• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lima Puluh Slokha Gusu Pancashika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lima Puluh Slokha Gusu Pancashika"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LIMA PULUH SLOKHA

GURU

PANCASHIKA

(3)
(4)

Pendahuluan

“Lima Puluh Gatha Bakti Guru” ini di tulis oleh Mahaguru Asvahosa pada sekitar abad pertama sebelum masehi. Guru yang juga pujangga ini di kenal memiliki banyak panggilan antara lain Aryasura, Matrcita, Patrcita, Maticitra serta Bhavideva, beliau hidup pada masa pemerintahan Raja Kaniskha dari dinasti Kushan. Sebelumnya beliau merupakan seorang Tritika (Hindu) yang sangat berbakti, tetapi kemudian beliau menjadi penganut ajaran Hyang Buddha dan juga menjadi sangat berbakti, beliau menulis tentang berbagai aspek ajaran dari Bhatara Hyang Buddha.

Hyang Buddha Shakyamuni hidup kira-kira empat abad sebelum Mahaguru Asvaghosa. Beliau mengajarkan berbagai Sutra berkaitan dengan pelaksanaan meditasi untuk mencapai Pencerahan, juga dalam penampakannya sebagai Sang Hyang Adhibuddha Vajradhara beliau mengajarkan ajaran Mahamudra serta Tantra, jalan yang lebih cepat, dengan tehnik-tehnik yang sangat beresiko untuk mencapai tujuan akhir. Keberhasilan dalam melaksanakan Sutrayana maupun Tantrayana sepenuhnya bergantung pada bakti kita kepada Guru, sebagaimana yang

(5)

telah di tegaskan oleh Bhatara Hyang Buddha dalam

Sadharma-pundarika-sutra bab ii ; 24, dan dalam Kye dor sha gyur dor jei gur,

yaitu karya upadesha atas Hevajra-tantra, bahwa pada masa kemerosotan ini, beliau akan mengambil penampakan sebagai para Guru. Pada saat ini para Guru harus di hormati sebagaimana menghormati Hyang Buddha sendiri, karena mereka tidak lain merupakan penampakan hidup dari Hyang Buddha.

Berbaktilah kepada Guru dalam pikiran dan perbuatan anda. Hal yang terpenting adalah mengembangkan keyakinan yang penuh bahwa Guru anda tidak lain merupakan Bhatara Hyang Buddha sendiri. Keyakinan demikian merupakan pra syarat untuk mencapai siddhi dalam ibadah Tantra. Bila anda bermaksud mencapai Kebebasan bagi diri sendiri dan menaklukan penderitaan samsara sebagai seorang Samyaksambuddha sehingga anda dapat menolong membebaskan semua makhluk yang lain, Guru anda hanya akan menunjukan jalannya kepada anda jika beliau sendiri telah mencapainya.

Bila anda meragukan kecakapan dan kemampuan Guru anda untuk menjadi pembimbing anda, segala ibadah yang anda lakukan akan menjadi tidak mantap dan anda tidak akan dapat mencapai kemajuan yang berarti. Bagaimanapun juga keadaannya, anda harus yakin sepenuh hati bahwa Pencerahan dapat di capai, dan Guru anda merupakan bukti hidup dari Pencerahan itu serta dengan mengikuti ajaran-ajaran Hyang Buddha yang ia ajarkan, anda juga akan dapat mencapai Pencerahan. Dengan cara ini akan di peroleh manfaat-manfaat dari setiap ibadah yang anda lakukan.

Hanya melihat kebaikan pada tindakan-tindakan Guru, cara ini merupakan jalan untuk mengembangkan sifat-sifat baik dalam diri anda sendiri. Pada umumnya banyak orang buta pada kekurangannya sendiri, tetapi kesalahan-kesalahan orang lain dilihat dengan cermat. Apabila anda tidak memiliki kesalahan, anda tidak akan melihat kesalahan apapun pada makhluk lain. Bila ada dua butir buah-buahan yang satu busuk dan yang satu lagi matang, dan orang didekat anda mengambil yang matang, reaksi

(6)

anda disini akan bergantung pada pikiran keserakahan anda, jika anda menuduh ia tamak atau egois berarti anda tamak dan egois juga. Bila anda tidak melekat pada buah tersebut, tidak jadi masalah bagi anda yang mana yang di ambilnya, anda hanya menyaksikan bahwa ia mengambil salah satu buah saja.

Demikian pula halnya jika anda hendak melatih diri anda dengan hanya melihat hal-hal baik dan bukannya kesalahan-kesalahan apapun yang di lakukan Guru anda, sudut pandang yang sedemikian terpuji ini akan meresap, memperkokoh dan mencerminkan keadaan batin anda sendiri. Sebagaimana di ketahui bahwa setiap orang memiliki dasar batin Mahamudra atau benih Kebuddhaan dalam dirinya, yakni keadaan batin yang murni tanpa noda, yang eksis tanpa di pengaruhi keberadaan segala sesuatu. Bila anda dapat mengembangkan anggapan dengan penuh keyakinan melihat Guru anda sebagai Hyang Buddha sendiri, anda memiliki peluang untuk membangkitkan dan mencapai ke Hyang Buddhaan. Karena itulah salah satu praktek Guruyoga, khususnya dalam Mahamudra dan Tantra, adalah untuk mencapai pikiran tak terpisahkan antara diri anda dengan batin Guru, Bhatara Hyang Buddha serta Istadevata meditasi anda, yang merupakan bentuk murni penampakan batin Pencerahan. Maka berbakti kepada Guru merupakan akar dari semua pencapaian.

Bila Guru bertindak seperti orang yang belum mencapai Pencerahan dan anda merasa adalah suatu kemunafikan bila menganggapnya sebagai seorang Buddha, anda harus ingat bahwa pandangan anda yang demikian sama sekali tidak beralasan dan kesalahan-kesalahan yang anda lihat pada Guru anda adalah gambaran keadaan kebodohan anda sendiri. Anda juga seharusnya berpikir apabila Guru bertindak dengan cara-cara sempurna, itu akan sulit untuk dapat di pahami dan anda akan sulit untuk berhubungan dengannya. Karena itu hanya di sebabkan oleh belaskasih Guru anda yang agung hingga beliau berkenan untuk menunjukan setiap kekurangan dengan jelas. Hal itu merupakan bagian dari kecakapannya menggunakan berbagai cara untuk dapat mengajar anda serta membawa anda pada keberhasilan. Beliau mencerminkan kesalahan-kesalahan anda, untuk itu

(7)

periksalah diri anda sendiri dan belajarlah darinya bagaimana menghilangkan kekurangan-kekurangan itu. Bila anda berbuat kesalahan dengan mengkritik Guru anda, anda tidak akan mendapat apapun dari beliau kecual karma buruk.

Sang Hyang Adhibuddha Vajradhara sendiri yang menyatakan bahwa Guru anda harus dipandang sebagai seorang Buddha. Oleh karena itu jika anda berkeyakinan dan berlindung pada Hyang Triratna, anda harus mencoba apa yang di maksudkan dengan Buddha dalam pernyataan ini. Para Hyang Buddha memiliki pengaruh yang maha besar atas semesta ini sebagaimana pengaruh matahari. Ibarat kaca pembakar untuk memfokuskan sinar matahari agar dapat membakar serpihan kayu, demikian pula halnya seorang Guru di perlukan untuk memfokuskan kebajikan luhur para Bhatara Jina kedalam aliran kesadaran siswa serta memberinya inspirasi untuk mengikuti jalan Dharma. Sebagai suri tauladan hidup yang mewakili para Hyang Buddha, para Guru menyempurnakan pekerjaan semua makhluk agung yang telah mencapai Pencerahan, dengan bertindak sebagai pusat yang dapat di mengerti dari ibadah anda untuk dapat mencapai tingkat ke Hyang Buddhaan bagi kebajikan diri anda.

Melalui bakti anda dengan menunjukan rasa hormat kepadanya, membuat serta mempersembahkan persembahan kepadanya, memungkinkan anda mencapai pembebasan dari semua penderitaan. Pelayanan-pelayanan yang demikian perlu dilakukan bukan untuk keuntungan Guru yaitu lahan yang di tanami akan tetapi anda sendirilah yang akan memetik hasilnya. Karena itu, dengan sikap yang benar kepada Guru, dengan melihatnya sebagai penampakan Hyang Buddha, akan semakin banyak kebajikan anda yang tercurah kepada ke Hyang Buddhaan. Tetapi sebaliknya jika anda membencinya dan menciptakan ketidak bajikan terhadapnya, itu sama halnya dengan mencampakan diri anda sendiri dari tingkat Pencerahan dan Pembebasannya. Sebagai akibatnya anda akan mendapatkan penderitaan yang luar biasa bagi diri anda sendiri. Oleh karena itu apabila anda melihat tindakan Guru yang anda anggap sebagai suatu kesalahan, kemudian anda bersikap kritis dan meremehkannya,

(8)

ingatlah bahwa opini anda tidak dapat di benarkan dan hanya akan menghasilkan penderitaan dari bersikap demikian terhadap yang beliau wakili (yaitu para Hyang Buddha).

Menyadari kebajikan Guru yang telah bersedia membimbing anda di masa kemerosotan ini, dimana Bhatara Hyang Buddha Sakyamuni sendiri telah parinirvana, anda harus mengembangkan sikap hormat yang penuh maitri karuna kepadanya. Guru mengundang anda meski anda masih memiliki kebimbangan-kebimbangan dan tidak memaksa anda untuk mengalami penderitaan sebagaimana yang terjadi pada Jetsun Milarepa serta contoh-contoh lainya yang telah menanggung penderitaan di masa lampau. Guru telah memberikan abhiseka dan ajaran lisan serta memindahkan garis Guru-parampara yang tak terputuskan dari Hyang Buddha, beliau memberi anda dorongan untuk mencapai tingkatnya dan menolong anda dengan materi ketika anda membutuhkan. Bila anda tidak memiliki rasa hormat serta maitri karuna kepada Guru bagaimana anda akan dapat mencapai Penerangan. Bila anda tidak menghormati Kebuddhaan yang beliau wakili bagaimana anda akan dapat mencapai tingkat Kebuddhaan itu.

Berbagai bentuk bakti kepada Guru melalui pikiran di ajarkan secara terperinci dalam kitab suci Gandhavyuha-sutra, ajaran yang demikian serta naskah-naskah refrensinya dapat di temukan dalam Lam Rim Chen

Mo yang di tulis oleh Guru Jey Tsongkhapa, sedangkan naskah Guru-pancasika yang dirangkai oleh Mahaguru Asvaghosa merupakan ringkasan

menyeluruh tentang bagaimana cara membaktikan diri pada Guru melalui perbuatan dan pikiran anda. Sumber naskah suci tersebut sebagian besar terdiri dari berbagai kitab- kitab suci Tantra yang antara lain Guhyasamaja,

Kalacakra, Cakrasamvara, Vajradakini dan Vajrahrdhayalamkara Tantra. Sumber khusus setiap gatha diambil dari Lama Nga Cu Pa Nam Sa, upadesha berbagai kitab suci serta dari Guru Jey Tsongkhapa.

Untuk mempelajari dan melaksanakan Tantra, berbakti kepada Guru lebih di utamakan dan lebih di tekankan dari pada dalam Sutrayana. Sebab

(9)

praktek-praktek Tantra sangat sukar dan rumit. Namun jika dapat dilaksanakan dengan benar dapat membawa anda ke tingkat ke Hyang Buddhaan dalam kehidupan yang sekarang ini juga, tetapi jika dilaksanakan dengan salah akan sangat berbahaya dan berakibat mengerikan. Oleh karena itu bimbingan seorang Guru hidup sangat diperlukan, sebagaimana dalam Guru-pancasika ini yang merinci bagaimana seharusnya seorang siswa bersikap terhadap Gurunya. Adalah merupakan tradisi mengajarkan naskah ini sebelum melakukan pelimpahan kekuatan atau abhiseka. Sekali hubungan Guru murid terjalin, maka murid harus berbakti kepada Gurunya serta berpijak pada jalan biasa (Sutrayana) dengan tekat yang kuat untuk dapat segera keluar dari penderitaan samsara, dengan motivasi bodhicitta dan pandangan benar atas sunyata (kehampaan segala sesuatu). Selanjutnya setelah menerima wewenang abhiseka sebagaimana mestinya, kita dapat menghayatinya secara bertahap melalui tahap-tahap Tantra berlandaskan dasar yang kuat di mulai dengan berbakti kepada Guru kita sebagaimana yang diajarkan dalam Tiga Dasar Sang Jalan yang telah di sampaikan sebelumnya.

(10)

Upadesa

Namo Bhagavate Vajrasattvaya!

Bhagavan adalah salah satu gelar yang ditujukan bagi makhluk-makhluk yang telah mencapai Penerangan, sebagai seorang Buddha. Para Jina telah berhasil mengatasi berbagai rintangan dalam Pembebasan, rintangan pertama mencakup kleshavarana atau noda-noda batin, serta ketidaktahuan atas hakekat segala sesuatu. Rintangan yang kedua lebih mengacu pada ketidaktahuan dan kebiasaan. Dan disini diartikan mempunyai atau memiliki, dimana semua Jina telah memiliki segala ciri-ciri keluhuran, telah menyelesaikan pengumpulan kebajikan dan kebijaksanaan dalam mewujudkan rupakaya serta dharmakaya secara tuntas. ‘Dan” berarti telah melampaui. Para Bhatara Jina telah menyebrangi samudra sansara, yaitu bhava-cakra (lingkaran kelahiran) yang tak terputuskan serta segala penderitaan karena karma dan klesha-klesha.

Makna yang tersembunyi dari nama Vajrasattva adalah, Vajra berarti intan yang jernih yang tak terhancurkan. Tetapi yang di maksudkan di

(11)

sini berkaitan dengan kebijaksanaan atas tiadanya dualisme antara sunyata dan kebahagiaan. Tiadanya dualisme itu meliputi [1]. Pengalaman batin atas sunyata yaitu kebahagiaan yang sempurna. [2]. Sunyata yang merupakan obyek penalaran pikiran. Sattva artinya orang yang batin memulai karyanya dengan penghormatan sebagai berikut ini.

Aku bersujut; sesuai tatacara yang berlaku pada kaki padma Guruku, yang menjadi sebab diriku mencapai tingkat Vajradhara Yang Agung, Aku akan menjelaskan secara ringkas

apa yang di sebutkan dalam berbagai kitab-kitab suci Tantra yang tanpa noda tentang bakti kepada Guru.

Oleh karena itu dengarkanlah dengan penuh hormat.(1) Semua Bhatara Hyang Buddha dari masa lampau, masa sekarang dan yang akan datang,

yang berada disetiap bumi suci di sepuluh penjuru, menghormat pada para Guru Tantra (Vajracharya), dimana mereka telah menerima pemberkatan tertinggi.(2)

Secara umum terdapat tiga jenis pemberian abhiseka yaitu: Sebab, jalan dan hasil. Yang pertama di maksudkan untuk mematangkan pikiranmu, yang kedua merupakan jalan yang sesungguhnya dari pelaksanaan untuk mencapai Pencerahan, dan yang ketiga Pembebasan Kebuddhaan yang sesungguhnya. Setiap orang yang telah mencapai atau akan mencapai Pencerahan harus mendapatkan abhiseka tertinggi dari para Vajracharya (Guru Tantra).

Tiga kali sehari, dengan keyakinan yang kuat engkau harus menunjukan penghormatan

kepada Guru yang mengajarmu (jalan Tantra) dengan sikap anjali,

mpersembahkan mandala serta lainnya hingga bunga-bungaan,

(12)

dan bernamaskara dengan menyentuhkan kepalamu pada kakinya.(3)

Sebagai seorang siswa engkau wajib menghormati Gurumu sebagai orang yang telah mencapai pencerahan. Sekalipun kenyataan sebenarnya Gurumu belum mencapai tingkat pencerahan itu sedangkan dirimu sebagai siswanya telah mencapai Kebuddhaan lebih dulu sebelum beliau, engkau tetap wajib menghormatinya. Hal ini di contohkan oleh Arya Maitreya yang merupakan Buddha kelima yang akan datang dalam masa dunia ini, yang kini berada di surga Tusita yang telah mencapai Penerangan sebelum Gurunya yaitu Bhatara Hyang Buddha Sakyamuni. Sebagai bentuk penghormatan kepada Gurunya, Arya Maitreya menempatkan sebuah sthupa diatas mahkotanya. Demikian pula Arya Avalokiteshvara perwujutan maitri karuna dari semua Bhatara Tathagata, menghias mahkotanya dengan tubuh Gurunya yaitu Hyang Buddha Amitabha, yang kini bersemayam di alam Sukhavati.

Dalam berguru seharusnya tidak seperti berburu kijang, hanya mengincar tanduknya saja, yang kemudian mencampakan mayatnya. Meskipun telah mencapai Pencerahan engkau tetap harus menghormati Gurumu yang telah membuatmu mencapai segala pencapaian.

Bagi yang telah mengambil sumpah pratimoksha, jika Gurumu adalah seorang upasaka (bukan bikshu) atau lebih rendah tingkatannya dari dirimu,

bersujudlah dihadapan umum ketika beliau di kelilingi benda-benda

seperti kitab-kitab suci untuk menghindari cemoohan. Tetapi dalam hatimu sesungguhnya (engkau) bersujud pada Gurumu.(4)

Dalam melayani Gurumu dan menunjukan penghormatan kepadanya,

(13)

(lakukan misalnya dengan) mematuhi apa yang di katakannya,

berdirilah ketika beliau datang dan tunjukan tempat duduknya.

Hal-hal demikian seharusnya dilakukan oleh mereka yang telah mengangkat sumpah pratimoksha

(dimana Gurunya orang biasa atau yang lebih rendah statusnya dari pada dirinya).

Tetapi di depan umum hindari bersujud

dan bertindak yang tidak lazim (seperti mencuci kakinya).(5)

Salah satu aturan pratimoksha adalah para bhiksu dan bhiksuni tidak di perbolehkan memberikan penghormatan kepada orang biasa. Ini berarti jika di hadapan umum engkau seharusnya tidak melakukan penghormatan kepada Gurumu jika beliau orang biasa, apabila hal itu dapat menimbulkan kesalah pahaman serta pergunjingan orang lain. Di anjurkan untuk memberikan penghormatan pada kitab-kitab suci atau arca dari para arya yang ada di dekat beliau, namun saat melakukan hal ini pikiranmu di liputi rasa hormat yang di tujukan kepada Gurumu.

Sebagai contoh, Mahaguru Chandragomin dan Guru Chandrakirti. Mahaguru Chandragomin adalah seorang upasakha sedangkan Guru Chandrakirti adalah seorang bhiksu. Suatu ketika Guru Chandrakirti mengundang Mahaguru Chandragomin ke viharanya, ia ingin agar semua bhiksu melakukan prosesi, tetapi Mahaguru Chandragomin yang bukan seorang bhiksu menolaknya, karena orang-orang di daerah itu akan menganggap hal ini suatu keanehan. Tetapi Guru Chandrakirti mengatakan kepada Gurunya agar (tetap datang) karena akan di tempatkan sebuah Arca dari Arya Manjushri di barisan paling depan prosesi dibawa seorang bhiksu yang berjalan dedepan Mahaguru Chandragomin. Semua orang menyangka prosesi ini di lakukan untuk menghormati Arya Manjushri, yang merupakan Buddha Kebijaksanaan. Dengan demikian menghindarkan para bhiksu dari perasaan-perasaan buruk.

(14)

Meskipun pengekangan-pengekangan serta penghormatan-penghormatan secara tidak langsung sering di lakukan dengan pertimbangan untuk menjaga kesan orang lain, secara khusus seorang siswa harus tetap melaksanakan semua tatacara yang benar dalam berbakti kepada Guru, tidak menjadi soal apapun status lahiriah Gurumu. Bagaimanapun sikap penghormatan yang biasa seperti ketika beliau datang dan sebagainya harus tetap di lakukan sepanjang waktu kapanpun dan di manapun.

Di lain pihak, bagaimanapun sebagai seorang Guru beliau seharusnya tentu juga selalu bersikap rendah hati, tidak sombong atau congkak menyombongkan kehebatan dirinya yang patut di hormati. P’a-ra Rinpoche salah satu siswa yang telah mencapai Pencerahan dari Guru senior dan junior Dalai Lama ke 14 (Kyabje Ling Rinpoche dan Kyabje Trijang Rinpoche), selalu menaruh kitab suci di dekat tempat duduknya, mengenai hal ini beliau menjelaskan dengan mengatakan bahwa ketika orang-orang datang berkunjung dan bersujud kepadanya, paling tidak mereka akan memperoleh kebajikan dari bersujud pada kitab suci jika beliau tidak memiliki keluhuran.

Dengan maksud agar sumpah-sumpah, baik dari Guru maupun murid tidak merosot, maka keduanya harus saling memeriksa sebelum menjalin ikatan Guru dan murid

(untuk menentukan apakah seseorang sesuai atau tidak).(6)

Dalam pemberian kekuatan Tantra (abhiseka), terdapat berbagai rangkaian sumpah-sumpah yang harus diambil untuk tidak meninggalkan latihan dan syarat-syarat penting untuk melaksanakan praktek. Agar para siswa tidak melanggar sumpah-sumpah itu, seperti: membayangkan Guru dalam pot tanah, maka cara-cara dalam Tantra yang sangat mendalam dan berkekuatan sudah seharusnya untuk tidak dipercayakan kepada mereka yang belum siap. Jika telah mengambil sumpah-sumpah, baik di

(15)

pihak Guru maupun siswa harus memegang teguh sumpahnya, apa bila ternyata mengalami kemerosotan kedua belah pihak tidak akan mungkin untuk dapat mencapai tujuan akhir dan sebagai akibatnya yang fatal akan menimpa kedua belah pihak. Karenanya sangat penting melakukan pengujian baik terhadap Guru maupun murid sebelum keduanya memasuki ikatan resmi yang sebenarnya.

Di masa lampau untuk dapat menerima pemberian kekuatan Tantra (abhiseka) seorang siswa yang telah siap akan meminta waktu tiga tahun, sebelum abhiseka, bukannya sesuatu yang di lakukan dengan sambil lalu saja. Dengan membuat siswa menunggu sekian lama seorang Guru menekankan pada siswanya keseriusan dalam memasuki Tantra, menguji tanggung jawabnya dan memastikan bahwa yang bersangkutan telah benar-benar siap. Sering kali terjadi seorang Guru menyebabkan penantian sekian lama sebelum menyetujui untuk memberikan ajaran tertentu kepada siswa. Beliau akan mengulangi menguji karakternya dan hanya setelah beliau memahami karakter siswa itu dengan jelas, baru akan menerima mereka sebagai siswanya.

Seorang calon siswa juga di perkenankan untuk melakukan pengamatan terhadap kemampuan seorang Guru dan memutuskan apakah Guru tersebut benar-benar memenuhi harapannya. Ia sendiri harus sepenuh hati yakin bahwa akan dapat berbakti secara penuh kepada Gurunya. Sebelum memasuki hubungan yang resmi sebagai Guru dan murid, engkau memiliki kebebasan memilih secara penuh. Tetapi sekali engkau menyebabkan ikatan terjalin, ajaran bakti kepada Guru ini harus di ikuti dengan penuh rasa tanggung jawab.

Seorang siswa dengan sadar seharusnya tidak menjadikan seseorang sebagai Guru,

mereka yang kurang cinta kasihnya alias pemarah, kejam atau sombong, tamak,

(16)

Seorang Guru seharusnya mantap dalam tindakannya,

ucapannya menimbulkan semangat, bijaksana, sabar dan tulus. Beliau seharusnya tidak menyembunyikan kekurangan-kekurangan ataupun berpura-pura memiliki sifat-sifat yang sebenarnya tidak dimilikinya.

Ia seharusnya orang yang ahli dalam pengetahuan Tantra dan tata upacara

(penyembuhan dan pengendalian rintangan-rintangan), beliau seharusnya juga memiliki cinta kasih

dan pengetahuan yang mendalam terhadap Sutra-sutra.(8) Seorang Guru harus mempunyai keahlian sempurna dalam sepuluh bidang pengetahuan,

ahli dalam melukis mandala, berpengetahuan sempurna, mampu menerangkan Tantra, memiliki keyakinan tulus tertinggi dan indrianya sepenuhnya terkendali.(9)

Pada umumnya, seorang Guru Mahayana harus memiliki sepuluh sifat-sifat di bawah ini:

1. Berdisiplin sebagai hasil penguasaan atas praktek samaya yang tinggi atas pengendalian moral.

2. Batinya tenang sebagai hasil dari samadhinya yang tinggi. 3. Mampu melindungi dirinya dari berbagai klesha serta rintangan

atas kebijaksanaan luhur.

4. Memiliki pengetahuan yang lebih banyak dari pada siswanya khususnya atas ajaran yang hendak di berikan.

5. Bersemangat serta tekun dan gembira dalam memberi ajaran. 6. Menjadi harta karun atas pengetahuan ajaran Sutra-sutra. 7. Mencapai dan memahami sunyata.

(17)

9. Memiliki maitri karuna yang besar dan

10. Tidak segan mengajarkan dan berusaha demi para siswanya dengan tidak mengabaikan kesanggupan mereka.

Seorang Vajracharya harus memiliki kualitas-kualitas yang lebih baik lagi sebagaimana yang tertulis dalam kitab-kitab suci, yang terpenting adalah Guru itu seharusnya orang yang kehadirannya menyebabkan semua orang menjadi tenang, damai dan merasa santai. Bahkan sorot matanya saja dapat menyebabkan kesejukan luarbiasa dalam hati yang melihatnya dan maitri karunanya tanpa batas.

Terdapat dua bagian (yang masing-masing sepuluh bidang dalam) dimana seorang Guru adalah seorang Guru yang berkapasitas cakap. Sepuluh bidang dalam yang penting dalam pengajaran tingkat Yoga dan Anutara Yoga Tantra menekankan pentingnya memurnikan kegiatan utama dalam mental, ini mencakup kemahiran dalam:

1. Membayangkan cakra-cakra para pelindung dan menyingkirkan penghalang penghalang.

2. Menyiapkan dan mengisi lambang-lambang perlindungan dan benda-benda penguat untuk di kenakan di tubuh siswanya. 3. Memberikan bejana dan pemberkatan rahasia, menanam benih

benih untuk untuk mencapai prajna kaya sebagai seorang Bhatara Hyang Buddha.

4. Memberikan kebijaksanaan dan kata-kata pemberkatan yang berkekuatan, menanam benih untuk mencapai rupakaya sebagai seorang Bhatara Hyang Buddha.

5. Memisahkan musuh-musuh dharma dari pelindung-pelindungnya. 6. Membuat persembahan seperti misalnya, menghias torma

(tumpeng?).

7. Melafalkan mantra-mantra baik verbal maupun mental dan membayangkannya berputar dijantungnya.

8. Mengadakan acara-acara puja-puja dalam aspek kemurkaan agar dapat dengan

(18)

kuat menarik perhatian dari Bhatara Istadevata Yoga dan para Dharmapala.

9. Mengisi lukisan-lukisan serta arca dan

10. Melakukan persembahan mandala, melaksanakan meditasi sadhana dan melakukan abhiseka bagi dirinya sendiri (dalam yoga). Sepuluh sifat-sifat lahiriah di tuntut dalam pengajaran tingkat Kriya dan Charya Tantra, yang lebih menekankan pentingnya memurnikan kegiatan-kegiatan utama luar yang berhubungan dengan proses mental di dalam dalam batin. Hal ini meliputi:

1. Melukis, merangkai, serta membayangkan mandala yang menjadi ksetra para Bhatara Istadevata.

2. Memelihara tingkat-tingkat samadhi yang berbeda. 3. Melakukan mudra.

4. Memainkan tarian keagamaan. 5. Duduk dengan sikap vajrasana.

6. Melafalkan apa saja yang sesuai untuk kedua tingkat Tantra ini. 7. Melakukan persembahan homa.

8. Membuat aneka persembahan lainya. 9. Melakukan puja-puja;

a. Pengaman dari perselisihan,

b. Memperpanjang usia, pengetahuan dan kemakmuran, c. Kekuatan untuk mempengaruhi orang lain,

d. Menaklukan kekuatan-kekuatan jahat serta pengaruh-pengaruhnya.

10. Cakap dalam meditasi pada para Istadevata dan

mengembalikannya ke ksetranya masing-masing semula.

Seorang Vajracharya tidak cukup hanya mahir dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti diatas. Guru tersebut juga harus mampu melakukan, misalnya mengisi sebuah lukisan seorang

(19)

Istadevata Yoga, Guru tersebut juga harus mempu mendatangkan Istadevata yang sesungguhnya dan menempatkannya dalam lukisan itu, sehingga tidak sekedar membaca pelafalan kitab suci semata. Jika engkau berguru pada seorang Guru yang memiliki karakter-karakter dan kekuatan yang demikian, dan Guru itu bersedia menerimamu sebagai siswanya, engkau harus membaktikan diri kepadanya secara penuh. Walaupun mungkin di sebabkan ketidak tahuanmu engkau tidak sependapat dengan hal-hal tertentu atas kehendak Gurumu, jangan tunjukan sikap tidak hormat atau merendahkannya.

Setelah menjadi siswa dari seorang pembimbing atau Guru, jika engkau kemudian memandang rendah beliau menuruti perasaanmu, engkau akan

memperoleh penderitaan yang terus menerus

sebagaimana engkau merendahkan semua Bhatara Hyang Buddha.(10)

Jika dirimu dengan bodoh meremehkan Gurumu, engkau akan terserang penyakit menular dan penyakit yang disebabkan oleh kekuatan jahat.

Engkau akan mati (dengan kematian yang mengerikan) disebabkan oleh makhluk-makhluk jahat,

penyakit menular dan racun.(11)

Engkau akan terbunuh oleh raja-raja jahat atau api, ular berbisa, air, tukang teluh atau penjahat,

kekuatan-kekuatan jahat atau orang-orang liar dan selanjutnya terlahir kembali di neraka.(12) Jangan mengganggu batin Gurumu.

Jika engkau begitu bodoh dan melakukan hal ini, engkau pasti akan di rebus di neraka.(13)

(20)

neraka dari penderitaan tak terputuskan,

hal ini telah di uraikan dengan jelas bahwa mereka yang meremehkan Guru-gurunya

akan hidup di sana (dalam waktu yang lama). (14) Oleh karena itu berusahalah dengan sepenuh hati untuk tidak meremehkan Gurumu,

yang walaupun tidak pernah menunjukan kebijaksanaan yang tinggi serta kebajikannya.(15)

Oleh karena Gurumu adalah seorang Bhatara Tathagata, merendahkan beliau sama dengan merendahkan semua makhluk agung yang telah mencapai Penerangan. Kehyang Buddhaan adalah satu dari keseluruhan pembebasan penderitaan, ketidaktahuan, keragu-raguan serta berbagai hambatan. Ini adalah pencapaian dari kedua pemupukan yaitu pemupukan kebajikan dan kebijaksanaan. Merendahkan atau menyepelekan tingkat yang demikian dari Gurumu, berarti engkau menempatkan diri pada arah yang berlawanan dari kebahagiaan dan kebebasan. Setelah melakukan hal yang demikian engkau akan mengalami penderitaan sebagaimana yang di jelaskan dalam sutra-sutra berupa kehidupan di alam neraka selama jangka waktu yang lama.

Demikianlah, terdapat bahaya yang besar dalam memasuki ikatan Guru dan murid. Vajracharyamu mungkin orang yang memberikan pemberkatan abhiseka, ajaran Tantra atau petunjuk-petunjuk kongkrit gambaran mandala. Jika ia tidak memiliki keinginan serta tak membanggakan dirinya, selalu menyembunyikan kebajikannya dan tak pernah ragu dalam mengakui kekurangannya. Jika engkau tidak dapat memahami ciri-ciri khusus kesempurnaannya, kerendahan hati serta kecakapannya, engkau akan membuat kesalahan yang serius karena mengabaikan atau merendahkan beliau. Setelah memutuskan untuk menjalin ikatan yang resmi dengan seorang Guru dan memasuki sang jalan menuju ke tingkat Kebuddhaan, engkau akan menempatkan dirimu

(21)

kedalam penderitaan yang menakutkan jika engkau menyebabkan hubungan ini terputus. Untuk itu dirimu harus memiliki kesadaran yang kuat, sehingga berbakti pada Gurumu membawa pada Pencerahan Sempurna. Pelanggaran atas hal ini mengakibatkan kejatuhanmu.

Jika karena kurang pengertian, engkau menunjukan sikap tidak hormat pada Gurumu,

maka dengan penuh hormat lakukan persembahan kepadanya serta mohon maaf kepadanya.

Dengan demikian di waktu yang akan datang penyakit-penyakit menular tidak akan melukaimu.(16)

Sebagai seorang yang berhakekatkan Hyang Buddha, seorang Guru tidak akan memiliki perasaan kecewa. Sikap tidak menghormati beliau tidak akan melukai perasaannya. Karena itu jika karena kesalahan engkau secara berulang-ulang memohon maaf kepadanya, beliau akan menerima permohonanmu dengan penuh cinta kasih dan selanjutnya berdasarkan kekuatan keyakinanmu, rasa hormat serta baktimu, engkau tidak akan mengalami kesengsaraan yang mengerikan.

Sebagai hasil yang amat menguntungkan dari membaktikan diri pada Guru salah satunya adalah engkau akan diperlakukan dengan baik oleh seorang Guru di masa yang akan datang. Gurumu adalah titik pusat latihanmu untuk mencapai pencerahan, semakin meningkat rasa baktimu kepadanya semakin dekat engkau sampai pada tujuan. Mengabaikan beliau akan membawamu lebih jauh dalam kegelapan dan ketidaktahuan.

Telah diajarkan kepada Guru mana engkau telah berjanji

(untuk membayangkannya sebagai istadevata guruyoga dalam meditasimu), engkau seharusnya mau mengorbankan istrimu, anak-anak, bahkan nyawamu, walaupun hal ini tidak mudah untuk di lepaskan.

(22)

Mempersembahkan persembahan dapat memberikan Kehyang Buddhaan

bagi seorang siswa yang tekun dalan hidupnya,

yang tidak mungkin untuk mencapainya dalam waktu berkalpa-kalpa.(18)

Senantiasa jagalah ucapanmu,

selalu mempersembahkan persembahan kepada Yang Telah Mencapai Pencerahan (Hyang Buddha).

Selalu memberi persembahan kepada Gurumu,

karena beliau sama dengan semua Bhatara Hyang Buddha.(19) Mereka yang ingin mencapai keberadaan tubuh kebijaksanaan seorang Buddha yang kekal abadi,

ia harus mempersembahkan kepada Guru apa saja yang menurutnya menyenangkan,

dari hal-hal yang paling banyak menyita waktu kedalam pencapaian terbaik.(20)

Berikanlah persembahan (kepada Gurumu) secara terus-menerus sebagaimana memberi edn sebaliknya bahkan memberikan sesuatu yang tidak lagi angkau sukai, bagaimana dengan samayamu untuk memberikan dirimu sepenuhnya dalam upaya demi kebahagiaan semua makhluk tetapi jika hal ini terjadi janjimu hanyalah sekedar sandiwara. Dengan tanpa rasa kemelekatan engkau harus dengan gembira sanggup mengorbankan segala-galanya demi tercapainya pencerahan sempurna melalui Gurumu.(21)

Persembahan mandala melambangkan pelimpahan tubuh, ucapan serta pikiranmu serta pula seluruh alam semesta. Tetapi jika engkau tidak memiliki apapun untuk dipersembahkan seperti Jetsun Milarepa, bukan suatu hambatan persoalan memberi persembahan, yang terpenting adalah sikap mental dan kemauan untuk berkorkan demi kegembiraan Gurumu, bagi tercapainya Penerangan Sempurna. Persembahan yang terbaik adalah

(23)

ibadahmu. Namun jika engkau mampu, jangan ragu-ragu engkau menggunakan harta bendamu untuk memperoleh kebajikan yang lebih besar.

Oleh karena memberi persembahan kepada Gurumu sama sekali tidak akan menjadikannya kaya. Sebaliknya Guru memandang segala persembahanmu itu bagaikan seekor singa yang melihat rumput. Makna terpenting dari persembahan yang demikian adalah keuntungan bagi dirimu dan selanjutnya juga keuntungan bagi semua makhluk karena pelimpahanmu. Kebajikan yang diperoleh dari praktek ini akan menyebabkan di perolehnya rupakaya sebagai seorang Bhatara Hyang Buddha. Jika engkau dapat mencapai sunyata, yaitu tiadanya eksistensi atas segala sesuatu, Gurumu serta apapun yang engkau persembahkan, maka pada saat itu juga engkau telah mengumpulkan kebijaksanaan, yang akan berguna sebagai bagian dari tercapainya tubuh sebagai seorang Bhatara Tatahagata. Demikianlah tercapainya pencapaian tertinggi sebagai Bhatara Hyang Buddha serbagai hasil dari persembahan yang di lakukan kepada Guru.

Oleh karena itu, seorang siswa dengan kemuliaan kasih sayang, dana, sila, kshanti

seharusnya tidak pernah menganggap Gurunya

berbeda dengan Sang Hyang Adhi Buddha Vajradhara.(22)

Gurumu, Istadevata Yoga dan Sang Hyang Adhibuddha Vajradhara, wujud Hyang Buddha yang digunakan dalam Tantra, adalah berhakekat sama. Mereka bagaikan seorang pemain tunggal dalam drama yang mengganti topeng serta kostum serta memainkan peran yang berbeda-beda. Hal yang sama juga berlaku jika engkau memiliki banyak Guru, engkau harus menganggap semuanya perwujudan Bhatara Hyang Buddha, hanya berbeda dalam rupa yang mereka pakai.

Kesanggupan untuk menganggap Gurumu sebagai Sanghyang Adhibuddha Vajradhara adalah semata-mata bergantung pada motivasi

(24)

yang engkau miliki. Jika engkau tidak membangkitkan bodhicitta, engkau harus bersusah-payah untuk dapat mencapai tingkat Kebuddhaan demi kebajikan semua makhluk. Motivasi harus diperkuat dalam seluruh kegiatan batinmu. Hanya melihat jalan berikut tahap-tahapnya, engkau hanya akan melihat Gurumu sebagai orang biasa, disebabkan tidak ada alasan lain dalam pikiranmu.

Keinginan yang lebih kuat untuk mencapai pencerahan, akan menjadi sangat jelas jika engkau menyadari pentingnya seorang Guru untuk berperan sebagai seorang Buddha. Dengan kasih sayang yang kuat, berdoa agar semua makhluk bebas dari derita, engkau dapat melimpahkan kebajikanmu dengan senang dan gembira. Melalui pelaksanaan dana, sila, kshanti, virya, dyana serta prajna, semua terpusat pada sekitar Gurumu, oleh karenanya engkau akan memiliki peluang untuk mencapai keberadaannya.

Jangan sampai engkau menginjak bayangan Gurumu,

karena akibat-akibatnya yang menakutkan adalah sama dengan menghancurkan stupa.

Yang perlu di perhatikan adalah jangan menginjak tempat duduk atau sepatu beliau

(duduk di tempat beliau, atau menunggangi kuda tunggangannya).(23) Stupha adalah bangunan suci berisikan simpanan relik-relik Hyang Buddha. Demikianpula Gurumu yang engkau layani yang menjadi pusat puja dan baktimu untuk mencapai ke Hyang Buddhaan. Menghancurkan satu stupha dengan menginjak bayangan Guru merupakan dua perbuatan yang tidak menghiraukan serta menghormati batin Pencerahan. Karena itu akibat-akibat yang akan terjadi sama saja.

Jika memperlakukan benda-benda milik Gurumu, seperti sepatu, tempat duduk, kuda atau kendaraannya sebagai benda biasa, dan berkeinginan memanfaatkan benda itu, atau menginjak-injak

(25)

benda-benda tersebut, sikap kurang terpuji itu akan menjadi rintangan besar dalam keberhasilanmu mencapai Pencerahan.

Seorang siswa yang memiliki kesungguhan

seharusnya mematuhi kata-kata Guru dengan serius dan gembira. Jika engkau kurang memahami atau kurang mampu untuk melakukan apa yang beliau anjurkan,

jelaskan dengan kata-kata yang sopan mengapa engkau tidak dapat memenuhinya.(24)

Pencapaian siddhi, kelahiran yang lebih tinggi dan kebahagiaan di masa yang akan datang

juga berasal dari Gurumu.

Karena itu berusahalah sepenuh hati untuk tidak melanggar petunjuk-petunjuk Gurumu.(25)

Mematuhi perintah-perintah Gurumu dan mengikuti nasehatnya adalah jauh lebih penting dari pada membuat persembahan yang tak terhingga banyaknya. Percayakan dirimu secara penuh kepada beliau, dengan begitu beliau akan mudah mengarahkanmu kepada Pencerahan. Jika karena disebabkan rasa kesombongan diri dan sikap keras kepala serta pikiran sempit, engkau hanya mengetahui apa yang baik bagi dirimu sendiri. Bagaimana mungkin dirimu akan dapat belajar darinya. Ini bukan berarti bahwa dirimu harus menjadi seorang budak yang sama sekali tak berakal, atau Gurumu akan mengambil keuntungan dari sikap hormatmu. Jika engkau ingin mencapai pembebasan sempurna , maka engkau juga harus bebas dalam tata cara untuk mencapainya. Engkau juga di benarkan untuk tidak begitu saja mengikuti segala kemauan Gurumu tanpa mengamatinya terlebih dahulu hanya karena takut atau karena ditekan. Harus diamati tujuan serta maksudnya. Gurumu juga hanya akan memberimu intruksi yang baik bagimu serta orang lain. Apa yang dianjurkannya mungkin terasa sulit dan tujuannya tak dapat langsung terlihat, meski begitu engkau harus menerima apapun intruksinya dengan

(26)

sepenuh hati rasa gembira dan rasa terimakasih yang mendalam atas perhatian beliau pada kebajikanmu.

Amati dirimu secara jujur, apakah engkau dapat mengikuti nasehat-nasehatnya. Jika tak ada jalan bagimu untuk dapat mengikutinya jangan menjadi kasar atau sombong. Jelaskan dengan sopan dan rendah hati apa yang merintangimu hingga tak dapat menunaikan petunjuknya. Seorang Guru tidak akan bersikap seenaknya, sebagaimana Hyang Buddha, Gurumu juga penuh dengan cintakasih. Sedapat mungkin hindarkan dirimu dari melanggar petunjuk-petunjuknya. Ini merupakan tindakan yang sangat terpuji. Ikuti jalan yang beliau tunjukan, akan membawamu mencapai, tidak hanya siddhi-siddhi biasa, dan luar biasa, tetapi bergantung juga pada motivasimu, misalnya kelahiran yang lebih tinggi, kebahagiaan Pembebasan atau tercapainya tingkat Ke Hyang Buddhaan.

(Jagalah) pemberian Gurumu seperti engkau melindungi hidupmu sendiri.

Perlakukan juga keluarga yang Gurumu kasihi dengan penghormatan yang sama untuk beliau.

Memiliki kasih sayang dan rasa hormat kepada mereka yang dekat dengan beliau

seakan-akan mereka adalah sanak-keluarga kita sendiri yang paling baik.

Berpikirlah terhadap penyatuan (dengan cara ini) setiap saat.(26) Sebelum Upasaka Drom-ton-pa menjadi siswa Guru Atisha, ia telah berbakti pada seorang Guru di daerah Kam. Dimana setiap hari ia menggendong anak Gurunya di punggungnya, memintalkan wool dengan tanganya dan menghaluskan kulit-kulit untuk pakaian dengan kakinya. Dimalam hari ia menjadi penjaga kawanan domba milik Gurunya. Ia melakukan semua itu dengan penuh rasa gembira, sehingga, meskipun dirinya hanya seorang upasakha, Guru Atisha telah menjadikannya seorang penerus yang menerima sebagian besar ajarannya. Demikian pula pada masa Jetsun Milarepa berbakti kepada Guru Marpa, ia dengan gembira

(27)

membenamkan dirinya dalam lumpur dan meminta istri Gurunya untuk menjadikanya penopang pada saat istri Gurunya hendak memerah susu sapi. Engkau juga harus menaruh hormat dan melayani orang-orang yang dekat dalam kehidupan Gurumu. Selalu ingat-ingatlah bahwa Gurumu adalah perwujutan dari Hyang Buddha, yang memiliki kemuliaan yang sama dan cinta kasih kepada semua makhluk. Jika engkau merasa iri terhadap keluarganya atau para pembantu serta siswa-siswa dekatnya, jika ini menguasai dirimu, hal itu jelas menunjukan bahwa engkau tidak sepenuh hati melihat Hyang Buddha dalam dirinya.

Tidak tidur pada tempat tidur atau tempat duduk yang sama (dengan Gurumu), serta tidak berjalan di depan beliau.

(Pada saat pengajaran jangan) memakai sanggul yang tinggi (topi, sepatu, senjata) diatas kepalamu.

Jangan menyentuh tempat duduknya sebelum beliau duduk atau jika kebetulan beliau duduk diatas lantai. Jangan meletakan tanganmu (pada pinggangmu atau meremas-remas tanganmu dihadapan beliau).(27)

Jangan duduk atau santai ketika Gurumu sedang berdiri, atau berbaring ketika Gurumu sedang duduk.

Selalu bersiaplah berdiri melayani beliau dengan sepenuh tenaga dalam cara yang sempurna.(28)

Pada saat dihadapan Gurumu jangan lakukan hal-hal,

seperti meludah (batuk atau bersin tanpa menutup mulutmu). Jangan merenggangkan kakimu saat engkau duduk,

juga jangan jalan mondar-mandir (tanpa alasan) di hadapannya. Dan jangan berdebat.(29)

Jangan memijat atau menggosok anggota tubuhmu.

Jangan menyanyi, menari atau memainkan alat-alat musik (selain untuk tujuan keagamaan)

(28)

dan jangan omong kosong atau berbicara berlebihan (atau terlalu keras)

dalam jarak pendengaran Gurumu.(30)

Segala contoh-contoh tingkah laku yang tidak patut tidak dibenarkan bukan karena Gurumu terganggu. Para Hyang Buddha tidak akan terpengaruh dengan berbagai sikap yang tak pantas. Tetapi karena engkau hendak mencapai Kesempurnaannya dan memiliki harapan yang besar untuk mencapainya, engkau seharusnya tidak bertintak yang tercela, semaunya atau tanpa nalar.

Disiplin yang ditulis disini bukan berarti menjadi pengekang yang tidak alami serta kejam. Jika engkau duduk bersila pada saat Guru membabarkan dharma dan merasa tidak nyaman, dirimu diijinkan untuk mengubah posisi dudukmu. Tetapi duduk begitu saja dengan kaki terarah pada Gurumu menunjukan sikap yang tidak sepantasnya menjadi suatu pelanggaran yang serius karena tiadanya rasa hormat. Menerima sebuah dharmadesana tidak sama dengan menonton suatu olah raga. Bukan ditujukan untuk kenyamananmu akan tetapi bagi pencerahanmu, engkau harus tinggal bersama Gurumu. Karena itu engkau harus menunjukan sikap hormat yang dalam dan selalu melayani keperluanya demi kenyamanan Gurumu.

Pada saat Gurumu masuk ruangan berdirilah dengan beranjali. Duduklah dengan hormat.

Di malam hari atau di sungai atau pada jalan-jalan yang berbahaya, dengan seijin Gurumu engkau boleh berjalan mendahuluinya.(31) Di hadapan Guru seorang siswa dengan sadar

seharusnya tidak duduk dengan tubuh memutar,

ataupun menyandarkan tubuhnya pada tiang-tiang dan sejenisnya. Jangan membunyikan kuku-kuku jarimu (memain-mainkan jarimu atau membersihkan kukumu).(32)

(29)

Engkau harus selalu sadar bahwa Gurumulah satu-satunya oang yang dapat menunjukan padamu jalan menuju Pencerahan Sempurna dari samudra samsara serta bagaimana membebaskan makhluk lain, dengan begitu beliau jauh lebih berharga dari apapun. Jika ia berada dalam bahaya engkau harus berusaha untuk sekuat tenaga melindunginya. Jangan duduk-duduk saja bermalas-malasan dengan acuh-tak acuh seolah-olah dirimu orang yang sangat berkuasa.

Ketika membersihkan kaki atau tubuh Gurumu, mengeringkannya, memijat atau mencukur rambutnya, bernamaskaralah tiga kali terlebih dahulu,

dan setelah selesai lakukan juga hal yang sama.

Kemudian kerjakan tugasmu menurut kebiasaanmu sendiri.(33) Jika engkau beruntung berkesempatan untuk membersihkan tubuh Gurumu, mencukur rambutnya atau apapun yang menyebabkan kenyamanannya, engkau akan memperoleh pahala yang sangat luarbiasa. Oleh karenanya semua tindakan tersebut harus dilakukan dengan penuh rasa bakti. Jangan egois dengan hanya memikirkan kepentinganmu sendiri. Perhatian utama bagimu adalah Gurumu serta tercapainya Pencerahan bagimu. Setelah itu engkau lakukan baru boleh memperhatikan dirimu sendiri.

Jika engkau perlu menulis surat kepada Gurumu, tambahkan gelar “kehadapanmu”,

setelah itu untuk membangkitkan rasa hormat kepada beliau dari orang-orang lain,

sebutkan penghormatan yang lebih yang boleh kita pergunakan.(34) Suatu ketika Jey Tsongkapa sedang memberikan uraian dharma kepada beberapa siswanya di tempat penyepian, dimana dikemudian hari Vihara Sera dibangun, Keydrup Jey untuk pertama kalinya datang menemui beliau. Ia bertanya pada seorang bhiksuni yang tinggal dekat dengan tempat Jey Tsongkapa berdiam, setelah diberitahu bhiksuni itu berlari

(30)

tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia kemudian membersihkan mulutnya dan menyalakan sebatang dupa baru selanjutnya berkata, “Kepala Viharaku yang mulia serta penuh maitri karuna, keharibaan Jey Tsongkapa yang berdiam disebelah sana”.

Misalnya jika nama Gurumu adalah Rinchen Dorje, engkau seharusnya menyebut namannya diharibaan orang lain dengan “guruku, yang suci, yang mulia Rinchen Dorje”. Sekurang-kurangnya beberapa panggilan kehormatan harus digunakan. Adalah sangat tidak lazim, seenaknya dan menjengkelkan jika menulis surat kepada Gurumu dengan langsung memanggil nama pribadinya. Gurumu bukan teman sepermainanmu dimasa kecil, beliau adalah manivestasi dari Hyang Buddha yang datang untuk membimbingmu menuju Pembebasan.

Ketika meminta nasehat Gurumu, (pertama beritahukanlah tujuan kedatanganmu).

Dengan beranjali, dengarkan apa yang beliau katakan tanpa membiarkan pikiranmu mengembara. Kemudian saat beliau selesai berbicara engkau harus berkata

“Saya akan melaksanakan dengan benar sebagaimana yang Guru katakan”.(35)

Sesudah melakukan (apa yang Guru beritahukan kepadamu)

laporkan (apa yang telah terjadi) dengan kata-kata yang sopan dan lemah lembut.

Jika engkau menguap atau tertawa dihadapannya tutuplah mulutmu dengan tanganmu.(36)

Jangan menyebabkan waktu Gurumu terbuang percuma hanya untuk berbicara yang tidak ada Gunanya. Jika engkau menemuinya, setelah bernamaskara tiga kali langsung utarakan maksud kedatanganmu. Bertanyalah secara terus terang, dengan sikap yang sopan dan rasa kerendahan hati. Jika Gurumu memberi nasehat atau memintamu melakukan sesuatu, amatilah kesanggupanmu untuk melihat apakah

(31)

engkau mampu atau tidak. Jangan berjanji untuk melakukan sesuatu yang ternyata kemudian tidak kau laksanakan. Akibat dari ketidak patuhan serta sikap tidak peduli adalah sangat menakutkan. Tetapi jika engkau dapat menyelesaikan setiap tugas yang diberikan, selalu laporkan apa-apa yang telah engkau laksanakan.

Jika engkau ingin menerima ajaran tertentu,

memohonlah dengan beranjali sambil berlutut sebelum beliau berada di sebelah kananmu.

(kemudian pada saat pelajaran) duduklah dengan rendah hati dan rasa hormat,

kenakan pakaian yang sopan serta rapi (bersih,

tanpa perhiasan-perhiasan, permata-permata ataupun kosmetik).(37) Apapun yang engkau perbuat untuk melayani (Gurumu) yang mengajarkanmu (jalan),

berhentilah bersikap sombong.

Sebaliknya engkau jangan seperti seorang pengantin, sewaktu engkau menikah,

malu-malu segan dan amat lembut.(38)

Apapun yang engkau lakukan untuk melayani (Gurumu) yang mengajarkanmu (jalan),

berhentilah bersikap sombong, dengan berusaha mencari perhatian. Untuk menyombongkan diri kepada orang lain (apa yang telah engkau lakukan kepada Gurumu),

periksa (kata hatimu) dan buanglah sikap seperti itu.(39)

Merupakan diluar kepatutan jika seorang Guru memberikan ajaran tanpa permohonan sebelumnya. Karena Guru memberikan ajaranya demi kebajikan para siswanya bukan untuk memamerkan pengetahuannya. Karenanya perlu dilakukan permohonan sesuai dengan tatacara yang benar untuk meminta ajaran. Jangan mencoba-coba untuk menekan Gurumu agar memberikan ajaran yang terlalu tinggi menurut kesanggupanmu. Guru

(32)

akan mempertimbangkan kesanggupan dan kesiapanmu dalam memberikan ajaranya. Jangan karena perasaan sewenang-wenang engkau menyuruh Gurumu memberikan ajaran yang kau pikir baik bagi dirimu.

Ketika mengikuti dharma desana, harus disadari bahwa itu bukanlah acara kumpul-kumpul biasa. Alasan satu-satunya kehadiranmu disana adalah demi tercapainya Kebuddhaan bagi kebahagiaan semua makhluk. Jadi kedatanganmu bukan untuk menunjukan kemakmuranmu atau kecantikanmu kepada yang lain, oleh karenannya pada saat-saat seperti itu jangan berlebihan dalam menghias dirimu hingga menyebabkan orang lain tertarik seperti seekor burung merak. Juga pertimbangkan budaya orang-orang ditempat tersebut. Jangan mengenakan busana atau perhiasan yang menyebabkan pikiran orang lain terganggu. Duduklah dengan rapi dan sopan serta tidak menimbulkan daya tarik bagi orang lain, disertai sikap hormat yang dalam pada Gurumu.

Pada saat engkau berkesempatan untuk melayani Gurumu jangan bersikap seperti anak kecil. Apapun yang engkau lakukan atau persembahkan adalah demi tercapainya Pencerahan. Lebih baik jangan engkau lakukan hal itu jika hanya untuk menunjukan bagaimana engkau seorang yang bakti dan saleh. Tak ada kebajikan yang akan diperoleh dari sikap pamer seperti itu. Jangan melayani Gurumu diluar karena berbakti, misalnya karena sikap sombong dimana menurut perasaanmu dirimu orang yang dermawan. Gurumu sama sekali tidak membutuhkan bantuanmu, karena beliau perwujutan Hyang Buddha. Sebaliknya, dirimulah yang sangat memerlukan bantuannya, dengan membiarkan dirimu mengerjakan hal-hal sepele sesungguhnya beliau memberimu kesempatan untuk mengumpulkan kebajikan. Untuk itu ingatlah kebajikan dalam melakukan segala bakti pada beliau. Disamping itu dirimu juga tidak sepantasnya mencandai Gurumu untuk membuatnya tertarik dan merasa senang menurut dugaanmu. Ingat Gurumu adalah wujud Hyang Buddha yang akan memandang semua makhluk secara sama, dan beliau sama sekali tidak akan dapat dipengaruhi dengan sikap yang tidak patut seperti itu.

(33)

Jika engkau di minta untuk melakukan sebuah pemberkatan, suatu abhiseka kedalam mandala tertentu

atau upacara homa puja atau mengumpulkan siswa-siswa dan memberikan pengajaran,

maka tidak boleh melakukan hal itu apabila

Gurumu ada di wilayah itu, kecuali engkau mendapatkan ijin darinya terlebih dahulu.(40)

Persembahan apapun yang engkau peroleh dari melakukan upacara-upacara seperti abhiseka,

pembukaan mata, engkau harus memberikan semuanya kepada Gurumu.

Setelah beliau mengambil bagiannya,

engkau boleh mengambil sisanya untuk apapun yang kau inginkan.(41) Di hadapan Guru, seorang siswa seharusnya tidak bersikap

sebagai seorang Guru terhadap murid-muridnya sendiri,

dan seharusnya mereka (siswa-siswanya) tidak bersikap kepadanya sebagai Gurunya.

Oleh karena itu sebelum Gurumu datang

hentikan murid-muridmu dari menunjukan penghormatan kepadamu, seperti misalnya berdiri saat engkau datang dan bernamaskara.(42)

Sekalipun dirimu telah menjadi seorang Guru bagi siswa-siswamu, engkau harus tetap melaksanakan bakti kepada Gurumu. Jika engkau dimohon oleh siswa-siswamu untuk memberi abhiseka, desana serta lain-lain, dan Gurumu juga berada ditempat yang sama, engkau harus menannyakan kepadanya terlebih dahulu, mungkin beliau berkenan untuk melakukannya. Jika tidak, atas persetujuannya engkau boleh melakukannya. Jika Gurumu tinggal ditempat yang jauh engkau harus menulis surat kepadanya untuk mendapatkan ijin menerima seorang murid atau memberi ajaran-ajaran. Semestinya engkau tidak bertindak semaunya dengan bersikap bahwa dirimu tidak perlu lagi nasehat dari Gurumu karena telah mencapai siddhi-siddhi serta tingkat-tingkat kesucian, bagaimanapun

(34)

engkau tetap harus menghormatinya dan meminta nasehat-nasehatnya. Dihadapan Gurumu, engkau harus melarang murid-muridmu menunjukan penghormatannya kepadamu. Sepanjang waktu engkau harus menunjukan sikap bakti dan kerendahan hati. Oleh karenanya segala persembahan yang engkau terima harus engkau persembahkan kepada Gurumu sebagai tanda baktimu. Beliau pasti hanya akan mengambil sebagian dan selebihnya akan mengembalikannya kepadamu. Beliau sama sekali tidak mengimpikan atau serakah terhadap persembahan-persembahan, meski demikian dirimu harus menganggapnya yang terpenting untuk menerima persembahan.

Pada suatu ketika, Recungpa hidup disatu kota dengan Gurunya yaitu Jetsun Milarepa, Rechungpa terkenal sebagai seorang Guru yang berwajah tampan, gagah dan menyenangkan, sehingga banyak siswa-siswa yang datang membawa persembahan kepadanya yang sangat banyak jumlahnya. Guru Rechungpa berfikir, “Jika aku saja menerima begini banyak persembahan,Guruku pasti menerima tiga kali lebih banyak”. Lalu ia pergi menemui Gurunya, dan berkata, “ Guru bukankah hari ini kita menerima persembahan yang berlimpah, mari sekarang kita begi-bagikan kepada para siswa.” Akan tetapi Gurunya menunjukan pemberian yang diterimanya pada hari itu yang hanya berupa sepotong daging, sekerat keju dan beberapa mentega. Guru Rechungpa merasa sangat malu karena menerima persembahan yang lebih banyak dari Guru pujaannya, dan karena kejadian tersebut ia meminta ijin pada Gurunya untuk meninggalkan daerah itu secepatnya.

Selanjutnya ia akan menuju kota Lhasa untuk mengunjungi archa Bhatara Hyang Buddha yang amat terkenal. Jetsun Milarepa menjawab, “Jika engkau melihat Gurumu sebagai bhatara Hyang Buddha apa gunannya melihat sebuah archa?” Ia kemudian memohon ijin untuk mengunjungi sebuah Vihara tua di Samye. Sekali lagi Gurunya menjawab, “Pada saat melihat susunan perasaanmu, apa gunanya melihat sebuah bangunan?” Dan untuk ketiga kalinya ia memohon ijin untuk berziarah ke Hlodrak, tempat dimana Mahaguru Marpa Yang Agung pernah hidup. Kali ini Gurunya hanya menjawab, “Jika engkau telah bermeditasi pada

(35)

ajaran-ajaran Guruku apa gunannya melihat rumahnya.” Jetsun Milarepa memberitahunya untuk tidak berusaha melakukan terlalu banyak kegiatan, tetapi sebaliknya mengajurkannya masuk ketempat penyepian agar memperoleh kemantapan pada latihan. Apa yang Guru Rechungpa alami tersebut untuk menunjukan bahwa tidaklah pantas bagi seorang murid untuk menerima persembahan yang melebihi Gurunya.

Ketika engkau memberi persembahan kepada Gurumu atau ketika Gurumu memberikan sesuatu kepadamu, seorang siswa dengan kesadarannya akan memberikan dan menerima ini dengan menggunakan kedua tangannya dan dengan menundukan kepala.(43)

Pintarlah dalam bertindak, memiliki perhatian kuat dan berhati-hati,

tidak melupakan kata-kata yang telah kau ucapkan.

Jika seorang murid melanggar (atas sopan-santun yang benar, perbaikilah satu sama lain dengan keakraban).(44)

Semua siswa yang menerima abhiseka Tantra dari Vajracharya yang sama, mereka berarti telah menjadi saudara dan saudari Vajra. Engkau harus saling menghormati dan mengasihi sesama saudara Vajra, saling membantu dan saling mendukung agar semua tetap berada pada jalan. Jangan sampai timbul rasa iri atau menyombongkan diri diantara sesama saudara- saudari Vajra siswa dari Guru yang sama. Dengan saling memperbaiki satu sama lain engkau menyenangkan hati Gurumu serta para Tahagata. Jika terjalin rasa ke keluargaan dan ke harmonisan di antara saudara-saudari Vajra, ini akan menjadi suri tauladan bagi orang-orang di sekelilingmu.

Jika disebabkan karena sakit engkau tidak dapat membungkukkan tubuhmu kepada Gurumu

dan melakukan apa yang seharusnya dianjurkan, sekalipun tanpa ijin lisannya,

(36)

tidak ada akibat-akibat kemalangan jika engkau memiliki pikiran terpuji.(45)

Bakti pada Guru bukanlah bentuk kultus yang fanatik. Jika engkau sakit kemudian Gurumu memasuki ruangan mengunjungimu, engkau tidak perlu berdiri dan memberikan hormat sebagaimana umumnya. Jika engkau memiliki sesuatu yang hendak engkau berikan kepada Gurumu tetapi tubuhmu terlalu lemah untuk dapat melakukannya, engkau tidak di persalahkan meskipun Guru sendiri yang bahkan akan membungkuk ke arah tempatmu berbaring. Ini tidak di anggap sikap yang tidak hormat kepada Gurumu, karena dalam hati engkau bermaksud melakukan hal yang semestinya pantas di lakukan akan tetapi tubuhmu menghalanginya. Bagaimanapun, ada hal-hal yang sama sekali tak dapat di tawar-tawar lagi, dimana engkau samasekali tidak di benarkan mengganggu perasaan Gurumu, bersikap sombong, angkuh, atau tidak menghormatinya dalam keadaan bagaimanapun.

Apa yang perlu di katakan lagi.

Lakukan apa yang menyenangkan Gurumu dan jauhi melakukan apa yang tidak beliau sukai.

Cerdiklah dalam kedua hal ini.(46)

Pencapaian siddhi, adalah menuruti apa yang di inginkan Gurumu. Hal ini telah di katakan oleh Sang Hyang Adhi Buddha Vajradhara sendiri.

Menyadari akan hal ini,

berusahalah menyenangkan Gurumu secara sungguh-sungguh dengan tubuh, ucapan dan pikiran.(47)

Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan tidak menginginkan penderitaan. Akar dari tercapainya kebahagiaan bagimu adalah Gurumu. Beliau menunjukan jalan menuju pencerahan melalui contoh kehidupannya sendiri yang telah mencapai realisasi, sehingga memberikan inspirasi bagimu untuk menelusuri jalan ini dengan mudah. Jika engkau telah

(37)

memahami akan hal ini, engkau akan mengerti betapa pentingnya memusatkan diri pada bakti kepada Guru, dan engkau hanya akan berusaha menyenangkan hatinya. Sumber dari ajaran ini adalah Sanghyang Adhibuddha Vajradhara, dengan demikian engkau harus membuang jauh segala keragu-raguanmu. Ikutilah Gurumu dengan penuh keyakinan sehingga engkau akan dapat mencapai keberhasilan Pembebasan.

Menyenangkan Gurumu adalah jalanmu untuk mencapai Pembebasan. Oleh karenanya motivasimu dalam berusaha menyenangkan beliau adalah bodhicitta serta keinginan untuk menolong semua makhluk. Sudah seharusnya engkau tidak karena dorongan keinginan-keinginan duniawi seperti pujian dari Gurumu atau berkah perlindungannya semata. Selanjutnya apabila Gurumu memarahimu, kendalikan perasaanmu. Jika engkau dengan tanpa segaja mengecilkan atau berpikir untuk membalas sikap beliau dengan bersikap merendahkannya dengan menganggapnya sebagai makhluk biasa yang belum mencapai pencerahan, hal ini akan menjadi rintangan yang serius. Tetapi jika sebaliknya, engkau melihatnya sebagai satu pemberkatan, itu akan menjadi percepatanmu dalam menempuh jalan. Jika keadaan ini menimpamu tidak pantas engkau merasa depresi atau putus asa atau merasa bersedih hati karena menganggap Gurumu tidak mengasihimu lagi. Menganggapnya demikian menandakan bahwa egomu masih cukup besar sehingga menerima kritikan Gurumu dengan mengaitkannya kembali pada kepentingan egomu yang berharap harus di hargai.

Guru Marpa berulangkali memarahi dan memukuli Jetsun Milarepa. Hal itu di lakukan bukan karena ada ketidak senangan secara pribadi kepadanya, tetapi semata-mata bahkan karena kasih sayang beliau yang besar yang harus menerapkan cara-cara yang keras yang akan lebih membawa keberhasilan. Maka jika Gurumu bertindak seolah-olah kejam kepadamu, lihatlah hal itu sebagai caranya untuk membawamu kepada keberhasilan menjinakan batinmu dan membawamu pada Kebuddhaan. Sebagai wujud Hyang Buddha sangat tidak mungkin Gurumu membencimu.

(38)

Setelah seorang siswa berlindung kepada Hyang Triratna dan mengembangkan motivasi yang tulus,

ia harus menyimpan naskah ini dalam hatinya

dan mengikuti jejak Gurunya sepanjang ‘jalan bertahap menuju pencerahan’.(48)

Dengan mempelajari latihan-latihan yang di haruskan dari Gurupancasikha

dan jalan bertahap, mencakup Sutra dan Tantra,

engkau akan menjadi bejana yang sesuai untuk menyimpan Dharma suci.

Engkau kemudian dapat memberi pengajaran Tantra. Sesudah menerima pemberkatan sebagaimana mestinya,

ulangilah dengan kuat ‘empat belas sumpah akar (mantra rahasia)’ dan menyimpannya dengan sungguh-sungguh dalam hatimu.(49)

Jika sebagai seorang siswa engkau telah memiliki bodhicitta, kerendahan hati, tidak mementingkan diri sendiri serta tidak arogan, pertama-tama Gurumu akan mengajarkan kepadamu manfaat dari mengambil perlindungan. Beliau akan menunjukan keseimbangan, tujuan dan arti hidup saat ini. Ini dapat memberikan perlindungan atas segala penderitaan samsara serta kebimbangan terhadap Hyang Triratna; Hyang Buddha, Dharma serta Sangha, langsung dari orang yang telah merealisasikannya. Beliau akan membimbingmu secara bertahap melalui ‘ tiga dasar sang jalan’; Penolakan samsara (nekramma), Bodhicitta dan Sunyata. Berlandaskan pada perlindungan yang kuat, serta ikrar-ikrar Bodhicitta, dengan begitu engkau akan dapat melaksanakan bakti kepada Guru secara seksama.

Naskah ini di tulis untuk di baca setiap hari sehingga para siswa tidak akan melewatkan hal-hal penting dalam menempatkan dirinya di hadapan Guru mereka. Pada saat Gurumu menempatkanmu pada jalan ini untuk memasuki Tantra, dan dirimu menjadi bejana yang sesuai, maka telah layak baginya untuk memberikan abhiseka kepadamu. Beliau selanjutnya

(39)

akan menjelaskan samaya-samaya Tantra dan engkau harus sepenuh hati yakin tidak akan melanggarnya.

Sang Hyang Adhibuddha Vajradhara, telah mengikrarkan bahwa meskipun engkau tidak melaksanakan dhyana, tetapi jika engkau melaksanakan samaya-samaya secara ketat dan murni dalam enam kali kehidupan engkau akan memiliki pengumpulan kebajikan yang besar dan menghalau rintangan-rintangan yang menghalangi tercapainya Kebuddhaan.

Setelah menerima abhiseka serta ijin-ijin, engkau telah menerima penguatan untuk dapat menghayati jalan Tantra sebagaimana yang di tunjukan Gurumu melalui tahap pengembangan dan tahap penyelesaian. Keberhasilanmu sangat bergantung pada baktimu kepada Guru dan kesetiaanmu dalam menjaga samaya-samaya. Oleh karenanya berbaktilah secara benar kepada Guru sesuai dengan ajaran ini merupakan jalan yang sangat penting hingga tercapainya Pencerahan, penyatuan dengan Istadevata Yogamu.

Karena saya tidak melakukan kesalahan ketika menulis naskah ini (dengan menambahkan pandangan-pandangan saya pribadi)

semoga hal ini bermanfaat tak terhingga bagi semua siswa yang hendak mengikuti Gurunya.

Dengan kebajikan yang tak terbatas yang telah saya peroleh

semoga semua makhluk segera mencapai tingkat Kebuddhaan.(50) Hingga di sini ‘Lima Puluh Gatha Guru-Pancasika’ telah selesai, ditulis oleh Guru Agung Asvaghosa. Naskah ini di minta dan di terjemahkan (kedalam bahasa Tibet) oleh bikshu yang juga seorang penterjemah mulia, Rin-ch’en Zang-po dari Zhu-Ch’en, bersama Upadyaya Vihara India, bikshu Padmakara-varman.

(40)

Lima Puluh Gatha Bakti Guru

Sujud sesuai tata krama pada kaki padma Guruku

yang menjadi sebab bagi diriku mencapai tingkat Vajrasattva Yang Agung, Aku akan menyarikan serta menjelaskan secara singkat

apa yang disebutkan dalam berbagai kitab-kitab suci Tantra tentang bakti kepada Guru.

(Karenanya) dengarkan dengan hormat.(1) Semua Buddha dari masa lampau,

masa sekarang dan masa yang akan datang,

yang berada di sepuluh penjuru, telah memberikan penghormatan terhadap Guru Tantra (Vajracharya), yang daripadanya telah menerima abhiseka tertinggi.(2)

Tiga kali sehari, dengan keyakinan yang tinggi engkau harus menunjukkan Sikap hormatmu kepada Gurumu yang telah mengajarkanmu (jalan Tantra),

dengan beranjali, mempersembahkan mandala serta lainnya, bunga-bungaan,

(41)

dan menyentuhkan kepalamu pada kakinya.(3)

Bagi mereka yang memegang sumpah pratimoksha, jika Gurumu adalah seorang upasakha (bukan bhiksu) atau lebih rendah tingkatannya dari dirimu, bersujudlah di hadapan umum ketika beliau dikelilingi benda-benda seperti kitab-kitab suci untuk menghindari cemoohan. Tetapi dalam hatimu sesungguhnya (engkau) bersujud pada Gurumu.(4)

Dalam melayani Gurumu dan menunjukkan penghormatan kepadanya, (lakukan misalnya dengan) mematuhi apa yang dikatakannya, berdirilah ketika beliau datang dan tunjukkan tempat duduknya. Hal-hal demikian seharusnya dilakukan oleh mereka yang telah mengangkat sumpah pratimoksha (di mana Gurunya orang biasa atau yang lebih rendah statusnya dari pada dirinya). Tetapi di depan umum hindari bersujud dan bertindak yang tidak lazim (seperti mencuci kakinya).(5)

Dengan maksud agar sumpah-sumpah, baik dari Guru maupun murid tidak merosot, maka harus saling memeriksa sebelum menjalin ikatan Guru dan murid (untuk menentukan apakah seseorang sesuai atau tidak). (6) Seorang siswa dengan sadar seharusnya tidak menjadikan seseorang sebagai Guru, mereka yang kurang cinta kasihnya alias pemarah, kejam atau sombong, tamak, tidak disiplin atau menyombongkan pengetahuannya.(7)

Seorang Guru seharusnya mantap dalam tindakannya, ucapannya menimbulkan semangat, bijaksana, sabar dan tulus. Beliau seharusnya tidak menyembunyikan kekurangan-kekurangan ataupun berpura-pura memiliki sifat-sifat yang sebenarnya tidak dimilikinya. Ia seharusnya orang yang ahli dalam pengetahuan Tantra dan tata upacara (penyembuhan dan pengendalian rintangan-rintangan), beliau seharusnya juga memiliki cinta kasih dan pengetahuan yang mendalam terhadap Sutra-sutra.(8)

(42)

Seorang Guru harus mempunyai keahlian sempurna dalam sepuluh bidang pengetahuan, ahli dalam melukis mandala, berpengetahuan sempurna, mampu menerangkan Tantra, memiliki keyakinan tulus tertinggi dan indrianya sepenuhnya terkendali.(9)

Setelah menjadi siswa dari seorang pembimbing atau Guru, jika engkau kemudian memandang rendah beliau menuruti perasaanmu, engkau akan memperoleh penderitaan yang terus menerus sebagaimana engkau merendahkan semua Bhatara Hyang Buddha.(10)

Jika dirimu dengan bodoh meremehkan Gurumu, engkau akan terserang penyakit menular dan penyakit yang disebabkan oleh kekuatan jahat. Engkau akan mati (dengan kematian yang mengerikan) disebabkan oleh makhluk-makhluk jahat, penyakit menular dan racun.(11)

Engkau akan terbunuh oleh raja-raja jahat atau api, ular berbisa, air, tukang teluh atau penjahat, kekuatan-kekuatan jahat atau orang-orang liar dan selanjutnya terlahir kembali di neraka.(12)

Jangan mengganggu batin Gurumu. Jika engkau begitu bodoh dan melakukan hal ini, engkau pasti akan direbus di neraka.(13)

Neraka apa saja yang telah diceritakan, seperti Avici, neraka dari penderitaan tak terputuskan, hal ini telah diuraikan dengan jelas bahwa mereka yang meremehkan Guru-gurunya akan hidup di sana (dalam waktu yang lama).(14)

Oleh karena itu berusahalah dengan sepenuh hati untuk tidak meremehkan Gurumu, yang walaupun tidak pernah menunjukkan kebijaksanaan yang tinggi serta kebajikannya.(15)

Jika karena kurang pengertian, engkau menunjukkan sikap tidak hormat pada Gurumu, maka dengan penuh hormat lakukan persembahan

(43)

kepadanya serta mohon maaf kepadanya. Dengan demikian di waktu yang akan datang penyakit-penyakit menular tidak akan melukaimu.(16) Telah diajarkan kepada Guru mana engkau telah berjanji (untuk membayangkannya sebagai Istadevata Guruyoga dalam meditasimu), engkau seharusnya mau mengorbankan istrimu, anak-anak, bahkan nyawamu, walaupun hal ini tidak mudah untuk dilepaskan. Apakah perlu mengutamakan kemakmuran yang sementara?(17)

Mempersembahkan persembahan dapat memberikan Kehyang Buddhaan bagi seorang siswa yang tekun dalam hidupnya, yang tidak mungkin untuk mencapainya dalam waktu berkalpa-kalpa.(18)

Senantiasa jagalah ucapanmu, selalu mempersembahkan persembahan kepada Yang Telah Mencapai Pencerahan (Hyang Buddha). Selalu memberi persembahan kepada Gurumu, karena beliau sama dengan semua Bhatara Hyang Buddha.(19)

Mereka yang ingin mencapai keberadaan tubuh kebijaksanaan seorang Buddha yang kekal abadi, ia harus mempersembahkan kepada Guru apa saja yang menurutnya menyenangkan, dari hal-hal yang paling banyak menyita waktu ke dalam pencapaian terbaik.(20)

Berikanlah persembahan (kepada Gurumu) secara terus-menerus sebagaimana memberi persembahan kepada semua Bhatara Hyang Buddha. Dari persembahan ini berlimpah kebajikan akan diperoleh. Dari pengumpulan ini menjadi pencapaian kemampuan tertinggi (dari Kebuddhaan). (21)

Oleh karena itu, seorang siswa dengan kemuliaan kasih sayang, dana, sila, kshanti seharusnya tidak pernah menganggap Gurunya berbeda dengan Sang Hyang Adhibuddha Vajradhara.(22)

(44)

Jangan sampai engkau menginjak bayangan Gurumu, karena akibat-akibatnya yang menakutkan adalah sama dengan menghancurkan stupa. Yang perlu diperhatikan adalah jangan menginjak tempat duduk atau sepatu beliau (duduk di tempat beliau, atau menunggangi kuda tunggangannya). (23)

Seorang siswa yang memiliki kesungguhan seharusnya mematuhi kata-kata Guru dengan serius dan gembira. Jika engkau kurang memahami atau kurang mampu untuk melakukan apa yang beliau anjurkan, jelaskan dengan kata-kata yang sopan mengapa engkau tidak dapat memenuhinya. (24)

Pencapaian siddhi, kelahiran yang lebih tinggi dan kebahagiaan di masa yang akan datang juga berasal dari Gurumu. Karena itu berusahalah sepenuh hati untuk tidak melanggar petunjuk-petunjuk Gurumu. (25) (Jagalah) pemberian Gurumu seperti engkau melindungi hidupmu sendiri. Perlakukan juga keluarga yang Gurumu kasihi dengan penghormatan yang sama untuk beliau. Memiliki kasih sayang dan rasa hormat kepada mereka yang dekat dengan beliau seakan-akan mereka adalah sanak-keluarga kita sendiri yang paling baik. Berpikirlah terhadap penyatuan (dengan cara ini) setiap saat. (26)

Tidak tidur pada tempat tidur atau tempat duduk yang sama (dengan Gurumu), serta tidak berjalan di depan beliau. (Pada saat pengajaran) jangan memakai sanggul yang tinggi (topi, sepatu, senjata) di atas kepalamu. Jangan menyentuh tempat duduknya sebelum beliau duduk atau jika kebetulan beliau duduk di atas lantai. Jangan meletakkan tanganmu (pada pinggangmu atau meremas-remas tanganmu di hadapan beliau). (27)

Jangan duduk atau santai ketika Gurumu sedang berdiri, atau berbaring ketika Gurumu sedang duduk. Selalu bersiaplah berdiri melayani beliau dengan sepenuh tenaga dalam cara yang sempurna. (28)

(45)

Pada saat di hadapan Gurumu jangan lakukan hal-hal, seperti meludah (batuk atau bersin tanpa menutup mulutmu). Jangan merenggangkan kakimu saat engkau duduk, juga jangan jalan mondar-mandir (tanpa alasan) di hadapannya. Dan jangan berdebat. (29)

Jangan memijat atau menggosok anggota tubuhmu. Jangan menyanyi, menari atau memainkan alat-alat musik (selain untuk tujuan keagamaan) dan jangan omong kosong atau berbicara berlebihan (atau terlalu keras) dalam jarak pendengaran Gurumu. (30)

Pada saat Gurumu masuk ruangan berdirilah dengan beranjali. Duduklah dengan hormat. Di malam hari atau di sungai atau pada jalan-jalan yang berbahaya, dengan seijin Gurumu engkau boleh berjalan mendahuluinya. (31)

Di hadapan Guru seorang siswa dengan sadar seharusnya tidak duduk dengan tubuh memutar, ataupun menyandarkan tubuhnya pada tiang-tiang dan sejenisnya. Jangan membunyikan kuku-kuku jarimu (memain-mainkan jarimu atau membersihkan kukumu). (32)

Ketika membersihkan kaki atau tubuh Gurumu, mengeringkannya, memijat atau mencukur rambutnya, bernamaskaralah tiga kali terlebih dahulu, dan setelah selesai lakukan juga hal yang sama. Kemudian kerjakan tugasmu menurut kebiasaanmu sendiri. (33)

Jika engkau perlu menulis surat kepada Gurumu, tambahkan gelar “kehadapanmu”, setelah itu untuk membangkitkan rasa hormat kepada beliau dari orang-orang lain, sebutkan penghormatan yang lebih yang boleh kita pergunakan. (34)

Ketika meminta nasehat Gurumu, (pertama beritahukanlah tujuan kedatanganmu). Dengan beranjali, dengarkan apa yang beliau katakan tanpa membiarkan pikiranmu mengembara. Kemudian saat beliau selesai

(46)

berbicara engkau harus berkata “Saya akan melaksanakan dengan benar sebagaimana yang Guru katakan”. (35)

Sesudah melakukan (apa yang Guru beritahukan kepadamu) laporkan (apa yang telah terjadi) dengan kata-kata yang sopan dan lemah lembut. Jika engkau menguap atau tertawa di hadapannya tutuplah mulutmu dengan tanganmu. (36)

Jika engkau ingin menerima ajaran tertentu, memohonlah dengan beranjali sambil berlutut sebelum beliau berada di sebelah kananmu. (Kemudian pada saat pelajaran) duduklah dengan rendah hati dan rasa hormat, kenakan pakaian yang sopan serta rapi (bersih, tanpa perhiasan-perhiasan, permata-permata ataupun kosmetik). (37)

Apapun yang engkau perbuat untuk melayani (Gurumu) yang mengajarkanmu (jalan), berhentilah bersikap sombong. Sebaliknya engkau jangan seperti seorang pengantin, sewaktu engkau menikah, malu-malu segan dan amat lembut. (38)

Apapun yang engkau lakukan untuk melayani (Gurumu) yang mengajarkanmu (jalan), berhentilah bersikap sombong, dengan berusaha mencari perhatian. Untuk menyombongkan diri kepada orang lain (apa yang telah engkau lakukan kepada Gurumu), periksa (kata hatimu) dan buanglah sikap seperti itu. (39)

Jika engkau diminta untuk melakukan sebuah pemberkatan, suatu abhiseka ke dalam mandala tertentu atau upacara homa puja atau mengumpulkan siswa-siswa dan memberikan pengajaran, maka tidak boleh melakukan hal itu apabila Gurumu ada di wilayah itu, kecuali engkau mendapatkan ijin darinya terlebih dahulu. (40)

Persembahan apapun yang engkau peroleh dari melakukan upacara-upacara seperti abhiseka, pembukaan mata, engkau harus memberikan

(47)

semuanya kepada Gurumu. Setelah beliau mengambil bagiannya, engkau boleh mengambil sisanya untuk apapun yang kau inginkan. (41)

Di hadapan Guru, seorang siswa seharusnya tidak bersikap sebagai seorang Guru terhadap murid-muridnya sendiri, dan seharusnya mereka (siswa-siswanya) tidak bersikap kepadanya sebagai Gurunya. Oleh karena itu sebelum Gurumu datang hentikan murid-muridmu dari menunjukkan penghormatan kepadamu, seperti misalnya berdiri saat engkau datang dan bernamaskara. (42)

Ketika engkau memberi persembahan kepada Gurumu atau ketika Gurumu memberikan sesuatu kepadamu, seorang siswa dengan kesadarannya akan memberikan dan menerima ini dengan menggunakan kedua tangannya dan dengan menundukkan kepala. (43)

Pintarlah dalam bertindak, memiliki perhatian kuat dan berhati-hati, tidak melupakan kata-kata yang telah kau ucapkan. Jika seorang murid melanggar (atas sopan-santun yang benar, perbaikilah satu sama lain dengan keakraban). (44)

Jika disebabkan karena sakit engkau tidak dapat membungkukkan tubuhmu kepada Gurumu dan melakukan apa yang seharusnya dianjurkan, sekalipun tanpa ijin lisannya, tidak ada akibat-akibat kemalangan jika engkau memiliki pikiran terpuji. (45)

Apa yang perlu di katakan lagi. Lakukan apa yang menyenangkan Gurumu dan jauhi melakukan apa yang tidak beliau sukai. Cerdiklah dalam kedua hal ini. (46)

Pencapaian siddhi, adalah menuruti apa yang diinginkan Gurumu. Hal ini telah dikatakan oleh Sang Hyang Adhibuddha Vajradhara sendiri. Menyadari akan hal ini, berusahalah menyenangkan Gurumu secara sungguh-sungguh dengan tubuh, ucapan dan pikiran. (47)

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisa statistik antara perlakuan supplement media MS dan kepadatan media tidak ada interaksi , tetapi antara perlakuan berbeda nyata .Pengamatan secara visual terlihat

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit akut akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina.Kasus DBD di Kabupaten Kudus

Teori dari Avery & Ferro dalam Panda (2005:152) menyatakan “Meningkatnya strategi product placement mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik ini untuk

Gambar 4.9 Grafik Variabel Waktu vs Laju Korosi Lalu, kembali ke hasil uji korosi, apabila kita melihat pada gambar 4.9 secara grafis terlihat adanya perbedaan yang sangat

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas tersusunnya tulisan yang berjudul Pelaksanaan dan Pe- nerimaan Program Keluarga Berencana Pada Masyarakat

pimpinan diskusi (ketua, sekretaris (pencatat), pelapor (kalau perlu), mengatur tempat duduk, ruangan, sasaran, dan sebagainya). Pemimpin diskusi yang dipilih

Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian dengan menggunakan data-data yang diperoleh langsung pada laporan keuangan di ICMD

Jenis data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian yang dilakukan dalam penelitian