• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Lanskap

Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Marsh, 1983). Nurisjah dan Pramukanto (1990) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan harus efektif untuk menyediakan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi manusia penggunanya. Awal proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasi berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pelayanan sumber daya yang tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia.

Dalam merencanakan suatu tindakan terhadap tapak agar terjaga kelestarian lingkungan maka terlebih dahulu diperlukan analisis perencanaan tapak. Proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait, dan saling menunjang (Gold, 1980).

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) tahapan dalam proses perencanaan meliputi :

1. Persiapan

Tahap ini merupakan tahap awal sebelum memasuki tahapan proses perencanaan. Produk utama dari tahapan ini adalah usulan kegiatan kerja yang berisi :

a. Jadwal kerja kegiatan perencanaan, b. Rencana biaya kegiatan perencanaan, dan c. Produk perencanaan yang akan dihasilkan. 2. Pengumpulan data dan informasi

Pada tahap ini semua data dan informasi pembentuk tapak maupun yang diduga akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dilakukan

(2)

7 pada tapak. Seluruh data yang akan dikumpulkan dalam bentuk data primer maupun sekunder. Semua data yang dikumpulkan dapat disajikan dalam berbagai bentuk (gambar, peta, maupun tulisan) sejauh dapat memberikan informasi tentag kondisi tapak.

3. Analisis

Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap keindahan dan kelestarian rencana tapak sehingga dapat diketahui masalah potensi, kendala, dan danger signal lanskap tersebut. Secara kuantitatif dihitung daya dukung dari sumber daya alam yang akan dikembangkan untuk tujuan fungsi yang diinginkan. Suatu tapak atau lanskap sebaiknya dikembangkan sampai dengan batas daya dukungnya terutama untuk menjaga kelestarian dan keindahan alamnya. Hasil analisis tersebut disajikan dalam berbagai alternatif pengembangan tapak atau lanskap baik yang bersifat total maupun yang hanya bagian dari tapak yang direncanakan saja.

4. Sintesis

Pada tahap ini hasil yang diperoleh dari hasil analisis dikembangkan untuk mendapatkan rencana lanskap yang sesuai dengan tujuan. Hasil dari tahap sintesis adalah alternatif rencana penggunaan lahan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya.

5. Perencanaan

Dari hasil sintesis ditentukan alternatif terpilih. Alternatif ini dapat berupa suatu alternatif, modifikasi, atau kombinasi dari berbagai alternatif. Alternatif terpilih dinyatakan sebagai rencana lanskap yang dapat disajikan dalam bentuk rencana lanskap total.

2.2 Situ dan Danau

Situ adalah wadah tergenang di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, sumber airnya berasal dari mata air, air hujan atau limpasan permukaan (Puspita, 2005). Perairan situ merupakan salah satu ekosistem perairan tergenang yang umumnya berair tawar dan berukuran

(3)

8 relatif kecil. Dalam bidang limnologi, perairan situ tergolong perairan lentik dan dangkal. Di Jawa Barat situ memilki luas dan kedalaman yang bervariasi, yaitu kedalaman antara 1-10 meter dan luas mulai dari 1-160 Ha (Sulastri, 2003). Situ mempunyai fungsi sebagai penampung air, penyedia air bersih, irigasi pertanian, perikanan, pengendali banjir, daerah resapan air tanah, peredam instrusi air laut estetika, dan sebagainya. Situ dan waduk, danau dan rawa dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis lahan basah, mempunyai sistem perairan yang tergenang dan berair tawar. Situ dapat terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan (basin) dan dapat pula terbentuk secara alami yaitu karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air. Sumber air lahan tersebut dapat berasal dari mata air yang terdapat di dalamnya, dari masuknya air sungai dan atau limpasan air permukaan/hujan (surface run-off). Keberadaan air di dalam lahan tergenang dapat bersifat permanen atau sementara (Suryadiputra 2003).

Situ alami dan buatan memiliki perbedaan utama yang terletak pada proses pembentukannya. Situ alami adalah situ yang terbentuk karena proses alam, sedangkan situ buatan adalah situ yang terbentuk karena aktivitas manusia. situ alami terbentuk karena proses alam baik bencana alam (tektonik, vulkanik, atau longsoran) maupun proses alam yang bertahap. Situ buatan sengaja dibuat manusia yang umumnya ditujukan sebagai pengendali banjir dan sumber air. Situ dibangun pada sebuah lembah atau lokasi perpotongan antara permukaan bumi dengan paras air tanah yang terbentuk di musim hujan. Situ buatan dapat terbentuk secara tidak sengaja seperti amblesan maupun bekas galian tambang.

Danau-danau dangkal seperti situ dapat terjadi melalui proses geologi, atau terbentuk dari perubahan-perubahan sungai, sebagian lagi sengaja dibuat manusia untuk tujuan tertentu seperti keperluan irigasi pertanian, pengendali banjir, resapan air tanah dan sebagainya. Situ yang terbentuk dari perubahan-perubahan sungai dapat dijumpai pada daerah paparan banjir dari suatu sistem sungai (Wetzel, 2001). Volume dan tinggi muka air danau-danau dangkal di area paparan banjir

(4)

9 ini sangat dipengaruhi oleh aliran air dari sungai utama. Situ memiliki bentuk morfometri yang bervariasi dan heterogen, mulai dari bentuk melingkar, segi empat seperti kolam sampai bentuk telapak kuda. Keragaman morfometri perairan situ ini menyebabkan besarnya variasi distribusi dan produktivitas tumbuhan air, mikrobiota yang menempel pada tumbuhan tersebut serta partikel-partikel detritus pada setiap danau. Oleh karena itu, sifat-sifat metabolisme danau dangkal sangat bervariasi antara satu dengan yang lainnya.

Pada danau dangkal yang pola stratifikasi suhunya tidak stabil maka jarang terjadi kondisi anaerobik pada kolom dalam atau dasar perairan. Adanya kondisi aerobik mendukung berjalannya proses-proses biologi seperti nitrifikasi yang merupakan rangkaian proses dalam siklus unsur hara dalam sistem perairan. Pada kondisi aerobik terjadi penguarian senyawaan yang berbahaya seperti amoniak, nitrit ataupun senyawaan kimia lainnya. Disamping itu pada kondisi aerobik senyawaan unsur hara seperti fosfor yang mendorong penyuburan perairan diikat oleh senyawaaan kimia lainnya. Profil distribusi oksigen pada perairan dangkal sangat bevariasi secara temporal dan spasial.

Situ cenderung menjadi tempat akumulasinya bahan-bahan organik yang berasal dari daratan sekitarnya dan nutrien serta sejumlah material lainnya yang dibawa abran ke perairan danau. Masukan nutrien ke dalam perairan danau dangkal ini lebih tinggi di bandingkan dengan danau-danau dalam (Wetzel 2001). Kondisisi seperti ini yang mendukung cepatnya kesuburan perairan danau dangkal. Distribusi spasial dan temporal kandungan nutrien dalam perairan danau dipengaruhi oleh proses-proses fisika dan biologi seperti misalnya pemanfaatan dan pertumbuhan oleh tumbuhan, grazing oleh Zooplankton serta sedimentasi dalam kolom air (Harris 2006). Hilangnya kandungan nutrien dalam perairan karena proses sedimentasi di danau dangkal lebih kecil dibandingkan dengan danau-danau yang dalam.

(5)

10 Unsur hara terpenting dalam proses penyuburan perairan adalah unsur P (fosfor) yang merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan tumbuhan. Unsur inilah yang bersama-sama unsur N (nirogen) bila meningkat konsentrasinya ke dalam perairan situ menimbulkan penyuburan yang berlebihan atau eutrofikasi. Eutrofikasi ini muncul dengan ciri-ciri yang mudah dikenali seperti ledakan pertumbuhan (blooming) tumbuhan tertentu, baik yang berupa fitoplankton seperti Microcystis spp atau tumbuhan semacam Salvinia spp (apu-apu) atau Eichornia crassipes (Eceng gondok). Dampak dari eutrofikasi ini adalah penurunan kualitas air, biodiversitas ikan, pendangkalan estetika dsb yang pada akhirnya secara ekonomi akan merugikan masyarakat sekitarnya. Untuk mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan dapat diidentifikasi melalui besaran kandungan unsur hara yakni nitrogen dan fosfor .

Berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, kawasan sekitar danau atau waduk ditetapkan sebagai kawasan yang termasuk kawasan perlindungan setempat. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan kelestarian fungsinya.

Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau telah ditetapkan dalam RTRW secara nasional yaitu daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat PP No. 47 Pasal 34 ayat 3). Penetapan kawasan sekitar waduk sebagai kawasan perlindungan setempat adalah untuk melindungi danau atau waduk dari berbagai usaha atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau atau waduk. Keberadaan danau (situ) sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air.

Dari sudut ekologi, situ merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya muka air, sehingga kehadiran situ akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem sekitarnya. Sedangkan jika ditinjau dari sudut tata

(6)

11 air, situ berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan airnya sebagai alat pemenuhan irigasi dan perikanan, sebagai sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendali banjir, serta penyuplai air tanah.

2.3 Konservasi Air

Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Sedangkan menurut ilmu lingkungan, konservasi adalah :

 Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.

 Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam

 (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.

 Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan

 Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

Arsyad (2006) menyatakan bahwa konservasi air dapat dilakukan melalui cara-cara yang dapat mengendalikan evaporasi, transpirasi dan aliran permukaan. Konservasi air sulit dilakukan karena air merupakan komponen yang dinamik dari ekosistem. Pada daerah hutan kota sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah, karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar sehingga kadar air tanah hutan akan meningkat (Bernatzky, 1978).

Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

(7)

12 keanekaragaman dan nilainya. Penghematan air atau konservasi air adalah perilaku yang disengaja dengan tujuan mengurangi penggunaan air segar, melalui metode teknologi atau perilaku sosial. Usaha konservasi air bertujuan untuk:

1. Keseimbangan

Untuk menjamin ketersediaan untuk generasi masa depan, pengurangan air segar dari sebuah ekosistem tidak akan melewati nilai penggantian alamiahnya.

2. Penghematan energi

Pemompaan air, pengiriman, dan fasilitas pengolahan air limbah mengonsumsi energi besar. Di beberapa daerah di dunia, contohnya California.

3. Konservasi habitat

Penggunaan air oleh manusia yang diminimalisir untuk membantu mengamankan simpanan sumber air bersih untuk habitat liar lokal dan penerimaan migrasi aliran air, termasuk usaha-usaha baru pembangunan waduk dan infrastruktur berbasis air lain (pemeliharaan yang lama). Selain itu konsevasi air bertujuan untuk :

1) Meningkatkan daya dukung DAS dengan mencegah kerusakan dan memperbaiki catchment area sebagai daerah resapan air melalui upaya konservasi lahan, baik dengan metode mekanis (seperti pembuatan terasering dan sumur resapan) maupun vegetatif.

2) Melakukan konservasi air dengan pemanenan air hujan dan aliran permukaan (rain fall and run off harvesting) pada musim hujan untuk dimanfaatkan pada saat terjadi krisis air terutama pada musim kemarau. Pemanenan dilakukan dengan menampung air hujan dan run off melalui pembuatan embung.

3) Mengembangkan teknologi dam parit yang dibangun pada alur sungai untuk menambah kapasitas tampung sungai, memperlambat laju aliran dan meresapkan air ke dalam tanah (recharging). Teknologi ini dianggap efektif karena secara teknis dapat menampung volume air dalam jumlah relatif besar dan mengairi areal yang relatif luas karena

(8)

13 dapat dibangun berseri (cascade series). Pengembangan bangunan konservasi air selain untuk mengatasi kelangkaan air, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan masa tanam, luas tanam, indeks pertanaman, dan produktivitas. Untuk memanfaatkan air hasil konservasi air secara optimal, maka diperlukan teknologi irigasi yang memadai sesuai dengan kondisi spesifik lokasi.

Situ di kawasan Jabodetabek memiliki peranan yang sangat penting, maka pengelolaan situ di kawasan ini memerlukan perhatian yang lebih baik. Selain sebagai habitat dan penyeimbang lingkungan di sekitarnya, meskipun perannya kurang begitu besar, situ dan rawa ini dapat menampung sementara luapan air pada saat musim hujan. Perubahan yang terjadi pada situ maupun rawa seperti sengaja ditutup atau diuruk untuk diubah peruntukkannya atau karena sebab- sebab yang lain akan menyebabkan perubahan ekologi di sekitar kawasan tersebut. Kondisi ini dapat berpengaruh lebih serius bila perubahannya sudah sulit untuk dikendalikan. Dengan hilangnya berbagai situ dan rawa serta mengecilnya luas situ-rawa maka dapat dipastikan bahwa daya menambah imbuhan an taran juga semakin rendah. Meningkatnya kebutuhan akan air tanah di daerah hilir sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan industri serta masyarakat dapat dipastikan meningkatnya devisit air tanah di daerah hilir Jabodetabek. Defisit air imbuhan air tanah tersebut secara bertahap dan sistematis harus dikurangi (Roemantyo, 2007).

2.4 Daerah Resapan Air

Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Kawasan ini dapat berupa kawasan budidaya hutan, perkebunan dan pertanian lahan kering. Pembangunan dapat dilakukan melalui disintensif antara lain tidak membangun infrastuktur pada kawasan ini

(9)

14 dan pembatasan KDB (Koefisien Dasar Bangunan). Beberapa definisi serta cara mengidentifikasi daerah resapan air tanah ini:

1. Daerah resapan adalah daerah tempat masuknya air kedalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu garis khayal yang disebut sebagai muka air tanah (water table) dan berasosiasi dengan mengalirnya air dalam kondisi jenuh tersebut kearah daerah luahan.

2. Dalam terminologi penggambaran jejaring aliran air tanah (flow net) maka posisi jejaring aliran ini akan bergerak menjauhi muka airtanah.

3. Daerah ini dapat didefinisikan memiliki komposisi garam dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan komposisi dalam daerah luahan dalam satu sistem aliran air tanah yang sama.

4. Daerah ini dapat ditentukan dengan melihat distribusi dari tumbuh-tumbuhan.

5. Daerah ini dapat ditentukan dengan melihat penurunan tekanan air berlawanan dengan daerah luahan yang akan mengalami kenaikan tekanan air (kondisi ini dapat diaplikasikan pada saat mengukur tekanan air pada suatu lubang bor secara vertikal)

Daerah resapan air adalah daerah masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran air tanah yang mengalir ke daerah yang lebih rendah. Daerah ini memiliki kandungan komposisi mineral dan komposisi garam yang lebih rendah dari daerah luahannya dalam satu aliran air tanah yang sama dan mengalami penurunan tekanan air yang berlawanan dengan kenaikan tekanan air di daerah luahannya dalam satu aliran air tanah yang sama. Daerah resapan air juga terdapat perbedaan distribusi tumbuh-tumbuhan.

Berdasarkan bentang alamnya, daerah resapan lebih mendominansi wilayah cekungan dan secara alami memiliki ciri-ciri kondisi tanah dengan kemampuan resapan yang cukup tinggi, curah hujan rata-rata lebih dari 1.000 mm per tahun, lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm, mempunyai kemampuan meresap air dengan kecepatanlebih dari 1 meter per hari, kedalaman air tanah lebih dari 10 meter dari permukaan tanah,

(10)

15 kemiringan lereng kurang dari 15 %, dan kedudukan mukaair tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah dalam. kemampuan peresapan air dipengaruhi oleh struktur dan tektur tanahnya yang kandungan pasir dalam tanah tersebut sangat menentukan. Semakin tinggi kandungan pasir dalam tanah, maka kepadatan tanah akan semakin rendah yang berarti akan memicu peresapan air kedalam tanah termasuk mempengaruhi laju peresapanair tersebut. Perbedaan tinggi atau rendahnya air tanah pada musim kemarau dan penghujan adalah sebagai bukti adanya sirkulasi air kearah dalam.Aliran sirkulasi air ke arah dalam berkaitan erat dengan suplai air ke persediaan air bawah tanah. Pentingnya daerahyang memiliki curuh hujan tinggi adalah agar intensitas air yang dapatmasuk ke dalam tanah cukup besar. Sedangkan fungsi penutupan dengan vegetasi yang memiliki sistem perakaran dalam adalah sebagai bio-filter dari sifat-sifat kimia yang dibawa oleh air dan tanah itusendiri serta untuk mengendalikan laju limpahan air.

Berdasarkan karakteristik litologinya, daerah resapan potensial secara spesifik ditandai oleh jalur-jalur biru yang merupakan satuan batuan, terbentuk akibat evolusi bumi pada zaman tersier (200 juta tahun lalu), dan dikenal sebagai alur-alur endapan alluvial sungai purba. Endapan ini memiliki ketebalan ± 10 meter, terdiri atas batuan pasir, lempung, dan lanau, yang sangat poros terhadap pekolasi air. Alur-alur biru (sungai purba) berdasarkan bentang alamnya, lebih mendominansi wilayah cekungan (lembah), dan secara alami memiliki ciri :

(a) kondisi tanahnya yang poros (porositas dan premabilitas tinggi), (b) berkemampuan dalam meresapkan air (infiltrasi) kedalam tanah, serta (c) perbedaan air tanah dangkal yang relatif mencolok pada musim kemarau

dan penghujan.

Dengan demikian, pemahaman makna daerah resapan dalam hamparan bentang alam, paling tidak ada lima unsur utama sebagai penciri yang harus dipenuhi yaitu :

(a) kondisi tanahnya poros,

(11)

16 (c) memiliki perbedaan tinggi air tanah dangkal,

(d) berada pada wilayah dengan curah hujan cukup tinggi >2500 mm/tahun, (e) berpenutupan vegetasi dengan sistem perakaran dalam serta memiliki

strata (pelapisan) tajuk dan tumbuhan bawah.

Sebagai daerah yang memiliki sifat resapan air yang tinggi, daerah resapan air berkemampuan untuk menampung debit air hujan yang turun di daerah tersebut. Daerah resapan air secara tidak langsung juga berdampak pada pengendalian banjir untuk daerah yang berada lebihrendah darinya karena air hujan tidak turun ke daerah yang lebihrendah namun diserap sebagai air tanah. Air yang di serap ini kemudian akan menjadi cadangan air di musim kering serta supply air untuk daerah yang berada di bawahnya.

Agar pemanfaatan multiguna situ dapat berlangsung dalam waktu lama perlu diperhatikan pula kondisi daerah resapan air dari situ, karena sangat berpengaruh pada keberadaan situ, ketersediaan air dan kualitas air yang masuk ke situ. Perkembangan daerah permukiman yang cepat di Jabodetabek akan berakibat buruk pada situ-situ yang ada. Menurut Sugiarto (2009), perkembangan daerah pemukiman di daerah resapan air situ akan berakibat : debit banjir akan lebih besar hingga mungkin mempercepat kerusakan sarana dan prasarana operasional pemanfaatan situ, mata air yang ada dalam situ mengecil alirannya, hingga muka air situ turun pada musim kemarau akibatnya manfaat situ menjadi tidak maksimal lagi, sisa galian tanah akibat pengembangan pemukiman akan terbawa aliran masuk ke situ menjadi sedimen yang akan mempercepat pendangkalan situ, dan limbah daerah permukiman yang berupa sampah dan air limbah permukiman akan memperburuk kualitas air situ.

Referensi

Dokumen terkait

Peran dan Fungsi Tenaga Kesehatan Pada Home Care.. Kondisi

Oleh sebab itulah, untuk tujuan penyimpanan karbon pada ekosistem pesisir, maka lahan yang tergenang dan ditumbuhi oleh vegetasi mangrove lebih baik dan stabil dibandingkan

Bagian penting dari sebuah strategi atau kebijakan baru adalah untuk memastikan apakah kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan dan tepat sasaran. Oleh karena itu,

Pencucian (washing) dan penyaringan (screening) dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan material-material yang tidak diinginkan yang terdapat di dalam pulp dan dapat

Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Gen BMPR-1B dan BMP-15 pada populasi DEG-Lombok bersifat polimorfik , (2) DEG-Lombok dengan genotipe B+/G+

Peserta lelang wajib melakukan cek FISIK KENDARAAN dan DOKUMEN serta Lokasi Unit Display dengan sebaik baiknya karena kami MENJUAL APA ADANYA WEIGHT KLASIFIKASI SCORE. Tidak

media Pie Chart peneliti melakukan tahap pengembangan produk pembelajaran dalam hal ini peneliti mengikuti langkah-langkah Dick and Carey. Berdasarkan tahapan

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.. Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh