• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PULSE OXYGEN PENDERITA NASKAH PUBLIKASI J PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI MUHAMMAD EDWIN HAFIIZH. Disusun oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PULSE OXYGEN PENDERITA NASKAH PUBLIKASI J PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI MUHAMMAD EDWIN HAFIIZH. Disusun oleh :"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEN

NDERITA

A PPOK

NASSKAH PUUBLIKASII

Disusun ooleh : PR F UNIVER MUHAM ROGRAM FAKULT RSITAS MU

MMAD EDWWIN HAFIIIZH J 120 1111 034

M STUDI SS1 FISIOTTERAPI AS ILMUU KESEHAATAN

UHAMMAADIYAH SURAKAARTA 20133

(2)
(3)

ABSTRAK

PROGRAM STUDI SARJANA FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SKRIPSI, 17 Juli 2013 Muhammad Edwin Hafiizh, Amd.Fis / J120111034

“PENGARUH PURSED-LIP BREATHING TERHADAP PENURUNAN RESPIRATORY RATE (RR) DAN PENINGKATAN PULSE OXYGEN SATURATION (SPO2) PADA PENDERITA PPOK”

V BAB, 30 Halaman, 1 Gambar, 4 Tabel.

(Dibimbing Oleh : Nur Masuki, M.Physio dan Isnaini Herawati, SSt. Ft, M.Sc)

Latar Belakang: Data WHO, menunjukkan bahwa pada tahun 2002 telah

menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) menurut Global Initiative For Chronic Obstructive

Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai oleh hambatan

aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Pursed Lip Breathing (PLB) merupakan teknik yang dapat gunakan untuk membantu bernapas lebih efektif, sehingga bernapas lebih mudah, pada tingkat yang lebih nyaman..

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh Pursed-Lip Breathing terhadap

penurunan respiratory rate (RR) dan peningkatan pulse oxygen saturation (SpO2)

pada penderita PPOK.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode time series dengan

menggunakan rancangan penelitian one group pre-test-post-test design. Tehnik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. Modalitas yang diberikan adalah Pursed Lip Breathing(PLB) dilakukan 1 kali dalam 3 hari, penelitian dilaksanakan selama 2 minggu. Pengukuran Respiratory Rate (RR) dengan inspeksi dan pengukuran Pulse Oksygen Saturation (SpO2) menggunakan

Pulse Oximeter. Uji data menggunakan whilcoxon tes.

Hasil Penelitian: Berdasarkan pengujian statistik didapatkan hasil nilai 0,007

untuk Respiratory rate(RR) dan nilai 0,004 untuk Pulsed Oxygen Saturation

(SpO2), dimana p < 0.05 yang berarti Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh

pemberian pursed-lip breathing (PLB) terhadap penurunan respiratory rate (RR) dan peningkatan Pulsed Oxygen Saturation (SpO2).

Kesimpulan: pemberian Pursed Lip Breathing (PLB) memberikan pengaruh

pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Kata Kunci: Penyakit Paru Obstruktif Kronik, PPOK, Pursed Lip Breathing,

(4)

PENDAHULUAN

Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (non-communicable disease). Perubahan ini dapat dilihat pada hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 dan Survey Kesehatan Nasional tahun 2000, dimana penyebab kematian tertinggi diantara orang dewasa adalah penyakit kardiovaskuler. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan dibidang kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Pada tahun 2001, sebanyak 54,1% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan pasif. Jumlah perokok yang beresiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara perokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka resiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) menurut Global Initiative For

Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai

oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respons inflamasi abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel gas yang berbahaya (GOLD, 2006). Faktor Risiko PPOK yaitu kebiasaan merokok, polusi udara, hiperaktiviti bronkus, riwayat

(5)

infeksi saluran nafas udara berulang, defisiensi alfa-1 antritipsin, nutrisi yang buruk dan occupational exposure. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang (Agustin & Yunus, 2008).

Pada PPOK, Frekuensi Pernapasan atau Respiratory Rate (RR) meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume alun napas yang kecil. Sedangkan Penurunan Pulsed Oksigen Saturation (SpO2) merupakan gejala hipoksemia dan hiperkapnia, disebabkan oleh gangguan ventilasi dan perfusi ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2008).

Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan kasus PPOK, salah satu nya yaitu dengan tehnik Pursed Lip Breathing (PLB). Pursed

Lip Breathing (PLB) merupakan teknik yang dapat gunakan untuk membantu

bernapas lebih efektif, yang memungkinkan untuk mendapatkan oksigen yang dibutuhkan. PLB melatih untuk mengeluarkan napas lebih lambat, sehingga bernapas lebih mudah, pada tingkat yang lebih nyaman, apakah sedang beristirahat atau bergerak (Tiep et al, 2005).

Dari penjelasan tersebut di atas, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengetahui dan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pursed Lip

Breathing (PLB) Terhadap Penurunan Respiratory Rate (RR) dan Peningkatan Pulse Oxygen Saturation (SpO2) pada penderita PPOK”.

LANDASAN TEORI

Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. (Price et al, 2006). Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara disaluran nafas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

(6)

Dalam “International Classification of Disease” yang telah diperbaharui (ICD 9), PPOK meliputi penyakit dengan nomor 491-496 antara lain: 491: Bronkitis Kronis, 492: emfisema, 493: asma bronkial dan 496: chronic airway

obtruction not otherwise specified (tambahan terhadap ICD yang lama). PPOK

dijabarkan sebagai keadaan klinik dengan rasio FEV1/FVC yang abnormal, yang

tidak reversibel sepenuhnya dengan bronkodilator dan dianggap sebagai keadaan yang terpisah dari asma bronkial (Alsagaff et al., 2008).

A. Faktor Risiko

1. Rokok, Polusi Udara, dan Bahan Kimia

Merokok merupakan faktor risiko utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) jangka panjang, serta penyakit lainnya. Penurunan di seluruh dunia pada merokok tembakau akan menghasilkan manfaat yang besar pada kesehatan dan penurunan prevalensi PPOK dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan merokok (PDPI, 2003; GOLD, 2007).

2. Faktor Genetik

Alfa1-antiprotease diperkirakan sangat penting sebagai perlindungan

terhadap protease yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dalam patogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakter, PMN, monosit, dan makrofag sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu memecah elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease, yang menghambat aktivitas protease. Penemuan ini berdasarkan studi pada sekelompok kecil pasien dengan defisiensi alfa1-antiprotease herediter. Sifat resesif langka ini paling sering terlihat pada individu asal Eropa Utara (GOLD,2006). Umumnya jarang terdapat di Indonesia (PDPI, 2003).

B. Patologi PPOK

Perubahan patologis di paru pada pasien dengan PPOK, ditemukan di saluran udara proksimal dan perifer, parenkim paru dan pembuluh darah. Perubahan-perubahan ini juga termasuk inflamasi kronik. Menghirup rokok dan partikel-partikel noxious lain akan menyebabkan inflamasi paru yang ditandai dengan meningkatnya jumlah neutrophils, macrophages, dan CD8+ lymphocytes

(7)

pada bagian tertentu dalam paru yang didasari oleh mediator, particularly

cytokines, chemokines, dna oxidants. Inflamasi yang abnormal ini merupakan

faktor risiko penyebab terjadinya PPOK (Bronkhitis Kronik dan Emfisema). Perubahan fisiologi ini menyebabkan hipersekresi mukus, keterbatasan aliran udara, hiperinflasi dan gangguan pertukaran udara dalam paru (GOLD, 2010).

1. Bronkitis Kronik

Bronkhitis Kronik adalah kelainan saluran nafas yang ditandai dengan batuk kronik berdahak kurang lebih selama 3 bulan dalam setahun atau dua tahun berturut-turut dan bukan disebabkan oleh penyakit lainnya (PDPI, 2003). Bronkhitis Kronik terjadi apabila terdapat batuk produktif yang persisten sedikitnya tiga bulan berturut-turut selama minimal dua tahun berurutan. Bronkhitis Kronik merupakan suatu definisi klinis yaitu betuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya tiga bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama dua tahun berturut-turut (GOLD, 2010).

2. Emfisema

Emfisema Paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolar yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema (PDPI, 2003).

1) Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.

2) Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.

3) Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.

C. Derajat PPOK

Pengaruh dari PPOK terhadap pasien tidak hanya tergatung dari derajat keterbatasan aliran udara saja, tetapi juga dari keparahan gejala-gejala (khususnya

(8)

sesak napas dan menurunnya kapasitas latihan) Klasifikasi derajat PPOK berdasarkan nilai FEV1 yang menggambarkan keterbatasan saluran udara dan

tingkat keparahan penyakit (GOLD, 2010). Derajat PPOK adalah :

a. Derajat I : Ringan/Mild COPD(FEV1 ؤ 80% of predicted value). Gejalanya batuk kronik dan produksi sputum tapi tidak selalu.

b. Derajat II : Sedang/Moderate COPD(50% أ FEV1 < 80% predicted). Gejalanya berupa nafas pendek, batuk dan terkadang ada produksi sputum.

c. Derajat III : Berat/Severe COPD(30% أ FEV1 < 50% predicted). Gejalanya napas sangat pendek, menurunnya kapasitas latihan, cepat lelah, dan exaserbasi berulang yang hampir selalu berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.

d. Derajat IV : Sangat Berat/Very severe COPD (FEV1 < 30% predicted or FEV1 < 50% predicted respyratory failure).

D. Tanda & Gejala PPOK

Efek dari PPOK pada tiap pasien berbeda tergantung derajat keparahan penyakit. Tanda dan gejala dapat berupa mudah lelah saat beraktifitas, penurunan saturasi oksigen, sesak nafas, batuk dan disertai sputum, frekuensi nafas yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, ekspirasi lebih lama dari inspirasi (GOLD, 2010).

E. Pemeriksaan PPOK

Diagnosis PPOK seperti juga banyak penyakit lain umumnya didisarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan sinar X, pemeriksaan faal paru dan pemeriksaan laboratorium patologi klinik.

F. Pursed Lip Breathing (PLB)

PLB bekerja untuk meningkatkan ekspirasi, baik dengan mewajibkan ekspirasi aktif dan berkepanjangan dan mencegah gagal napas. Subyek penelitian melakukan ekspirasi cukup aktif melalui bibir setengah terbuka mendorong tekanan ekspirasi mulut sekitar 5 cm H2O. Pada pasien dengan emfisema paru-paru parah dan kolaps tracheobronchial, volume akhir selama ekspirasi tenang meningkat, rata-rata, sebesar 20% dibandingkan dengan ekspirasi paksa. Hal ini

(9)

menunjukan bahwa ekspirasi tenang menyebabkan berkurangnya “perangkap udara” yang menghasilkan penurunan hiperinflasi.

Dibandingkan dengan pernapasan spontan, PLB mengurangi frekuensi pernafasan, sesak napas, dan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PCO2), dan meningkatkan volume tidal dan saturasi oksigen dalam kondisi istirahat. Beberapa pasien PPOK menggunakan teknik ini dengan sendirinya, sementara pasien lain tidak. Perubahan menit ventilasi dan pertukaran gas yang tidak signifikan berhubungan dengan pasien yang melaporkan peningkatan subjektif dari sensasi sesak napas. Pasien mengalami peningkatan lebih ditandai volume tidal dan penurunan frekuensi bernapas. Ingram dan Schilder mengidentifikasi, secara prospektif, delapan pasien yang mengalami penurunan sesak napas saat istirahat selama PLB dan tujuh pasien yang tidak.

G. Respiratory Rate atau frekuensi pernapasan (RR) pada PPOK

Respiratory Rate (RR) adalah jumlah napas yang dilakukan per menit.

Dalam keadaan istirahat, kecepatan pernapasan sekitar 15 kali per menit (Price et

al, 2006). Pada PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang dipengaruhi

konstraksi otot dan kekuatan otot pernapasan. Hilangnya daya elastis paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruktif jalan napas kronik yang mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang serta terdapat udara yang terjebak (air trapping). Air Trapping dalam keadaan lama menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi otot kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama pernapasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus-menerus sehingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume napas mengecil dan napas menjadi pendek sehingga menjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadang penderita. Frekuensi Pernapasan atau

Respiratory Rate (RR) meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume

alun napas yang kecil (Agustin & Yunus, 2008). Saturasi Oksigen/Pulse Oxygen

(10)

Faktor terpenting yang menentukan % saturasi Hb adalah PO2 darah, yang

berkaitan dengan konsentrasi O2 yang secara fisik larut dalam darah (Sherwood, 2012). Hipoksemia arteri atau penurunan saturasi oksigen selama latihan biasanya terjadi pada pasien dengan PPOK berat sebagai akibat dari efek penurunan tekanan oksigen vena, karena terganggunya perfusi dan ventilasi. (O’Donnell, 2001). Nilai SpO2 normal adalah 95% hingga 97% (Price et al, 2006).

Pada PPOK, Penurunan Pulsed Oksigen Saturation (SpO2) merupakan gejala hipoksemia dan hiperkapnia, disebabkan oleh gangguan ventilasi dan perfusi ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2008).

H. Pengaruh Pursed Lip Breathing (PLB) terhadap Respiratory Rate atau frekuensi pernapasan (RR) dan Saturasi Oksigen/Pulse Oxygen Saturation (SpO2) PPOK

PLB meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam arteri (PaO2), yang

menyebabkan penurunan tekanan terhadap kebutuhan oksigen dalam proses metabolisme tubuh, sehingga menyebabkan penurunan sesak nafas dan

Respiratory Rate (RR) atau frekuensi pernapasan (Spahija et al, 2005)( Gosselink,

2003)

Pursed Lip Breathing (PLB) juga dapat meningkatkan volume tidal dan

mengurangi gejala Air Trapping atau udara yang terjebak pada alveoli, mengurangi hiperinflasi, sehingga meningkatkan ventilasi dan perfusi, serta menurunkan tingkat kandungan PaCO2 dalam darah. Sejalan dengan penurunan

PaCO2, hal ini juga menyebabkan peningkatan Oksigen yang diikat oleh

Hemoglobin dan peningkatan kadar PaO2 (Spahija et al, 2005)( Gosselink, 2003).

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode time series dengan menggunakan rancangan penelitian one group pre-test-post-test design, dengan tujuan untuk mengetahui mengetahui pengaruh Pursed-Lip Breathing terhadap penurunan

respiratory rate (RR) dan peningkatan pulse oxygen saturation (SpO2) pada

penderita PPOK. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer yaitu dengan melakukan pencatatan data sebelum dan sesudah perlakuan.

(11)

Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan metode purposive sampling dengan alasan pasien yang diikut sertakan sebagai responden adalah pasien yang menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pursed Lip Breathing. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Respiratory Rate (RR) dan

Pulsed Oksygen Saturation (SpO2).

Karena sampel dalam penelitian ini berjumlah 11 orang (<30 orang) maka uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui pengaruh Pursed Lip Breathing terhadap penurunan Respiratory Rate (RR) dan Pulse Oksygen

Saturation (SpO2).

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan metode time series dengan rancangan penelitian one group pre and post test design. Sampel diperoleh di RS. PARU Dr.Ario Wirawan Salatiga yang memenuhi kriteria ekslusi-inklusi. Sehingga dalam penelitian ini didapatkan 11 responden yang mendapat latihan pursed-lip

breathing. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu mulai tanggal 30 Mei 2013

sampai 13 Juni 2013. Responden dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 11 orang. diketahui bahwa responden dalam penelitian ini terbagi dalam laki-laki dimana laki-laki sebanyak 11 responden (91%) dan perempuan yakni sebanyak 1 responden (9%).

Berdasarkan uji Wilxocom T-Test, diperoleh nilai signifikansi 0,007, karena nilai < 0,05 (0,007 < 0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan pemberian pursed-lip breathing terhadap penurunan respiratory rate (RR).

Berdasarkan uji Wilxocom T-Test, diperoleh nilai signifikansi 0,004, karena nilai signifikansi < 0,05 (0,004 < 0,05) artinya terdapat terdapat pengaruh yang signifikan pemberian pursed-lip breathing terhadap peningkatan pulse

oxygen saturation (SpO2).

Pursed-lip breathing (PLB) merupakan terapi latihan yang sering digunakan

(12)

rehabilitasi paru,  dengan tujuan meningkatkan  efisiensi  pernapasan  dan mengurangi sesak napas (Fregonezi et al, 2004).

Pada PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang dipengaruhi konstraksi otot dan kekuatan otot pernapasan. Hilangnya daya elastis paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruktif jalan napas kronik yang mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang serta terdapat udara yang terjebak (air trapping). Air Trapping dalam keadaan lama menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi otot kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama pernapasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus-menerus sehingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume napas mengecil dan napas menjadi pendek sehingga menjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadang penderita. Frekuensi Pernapasan atau

Respiratory Rate (RR) meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi volume

alun napas yang kecil (Agustin & Yunus, 2008).

Pursed Lip Breathing (PLB) meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam arteri (PaO2), yang menyebabkan penurunan tekanan terhadap kebutuhan oksigen

dalam proses metabolisme tubuh, sehingga menyebabkan penurunan sesak nafas dan Respiratory Rate (RR) atau frekuensi pernapasan (Spahija et al, 2005)(  Gosselink, 2003)

Hasil statistik didapatkan ada pengaruh pursed-lip breathing terhadap penurunan respiratory rate (RR) pada penderita PPOK.

Penurunan Pulsed Oksigen Saturation (SpO2) merupakan gejala hipoksemia

dan hiperkapnia, disebabkan oleh gangguan ventilasi dan perfusi ditambah hipoventilasi alveolar (Agustin & Yunus, 2008).

Hasil statistik didapatkan ada pengaruh pursed-lip breathing terhadap dan peningkatan pulse oxygen saturation (SpO2) pada penderita PPOK.

Dalam hal ini, Pursed Lip Breathing (PLB) dapat meningkatkan volume tidal dan mengurangi gejala Air Trapping atau udara yang terjebak pada alveoli, mengurangi hiperinflasi, sehingga meningkatkan ventilasi dan perfusi, serta

(13)

menurunkan tingkat kandungan PaCO2 dalam darah. Sejalan dengan penurunan

PaCO2, hal ini juga menyebabkan peningkatan Oksigen yang diikat oleh

Hemoglobin dan peningkatan kadar PaO2 (Spahija et al, 2005)( Gosselink, 2003).

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Peneliti tidak dapat mengendalikan aktivitas sehari-hari responden yang dapat memicu terjadinya sesak nafas yang merupakan gejala dari PPOK.

2. Peneliti tidak bisa mengontrol responden menggunakan obat atau alat lain yang mempengaruhi terjadinya penurunan respiratory rate (RR) dan post

oksigen saturation (SpO2) pada penderita PPOK.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori pada pembahasan ini

maka dapat disimpulkan yaitu adanya pengaruh pursed-lip breathing terhadap

penurunan respiratory rate (RR) dan peningkatan pulse oxygen saturation (SpO2)

pada penderita PPOK.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, seperti yang telah dikemukakan maka dapat disarankan dengan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bahwa pada penderita PPOK perlu melakukan latihan pursed-lip

breathing secara rutin dan teratur untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Untuk penelitian yang lebih baik maka perlu menggunakan metode penelitian eksperimen dengan kelompok kontrol. Penelitian juga disarankan ada kelompok pembanding dari latihan pursed-lip breathing yang diteliti dan waktu yang lebih banyak, dengan sehingga dapat diraih hasil yang luas dan lebih signifikan. Serta penambahan jumlah sampel yang diambil lebih banyak dari penelitian sebelumnya.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin A, Yunus F, Wiyono HW, Ratnawati A. 2009. Manfaat Rehabilitasi Paru

dalam Meningkatkan atau Mempertahankan Kapasitas Fungsional dan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik di RSUP Persahabatan. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi FKUI – SMF – Paru, RS Persahabatan.

Agustin H & Yunus F. 2008. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktrif

Kronik (PPOK). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi FKUI – SMF – Paru, RS Persahabatan.

Alsagaff H & Mukty AH (Ed). 2008. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kelima. Surabaya: Airlangga University Press.

Danusantoso H. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Edisi 2. Jakarta: EGC. Djojodibroto D. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Fregonezi, Resqueti, Rous. 2004. Review Article Pursed Lips Breathing. Arch

Bronconeumol 2004;40(6):279-82. Barcelona: Hospital de la Santa Creu i

Sant Pau.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2006. Global

Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstruktive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2007. Global

Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2010. Global

Strategy Fo The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstruktive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2011. Pocket Guide to

COPD Diagnosis, Management, And Prevention, 2011. NHLBI Publication.

Gosselink. 2003. Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation

Research and Development Vol.40, No.5, September/October 2003,

Supplement 2 pages 25-34.

Izadi-avanji FS & Adib-Hajbaghery M .2011. Effects of Pursed Lip Breathing on Ventilation and Activities of Daily Living in Patients with COPD .

WebmedCentral Rehabilitation 2011;2(4):WMC001904. ISSN 2046-1690.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit

(15)

Mohammad & Yousser. 2010. Clinical Use of Pulse Oximetry, Pocket Reference

2010.

O’Donnell, ED. 2001. Ventilatory limitations in chronic obstructive pulmonary disease. Med. Sci. Sports Exerc., Vol. 33, No. 7, Suppl., pp. S647–S655, 2001.

Onion KD (Ed) & Ringel E. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta: PT Indeks.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK): Pedoman Diangnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Price AS & Wilson ML. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, E/6, Vol.2. Jakarta: EGC.

Ramos EMC, Vanderlei LCM, Ramos D, Teixeira LM, Pitta F & Veloso M. 2009. Influence of pursed-lip breathing on heart rate variability and cardiorespiratory parameters in subjects with chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Rev Bras Fisioter, São Carlos, v. 13, n. 4, p. 288-93, July/Aug. ISSN 1413-3555

Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta: EGC. Spahija, Marchie, & Grassino. 2005. Effects of Imposed Pursed-Lips Breathing on

Respiratory Mechanics and Dyspnea at Rest and During Exercise in COPD.

Chest 2005;128;640-650 DOI 10.1378/chest.128.2.640.

Tiep, Petty TL & Burns, M. 2005. Essentials of Pulmonary Rehabilitation. A Pulmonary Education and Research Foundation publication.

Zielinski J & Bednarek M. 2006. Increasing COPD Awarness. Eur Respir J; vol 27 no.4 833–852

Referensi

Dokumen terkait

bank. Salah satu dasar hukum tersebut adalah berupa surat kuasa dari.. pemilik barang kepada pemohon kredit untuk menggunakan barang. miliknya sebagai jaminan kredit

1. Pd., Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kepala Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu

masonii belum terdifferensiasi secara morfologi dikarenakan belum ada karakter morfologi yang benar-benar berbeda pada setiap populasi, dan hubungan kekerabatan

Laporan akhir ini membahas penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI)

Fungsi atau pemetaan satu-satu dari himpunan A ke himpunan B adalah memasangan setiap anggota himpunan A tepat satu ke anggota himpunan B, atau sebaliknya.. Setiap relasi

Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-masing produk mempunyai

Rahmaniah Ginting dan Sri Pratiwi, &#34;Analisis Literasi Media Televisi dalam Keluarga (Studi Dekriptif Pendampinga n Anak Saat Menonton Televisi Di SD Islam Al

Hampir dapat ditemui dalam setiap organisasi, masyarakat dan kelompok lainnya hubungan anak-anak dengan orang dewasa adalah merupakan hubungan yang asimetris, tidak seimbang,