4.6 dibawah ini menunjukan
bahwa pada pengajuan validitas untuk masing-masing variabel kualitas pelayanan
fiskus, sikap Wajib Pajak, dan kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Adapun hasil dari
Tabel 4.7
Tabel Pengujian Validitas
Variabel r table r hitung Keterangan Kualitas Pelayanan
Fiskus
Item X1.1A 0,197 0,417 Valid
Item X1.1B 0,197 0,445 Valid
Item X1.2A 0,197 0,496 Valid
Item X1.2B 0,197 0,390 Valid
Item X1.3A 0,197 0,489 Valid
Item X1.3B 0,197 0,400 Valid
Item X1.4A 0,197 0,376 Valid
Item X1.4B 0,197 0,336 Valid
Item X1.5A 0,197 0,325 Valid
Item X1.5B 0,197 0,312 Valid
Sikap Wajib Pajak
itemX2.1 0,197 0,436 Valid itemX2.2 0,197 0,399 Valid itemX2.3 0,197 0,544 Valid itemX2.4 0,197 0,397 Valid itemX2.5 0,197 0,516 Valid itemX2.6 0,197 0,363 Valid Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
Item Y.1 0,197 0,585 Valid
Item Y.2 0,197 0,464 Valid
Item Y.4 0,197 0,372 Valid
Item Y.5 0,197 0,480 Valid
Item Y.6 0,197 0,388 Valid
Item Y.7 0,197 0,410 Valid
Item Y.8 0,197 0,555 Valid
Sumber : Data primer yang telah diolah
Dapat dilihat dari tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa masing-masing item
penyusun konstruk variabel menunjukan nilai corrected item-total correlation atau r
hitung lebih besar dari nilai r tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap item
pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan valid.
4.2.3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji suatu data apabila dalam suatu
penelitian menggunakan teknik analisis regresi berganda. Uji asumsi klasik terdiri
dari uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heterokedastisitas. Untuk
mengetahui data yang digunakan terjadi penyimpangan atau tidak, maka
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
4.2.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang akan digunakan
dalam model regresi berdistribusi normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
nilai signifikan Kolmogorov-smirnov test terhadap data yang dihasilkan. Data
memenuhi syarat normal jika (sig) Kolmogorov-smirnov lebih besar dari α = 0,05.
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas
Sumber : Data primer yang telah diolah
Dari tabel 4.8 dapat diketahui berapa nilai signifikan kualitas pelayanan
fiskus, dan sikap Wajib Pajak sebesar 0,915 lebih besar (>) dari 0,05. Hal tersebut
menunjukan bahwa data sebanyak 100 sample dari 2 variabel independen
berdistribusi normal.
4.2.3.2. Uji Multikolonieritas
Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Pengujian adanya multikolonieritas
dapat dilihat dari nilai tolerance value dan variance inflation falue (VIF), nilai
tolerance diatas (>) 0,1 atau nilai VIF masing-masing variabel independen berada
dibawah kurang dari (<) 10. Hasil uji tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
100 ,0000000 2,75595276 ,056 ,053 -,056 ,558 ,915 N Mean
Std. Dev iat ion Normal Parametersa,b
Absolute Positiv e Negativ e Most Extrem e Dif f erences Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz ed Residual
Test distribution is Normal. a.
Calculated f rom data. b.
Tabel 4.9
Hasil Uji Multikolonieritas
Sumber : Data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.9 Menunjukan bahwa variabel bebas Kualitas pelayanan
fiskus (X1) (tolerance = 0,958 VIF = 1,044), dan Sikap Wajib Pajak (X2) (tolerance
= 0,958 VIF = 1,044). Semuanya tidak terjadi multikolonieritas, karena nilai
tolerance berada di atas 0,1 dan nilai VIF berada dibawah 10. 4.2.3.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah model regresi
terjadi kesamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk menguji ada
tidaknya heteroskedastisitas dapat digunakan Uji Glejser. Uji ini mengharapkan
seluruh variabel yang diuji tidak signifikan atau probabilitas signifikansinya lebih
besar dari 5 %. Hasil pengujian tersebut adalah :
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 1,084 2,825 ,384 ,702
Kualitas
pelayanan fiskus ,561 ,066 ,608 8,552 ,000 ,958 1,044
Sikap Wajib Pajak ,410 ,099 ,295 4,151 ,000 ,958 1,044
Tabel 4.10
Hasil Uji Heterokedastisitas
Sumber : Data primer yang diolah setelah di trasform
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hasil uji heteroskedastisitas
dengan menggunakan uji Glejser, seluruh variabel yang diuji signifikansinya lebih
besar 0,05, sehingga variabel independen ( Kualitas pelayanan fiskus (X1) = 0,686 ;
dan Sikap Wajib Pajak (X2) = 0,463 ) yang digunakan dalam penelitian ini tidak
terjadi heteroskedastisitas.
4.2.4. Uji Model (Uji F)
Uji-F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tidak bebas secara simultan (bersama-sama). Hasil pengujian tersebut dapat dilihat
dalam tabel 4.11 berikut ini :
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) ,696 1,706 ,408 ,684
Kualitas
pelayanan fiskus ,016 ,040 ,042 ,405 ,686 ,958 1,044
Sikap Wajib Pajak ,044 ,060 ,076 ,738 ,463 ,958 1,044