• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. suatu objek (Azwar, 2010). Sikap (attitude) ialah pernyataan evaluatif, baik yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. suatu objek (Azwar, 2010). Sikap (attitude) ialah pernyataan evaluatif, baik yang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Sikap

1. Definisi Sikap

Sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek (Azwar, 2010). Sikap (attitude) ialah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu (Robbins, 2007).

Menurut Azwar (2010), Sikap dikatakan ialah cara kita suka/ tidak suka terhadap sesuatu hal yang menentukan perilaku kita pada akhirnya. Sikap jika berorientasi kepada respon ialah bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada sesuatu hal maupun objek. Sikap jika berorientasi kepada kesiapan respon ialah kesiapan dalam merespon terhadap objek atau sesuatu hal dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki responnya. Sikap yang berorientasi terhadap kesiapan respon ialah pola perilaku, antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang ada. Sikap jika berorientasi kepada skema triadik ialah komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.

(2)

2. Komponen Sikap

Menurut Robbins (2003), sikap memiliki 3 komponen, yaitu :

a. Kognitif yang dimaksudkan sebagai segmen pendapat atau keyakinan b. Afektif yang dimaksudkan sebagai segmen emosional atau perasaan c. Perilaku yang dimaksudkan sebagai maksud untuk berperilaku dalam

cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Struktur sikap terdiri dari 3 (Azwar, 2010), yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan kearah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

(3)

c. Komponen Konatif

Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap.

Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata. 3. Faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 2010), antara lain:

(4)

a. Pengalaman pribadi

Dasar pembentukan sikap ialah pengalaman pribadi yang memberikan kesan yang kuat. Melibatkan faktor emosional akan mudah membentuk sikap.

b. Kebudayaan

Sikap juga terbentuk tergantung pada kebudayaan tempat individu dibesarkan.

c. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)

Orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap perilaku dan opini kita, yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus seperti orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting.

d. Media massa

Dalam menyampaikan pesan, media massa cetak dan media massa elektronik membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Ketika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif pada kita dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk suatu sikap.

e. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar,

(5)

yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap individu.

f. Faktor Emosional

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama) seperti prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair).

B. Pendidikan Multikultural

1. Definisi Pendidikan Multikultural

Banks (2001) berpendapat bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengkaji dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.

Pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah merubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi (Banks, 1993).

Pendidikan multikultural, adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman dalam

(6)

masyarakat. Pendidikan multikultural tidak menjadikan semua manusia sebagai manusia yang bermodel sama, berkepribadian sama, berintelektual sama, atau bahkan berkepercayaan yang sama pula (Tilaar, 2003).

Dengan demikian Pendidikan multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi di sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktifitas pendidikan dengan memperhatikan keragaman yang dimiliki di sekolah.

2. Pembelajaran Bermuatan Multikultural

Pembelajaran bermuatan multikultural yang dimaksud ialah pendidikan multikultural yang secara praktek telah diimplementasikan dan diintegrasikan dalam pembelajaran maupun kebijakan sekolah. Dalam mengimplementasikan konsep pendidikan multikultural secara efektif dalam sistem pembelajaran, sekolah harus memikirkan suatu strategi pendidikan/ persekolahan yang memperhatikan keseluruhan aspek pendidikan, yaitu kebijakan sekolah, kultur sekolah, ciri khas belajar suatu sekolah, bahasa dan dialek suatu sekolah, program konseling/ penyuluhan, prosedur penilaian, materi pengajaran, kurikulum dan mata pelajaran formal yang berhubungan dengan staf sekolah yaitu sikap, persepsi, juga perilaku (YPSIM, 2012).

Kurikulum pendidikan multikultural menurut Smith (dalam YPSIM, 2012) ialah kurikulum yang diposisikan pada empat pendekatan, yaitu :

a. Kurikulum sebagai silabus (curriculum as a body of knowledge to be transmitted)

(7)

b. Kurikulum sebagai produk (curriculum as product) c. Kurikulum sebagai proses (curriculum as process) d. Kurikulum sebagai praksis (curriculum as praxis)

Dalam hal ini, fokus diarahkan pada dua pendekatan, yaitu kurikulum sebagai silabus dan kurikulum sebagai proses. Kurikulum sebagai silabus dapat dipahami sebagai sejumlah pernyataan atau pokok bahasan, bahan ajar, dan sejumlah mata pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran (YPSIM, 2012). Menurut Smith (dalam YPSIM, 2012), yang dimaksud kurikulum sebagai proses ialah interaksi antara guru, siswa, dan pengetahuan di kelas. Semua yang terjadi dalam proses pembelajaran dan semua yang dilakukan guru dan siswa di kelas adalah kurikulum.

3. Nilai-Nilai Pembelajaran Bermuatan Multikultural YPSIM

Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang berbasis multikultural mengembangkan 18 nilai multikultural dalam kegiatan pembelajaran, sebagai berikut (YPSIM,2012) :

a. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

(8)

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku di sekolah dan di luar sekolah. e. Kerja Keras, Tekun dan Ulet

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas.

f. Kreatif dan Mandiri

Berpikir dan melakukan sesuatu dengan menggunakan cara yang baru dan inovatif serta sikap yang menunjukkan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan.

g. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang memberikan kesempatan dan penghargaan yang sama bagi dirinya dan orang lain untuk berekspresi, memberikan pendapat, serta menjalankan hak dan kewajiban, tanpa membedakan suku, agama, ras, gender, status ekonomi, status sosial dan kemampuan khusus.

(9)

h. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

i. Nasionalisme

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.

j. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

k. Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

l. Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

m. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya.

(10)

n. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

o. Peduli Sosial dan Kesejahteraan

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada warga sekolah dan masyarakat yang membutuhkan.

p. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

q. Kesetaraan Gender

Sikap dan perilaku seseorang untuk tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hak-hak dan kewajiban dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

r. Pluralisme

Sikap dan tindakan yang mengakui, memahami dan menghargai perbedaan yang ada yang meliputi suku, ras, agama, gender, status sosial, status ekonomi, kondisi fisik, kemampuan akademis, bahasa.

(11)

C. Sikap Dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural

Sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat, atau pendirian seseorang dalam menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Sikap dikatakan ialah cara kita suka/ tidak suka terhadap sesuatu hal yang menentukan perilaku kita pada akhirnya (Azwar, 2010).

Pembelajaran bermuatan multikultural adalah pendidikan multikultural yang secara praktek diimplementasikan dan diintegrasikan dalam pembelajaran maupun kebijakan sekolah. Pengimplementasian konsep pendidikan multikultural secara efektif dalam sistem pembelajaran, sekolah harus memikirkan suatu strategi pendidikan/ persekolahan yang memperhatikan seluruh aspek pendidikan, yaitu kebijakan sekolah, kultur sekolah, ciri khas belajar suatu sekolah, bahasa dan dialek suatu sekolah, program konseling/ penyuluhan, prosedur penilaian, materi pengajaran, kurikulum dan mata pelajaran formal yang berhubungan dengan staf sekolah yaitu sikap, persepsi, juga perilaku (YPSIM, 2012).

Sikap dalam pembelajaran bermuatan multikultural adalah kecenderungan, pendapat, atau pendirian seseorang dalam menilai pembelajaran bermuatan multikultural. Sikap terdiri dari tiga komponen sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Dari segi komponen kognitif, terlihat sejauh mana individu memahami dan percaya dengan pembelajaran bermuatan multikultural. Individu ada yang memiliki pemahaman yang baik mengenai pembelajaran bermuatan multikultural namun ada juga yang kurang memahami pembelajaran bermuatan multikultural. Selain komponen kognitif, terdapat

(12)

komponen afektif. Komponen afektif itu berupa perasaan senang dan tidak senang atau setuju dan tidak setuju. Individu ada yang senang/ suka dengan pembelajaran bermuatan multikultural. Namun, ada yang tidak senang/ tidak suka dengan pembelajaran bermuatan multikultural. Komponen konatif berkaitan dengan kecenderungan berperilaku, kalau individu senang/ setuju maka kecenderungan berperilakunya mendukung/ sesuai dengan pembelajaran bermuatan multikultural, sebaliknya jika individu tidak senang/ tidak setuju maka kecenderungan berperilakunya kurang sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran bermuatan multikultural.

D. Kecerdasan Emosional

1. Definisi Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali diucapkan oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990 untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan khusus untuk membaca perasaan terdalam mereka yang melakukan kontak, dan menangani relasi secara efektif (Meyer, 2011). Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kecakapan emosional yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap. Di samping itu individu

(13)

juga mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah mengenali emosi orang lain dan penuh perhatian.

Dalam suatu permasalahan yang muncul, radar emosi atau fungsi otak limbik, atau otak emosional pada amygdale secara otomatis akan merespon. Namun, respon itu sering tidak terkendali. Pengendalian diri bertujuan agar posisi emosi selalu terjaga dalam posisi stabil dan inilah yang disebut kecerdasan emosional (Agustian, 2009)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah dasar-dasar pembentukan emosi yang mencakup serangkaian keterampilan atau kemampuan kompetensi, kecakapan non-kognitif seperti kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi untuk dapat mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika mengahadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat puas serta mampu mengatur suasana hati, mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional meliputi :

a. Faktor yang bersifat bawaan (genetik)

Faktor yang bersifat bawaan genetik misalnya temperamen. Ada 4 temperamen, yaitu penakut, pemberani, periang, pemurung. Anak yang penakut dan pemurung mempunyai sirkuit emosi yang lebih mudah dibangkitkan dibandingkan dengan sirkuit emosi yang dimiliki anak

(14)

pemberani dan periang. Temperamen atau pola emosi bawaan lainnya dapat dirubah sampai tingkat tertentu melalui pengalaman, terutama pengalaman pada masa kanak-kanak. Otak dapat dibentuk melalui pengalaman untuk dapat belajar membiasakan diri secara tepat (anak diberi kesempatan untuk menghadapi sendiri masalah yang ada, kemudian dibimbing menangani kekecewaannya sendiri dan mengendalikan dorongan hatinya dan berlatih empati.

b. Faktor yang berasal dari lingkungan

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi, dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar begaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita, bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung pada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perassaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada ratusan penelitian yang memperhatikan bahwa cara orang tua memperlakukan anak-anaknya entah dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang empatik, entah dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.

(15)

3. Komponen Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2006) kecerdasan emosional terdiri dari lima komponen utama yaitu :

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang wasapada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang

(16)

ditimbulkannya serta kemampuan utuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri

Kemampuan untuk bertahan dan terus menerus berusaha menemukan banyak cara demi mencapai tujuan. Ciri-ciri individu yang memiliki kemampuan ini adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam mengahadapi keadaan yang sulit, cukup terampil dan fleksibel dalam menemukan cara alternatif agar sasaran tercapai, serta cukup mampu memecahkan tugas yang berat menjadi tugas kecil yang mudah dijalankan. Individu yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e. Membina Hubungan Dengan Orang Lain

Mampu menangani emosi orang lain merupakan inti dari membina hubungan dengan orang lain yang merupakan salah satu aspek dari

(17)

kecerdasan emosi. Untuk mengatasi emosi orang lain dibutuhkan dua keterampilan emosi yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan ini, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan menjadi matang. Kemampuan seseorang seperti ini memungkinkan seseorang membentuk suatu hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan, mempengaruhi dan membuat orang lain merasa nyaman.

E. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Menurut Evans (Djojonegoro, 1999) mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang pekerjaan lain.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ialah suatu pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pada Undang-Undang SISDIKNAS tahun 2003, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Secara khusus SMK bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang produktif, mandiri, siap kerja sesuai dengan kompetensinya, dan mampu mengembangkan diri dengan baik. Kurikulum di SMK lebih banyak praktek daripada teori dibandingkan kurikulum SMA yang lebih banyak teori daripada praktek (YPSIM, 2012). Siswa SMK akan diberi teori dan praktek yg memiliki bobot yang sama besar karena lulusan SMK disiapkan untuk siap bekerja. Selama mereka sekolah, mereka diberi bekal

(18)

kemampuan berdasarkan jurusan yang mereka pilih dan ketika lulus, mereka telah siap bekerja atau berwirausaha.

Pada tahun ajaran 2013/2014 SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda memiliki tujuh kelas dengan dua jurusan, yaitu jurusan akuntansi dan jurusan multimedia. Jumlah murid kelas X sampai dengan kelas XII SMK YPSIM ialah 208 siswa. Kelas X Akuntansi A memiliki 28 siswa, kelas X Akuntansi B memiliki 26 siswa, dan kelas X Multimedia memiliki 30 siswa. Kelas XI Akuntansi memiliki 42 orang, kelas XI Multimedia memiliki 23 siswa, dan kelas XII Akuntansi A memiliki 30 siswa, kelas XII Akuntansi B memiliki 29 siswa.

Praktek pembelajaran siswa SMK di YPSIM, siswa dibimbing dan dituntut untuk mengetahui dan mampu menguasai tentang apa yang diajarkan dalam hal pelajarannya. Siswa diberi tugas dalam bentuk diskusi kelompok, untuk membahas soal-soal yang diberikan oleh guru. Dalam kegiatan ini siswa diarahkan untuk membentuk kelompok yang terdiri dari empat siswa dalam setiap kelompok yang berasal dari beraneka ragam suku, agama, ras, dan status sosial. Siswa diharapkan untuk menyelesaikan tugas secara bersama dan membantu siswa lain yang belum memiliki buku referensi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Nilai multikultural yang dimiliki oleh siswa adalah nilai peduli sosial, pluralisme, kesetaraan gender (YPSIM, 2012).

F. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran bermuatan multikultural di YPSIM

Pendidikan multikultural merupakan ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah merubah struktur

(19)

lembaga pendidikan agar siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi. Kegiatan pembelajaran bermuatan multikultural yang pasti akan terjadi interaksi antara dua atau lebih individu dan hal ini akan memicu munculnya sikap seseorang. Sikap bisa positif maupun negatif terhadap seseorang atau situasi. Ketika kita memiliki perasaan yang baik pada sesuatu kita cenderung memandangnya dengan sikap positif, namun apabila pikiran kita buruk terhadap sesuatu, kita cenderung memandangnya dengan sikap negatif pula. Jika kita terus menerus bersikap negatif pada seseorang atau situasi, emosi negatif akan menjadi kebal. Dalam hal ini, pemikiran positif sangat diperlukan untuk menjadi kekuatan dalam diri agar tidak terus menerus bersikap negatif dan inilah yang disebut sebagai kecerdasan emosional (Patton, 1997).

Siswa SMK YPSIM mengikuti pembelajaran bermuatan multikultural yang sesuai dengan 18 nilai dalam pembelajaran bermuatan multikultural yang dipraktekkan dalam setiap aspek pembelajaran, antara lain: nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif/mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, nasionalisme, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kesetaraan gender, dan pluralisme. Nilai-nilai dan indikator inilah yang menjadi acuan bagi setiap guru dalam merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus dalam pembelajarannya (YPSIM, 2012).

(20)

Dalam sistem pembelajaran bermuatan multikultural berdasarkan RPP yang dirancang di YPSIM, siswa SMK YPSIM pasti memiliki sikap positif pada pembelajaran bermuatan multikultural, namun ada juga siswa yang bersikap negatif. Salah satu alasan kuat mengapa siswa bersikap negatif terhadap pembelajaran bermuatan multikultural dikarenakan adanya perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut siswa untuk mengenali perasaan dirinya maupun orang lain. Kecerdasan emosional dibutuhkan oleh siswa, sebab siswa selalu berhubungan dengan siswa yang berbeda latar belakang budaya dan sifatnya. Kecerdasan emosional berpengaruh pada sikap, dalam mengelola sikap negatif menjadi positif, mengendalikan diri sendiri, memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap. Di samping itu individu juga mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah mengenali emosi orang lain. Kecerdasan emosional adalah matematikanya relasi manusia. Koreksi atas kesalahan diri sendiri saat terjadi kesalahan, dan memperhatikan perubahan sikap orang lain, maka hubungan antarmanusia pun meningkat secara gradual sehingga kehidupan menjadi mudah (Meyer, 2011).

G. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan di atas maka diajukan hipotesis yaitu ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan debt default terhadap penerimaan opini audit going concern pada

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu kinerja Keuangan yang diwakili dengan Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio (CR),

 Pilihlah kata kunci yang paling baik yang dapat mewakili topik yang dibahas dalam artikel tersebut..  Kata kunci penting dalam pengindeksan artikel dan dapat membantu

Berdasarkan pengujian dan analisis data tentang integrasi dan implikasi portofolio diversifikasi terdapat hubungan intergrasi dalam keseimbangan jangka panjang (kointegrasi)

Menurut Soekanto (2002), proses pembentukan lembaga kemasyarakatan yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah

Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Standar Biaya Masukan yang ditetapkan oleh pemimpin satuan kerja badan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)

Kuesioner yang dirancang ditujukan untuk memperoleh informasi mengenai 1) tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan responden terhadap 21 atribut kualitas website,

diantaranya adalah karena pemadatan tanah dasar Perkerasan yang kurang sempurna, "levelling" yang ^rang baik, kadar aspal yang tidak merata k.r.n,.. terjadi segregasi