BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan tentang beban pendinginan dan beberapa parameter yang berkaitan dengan kinerja sistem refrigerasi. Semua karakteristik, teori perhitungan dan efisiensi akan dijelaskan di bab ini.
2.2 PENGONDISIAN UDARA
Pengondisian udara adalah suatu proses perpindahan kalor yang digunakan untuk mempertahankan kondisi udara ruangan sesuai dengan kondisi rancangan yaitu dapat mencapai temperatur dan kelembaban udara yang sesuai dengan persyaratan terhadap kondisi udara dari suatu ruangan tertentu. Agar target pengondisian udara terpenuhi maka harus ditunjang pula dengan sistem tata udara yang baik.
Pengondisian udara ini bertujuan untuk menghasilkan kenyamanan termal yang berada di suatu ruangan tertentu. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam upaya pengondisian udara, antara lain:
a. Temperatur udara
b. Kelembaban udara (Relative Humidity) c. Gerakan aliran udara
d. Kadar oksigen dan gas-gas beracun e. Debu dan bau dalam udara
f. Suara (kebisingan)
Temperatur udara yang diinginkan dapat dicapai dari proses pendinginan (cooling) apabila temperatur udara berada diatas temperatur yang diinginkan. Dan proses pemanasan (heating) apabila temperatur udara berada dibawah temperatur yang diinginkan. Karena wilayah Indonesia berada di wilayah tropis sehingga temperaturnya cenderung berada diatas temperatur kenyamanan termal. Oleh sebab itu, proses yang banyak dilakukan adalah proses pendinginan. Kelembaban udara yang ingin dicapai
dapat diperoleh dengan mengatur uap air di dalam ruangan tersebut, bisa dengan cara menyemprotkan uap air (humidifying) ataupun dengan cara menyerap uap air (dehumidifying).
Gerakan aliran udara juga dapat diatur dengan memilih kipas yang tepat atau dengan mengatur volume dan kecepatan udara suplai. Kadar oksigen dan gas-gas beracun yang terdapat dalam ruangan dapat diminimalisir dengan mengatur jumlah udara segar yang diambil dari luar, merencanakan sistem udara exhaust dan sebagainya. Debu dan kotoran dapat disaring agar tidak masuk ke dalam ruangan.
Suara bising yang timbul dari sistem pengondisian udara berasal dari udara yang mengalir di dalam kipas kemudian membentuk pola yang menghasilkan gesekan di dalam saluran, serta getaran bantalan yang telah aus. Udara yang ada pada ruangan (dengan temperatur dan kelembaban lingkungan) akan dihisap oleh alat pengondisi udara untuk kemudian udara ruangan yang dihisap akan dicampur dengan udara luar, pencampuran ini akan dilakukan di mixing box sehingga menghasilkan udara pada tingkat keadaan tertentu. Selanjutnya udara akan disaring dari kotoran-kotoran atau partikel-partikel yang mungkin terdapat di udara.
Udara yang telah disaring didinginkan di koil pendingin, jika temperatur permukaan koil pendingin lebih rendah dari titik embun udara, maka uap air yang terkandung di udara akan mengembun pada permukaan koil, kondensat yang terbentuk akan menetes dan dialirkan keluar. Jika temperatur udara terlalu rendah, udara tersebut dapat dipanaskan dengan mengalirkannya melalui koil pemanas, sehingga diperoleh temperatur udara sesuai dengan yang dikehendaki. Udara yang telah diproses akan masuk kedalam ruangan melalui sistem distribusi udara. Udara yang telah dikondisikan akan menyerap kalor sensibel dan kalor laten yang ada didalam ruangan. Dalam hal ini kalor sensibel dan kalor laten merupakan beban kalor ruangan.
Gambar 2.1 Sistem Pengondisian Udara (Sumber: Rahardja, 2012)
2.3 BEBAN PENDINGINAN
Beban pendingian dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu beban eksternal atau beban yang disebabkan oleh perolehan panas dari luar ruangan, beban internal yang disebabkan oleh panas dari sumber sumberdalam ruangan itu sendiri dan beban infiltrasi dan vetilasi dari runagan yang dikondisikan (Stoecker, 1992). Berikut penjelasan dari masing-masing beban pendinginan.
2.3.1 Beban Eksternal
Beban pendinginan eksternal terdiri atas beban kalor yang ditimbulkan oleh dinding partisi, atap, lantai, kaca partisi, dan pintu partisi.
a) Beban kalor yang ditimbulkan oleh dinding partisi
Q = U x A x TD (2.1)
Keterangan:Qq = Perolehan kalor dari dinding partisi, [Watt] U = Koefisien perpindahan kalor untuk dinding, [Watt.m².°C] A = Luas dinding, [m²]
TD = Beda temperatur antara ruangan yang dikondisikan dengan ruangan yang bersebelahan, [°C]
b) Beban kalor melalui atap
Q = U x A x TD (2.2)
Keterangan:
Q = Perolehan kalor dari ceiling, [Watt]
U = Koefisien perpindahan kalor untuk ceiling, [Watt.m².°C] A = Luas ceiling, [m²]
TD = Beda temperatur antara lantai 1 dengan attic, [°C]
Untuk bangunan yang tidak menggunkan kaca sebagai penerangan alami dan tidak menggunakan ventilasi attic maka temperatur attic bisa diperoleh dengan menggunkan persamaan berikut (ASHRAE, 2009):
ta = 𝐴𝑐 𝑥 𝑈𝑐 𝑥 𝑡𝑐 + 𝑡𝑜 𝐴𝑟 𝑥 𝑈𝑟 +𝐴𝑤 𝑥 𝑈𝑤
𝐴𝑐 𝑥 𝑈𝑐 + 𝐴𝑟 𝑥 𝑈𝑟 +(𝐴𝑤 𝑥 𝑈𝑤) (2.3)
Keterangan:
ta = Temperatur attic, [°C]
tc = Temperatur dalam dekat langit-langit paling atas, [°C] to = Temperatur udara luar, [°C]
Ac = Luas ceiling, [m²] Ar = Luas roof, [m²]
Aw = Luas pemukaan dinding attic vertikal, [m²]
Uc = Koefisien perpindahan kalor ceiling, [Watt.m².°C] Ur = Koefisien perpindahan kalor roof, [Watt.m².°C]
Uw = Koefisien perpindahan kalor dinding attic vertikal, [Watt.m².°C]
c) Beban kalor melalui lantai
Keterangan:
q = Perolehan kalor dari lantai, [Watt]
U = Koefisien perpindahan kalor untuk lantai, [Watt.m².°C] A = Luas lantai, [m²]
TD = Temperatur Difference, Beda temperatur antara tanah dengan ruangan yang dikondisikan,[°C]
d) Beban kalor melalui kaca partisi
q = U x A x TD (2.5)
Keterangan:
q = Perolehan kalor dari kaca partisi, [Watt]
U = Koefisien perpindahan kalor kaca partisi, [Watt.m².°C] A = Luas kaca partisi, [m²]
TD = Temperatur Difference, Beda temperatur antara ruangan yang tidak dikondisikan dengan ruangan yang dikondisikan, [°C]
e) Beban kalor melalui pintu partisi
q = U x A x TD (2.6)
Keterangan:
q = Besarnya kalor dari pintu partisi, [Watt]
U = Koefisien perpindahan kalor pintu, [Watt.m².°C] A = Luas pintu, [m²]
TD = Temperatur Difference, Beda temperatur antara ruangan yang dikondisikan dengan ruangan yang bersebelahan, [°C]
2.3.2 Beban Internal a) Beban kalor oleh manusia
Ql = ql/p x n (2.7a) Keterangan :
Qs = Beban kalor sensibel yang ditimbulkan oleh manusia [Watt] Ql = Beban kalor laten yang ditimbulkan oleh manusia [Watt] Qs/p = Sensible Heat disesuaikan dengan aktivitasnya [Watt] Ql/p = Latent Heat disesuaikan dengan aktivitasnya [Watt] CLF = Cooling Load Factor
n= Jumlah penghuni
b) Beban kalor yang ditimbulkan oleh peralatan
Qs = Cs x qt x CLF (2.8)
Ql = Cl x qt (2.8b)
Keterangan :
Q = Beban kalor yang ditimbulkan oleh peralatan [Watt] Cs = Coefficient Sensible
Cl = Coefficient Latent
Qt = Manufacturer’s Input Rating
CLF = Cooling Load Factor (Use CLF=1 if cooling system does not run 24hr/day) Cl = Coefficient Latent
qi = Manufacture’s Input Rating
CLF = Cooling Load Factor (Use CLF=1 if cooling system does not run 24hr/day) c) Beban kalor yang dihasilkan dari penerangan
Qt = 3.41 x qin x Fu x Fs x CLF (2.9)
Keterangan:
qin= Daya total dari lampu, [Watt]
Fu = Faktor dari lampu yang menyala (Fu = 1 karena seluruh lampu menyala) Fs = Factor Ballast, faktor yang diijinkan untuk flourescent fixture
CLF = Cooling Load Factor (CLF=1 when cooling system is operated only when lights are on)
2.3.3 Beban Infiltrasi dan Ventilasi a) Beban Infiltrasi
Beban infiltrasi berasal dari masuknya udara luar tanpa kendali kedalam ruangan yang dikondisikan, yang disebabkan oleh gaya - gaya alamiah (tekanan dalam ruangan lebih kecil dibanding tekanan diluar lingkungan). Ada dua macam beban infiltrasi beban infiltrasi melalui pintu dan jendela. Beban yang ditimbulkan akibat dari beban kalor infiltrasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Qts = 1.1 x Q x Δt (2.10)
Qtl = 4840 x Q x ΔW (2.11)
Keterangan:
Qts = Laju perpindahan kalor sensibel udara infiltrasi, [Watt] Qtl = Laju perpindahan kalor laten udara infiltrasi, [Watt] Q = Laju aliran udara infiltrasi, [m3/s]
Δt = Perbedaan temperatur udara luar dan temperatur rancangan, [°C]
ΔW = Perbedaan rasio kelembaban antara udara luar dan udara dalam ruangan, [kg/kga]
b) Beban Ventilasi
Beban kalor yang berasal dari udara luar digunakan sebagai udara ventilasi, terdiri dari beban sensibel dan beban laten. Debit udara ventilasi bergantung pada jumlah debit udara yang terbuang akibat eksfiltrasi. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi besarnya udara ventilasi yang dibutuhkan. Beban ventilasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Qts = 1.10 x No x Q/p x Δt (2.12)
Qts = 4840 x No x Q/p x ΔW (2.13)
Keterangan:
qVS = Beban ventilasi sensibel, [Watt] qVL = Beban ventilasi laten, [Watt] No = Jumlah orang
Q/p = Debit udara yang dibutuhkan untuk satu orang, cfm/orang Δt = Perbedaan temperatur udara luar dan temperatur rancangan, [°C]
ΔW = Perbedaan rasio kelembaban antara udara luar dan udara dalam ruangan, [kg/kga]
2.3.4 Beban Total Ruangan
Beban total ruangan yang didapatkan terdiri atas beban kalor sensibel ruangan (RSHG) dan beban laten ruangan (RLHG) yang masing-masing diperoleh dari penjumlahan total beban internal dan beban eksternal.
Beban sensibel ruangan terdiri dari:
RSHG = kalor dinding + kalor lantai + kalor atap + kalor sensible penghuni + kalor penerangan + kalor sensibelperalatan + kalor sensibel infiltrasi
Beban laten ruangan terdiri dari :
RLHG =kalor laten orang + kalor laten peralatan + kalor laten infiltrasi Beban total ruangan :
RTHG = RSHG + RLHG (2.14)
Keterangan:
RTHG = Room Total Heat Gain, beban total ruangan [Watt] RSHG = Room Sensble Heat Gain beban sensibel ruangan [Watt] RLHG = Room Latent Heat Gain, beban laten ruangan [Watt]
2.4 SISTEM REFRIGERASI
Stoecker (1983) menyatakan bahwa sistem refrigerasi merupakan suatu proses penarikan panas/kalor dari suatu benda/fluida/udara ruangan sehingga temperatur benda/fluida/udara ruangan tersebut tetap dijaga/dipertahankan agar lebih rendah dari temperatur lingkungannya. Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas/kalor tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat dipindahkan dari suatu benda/fluida/udara ruangan ke benda/fluida/udara ruangan lain yang bertemperatur lebih rendah yang akan menyerap panas/kalor.
Sistem refrigerasi mekanik akan ditemui adanya mesin-mesin penggerak dan atau alat mekanik lain. Sistem refrigerasi non mekanik, dimana tanpa menggunakan mesin-mesin penggerak dan atau alat mekanik lainnya. Hukum Termodinamika I menyatakan tentang kekekalan energi, yaitu bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi hanya dapat dipindahkan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Hukum Termodinamika II menyatakan bahwa panas/kalor akan mengalir temperatur tinggi ke temperatur rendah.
Jika panas/kalor akan dialirkan dari temperatur yang rendah ke temperatur yang tinggi maka harus dibutuhkan pompa kalor atau mesin refrigerasi sehingga pompa atau mesin tersebut akan menjaga temperatur benda/fluida/udara ruangan tetap berada pada temperatur yang rendah atau di bawah temperatur lingkungannya
2.5 REFRIGERASI KOMPRESI UAP
2.5.1 Komponen Sistem Refrigerasi Kompresi Uap
Komponen utama dari sistem refrigerasi siklus kompresi uap terdiri dari kompresor, kondenser, alat ekspansi dan evaporator. Disamping komponen utama terdapat komponen tambahan seperti strainer, filter drier, akumulator, fan motor dan juga fluida kerja berupa refrigeran.
A. Kompresor
Kompressor adalah bagian yang terpenting dari sistem refrigerasi. Pada tubuh manusia kompressor dapat diumpamakan sebagai jantung yang memompa darah keseluruh bagian tubuh. Dalam mesin refrigerasi, compressor menekan refrigeran keseluruh bagian sistem. Kompressor ini bekerja membuat perbedaan tekanan sehingga refrigeran
dapat mengalir dari satu bagian kebagian lainnya dari sistem. Karena adanya perbedaan tekanan antara sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah maka refrigeran cair dapat mengalir melalui alat pengatur refrigeran (ekspansion valve) ke evaporator.
Gambar 2.2 Kompresor
Ketika bekerja, refrigeran yang dihisap dari evaporator dengan suhu dan tekanan rendah dimampatkan sehingga suhu dan tekanannya naik. Gas yang dimampatkan ini ditekan keluar dari compressor lalu dialirkan ke kondenser. Jenis compressor yang banyak digunakan adalah compressor torak, compressor rotary, compressor sudu, dan compressor sentrifugal.
B. Kondenser
Kondenser berfungsi untuk membuang kalor yang diserap dari evaporator dan panas yang diperoleh dari compressor, serta mengubah wujud gas menjadi cair, kondenser memiliki pipa-pipa yang dapat dibersihkan. Kondenser dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Air Cooler Condenser
Gambar 2.3 Air Cooled Condenser (Sumber: Rahardja, 2012)
Dalam air-cooled condensor, kalor dipindahkan dari refrigeran ke udara dengan menggunakan sirkulasi alamiah atau paksa. Kondenser dibuat dari pipa baja, tembaga dengan diberi sirip untuk memperbaiki transfer kalor pada sisi udara. Refrigeran mengalir didalam pipa dan udara mengalir diluarnya. Air-cooled condensor hanya digunakan untuk kapasitas kecil seperti refrigerator dan small water cooler.
2. Water Cooled Condenser
Water cooled condensor dibedakan menjadi 3 jenis yakni shell and tube, shell and coil, double tube.
Shell And Tube
Gambar 2.4 Shell and tube kondenser (Sumber: Rahardja, 2012)
Salah satu jenis alat penukar kalor yang menurut kontruksinya dicirikan oleh adanya sekumpulan pipa (tabung) yang dipasangkan didalam shell (pipa galvanis) yang berbentuk silinder dimana 2 jenis fluida saling bertukar kalor yang mengalir secara terpisah (air dan refrigeran).
Shell and Coil
Shell and coil kondenser terdiri dari sebuah cangkang yang dilas elektrik dan berisi koil air, kadang-kadang juga dengan pipa bersirip.
Double tube condenser
Gambar 2.6 Kondenser tabung ganda (Sumber: Rahardja, 2012)
Refrigeran mengembun diluar pipa dan air mengalir dibagian dalam pipa pada arah yang berlawanan. Double tube digunakan dalam hubungan dengan cooling tower dan spray pond
3. Evaporative Condenser
Gambar 2.7 Evaporative Condenser (Sumber: Rahardja, 2012)
Kondenser evaporatif pada dasarnya adalah kombinasi antara kondenser dengan menara pendingin yang dirakit menjadi satu unit atau kondenser yang menggunakan udara dan air sebagai media pendinginnya.
Refrigeran pertama kali melepaskan kalornya ke air kemudian air melepaskan kalornya ke udara dalam bentuk uap air. Udara meninggalkan uap air dengan kelembaban yang tinggi seperti dalam cooling tower. Oleh karena itu condensor evaporative menggabungkan fungsi dari sebuah kondenser dan cooling tower. Evaporative condenser banyak digunakan dipabrik amoniak. Kondenser yang digunakan disini adalah jenis water cooled condensor tipe shell and tube, karena lebih mudah dalam menganalisis temperatur jika dibandingkan dengan air cooled condensor yang sering terjadi fluktuasi pada temperaturnya. Water cooled condenser ini ditempatkan di antara compressor dan alat pengatur bahan pendingin (pipa kapiler). Posisinya ditempatkan berhubungan langsung dengan udara luar agar gas di dalam kondenser juga didinginkan oleh suhu ruangan. Gas yang berasal dari compressor memiliki suhu dan tekanan tinggi, ketika mengalir di dalam pipa kondenser, gas mengalami penurunan suhu hingga mencapai suhu kondensasi kemudian mengembun. Wujud gas berubah menjadi cair dengan suhu rendah sedangkan tekanannya tetap tinggi
C. Alat Ekspansi
Katup ekpansi ini dipergunakan untuk menurunkan tekanan dan untuk mengekspansikan secara adiabatic cairan yang bertekanan dan bertemperatur rendah, atau mengekspansikan refrigeran cair dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi, refrigeran cair diinjeksikan keluar melalui oriffice, refrigeran segera berubah menjadi kabut yang tekanan dan temperaturnya rendah. Selain itu, katup ekspensi juga sebagai alat control refrigerasi yang berfungsi sebagai:
1. Mengatur jumlah refrigeran yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator sesuai dengan laju penguapan pada evaporator.
2. Mempertahankan perbedaan tekanan antara kondenser dan evaporator agar penguapan pada evaporator berlangsung pada tekanan kerjanya.
Gambar 2.8 Thermostatic Expansion Valve (Sumber: Rahardja, 2012)
Selain katup ekspansi, alat yang dapat digunakan untuk mengekspansi refrigeran adalah pipa kapiler (capillary tube). Pipa kapiler adalah salah satu alat ekspansi. Alat ekspansi ini mempunyai dua kegunaan yaitu untuk menurunkan tekanan refrigeran cair dan untuk mengatur aliran refrigeran ke evaporator. Cairan refrigeran memasuki pipa kapiler tersebut dan mengalir sehingga tekanannya berkurang akibat dari gesekan dan percepatan refrigeran. Pipa kapiler hampir melayani semua sistem refrigerasi yang berukuran kecil, dan penggunaannya meluas hingga pada kapasitas regrigerasi 10 kw. Pipa kapiler mempunyai ukuran panjang 1 hingga 6 meter, dengan diameter dalam 0,5 sampai 2 mm (Stoecker, 1996). Diameter dan panjang pipa kapiler ditetapkan berdasarkan kapasitas pendinginan, kondisi operasi dan jumlah refrigeran dari mesin refrigerasi yang bersangkutan.
Konstruksi pipa kapiler sangat sederhana, sehingga jarang terjadi gangguan. Pada waktu compressor berhenti bekerja, pipa kapiler menghubungkan bagian tekanan tinggi dengan bagian tekanan rendah, sehingga menyamakan tekanannya dan memudahkan start berikutnya
Gambar 2.9 Pipa kapiler (Sumber: Rahardja, 2012) D. Evaporator
Evaporator adalah komponen pada sistem pendingin yang berfungsi sebagai penukar kalor, serta bertugas menguapkan refrigeran dalam sistem, sebelum dihisap oleh compressor. Panas udara sekeliling diserap evaporator yang menyebabkan suhu udara disekeliling evaporator turun. Suhu udara yang rendah ini dipindahkan ketempat lain dengan jalan dihembus oleh kipas, yang menyebabkan terjadinya aliran udara.
Ada beberapa macam evaporator, sesuai dengan tujuan penggunaannya dan bentuknya dapat berbeda-beda. Evaporator dapat dibagi menjadi beberapa golongan,
sesuai dengan kontruksinya ada 3 macam yaitu: bare tube evaporator, plate survace evaporator dan finned evaporator. Berdasarkan sirkulasi fluida yang akan didinginkan, ada 2 macam diantaranya natural convection evaporator dan forced convection evaporator. Dan pada umumnya dibagi berdasarkan metoda pemasokan refrigeran, ada 2 macam yaitu: dry-expansion evaporator dan flooded evaporator
1. Dry Expansion Evaporator
Dalam jenis ekspansi kering, cairan refrigeran yang diekspansikan melalui katup ekspansi pada waktu masuk ke dalam evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap, sehingga keluar dari evaporator dalam keadaan uap air
Gambar 2.10 Dry expansion evaporator (Sumber: Rahardja, 2012) 2. Flooded Evaporator
Gambar 2.11 Flooded Evaporator (Sumber: Rahardja, 2012)
Dalam evaporator jenis basah, sebagian besar dari evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Perpindahan panas yang terjadi pada evaporator adalah konveksi paksa yang terjadi di dalam dan di luar tabung serta konduksi pada tabungnya. Perpindahan panas
total yang terjadi merupakan kombinasi dari ketiganya. Harga koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat ditentukan dengan terlebihi dahulu menghitung koefisien perpindahan kalor pada sisi refrigeran dan sisi udara yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya koefisien perpindahan panas total dihitung berdasarkan luas permukaan dalam pipa dan berdasarkan luas permukaan luar pipa
E. Refrigeran
Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi. Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena refrigeran yang menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada mesin refrigerasi. ASHRAE (2005) mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja di dalam mesin refrigerasi, pengkondisian udara, dan sistem pompa kalor. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan membuangnya ke lokasi yang lain, biasanya melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.
Secara International, refrigeran diidentifikasi dengan huruf R, diikuti dengan suatu urutan angka yang menunjukkan komposisi dari refrigeran. Untuk memilih refrigeran haruslah diperhatikan hal-hal berikut:
thermodinamika titik didih normal
tekanan persyaratan kondensasi dan tekanan evaporasi temperatur dan tekanan kritis
titik beku
volume uap saat masuk kompresor COP dan daya per TR
Beberapa refrigeran diklasifikasikan dengan pewarnaan tabung berupa: R11: jingga
R134a: putih R22: hijau
R410a: merah muda
Persyaratan rerigeran (fluida pendinginan) untuk sistem AC adalah sebagai berikut: Tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau pada segala keadaan.
Tidak dapat terbakar atau meledak sendiri, juga jika bercampur dengan udara, minyak pelumas dan lainya.
Tidak korosif terhadap logam.
Dapat bercampur dengan minyak pelumas kompresor, tetapi tidak mempengaruhi atau merusak pelumas tersebut.
Mempunyai struktur kimia yang stabil, tidak terurai setiap kali dimampatkan, diembunkan dan diuapkan.
Mempunyai titik didih yang rendah, lebih rendah dari temperatur evaporator yang direncanakan.
Memiliki tekanan kondensasi yang rendah.
Memiliki tekanan penguapan yang sedikit lebih tinggi dari atmosfir, jika bocor, udara luar tak masuk ke sistem.
Memiliki kalor laten yang besar.
Jika terjadi kebocoran, mudah diketahui dengan alat yang sederhana. Harganya murah.
Tabel 2.1 Karakteristik Refrigeran (Sumber: Rahardja, 2012) Uraian R32 R410A R22 Potensi Penipisan Ozon 0 0 0.055 Potensi Pemanasan Global 675 2090 1810
Mudah terbakar Ya, Rendah Tidak Tidak
Komposisi Tunggal 2 Komponen Tunggal
Rasio Pencampuran CH2F2 CHH2F2 CHF2CF3 CHCLF2
Titik Didih (Celcius) -517 -515 -408
Oli Sintesis (FW50S) Sintesis (FW50S) Mineral oil
AC Portable ini mengunakan refrigeran tipe R410a, sesuai dengan spesifikasi dari kompresor dan merupakan refrigeran yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan refrigeran yang lainya. Setiap refrigeran memiliki karakteristik masing masing
yaitu tekanan dan temperatur kerjanya. Berikut contoh digram p-h yang digunakan unuk perhitungan performansi dari setiap pengondisi udara.
Gambar 2.12 Diagram p-h R410a 2.5.2 Prinsip Kerja Sistem Refrigerasi Kompresi Uap
AC umumnya menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap, menggunakan kompresor sebagai alat pemompa refrigeran bertekanan rendah yang masuk pada sisi hisap (suction). Di kompresor refrigeran dikompresi, kemudian dikeluarkan pada sisi keluaran (discharge) dan masuk ke kondenser. Dari kondenser refrigeran mengalir ke alat ekspansi. Setelah melalui alat ekspansi refrigeran mengalami penurunan tekanan sehingga temperaturnya turun. Dari alat ekspansi refrigeran masuk ke evaporator. Di evaporator refrigeran menarik kalor dari lingkungan sekitarnya (kabin dan produk) sehingga kabin menjadi dingin. Dari evaporator refrigeran akan masuk kembali ke kompresor melalui saluran hisap. Proses yang dialami refrigeran berulang, membentuk siklus tertutup yang dikenal sebagai siklus refrigerasi kompresi uap.
Sistem refrigerasi yang dipakai pada freezer ini merupakan sistem refrigerasi kompresi uap biasa atau konvensional seperti halnya pada lemari es dimana terdapat kompresor, kondenser, alat ekspansi dan evaporator serta komponen pendukung lainya, yang membedakan hanya temperatur kerja serta alat ekspansi yang digunakan adalah TXV bukan pipa kapiler
Kompresor sebagai alat pemompa refrigeran bertekanan rendah yang masuk pada sisi isap (suction). Di kompresor refrigeran dikompresi, kemudian dikeluarkan pada sisi keluaran (discharge) dan masuk ke kondenser. Dari kondenser refrigeran
mengalir ke alat ekspansi. Setelah melalui alat ekspansi refrigeran mengalami penurunan tekanan sehingga temperaturnya turun. Dari alat ekspansi refrigeran masuk ke evaporator. Di evaporator refrigeran menarik kalor dari lingkungan sekitarnya (kabin dan produk) sehingga kabin menjadi dingin. Dari evaporator refrigeran akan masuk kembali ke kompresor melalui saluran hisap. Proses yang dialami refrigeran berulang, membentuk siklus tertutup yang dikenal sebagai siklus refrigerasi kompresi uap. Gambar berikut berikut menunjukan diagram skematik dari sistem refrigerasi kompresi uap
Gambar 2.13 Skema Sistem Refrigerasi Kompresi Uap (Sumber: Rahardja, 2012)
Kompresor menghasilkan peningkatan tekanan dan temperatur. Akibatnya refrigeran meninggalkan kompresor (titik 2) berupa uap pada tekanan dan temperatur yang tinggi dan kemudian memasuki kondenser. Temperatur uap refrigeran tersebut lebih tinggi dari temperatur udara lingkungan atau air sebagai media pendingin sehingga kalor akan dipindahkan dari refrigeran di kondenser ke media pendingin. Akibat pembuangan kalor (perpindahan kalor laten) tersebut, seluruh refrigeran akan mengembun (berubah ke fasa cairan) sebelum mencapai katup ekspansi (titik 3). Pada saat refrigeran melewati katup ekspansi, tekanannya jauh menurun ke tekanan sisi rendah dan temperaturnya juga menurun menjadi sangat rendah yang lebih rendah dari benda/fluida/produk yang akan didinginkan (titik 4).
Refrigeran setelah berekspansi berfasa campuran antara uap dan cairan dimana mayoritas dalam keadaan cairan. Kemudian refrigeran memasuki evaporator, dan menyerap panas/kalor dari benda/produk atau udara ruang. Sebagai akibat perpindahan panas, refrigeran akan menguap, sehingga pada akhir evaporator (titik 1) atau pada inlet kompresor, maka refrigeran akan menguap seluruhnya
Proses sistem refrigerasi pada Gambar 2.13 dapat digambarkan pada diagram pressure-enthalpy (p-h diagram), seperti pada Gambar 2.14 berikut ini.
Gambar 2.14 Diagram P-h siklus sistem refrigerasi kompresi uap (Sumber: Rahardja, 2012)
1) Proses 1 – 2 yaitu proses kompresi. Refrigeran berfasa gas di kompresi hingga tekanan dan temperaturnya naik (Dossat, 1981).
2) Proses 2 – 3 yaitu proses kondensasi. Proses ini terjadi di kondenser secara isobar dan isothermal. Karena terjadi pembuangan kalor, refrigeran berubah fasa dari gas menjadi cair jenuh (Dossat, 1981).
3) Proses 3 – 4 yaitu proses ekspansi. Refrigeran bertekanan dan temperatur tinggi di ekspansi sehingga tekanan dan temperaturnya turun. Proses ini terjadi di alat ekspansi (Dossat, 1981).
4) Proses 4 – 1 yaitu proses evaporasi. Proses ini terjadi di evaporator secara isobar dan isothermal. Karena terjadi penyerapan kalor dari produk yang didinginkan ke evaporator, maka refrigeran berubah fasa menjadi uap jenuh (Dossat, 1981). 2.5.2.1 Proses kompresi
Proses ini terjadi di kompresor di mana uap refrigeran dengan tekanan dan temperatur rendah yang masuk ke kompresor melalui suction line dikompresi di dalam silinder
kompresor sehingga temperatur dan tekanan uap refrigeran yang keluar dari kompresor melalui discharge line mengalami kenaikan. Proses yang terjadi di dalam kompresor diasumsikan sebagai proses isentropic.
Proses kompresi berlangsung di kompresor adalah: W = w
w = m ( h2 – h1 )
W = m . ( h2 – h1 ) (2.15)
dengan:
W = Kerja kompresi (kW)
m= Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
h1= Enthalpy refrigeran masuk kompresor (kJ/kg) h2= Enthalpy refrigeran keluar kompresor (kJ/kg)
2.5.2.2 Proses Kondensasi
Proses ini terjadi di kondenser, dimana uap refrigeran bertemperatur dan bertekanan tinggi yang masuk ke kondenser melalaui discharge line dikondensasikan di dalam kondenser sehingga refrigeran yang keluar dari kondenser diharapkan berubah fasa dari fasa uap ke fasa cair jenuh. Perpindahan panas tersebut terjadi karena temperatur refrigeran lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Besarnya kalor yang dilepas di kondenser dapat dinyatakan dengan persamaaan berikut
Kalor yang dilepas di kondenser : Qc = m . qc
Qc = h2 - h3
Qc = m . (h2-h3) (2.16)
dengan:
m = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
h2 = Enthalpy refrigeran keluar kompresor (kJ/kg) h3 = Enthalpy refrigeran keluar kondenser (kJ/kg) 2.5.2.3 Proses ekspansi
Proses ini terjadi di alat ekspansi. Refrigeran cair yang berasal dari kondenser diekspansi sehingga tekanan dan temperatur refrigeran yang keluar dari alat ekspansi turun sampai dibawah temperatur lingkungan dan selanjutnya masuk evaporator untuk menyerap kalor dari ruangan atau media yang hendak didinginkan.
2.5.2.4 Proses evaporasi
Proses ini terjadi di evaporator dimana refrigeran cair yang masuk ke evaporator menyerap kalor dari ruangan atau media yang hendak didinginkan dengan adanya penyerapan kalor tersebut maka refrigeran diharapkan berubah fasa dari fasa cair menjadi fasa uap jenuh. Besarnya kalor yang diserap oleh refrigeran di evaporator dinyatakan dengan persamaan berikut :
Kalor yang diserap di evaporator : Qe = m . qe
Qe = m (h1 – h4)
Qe = m (h1 – h4) (2.17)
dengan:
Qe = Kalor yang diserap di evaporator (kW) m = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
h1 = Enthalpy refrigeran keluar evaporator (kJ/kg) h4 = Enthalpy refrigeran masuk evaporator (kJ/kg) 2.5.3 Coeficient of Performance
Coefficient of performance diartikan sebagai perbandingan antara jumlah kalor yang diserap di evaporator dengan kerja yang dilakukan oleh kompresor.
1. COP Aktual
COP Aktual adalah perbandingan antara efek refrigerasi dan kerja kompresi. (Dossat, 1981)
COPaktual = 𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖 = (ℎ1−ℎ4)(ℎ2−ℎ1) (2.18) 2. COP Carnot
COP Carnot atau juga disebut COP teoritis adalah perbandingan antara temperatur evaporasi absolut dan selisih temperatur kondensasi absolut dengan temperatur evaporasi absolut.
COPcarnot𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝐾𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑎𝑠𝑖−𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝐸𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖273.15+ 𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝐸𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 (2.19) 3. Efisiensi refrigerasi adalah perbandingan antara COP Aktual dengan COP Carnot (COP teoritis).
ɳ = 𝐶𝑂𝑃 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐶𝑂𝑃 𝑐𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 𝑥 100% (2.20)
4. Rasio kompresi adalah perbandingan antara tekanan discharge dengan tekanan suction.
Pr = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑠𝑐ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 (2.21) 5. Daya input sistem adalah daya yang diberikan ke sistem untuk mengoperasikan seluruh sistem. perhitungan daya digunakan untuk mengetahui dan mengontrol daya atau beban AC . Beban AC yag tidak terkontrol akan meningkatkan biaya energi yang dikelurkan sekitar 25% (Saied, 1997).
Besarnya daya input sistem dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
P = V x I x Cos φ (2.22) Dimana: P = Daya (Watt) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere) Cos φ = 0.85 (Negara, 2010)