• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR. A. Kajian Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR. A. Kajian Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian Teori

1. Kajian Geografi

a. Pengertian Geografi

Ferdinand Von Richthofen (1833-1905) dalam Suharyanto dan Moch Amien (1994:13) mengatakan bahwa geografi adalah ilmu yang mempelajari gejala dan sifat-sifat permukaan bumi dan penduduknya, disusun menurut letaknya, dan menerangkan baik tentang terdapatnya gejala-gejala dan sifat-sifat tersebut secara bersama maupun tentang hubungan timbal balik gejala-gejala dan sifat-sifat itu.

Berdasarkan hasil seminar lokakarya yang dilakukan di Semarang tahun 1988, geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfera dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan (Nursid Sumaatmadja, 1981: 11)

b. Ruang Lingkup dan Prinsip Geografi

Ruang lingkup studi geografi, menurut Rhoad Murphey dalam Suparmini dan Bambang Syaeful Hadi (2008: 14) menyatakan bahwa ruang lingkup studi geografi sangatlah luas, ada 3 hal utama yang diperhatikan, yaitu:

1) The distribution and relationship of man kind over the earth and the spatial aspect of human settlement and the use of the earth.

(2)

16 2) The interrelationship between society and the physical

environment part of study of areal differences.

3) The regional framework and the analysis of specific region.

Uraian diatas menunjukkan secara jelas ruang lingkup geografi. Ruang lingkup geografi mengungkapkan bahwa aspek alam dan aspek manusia tidak dapat dipisahkan.

Geografi dalam menelaah suatu fenomena menggunakan beberapa prinsip yang disebut prinsip geografi. Prinsip ini menjadi dasar uraian, pengkajian dan pengukuran gejala , factor dan masalah geografi. Menurut Nursid sumaadmadja (1981:42-43), empat prinsip geografi tersebut antara lain”

1) Prinsip Penyebaran

prinsip penyebaran digunakan untuk mengungkap hubungan satu sama lain dengan memperhatikan dan menggambarkan berbagai gejala dari fakta dalam suatu wilayah yang penyebarannya tidak merata dari suatu wilayah ke wilayah lain. Pada penelitian ini prinsip penyebaran digunakan untuk mengungkapkan perbedaan dan persamaan keruangan sehingga akan memudahkan peneliti untuk mengetahui variasi aktivitas ekonomi dan sosial yang terjadi di daerah penelitian .

(3)

17 2) Prinsip Interelasi

Prinsip interelasi ini mengungkap hubungan antara faktor fisis dengan faktor fisis, faktor manusia dengan faktor manusia, dan antara faktor fisis dengan faktor manusia. Penggunaan prinsip interelasi akan memudahkan peneliti untuk mengetahui hubungan keadaan lingkungan dengan tempat tinggal penduduk lanjut usia dengan variasi aktivitas ekonomi dan sosial di daerah penelitian.

3) Prinsip Deskriptif

Prinsip deskriptif merupakan suatu prinsip yang memberikan gambaran lebih jauh tentang gejala dan masalah yang dipelajari atau diteliti. Selain menggunakan kata-kata dan peta prinsip ini dapat dilaksanakan melalui diagram,grafik dan tabel.

Pada penelitian prinsip deskripsi digunakan untuk mendeskripsikan gejala yang ada di lokasi penelitian serta menggambarkan kondisi fisik dan non fisik daerah penelitian baik menggunakan kata-kata, peta, diagram dan tabel.

4) Prinsip Korologi

Prinsip korologi merupakan prinsip yang bersifat komprehensif. Dimana mengkaji suatu gejala fakta

(4)

18 maupun masalah di suatu tempat dikaji meliputi sebarannya, interaksinya, maupun integrasi pada ruang tertentu, karena ruang itu akan memberikan karakteristik pada kesatuan gejala tersebut. Pada penelitian ini prinsip korologi dapat digunakan untuk mengungkapkan karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya.

c. Pendekatan Geografi

Geografi mempunyai sudut pandang sendiri dalam mengkaji fenomena. Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, (1991:12) mengemukakan bahwa dalam geografi terpadu (integrated geography) untuk mendekati atau menghampiri masalah dalam geografi digunakan bermacam-macam pendekatan atau hampiran (approach) yaitu pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological analysis) dan analisa kompleks wilayah (regional analysis).

Penelitian ini mengenai ”Aktivitas Ekonomi dan Sosial Penduduk Lanjut Usia di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul” menggunakan pendekatan keruangan (Spatial Approach), dengan melihat aktivitas manusia dalam suatu ruang. Pendekatan keruangan digunakan untuk mempelajari perbedaan lokasi tentang sifat-sifat penting dari fenomena geografis, dalam pendekatan keruangan pokok perhatinnya terletak pada penyebaran fenomena

(5)

19 geografis dalam ruang,apakah hal itu telah dimanfaatkan atau belum dimanfaatkan (Bintarto dan Surastopo Hardikusumo, 1991:12)

Pendekatan yang termasuk pendekatan keruangan yaitu pendekatan topik, pendekatan aktivitas manusia, dan pendekatan regional. Pengungkapan aktivitas lansia ini ditinjau dari penyebaran, interelasi, dan deskripsi dari gejala penyebaran sehingga dapat dibedakan karakteristik dan aktivitas ekonomi maupun sosial lansia di daerah penelitian.

d. Konsep Geografi

Berdasarkan hasil seminar dan lokakarya di Semarang pada tahun 1988 dalam Suharyanto dan Moch. Amien (1994:26-35), terdapat 10 konsep geografi, adapun dalam penelitian ini digunakan 5 konsep geografi yaitu:

1) Lokasi

Konsep lokasi merupakan konsep yang utama dan menjadi ciri khusus ilmu geografi dan merupakan jawaban atas pertanyaan pertama yakni “dimana?”. Lokasi dibedakan menjadi dua yaitu lokasi relative dan lokasi absolute.

Lokasi relative dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan daerah sekitar. Sedangkan lokasi absolute menunjukkan letak yang tepat terhadap system grid atau

(6)

20 kisi-kisi koordinat. Dalam penentuan lokasi absolute muka bumi digunakan system koordinat garis lintang dan garis bujur yang telah disepakati bersama dan derajatnya dihitung dari garis ekuator (untuk garis lintang) dan garis meridian yang melalui kota Greenwich (meridian nol untuk garis bujur). Konsep lokasi digunakan untuk menjelaskan lokasi penelitian yaitu keberadaan penduduk lansia di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul yang dilihat dari letak absolute dan relative.

2) Jarak

Jarak merupakan faktor pembatas yang bersifat alami, dan bersifat relatif terhadap kemajuan kehidupan dan teknologi. Konsep jarak berkaitan erat dengan konsep lokasi dan upaya pemenuhan atau keperluan pokok kehidupan. Konsep jarak membahas lokasi suatu wilayah dibandingkan wilayah lain dalam hal aksesibilitasnya semakin maju aksesibilitas suatu wilayah maka semakin mudah wilayah tersebut berkembang dan akan berdampak terhadap kemajuan ekonomi dan keberagaman jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh penduduk lansia. Jarak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jarak Kecamatan Sanden dengan Ibu Kota Kabupaten/Kotamadya, dan Ibu Kota Provinsi.

(7)

21 3) Pola

Konsep pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran fenomena dalam ruang di muka bumi, baik fenomena alami (aliran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah, curah hujan,) ataupun fenomena sosial budaya (permukiman, persebaran penduduk, pendapatan, mata pencaharian, jenis rumah tempat tinggal dan sebagainya). Konsep pola digunakan untuk mengetahui fenomena sosial lansia di setiap kelurahan Kecamatan Sanden yakni seperti mengetahui pendapatan dan variasi mata pencaharian lansia di daerah yang bersifat Urban dan Rural. Konsep pola yang lain dalam penelitian ini adalah pola interaksi lansia antara keluarga dan masyarakat sekitar.

4) Keterkaitan keruangan

Keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan menunjukkan derajat persebaran suatu fenomena dengan fenomena yang lain disuatu tempat atau ruang, baik yang menyangkut fenomena alam, tumbuhan, atau kehidupan sosial. Keterkaitan keruangan dalam penelitian ini mengaitkan antara umur dan jenis kelamin dengan kerakteristik lansia yang tinggal di daerah bersifat urban/rural terhadap tingkat aktivitas ekonomi dan sosial lansia.

(8)

22 5) Aglomerasi

Konsep aglomerasi merupakan kecenderungan persebaran yang bersifat mengelompok pada suatu wilayah yang relatif sempit yang paling menguntungkan baik mengingat kesejenisan gejala maupun adanya faktor-faktor umum yang menguntungkan. Pada masyarakat perdesaan yang masih agraris, penduduk cenderung menggerombol di tanah datar yang subur dan membentuk pedukuhan atau perdesaan. Kaitan konsep aglomerasi dengan penelitian ini adalah pengelompokan lansia di 4 Desa yang ada di Kecamatan Sanden yang dapat berwujud sebagai organisasi sosial di masyarakat.

2. Kajian Geografi Manusia

Geografi manusia merupakan cabang ilmu geografi, dimana obyek pokoknya adalah manusia yang menekankan studinya kepada aspek keruangan dilihat dari karakteristik penduduk, organisasi sosial, unsur kebudayaan dan kemasyarakatan. Geografi manusia terbagi atas beberapa cabang meliputi geografi penduduk, geografi ekonomi, geografi politik, geografi permukiman dan geografi sosial (Nursid Sumaatmadja, 1981:53-54)

3. Kajian Geografi Sosial

Bintarto (1977: 15) menyatakan geografi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tata-laku manusia dalam lingkungan

(9)

23 totalnya. Kedudukan geografi sosial dalam studi geografi non-fisik disebut antropogeografi, berfokus sebagai studi sosial mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan wilayahnya dan manusia lainnya. Menurut Bintarto (1968) dalam Eva Banowati (2013: 4-6) geografi sosial adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara penduduk dengan keadaan alam serta aktivitas dan usaha dalam menyesuaikan dan menguasai keadaan alam demi kemakmuran dan kesejahteraan. Konsekuensi tindakan diawali masa beradaptasi, memanfaatkan, dan menguasai.

Geografi Sosial membantu peneliti dalam mengkaji adaptasi lansia terhadap keadaan sekitarnya (daerah Urban dan Rural) sehingga dapat mempengaruhi jenis aktivitas ekonomi maupun aktivitas sosial yang dilakukan oleh lansia .

4. Kajian Geografi Penduduk

Geografi penduduk secara khusus menelaah tentang aspek geografis dari kependudukan yang berkenaan dengan manusia sebagai penduduk suatu wilayah, menjadi bahan interpretasi dan analisa geografi penduduk (Nursid Sumaadmadja, 1981:54)

Menurut Clarke dalam Daldjoeni (1997:41), geografi penduduk “is concerned with demonstrating how spatial variations in the distribution, composition, migrations and growth of populations are related to spatial variation in the nature of places”

(10)

24 Pada penelitian ini yang menjadi fokus obyek utamanya adalah manusia (penduduk lanjut usia), yang berkaitan dengan aktivitas manusia meliputi aktivitas ekonomi dan sosial.

5. Kajian Penduduk lanjut Usia

a. Pengertian Penduduk Lanjut Usia 1) Pengertian Penduduk

Menurut Badan Pusat Statistik (http://bps.go.id) yang dimaksut penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap.

2) Pengertian Lanjut Usia

Menurut undang-undang RI nomer 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang berusia diatas 60 tahun. Lanjut usia adalah sesorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak mampu berperan secara aktif dalam pembangunan.

Farida Hanum (2008:22) menyatakan bahwa dinegara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Australia, Swedia dan beberapa negara Eropa lainnya yang angka harapan hidupnya lebih tinggi dari

(11)

25 negara-negara berkembang, menggunakan batasan usia 65 tahun keatas sebagai batasan seseorang dikatakan sebagai lanjut usia. Menurut undang-undang No.13 tahun 1998 terdapat dua kelompok lanjut usia (lansia), yakni :

a) Lanjut usia potensial

Lanjut usia potensial adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas tetapi masih memiliki kemampuan fisik, intelektual dan emosional serta sosial yang dapat didayagunakan untuk mampu memenuhi kemampuan hidupnya.

b) Lanjut usia tidak potensial

Lanjut usia tidak potensial adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas tetapi memiliki keterbatasan kemampuan fisik, intelektual dan emosional serta sosial yang dapat mengganggu interaksi sosialnya dan pemenuhan kebutuhan hidupnya, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menjadi tua (aging) merupakan proses biologis yang terus dialami seorang individu dari sejak ia dilahirkan, sedangkan lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan tersebut. Pada tahap ini terjadi perubahan baik dalam segi fisik dan psikologis.

(12)

26 Gejala penuan tersebut sangat beragam antara individu satu dengan yang lainnya. Berdasarkan aktivitas lansia, Munandar (1986) dalam Farida Hanum (2008:24) membedakan masa hidup manusia usia 40 tahun keatas menjadi tiga masa yaitu:

(1) Masa viritas (45-54 tahun), ialah masa pertengahan dimana seorang individu mencapai kematangan penuh, tercapainya puncak prestasi sekaligus harus mampu menghayati keterbatasan eksistensinya. Pada masa ini rasa tanggung jawab meningkat dan kepribadian menjadi lebih matang.

(2) Masa preseneum(55-64 tahun), ialah masa pelbagai aktivitas berangsur-angsur sudah mulai dikurangi dan harus bersedia melepaskan sesuatu atau prestasi yang telah dicapainya. Pada masa ini biasanya mulai terjadi konflik, terutama bagi mereka yang tidak mampu melepaskan prestasi yang telah dicapainya. (3) Masa senectus (65 tahun keatas), ialah fase

terakhir dari hidup. Dimana hidup menjadi lebih kosong dan sunyi. Anak-anak meninggalkan

(13)

27 rumah dan membentuk keluarga sendiri dan teman teman banyak yang telah tiada.

b. Karakteristik Penduduk Lanjut Usia 1) Karakteristik Demografi

a) Umur

Umur merupakan rentang kehidupan yang diukur dengan satuan tahun. Diukur mulai dari saat dilahirkan (ulang tahun pertama) hingga ulang tahun terakhir.

Statistik lanjut usia DI Yogyakarta membagi lansia menjadi 3 kategori yakni:

(1) Lansia muda (usia 60-69 tahun) (2) Lansia menegah (usia 70-79 tahun) (3) Lansia tua (usia >80 tahun)

Berdasarkan kelompok umur, lansia di DIY yang bekerja sebagian besar pada kelompok umur lansia muda yakni antara 60-69 tahun (BPS DIY, 2010:41). b) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Mansour Fakih, 1999:7-8). Jenis kelamin bersifat permanen

(14)

28 (merupakan ketentuan biologis) dan merupakan kodrad Tuhan.

Penduduk lanjut usia perempuan di Indonesia, khususnya di DIY jumlahnya lebih banyak daripada penduduk lanjut usia laki-laki. Hal ini disebabkan oleh harapan hidup penduduk lanjut usia perempuan lebih tinggi daripada penduduk lanjut usia laki-laki sehingga terjadi perbedaan jumlah.

c) Status perkawinan

Masri Singarimbun (1996:239) mengatakan bahwa perkawinan adalah salah satu lembaga yang amat penting bagi manusia, melalui perkawinan inilah terbentuk keluarga, yakni salah satu unit sosial yang terpenting di masyarakat. Terjadi suatu hal cukup mencolok tentang status perkawinan laki-laki dan perempuan setelah berusia lanjut. Proporsi lanjut usia janda lebih besar jumlahnya daripada lanjut usia duda. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya harapan hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, usia kawin laki-laki biasanya lebih tinggi dari perempuan, dan seorang duda lebih besar kemungkinannya untuk kawin lagi daripada seorang janda (Masri Singarimbun, 1996:189-190)

(15)

29 d) Status dalam rumah tangga

Kecenderungan struktur keluarga saat ini yaitu membentuk keluarga inti, hal ini akan mempengaruhi kecenderungan lanjut usia untuk memenuhi kehidupannya sendiri. Pada struktur keluarga inti biasanya lanjut usia masih berperan menjadi kepala rumah tangga, sehingga mengakibatkan ia memiliki beban dan tanggung jawab terhadap keluarganya, baik tanggung jawab sosial maupun ekonomi (Farida Hanum, 2008:39).

Menurut Badan Pusat Statistik DIY (2012: 35) penduduk lansia di DI Yogyakarta masih banyak yang berperan sebagai kepala rumah tangga, pada tahun 2012 sebanyak 61,11% lansia berperan menjadi kepala rumah tangga sedangkan yang berperan sebagai anggota rumah tangga sebanyak 38,89%. Hasil Studi BPS tentang lanjut usia 2012 menyatakan bahwa tingginya lanjut usia sebagai kepala rumah tangga karena: (a) lansia masih dituakan sehingga dianggap sebagai kepala rumah tangga, (b) lansia masih menjadi tulang punggung keluarga, dan (c) rumah yang ditempati milik lansia (BPS,2012:37). Peran keanggotaan dalam rumah tangga dipengaruhi

(16)

30 oleh perbedaan jenis kelamin. Terdapat perbedaan antara lansia laki-laki dan perempuan sebagai kepala rumah tangga. Pada tahun 2012, persentase lansia laki-laki yang berperan sebagai kepala rumah tangga sebesar 89,80%, sedangkan lansia perempuan sebesar 36,70%. Pola tentang jumlah besarnya lansia yang berperan sebagai kepala rumah tangga tersebut juga berlaku baik didaerah perkotaan dan perdesaan.

e) Jumlah anak

Orang tua zaman dahulu menganggap banyak anak banyak rezeki. Ungkapan itu beralasan bahwa jika nanti anaknya sudah besar dan sudah mapan, maka beliau akan mendapatkan hasil dari anak-anaknya tersebut. Maka tidak jarang jika saat ini banyak dijumpai lansia yang mempunyai banyak anak. Jumlah anak juga berpengaruh teradap alasan dari lansia masih bekerja khususnya jika anak tersebut masih menjadi tanggungannya.

2) Karakteristik Sosial a) Pendidikan

Penduduk lanjut usia yang masih hidup saat ini merupakan lanjut usia yang lahir sekitar tahun 1950an dimana pada saat tersebut di Indonesia terjadi

(17)

31 fenomena baby boom, angka kelahiran pada saat itu meningkat pesat. Salah satu yang melatarbelakangi adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang semakin baik. Namun pada saat itu fasilitas pendidikan di Indonesia masih kurang sehingga untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik dan berkualitas masih dirasa sulit dibandingkan dengan masa sekarang. Hal tersebut berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan lanjut usia pada saat ini. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seorang lanjut usia untuk tetap bekerja atau tidak. Berdasarkan penelitian Moch. Affandi (2009:106), semakin tinggi tingkat pendidikan lanjut usia maka persentase lanjut usia yang bekerja cenderung semakin rendah. Dari 1288 lanjut usia yang bekerja, lebih dari 85 persen lanjut usia tidak sekolah sampai tamat SD, hanya kurang dari 2 persen lanjut usia yang bekerja mempunyai tingkat pendidikan diploma/universitas. Secara keseluruhan hampir setengah dari jumlah lansia (49%) berstatus tidak sekolah.

(18)

32 b) Kondisi Fisik dan Kesehatan Lansia

Lanjut usia merupakan proses berkelanjutan dalam kehidupan, yang ditandai dengan perubahan kondisi kearah penurunan terutama pada aspek fisik dan kesehatan. Memburuknya kesehatan dan ketidakmampuan fisik ini berkitan dengan faktor psikologis (Siti Partini, 2004:6).

Penurunan fungsi tubuh lanjut usia dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, penurunan fungsi tubuh secara anatomis sehingga terjadi penyakit osteoporosis dan pengecilan otot. Kedua, penurunan fisiologis yang menyebabkan berkurangnya kelenturan sendi dan penurunan biokemis menyebabkan peningkatan kadar kolesterol, penurunan berbagai enzim dan penghantar saraf. Penurunan fungsi tubuh pada lansia tersebut juga akan sejalan dengan penurunan organ-organ tubuh lain pada lansia seperti penurunan kemampuan sensori yaitu pada organ pendengaran, penglihatan, sensitivitas pada indra perasa, indra penciuman dan indra peraba. Ketiga, penurunan produksi hormone tyroid yang diproduksi oleh kelenjar gondok yang mempengaruhi pengaturan suhu badan pada para lanjut usia. Pada lanjut usia juga terjadi penurunan

(19)

33 produksi hormon hypofise yang menyebabkan kulit menjadi keriput dan rambut beruban.

c) Status tempat tinggal lansia

Lansia mengalami penurunan kondisi tubuh secara fisik dan psikologis, dari segi psikologis lansia menjadi mudah lupa, mengalami rasa kesepian dan sebagainya. Apalagi jika lansia telah kehilangan pekerjaannya, berkurangnya peranan dalam keluarga atau masyarakat, atau kondisi ekonomi lansia buruk. Penduduk lansia yang tidak mempersiapkan masa tuanya sejak dini, memiliki potensi menjadi beban keluarga dan masyarakat jika dibiarkan hidup sendiri. Keadaan tersebut tentunya membutuhkan perhatian lebih dari keluarga agar lansia tak hanya berumur panjang, tetapi dapat memiliki masa tua yang berkualitas dan bahagia.

Status tinggal bersama dalam satu rumah tangga memperlihatkan bagaimana dukungan keluarga dan lingkungan terhadap lansia itu sendiri. Tinggal bersama dapat memberikan rasa aman dan nyaman, selain itu juga memberikan jaminan akan adanya perawatan terhadap lansia jika hal tersebut dibutuhkan. Ditambah dengan pandangan masyarakat

(20)

34 tradisional di Indonesia, bahwa penduduk lansia menduduki kelas sosial yang tinggi, yang harus dihormati oleh masyarakat yang usianya lebih muda. Hal tersebut menyebabkan adanya sifat balas budi anak-anak lansia untuk merawat dan menjaga orangtua mereka di masa tuanya.

Berdasarkan data Statistik Penduduk Lansia (2012:40-41), sebagian besar lansia masih tinggal bersama dalam rumah tangga bersama dengan keluarga dan tiga generasi. Jika dilihat menurut tipe daerah baik di perkotaan atau di pedesaan memiliki pola yang relatif sama, namun jika dibandingkan antara perkotaan dan perdesaan, maka yang tinggal dengan tiga generasi relatif berimbang. Lansia yang tinggal dengan keluarga di daerah perkotaan (46,15%) lebih banyak jika dibandingkan di perdesaan (41,03%), sebaliknya untuk lansia yang tinggal sendiri, di pedesaan (11,23%) lebih banyak jika dibandingkan di perkotaan (8,79%).

3) Karakteristik Ekonomi a) Santunan

Di negara-negara ASEAN, keluarga masih merupakan sumber utama bantuan keuangan

(21)

35 penduduk lansia (Farida Hanum, 2008:164). Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat kolektif dan mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi, khususnya sesama anggota keluarga. Dalam keluarga ini biasanya yang muda (tenaga produktif) menanggung biaya kebutuhan keluarga terutama lansia dan anak-anak (Farida Hanum, 2008:163).

Dalam falsafah ”banyak anak banyak rezeki” terdapat makna bahwa anak adalah aset keluarga. Bila kelak orang tua sudah memasuki usia uzur dan tidak lagi produktif dalam menafkahi dirinya sendiri, maka adalah kewajiban anak untuk turut serta membantu dan mengurus keperluan hidup mereka. Lansia pada keluarga yang menganut paham anak adalah sandaran dihari tua, umumnya memasrahkan dirinya kepada kebijaksanaan anak-anak dalam mengurus mereka. selain keluarga.

b) Pendapatan non kerja

Pendapatan non kerja merupakan uang yang dihasilkan atau didapat oleh lansia tanpa bekerja. Pendapatan non kerja tersebut dapat berupa hasil dari menyewakan rumah, lahan, bunga tabungan/deposito dan dana pensiun. Pendapatan non kerja dapat

(22)

36 mempengaruhi keputusan lansia untuk masuk dalam sektor publik atau tidak.

c. Aktivitas Lanjut Usia 1) Aktivitas Ekonomi

Bekerjanya para lansia dihari tua disebabkan oleh dua alasan. Pertama, adanya kebutuhan ekonomi yang mendesak. Kedua, adanya faktor psikologis akibat kebutuhan akan aktualisasi diri. Bila dilihat dari faktor ekonomi, tingginya partisipasi lansia dalam aktivitas ekonomi (mencari penghasilan) sangat terkait dengan besarnya tanggung jawab mereka dalam menunjang kehidupan rumah tangga. Tanggung jawab tersebut berhubungan erat dengan status lansia sebagai kepala rumah tangga dan struktur rumah tangga (Farida Hanum, 2008:39). Kecenderungan struktur keluarga saat ini yaitu membentuk keluarga inti. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kecenderungan lansia untuk memenuhi kehidupannya sendiri. Penduduk lansia yang berstatus sebagai kepala rumah tangga akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada mereka yang berstatus sebagai anggota rumah tangga dan memaksa mereka untuk tetap bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Menurut Farida Hanum (2008:169) tingginya keterlibatan penduduk lansia di

(23)

37 Indonesia dalam aktivitas ekonomi saat ini terutama di perdesaan menunjukkan adanya kecenderungan pemenuhan kebutuhan dan aktualisasi diri.

Menurut Endang Ediastuti (1995:3), aktivitas ekonomi secara garis besar dibagi menjadi tiga sektor, yaitu sektor pertanian, industri dan sektor jasa. Adapun aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh lansia di Kecamatan Sanden mengarah pada sektor yang tidak membutuhkan modal yang besar dan mengandalkan lingkungan.

2) Aktivitas Sosial

Help Age International (2000), mencatat bahwa setengah dari lansia didunia menghabiskan waktunya untuk melakukan aktivitas yang tidak memiliki nilai ekonomi, seperti merawat cucu, jual beli dan aktivitas pertanian skala kecil (berkebun).

Lansia masih melakukan aktivitas, baik yang memiliki nilai ekonomi maupun tidak. Hal tersebut di latar belakangi oleh berbagai faktor. Terdapat beberapa pandangan tentang aktivitas pada lanjut usia, diantaranya pandangan bahwa pada masa lanjut usia akan terjadi bebarapa penurunan baik dari segi fisik maupun psikis. Namun berkat kemajuan taraf hidup

(24)

38 dan kesehatan, zaman sekarang usia lanjut tidak lantas mengalami kemunduran total dan masih banyak lansia yang masih aktif dalam berbagai aktivitas.

Pada dasarnya terdapat teori tentang aktivitas lansia, salah satunya yakni teori aktivitas (Activity theory), Teori ini menyatakan bahwa semakin tua seseorang maka akan semakin memelihara interaksi sosial, fisik dan emosionalnya. Menurut teori aktivitas (activity theory) dengan memilihara interaksi sosial, fisik, dan emosional tadi membuat kemungkinan mereka menjadi renta semakin kecil dan semakin besar kemungkinan mereka merasa puas dengan hidupnya (Padila, 2013:9). Hal ini senada dengan hasil penelitian Haditono dkk (1983) dalam Farida Hanum (2008:169) mengenai aktivitas lansia dalam hubungannya dengan kebahagiaan, menemukan bahwa lansia masih menyukai pelbagai aktivitas dalam berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat, sehingga pandangan umum bahwa lansia sudah tidak mempunyai kebutuhan apa-apa kecuali ketenangan adalah tidak benar. Adanya interaksi sosial antara lansia dengan keluarga dan masyarakat akan menghindarkan lansia dari perasaan

(25)

39 kesepian dan diabaikan. Kesepian yang dialami usia lanjut lebih terkait dengan berkurangnya kontak sosial, absennya atau berkurangnya peran sosial termasuk dengan anggota keluarga (Siti Partini Suardiman, 2011: 116-117).

B. Penelitian Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain : No Judul Aktivitas Produktif Penduduk Lanjut

Usia: Studi Kasus pada dua desa di Kabupaten Badung Bali.

1 Penulis I Gusti Wayan Murjana Instansi/Tahun

terbit

UGM/2000

Tujuan a. Bagaimana keterlibatan penduduk lansia dalam aktivitas produktif dan faktor apa yang dominan menentukan status kerja penduduk lansia, baik di pedesaan maupun di perkotaan?

b. Bagaimana intensitas kerja penduduk lansia dan dari berbagai faktor sosial demografi, ekonomi, psikologi dan budaya , variabel mana yang dominan menentukan variasi intensitas kerja tersebut, baik untuk lansia di pedesaan dan lansia di perkotaan?

c. Pekerjaan apa saja yang ditekuni penduduk lansia. Bagaimana kaitannya pekerjaan tersebut dengan pekerjaan mereka di usia utama (15-54 tahun)?. Atau bagaimana pola pergeseran pekerjaan penduduk lansia? apakah ada perbedaan pola pergeseran pekerjaan antara penduduk lansia laki-laki dan perempuan, dan antara lansia di kota dan di desa? d. Seberapa besar pendapatan yang

diperoleh penduduk lansia dari aktivitas produktif dan faktor apa saja yang dominan menentukan variasi

(26)

40 pendapatan tersebut. Selain pendapatan dari hasil kerja, penduduk lansia juga memperoleh bantuan dari sumber lain, khusunya dari anak/cucu. Seberapa besar peran bantuan anak/cucu tersebut terhadap penerimaan total penduduk lansia, baik di desa maupun di kota?

e. Dengan memiliki pendapatan sendiri, bagaimana kemandirian finansial penduduk lansia dalam rumah tangga, khusunya apabila dikaitkan dengan besarnya rata-rata pengeluaran perkapita rumah tangga? Seberapa besar kontribusi pendapatan tersebut terhadap pendapatan rumah tangga, baik di pedesaan maupun diperkotaan? Hasil penelitian a. Bekerja atau tidaknya penduduk lansia

dominan ditentukan oleh keinginan lansia untuk membantu ekonomi rumah tangga dan didukung oleh kondisi fisik serta keinginan melakukan kebajikan. Status kerja penduduk lansia berbeda antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan persentase penduduk penduduk lansia yang bekerja jauh lebih banyak daripada di perkotaan. Ketersediaan lapangan pekerjaan khususnya pertanian di pedesaan lebih memungkinkan bagi lansia untuk dapat meneruskan aktivitas produktifnya, sedangkan di perkotaan perkembangan sektor modern (pariwisata) kurang memberikan peluang kepada tenaga kerja lansia untuk menyalurkan potensinya.

b. Intensitas kerja penduduk lansia relatif rendah. Variasi didalam intensitas kerja penduduk lansia khusunya di pedesaan dominan didasarkan pada keinginan dapat membantu ekonomi rumah tangganya, sedangkan di perkotaan dominan ditentukan oleh keinginan melakukan kebajikan. Terbatasnya kesempatan kerja yang

(27)

41 sesuai bagi lansia seta kurangnya inovasi menghambat lansia bekerja dengan intensitas lebih tinggi. Hal ini dapat dlihat dari pengaruh kondisi fisik yang tidak signifikan terhadap intensitas kerja lansia.

c. Kesempatan kerja sektor pertanian dan usaha ternak skala kecil khususnya di pedesaan sangat menunjang keinginan para lansia dapat meneruskan aktivitas produktifnya. Kondisi ini sangat berbeda di perkotaan, kurangnya kesempatan kerja yang sesuai bagi lansia menyebabkan sebagian besar dari mereka tidak dapat meneruskan aktivitas produktifnya. Modernisasi yang meberi peluang wanita usia muda untuk bekerja di luar rumah menyebakan sebagian besar para wanita lanjut usia mengambil pekerjaan rumah tangga sehingga kecenderungan wanita lansia berhenti bekerja lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki.

d. Produktivitas kerja lansia dominan ditentukan oleh perbedaan tempat tinggal dan jenis kelamin. Produktivitas lansia di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan dan produktivitas lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Dari berbagai sumber pendapatan lansia, bantuan anak/cucu masih merupakan sumber utama. Hal ini memberikan indikasi bahwa: (1) jalinan kekerabatan diantara anggota-anggota dalam rumah tangga lansia masih kuat. (2) secara ekonomis, kehidupan lansia masih banayak tergantung pada anggota keluarga lainnya.

e. Adanya kegiatan yang bersifat produktif bagi lansia, tidak saja dapat menunjang kebutuhan mereka agar tetap dapat menjaga kondisi fisik, memenuhi kebutuhan religious dan

(28)

42 psikologis, tetapi secara ekonomis juga sangat menunjang kemandirian dan peran mereka dalam rumah tangga. Lebih dari 40% lansia (41,7% di perdesaan dan 39,5% di perkotaan) mandiri secara ekonomis, dan sebanyak 93,4% diantaranya berasal dari lansia yang masih aktif bekerja Persamaan a. Mengkaji bidang yang sama yakni

lansia

b. Mengkaji aktivitas ekonomi lansia Perbedaan a. Lokasi penelitian

b. Tidak mengkaji aktivitas sosial

2 Judul Aktivitas Lansia: Kasus Suku Sunda di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung

Penulis Suryadi Instansi/Tahun

terbit

UGM / 2000

Tujuan Memperoleh informasi mengenai :

a. Intensitas aktivitas lansia, baik aktivitas ekonomi maupun aktivitas non-ekonomi yang dikaitkan dengan karakteristik ekonomi, sosial dan demografi.

b. Perbedaan aktivitas lansia yang dilihat dari usia, jenis kelamin dan keluhan kesehatan.

Hasil penelitian a. Proporsi lansia yang masih aktif dalam sektor publik relatif kecil meskipun jika diperhatikan dari rata-rata jam kerja yang harus dilakukan perminggu menunjukkan betapa kuatnya alasan ekonomi dan kecilnya jumlah santunan dari anak turut menjadi pendorong lansia untuk tetap memenuhi kebutuhan dasar mereka. Aktivitas sosial yang dilakukan lansia tergolong dalam kategori sedang untuk aktivitas rumah tangga dan aktivitas waktu luang termasuk dalam kategori rendah. Prioritas untuk memenuhi kebutuhan dasar menjadikan aktivitas ekonomi menjadi lebih dominan jika dibandingkan dengan aktivitas sosial, rumah tangga dan waktu luang.

(29)

43 b. Berdasarkan uji perbedaan dalam jam

kerja per minggu menunjukkan alasan ekonoomi cukup kuat dalam melatarbelakangi lansia untuk tetap aktif dalam sektor publik. Perbedaan pendapatan kerja perbulan berdasarkan jenis kelamin lansia menunjukkan ketimpangan dalam hal upah, lansia laki-laki mendapatkan upah yang lebih besar daripada lansia perempuan. Dalam aktivitas sosial, rumah tangga dan waktu luang menunjukkan indikasi pembagian kerja publik-domestik berdasarkan jenis kelamin dimana lansia laki-laki lebih dominan dalam aktivitas sosial dan waktu luang, sedangkan lansia perempuan sangat dominan dalam hal rumah tangga.

Persamaan a. Mengkaji bidang yang sama yakni lansia.

Perbedaan a. Lokasi dan waktu penelitian. b. Terdapat variabel yang berbeda.

3 Judul Aktivitas Ekonomi Lanjut Usia di Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul

Penulis Sri Maryanti Instansi/Tahun

terbit

UNY/2011

Teknik analisis Deskriptif kuantitatif

Tujuan a. Mengetahui aktivitas ekonomi yang dilakukan wanita lanjut usia di Desa Panjangrejo, kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul.

b. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi wanita usia lanjut di Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul tetap bekerja.

Hasil penelitian a. Penelitian menunjukkan mayoritas aktivitas ekonomi wanita lanjut usia di Desa Panjangrejo sebagai pengrajin gerabah yaitu sebesar 60% sisanya sebagai pedagang, petani dan guru TK.

(30)

44 wanita lanjut usia tetap bekerja diantaranya: 1) keadaan fisik. 2) suami. 3) jumlah tanggungan. 4) bantuan anak. 5) keadaan pekerjaan sekarang yaitu: a) meneruskan pekerjaan lama/waktu muda sebesar 49% dan b) alasan keterampilan yang dimiliki sebesar 51% .

Persamaan a. Mengkaji bidang yang sama yakni tentang lansia.

b. Metode yang digunakan. Perbedaan a. Lokasi penelitian

b. Sasaran responden

c. Tidak mengkaji karakteristik lansia d. Tidak mengkaji aktivitas social.

4 Judul Lansia di Sektor Informal (Studi aktivitas Ekonomi Perempuan di Pasar Terong Kecamatan Bontoala Kota Makasar) Penulis Sri Mandayati

Instansi/Tahun terbit

Universitas Hasanudin Makasar / 2011 Teknik analisis Deskriptif kualitatif.

Tujuan 1. Untuk mengetahui bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan perempuan lansia di Pasar Terong.

2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat aktivitas ekonomi yang dilakukan perempuan lanjut usia di Pasar Terong

Hasil penelitian a. Bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan perempuan lanjut usia di pasar terong adalah berdagang. Dimana aktivitas berdagang yang dilakukan perempuan lanjut usia seperti berdagang sayuran, penjual ikan masak, penjual makanan, penjual ikan asin, penjual asam dan lain sebagainya. Kegiatan ini dilakukan oleh perempuan lanjut usia di pasar terong untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

b. Faktor pendorong lansia bekerja adalah kondisi ekonomi keluarga. Timbulnya faktor ini dipengaruhi oleh adanya kondisi keluarga yang menyangkut keadaan ekonomi

(31)

45 keluarga. Kondisi tersebut meliputi kebutuhan hidup keluarga, faktor ekonomi, penghasilan yang tidak tetap, adanya kesempatan kerja, serta adanya kemandirian dan kemauan dalam diri mereka. Namun demikian alokasi waktu antara pekerjaan rumah tangga dengan pekerjaan disektor informal dapat mereka lakukan dengan efektif atau seimbang sehingga mereka mampu menempatkan posisi mereka diantara keduanya.

Persamaan a. Mengkaji bidang yang sama yakni lansia.

b. Mengkaji aktivitas ekonomi lansia. Perbedaan a. Lokasi dan waktu penelitian

b. Tidak mengkaji aktivitas sosial, rumah tangga dan waktu luang lansia.

(32)

46 C. KERANGKA BERFIKIR

Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang untuk menunda usia perkawinan,usia melahirkan dan pembatasan jumlah anak yang lebih sedikit karena pengaruh pekerjaan. Dilain pihak berkat kemajuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan akan menurunkan angka kematian dan membuat seseorang sehat sehingga memiliki usia yang panjangyang artinya terjadi peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Peningkatan usia harapan hidup tersebut berdampak pada meningkatnya penduduk kelompok umur 60 tahun keatas (lansia).

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi dengan angka harapan hidup tertinggi yakni 73,32 tahun dan memiliki jumlah lansia paling banyak di Indonesia. Terdapat daerah yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dan daerah yang memiliki karakteristik perdesaan. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di bagian selatan dengan luas sekitar 506,85 km2 (sekitar 15,91% dari luas wilayah D.I Yogyakarta). Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintah, Kabupaten Bantul secara berjenjang terbagi menjadi 17 Kecamatan, 75 desa dan 933 pedukuhan.

Kecamatan Sanden merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bantul. Kecamatan Sanden memiliki jumlah lansia sebanyak 5651 jiwa dengan proporsi lansia sebasar 18,8% dari total penduduk, jika

(33)

47 di bandingkan dengan kecamatan lain proporsi lansia di Kecamatan Sanden paling tinggi di Kabupaten Bantul.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Nomor 37 Tahun 2010 tentang klasifikasi perkotaan dan perdesaan di Indonesia, BPS mengklasifikasikan daerah (sampai tingkat kelurahan/desa) dengan tipologi perkotaan/urban (kota besar, kota sedang,kota kecil) dan tipologi perdesaan. Di Kecamatan Sanden terdapat 3 desa yang masuk dalam tipologi perkotaan kota kecil yaitu Desa Gadingsari, Desa Srigading dan Desa Murtigading, sedangkan Desa Gadingharjo termasuk dalam tipologi perdesaan/rural. Perbedaan jenis wilayah dilihat dari ketersediaan lahan pertanian, matapencaharian penduduk, kepadatan penduduk, dan tersedianya fasilitas umum yang terdapat di wilayah tersebut. (BPS DIY, 32-33)

Perbedaan kondisi fisik diberbagai wilayah di Kecamatan Sanden memungkinkan terjadinya variasi jenis aktivitas sosial ekonomi yang dilakukan oleh lansia di Kecamatan Sanden. Lansia melakukan aktivitas didasari oleh banyak faktor salah satunya yakni karakteristik dari lansia sendiri. Karakteristik lansia tersebut dapat berupa karakteristik demografi, sosial dan ekonomi lansia. Karakteristik lansia merupakan hasil adaptasi dari lingkungan sekitar (tempat tinggal). Perbedaan kondisi lingkungan sekitar (tempat tinggal) lansia memungkinkan terjadinya perbedaan karakteristik lansia yang akan berdampak pada variasi aktivitas ekonomi dan sosial lansia yang khas di Kecamatan Sanden.

(34)

48 Gambar 1.Bagan Alur Berpikir

JENIS AKTIVITAS EKONOMI JENIS AKTIVITAS SOSIAL PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERTAMBAHAN JUMLAH PENDUDUK LANSIA KECAMATAN SANDEN TIPOLOGI PERKOTAAN TIPOLOGI PERDESAAN PERBEDAAN KARAKTERISTIK WILAYAH PERBEDAAN KARAKTERISTIK DEMOGAFI SOSIAL DAN EKONOMI

LANSIA KEBUTUHAN PRIMER KEBUTUHAN SEKUNDER AKTIVITAS EKONOMI DAN SOSIAL LANSIA

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penulis berharap dengan adanya medium instalasi interaktif dapat membuat apresiator ikut „bermain‟ dan bergabung dalam pemaknaan karya ini, melalui jalan labirin

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat

PPL001 Delima Dayah Baro Dr... PPL024 Mali

Kemampuan siswa melakukan perhitungan matematika dengan tepat ditunjukkan dengan prestasi siswa. Bila prestasi matematika siswa baik maka kemampuan siswa melakukan

Untuk lebih mempermudah pegawas, maka data absensi pegawai yang ada dalam PC dapat dicetak tanpa melihat LCD atau tampilan peraga pada alat tersebut. Sencer Yeralan,

dikelompokkan menjadi instrumen bernada yaitu glockenspiel, vibraphone, marimba, xylophone kemudian tidak bernada yaitu triangle, castagnet, cymbal, gong. Alat musik Phek

sar modal sehingga dapat memudahkan in- vestor dalam melakukan diversifikasi terha- dap portofolionya, mengingat hakikat dari pembentukan portofolio yang efisien dan optimal