• Tidak ada hasil yang ditemukan

An Overview: VITAMIN D Dewi, Yunika Puspa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "An Overview: VITAMIN D Dewi, Yunika Puspa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

An Overview: VITAMIN D

Dewi, Yunika Puspa

Vitamin D termasuk dalam kelompok secosteroid larut lemak yang berasal dari kolesterol. Karakteristik secosteroid adalah adanya ikatan yg rusak pada salah satu cincin steroidnya. Sampai hari ini, telah ditemukan lebih dari 50 metabolit vitamin D dengan aktivitas biologi yang bervariasi. Dua jenis utama vitamin D adalah D3 (cholecalciferol) dan D2 (ergocalciferol), yang berbeda dalam hal struktur dari rantai sampingnya.1 Karakteristik vitamin D adalah aktivitas hormonalnya. Metabolit

aktifnya disintesis di ginjal dan hati dan ditransportasikan melalui darah ke target organ dan jaringan, seperti epitel intestinal dan tulang.2,3

Penemuan aktivitas pleiotropik vitamin D pada sebagian besar sel dan jaringan tubuh dimulai dari survey epidemiologi yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar vitamin D yang rendah dengan peningkatan risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit autoimun dan jantung pembuluh darah, kanker, diabetes dan juga penyakit infeksi.2,4 Walaupun vitamin D diketahui berperan

penting dalam menjaga kesehatan tulang dan juga berbagai macam fungsi fisiologi, banyak klinisi ragu untuk menerapi defisiensi atau insufisiensi vitamin D karena adanya risiko peningkatan ekskresi kalsium urine. Hipervitaminosis D sudah dikenal sebagai penyebab hiperkalsemia dan hiperkalsiuria.4

Metabolisme

Prekusor vitamin D terutama didapatkan dari 2 sumber: sintesis endogen dan makanan. Pada sintesis endogen, cholecalciferol (vitamin D3) disintesis dari 7-dehydrocholesterol di kulit pada saat terpapar sinar ultraviolet B dari sinar matahari. Vitamin D yang dari makanan sebagaian besar didapatkan dalam bentuk vitamin D3 (sumber hewani) dan/atau sebagai ergocalciferol (vitamin D2), prekusor utama didapatkan pada tumbuhan. Sumber utama vitamin D pada anak-anak dan dewasa adalah vitamin D3 yang didapat dari sintesis endogen.1,3,5,6,4

Protein yang bertugas membawa berbagai jenis vitamin D adalah vitamin D binding protein (DBP). DBP mempunyai afinitas dan kapisitas yang tinggi terhadap vitamin D, membawa 95-99% total 25-(OH)D, sebagian kecil lainnya dibawa oleh albumin dan lipoprotein melalui ikatan nonspesifik yang lemah.1 Vitamin D, dari makanan maupun kulit dimetabolisme di hati menjadi 25(OH)D oleh enzim

25-hidroksilase dan akan tersedia sebagai cadangan di sirkulasi dengan waktu paruh 2-3 minggu. Di dalam darah, 25(OH)D terikat dengan DBP membentuk komplek 25(OH)D-DBP. Proses metabolisme kedua terjadi di ginjal, dimana 25(OH)D mengalami hidroksilasi pada C-1, membentuk metabolit teraktif yaitu 1,25-dihydroxyvitamin D (calcitriol), dan juga pada C-24 membentuk metabolit inaktif yaitu 24,25-dihydroxyvitamin D (24 -hydroxycalcidiol).2 Calcitriol terikat pada reseptor inti sel, vitamin

D receptor (VDR), yang ada di ginjal, usus kecil dan tulang. Di ginjal, 1,25(OH)2D menstimulai reabsorpsi kalsium tubulus proksimal. Di usus kecil, 1,25(OH)2D menstimulasi absorpsi kalsium dan fosfat. 1,25(OH)2D dan hormon paratiroid memobilisasi kalsium dari jaringan tulang dengan cara menstimulai osteoklas.3,5,4,2

(2)

Gambar 1. Metabolisme vitamin D.4

Peneliti baru-baru ini menemukan 1-hidroksilasi juga terjadi pada banyak jaringan ekstra ginjal termasuk tulang, plasenta, prostat, keratinosit, makrofag, limfosit T, sel epitel colon, sel islet pankreas dan beberapa sel kanker termasuk dari paru, prostat dan kulit) begitu juga sel dari medulla adrenal, kortek cerebrum dan cerebellum. Sepertinya 1,25-(OH)2D produksi jaringan ektra renal bekerja secara lokal sebagai molekul sinyal autocrine atau paracrine dan tidak berkontribusi pada kadar 1,25-(OH)2D di sirkulasi.1 Selain itu, VDR ditemukan pada hampir semua jenis sel manusia, dari otak sampai tulang.

Vitamin D mengontrol secara langsung maupun tidak langsung lebih dari 3000 gen yang berhubungan dengan regulasi kalsium dan metabolisme tulang, modulasi imunitas bawaan, pertumbuhan dan maturasi sel, regulasi produksi insulin dan renin, induksi apoptosis dan menghambat angiogenesis. Walaupun banyak penelitian observasional mendukung adanya hubungan yang kuat antara vuitamin D dengan efek ekstra-skeletalnya, hubungan sebab akibat yang pasti antara rendahnya kadar vitamin D dengan berbagai penyakit belum dapat dibuktikan.5,4

Homeostasis vitamin D dikontrol oleh produksi 1,25-(OH)2D. Peningkatan 1,25-(OH)2D menyebabkan penurunan produksinya sendiri secara langsung maupun tidak langsung. 1,25-(OH)2D bekerja secara langsung dengan memberikan umpan balik negatif pada ekspresi 1-hidroksilase. 1,25-(OH)2D juga menurunkan sintesis hormon paratiroid. Hormon paratiroid bekerja dengan cara meningkatkan transkripsi 1-hidroksilase. Efek 1,25-(OH)2D pada hormon paratiroid merupakan mekanisme tidak langsung. Peningkatan kadar 1,25-(OH)2D juga meningkat ekspresi faktor phosphaturic, fibroblast growth factor 23 (FGF23). FGF23 menekan ekspresi 1-hidroksilase di ginjal sehingga menekan produksi1,25-(OH)2D secara tidak langsung. Selain itu, kalsium dan fosfat dari makanan juga mempengaruhi aktivitas 1-hidroksilase yaitu peningkatan kalsium dan fosfat menurunkan aktivitas 1-hidroksilase.1

Pengukuran Vitamin D

Panduan terbaru merekomendasikan penggunaan kadar 25-(OH)D serum, yang diukur dengan metode yang dapat diandalkan untuk mengevaluasi status vitamin D pasien yang berisiko mengalami defisiensi vitamin D.1 Kadar 25-(OH)D serum merupakan indikator terbaik ststus vitamin D karena

kadar 25-(OH)D mencerminkan produksi vitamin D3 kulit dan vitamin D (D2 dan D3) dari makanan. Selain itu, 25-(OH)D mempunyai waktu paruh di sirkulasi yang panjang yaitu 3-4 minggu. Walaupun metabolit aktif vitamin D adalah 1,25(OH)2D, kadar 1,25(OH)2D serum tidak direkomendasikan untuk menentukan status vitamin D karena waktu paruh di sirkulasi pendek yaitu 4-6 jam dan kadarnya dalam serum sangat rendah, 1000 kali lebih rendah dibandingkan dengan kadar 25(OH)D. Selain itu, pada saat terjadi defisiensi vitamin D, sekresi hormon paratiroid akan meningkat sebagai respon kompensatori yang akan menstimulasi ginjal untuk meningkatkan produksi 1,25(OH)2D sehingga pada saat terjadi defisiensi vitamin D didapatkan kadar 25(OH)D menurun sedangkan kadar 1,25(OH)2D dipertahankan

(3)

pada kadar normal bahkan meningkat.6,5,7,3,5,4,2 Walaupun panduan terbaru merekomendasikan

pengukuran kadar 25(OH)D untuk menilai status vitamin D ada perkecualian dimana pengukuran kadar 25(OH)D tidak dapat digunakan yaitu pada penyakit ginjal dimana kemampuan ginjal untuk memproduksi 1,25(OH)2D menurun.6

Secara umum metode pengukuran vitamin D dibagi menjadi 3 kategori: 1. Radio-immunoassays (RIA)

RIA dikembangkan pada awal tahuan 80an. Baru akhir-akhir ini saja metode ini digunakan secara rutin pada laboratorium klinis. Pada tahun 2015, <2% partisipan Vitamin D External Quality Assessment Scheme (DEQAS) menggunakan RIA. RIA pertama yang tersedia secara komersial diproduksi oleh DiaSorin yang berdasarkan pada metode yang dideskripsikan oleh Hollis et al. pada 1993. Metode RIA Diasorin merupakan metode yang paling banyak digunakan di dunia untuk pemeriksaan diagnostik rutin maupun penelitian klinis. Kadar yang digunakan untuk mendefinisikan defisiensi vitamin D sekarang (baik 20 atau 30 ng/mL) didapatkan berdasarkan penelitian yang sebagian besar menggunakan metode ini.1

2. Automated immunoassays

Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan secara rutin di dunia. Perusahaan-perusahaan diagnostik telah meluncurkan berbagai macam metode mereka sendiri untuk pengukuran kadar 25-(OH)D. Karakteristik dari metode-metode ini berdasarkan klaim perusahaan masing-masing dapat dilihat pada lampiran. Hampir semua metode menggunakan design kompetisi, kecuali Lumipulse dari Fujirebio, yang menggunakan metode non-competitive (sandwich).

3. Prosedur Chromatographic (gas chromatography/ mass spectrometry (GC-MS), high performance liquid chromatography (HPLC), dan liquid chromatography-tandem mass spectroscopy (LC-MS/MS)

Metode LC-MS/MS dianggap sebagai baku emas untuk pengukuran kadar vitamin D. Metode LC-MS/MS sangat komplek sehingga membutuhkan tenaga ahli dan waktu yang lama, sehingga metode ini jarang digunakan untuk diagnostik rutin.6,4

Calcidiol sulit untuk diukur dengan akurat. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor pengganggu pada metode yang yang digunakan:

1) Matrix effect

25(OH)D merupakan molekul lipophilic. Adanya lipid lain dalam serum atau plasma mengubah kemampuan binding agent untuk berikatan dengan 25(OH)D pada sampel dan standard yang seharusnya cenderung seimbang.

Selain itu, 25(OH)D juga merupakan molekul hydrophobic yang dalam sirkulasi berikatan dengan DBP, albumin dan lipoprotein dengan afinitas kuat. Sebelum pengukuran, 25-(OH)D harus dilepaskan dari protein pembawanya.1,6,5

2) Reaksi silang dengan metabolit yang lain

Teknik untuk mengukur 25(OH)D termasuk competitive binding protein assays rawan terjadi reaksi silang dengan metabolit vitamin D yang lain sehingga dapat penyebabkan kesalahan pengukuran. Pada hampir semua immunoassay ditemukan adanya reaksi silang yang bermakna dengan 24,25-(OH)2D, 25,26-(OH)2D, dan 25(OH)D-26,23-lactone. Walaupun dianggap secara klinis tidak relevan, metabolit 24,25-(OH)2D berkontribusi sebesar 10–15% dari total kadar 25(OH) sehingga adanya metabolit tersebut dapat sedikit meningkatkan kadar 25(OH)D bila diukur dengan immunoassay.5,6

3) Reaksi silang dengan heterophilic antibodies

Hampir semua immunoassays bereaksi silang dengan heterophilic antibodies. 4) C3-Epimer

Epimers merupakan bahan yang memiliki struktur molekular yang identik tetapi konfigurasi stereochemical berbeda. Grup hydroxyl (OH) mempunyai 2 epimer vitamin D3 yaitu 3-epi-25(OH)D3 dan 3-epi-25(OH)D3. Walaupun fungsi fisiologis C3-epimer masih belum jelas, tetapi molekul ini dipastikan merupakan faktor pengganggu dalam pengukuran kadar 25(OH)D.6

(4)

Nilai rentang

Kadar 25(OH)D yang diharapkan masih belum jelas. Berbagai organisasi seperti Vitamin D Council, Endocrine Society dan Food and Nutrition Board Testing Laboratories telah menentukan nilai rentang untuk vitamin D, akan tetapi tidak terdapat konsesus antar organisasi ini. Sekarang, nilai rentang yang ditetapkan oleh Endocrine society merupakan nilai rentang yang paling banyak digunakan di dunia kedokteran,6 sehingga sebagian besar setuju definisi defisiensi vitamin D adalah apabila kadar 25(OH)D

< 20 ng/mL.5,8

Table 1. Kadar Vit yang disarankan

Konversi satuan SI menjadi satuan tradisional menggunakan formula: 25(OH)D nmol/l=25(OH)D ng/ml × 2.5.4

Penetapan nilai rentang masih menjadi masalah sampai sekarang dikarenakan beberapa penelitian menemukan adanya perbedaan kadar pada berbagai populasi. Faktor yang menyebabkan perbedaan kadar antar populasi antara lain melanin dan obesitas. Melanin memberikan proteksi terhadap sinar matahari karena mengabsorbsi foton UVB. Orang dengan kulit gelap (lebih banyak pigmen melanin) membutuhkan paparan sinar matahari yang lebih lama untuk memproduksi vitamin D3 dengan jumlah yang sama dibandingkan dengan orang dengan kulit terang. Oleh karena itu, kadar 25(OH)D orang dengan kulit gelap lebih rendah.5,7 Obesitas juga berhubungan dengan kadar 25(OH)D

yang redah. Hal ini dikarenakan vitamin D tersequestrasi di jaringan lemak.5,8

Indikasi

Penyakit yang paling sering timbul karena defisiensi vitamin D adalah riketsia pada anak-anak dan osteomalasia dan osteoporosis pada orang tua.2,5 Pemeriksan kadar 25(OH)D sebagai penyaring

tidak direkomendasikan. Hampir semua organisasi kesehatan merekomendasikan pemeriksaan kadar 25(OH)D pada individu dengan risiko defisiensi vitamin D.1 The Endocrine Society merekomendasikan

pemeriksaan kadar 25(OH)D pada kondisi berikut ini: Riketsia, Osteomalasia, Osteoporosis, gagal ginjal kronik, sindrom malabsropsi, hyperparathyroidism, pengobatan (acquired immune deficiency syndrome, seizures, antifungals, steroids, cholestyramine), granulomatous disorders, limfoma, orang tua dengan riwayat fraktur dan obesitas (indek masa tubuh (IMT) > 30).5

DAFTAR PUSTAKA

1. Herrmann M, Farrell C-JL, Pusceddu I, Fabregat-Cabello N, Cavalier E. Assessment of vitamin D status – a changing landscape. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (CCLM)

[Internet]. 2017;55(1):3–26. Available from:

https://www.degruyter.com/view/j/cclm.2017.55.issue-1/cclm-2016-0264/cclm-2016-0264.xml

2. Wranicz J, Szostak-Węgierek D. Health outcomes of vitamin D. Part I. characteristics and classic role. Roczniki Państwowego Zakładu Higieny [Internet]. 2014;65(3):179–84. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25247796

3. Wilhelms KW, Sanderson JL, Platteborze PL. Guiding Appropriate Laboratory Test Utilization: 1,25-OH-Vitamin D. Military Medicine [Internet]. 2016;181(1):10–1. Available from:

(5)

http://publications.amsus.org/doi/10.7205/MILMED-D-15-00253

4. Chareles S AH, S C. Vitamin D Deficiency, Metabolism and Routine Measurement of its Metabolites [25(OH)D2 and 25(OH)D3]. Journal of Chromatography & Separation Techniques [Internet]. 2015;6(4):4–8. Available from: http://www.omicsonline.org/open-access/vitamin-d- deficiency-metabolism-and-routine-measurement-of-itsmetabolites-25ohd2-and-25ohd3-2157-7064-1000276.php?aid=57522

5. T.C. A, C. Y. Vitamin D measurements - Facts and fancies. Proceedings of Singapore Healthcare

[Internet]. 2013;22(3):227–34. Available from:

http://www.singhealthacademy.edu.sg/Documents/Publications/ProceedingsVol22No32013/LI

_028-0713_Aw Tar

Choon.pdf%5Cnhttp://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=emed11&N EWS=N&AN=2013678653

6. Sarmah D, Sharma B. Interpreting the laboratory reports for Vit D. Journal of Association of Physicians of India. 2014;62(SEP):797–800.

7. Holick MF, Herman RH, Award M. Vitamin D : importance in the prevention of cancers , type 1 diabetes , heart disease,and osteoporosis. The American Journal of Clinical Nutrition. 2004;79:362–71.

8. Stechschulte SA, Kirsner RS, Federman DG. Vitamin D: Bone and Beyond, Rationale and Recommendations for Supplementation. American Journal of Medicine [Internet]. 2009;122(9):793–802. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2009.02.029

(6)
(7)

Gambar

Gambar 1. Metabolisme vitamin D. 4
Table 1. Kadar Vit yang disarankan
Tabel 2. Karaketristik pengukuran 25(OH)D berbagai macam merk dengan metode immunoassay
Tabel 2. Karaketristik pengukuran 25(OH)D berbagai macam merk dengan metode immunoassay (bersambung)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis kualitatif pada penelitian ini menunjukkan bahwa keenam sampel tidak mengandung natrium siklamat, untuk memastikan bahwa sampel benar tidak mengandung

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015

[r]

Batasan aplikasi yang akan dirancang ialah aplikasi yang dibuat tidak menggunakan sistem aplikasi RMI/ remote yang berskala besar ( enterprise ), tidak membahas

Analisis manfaat biaya program OTAP mangrove memberikan kelayakan ekonomi yang positif, sehingga bermanfaat bagi upaya pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan di sekitar

77 Petits poèmes en prose, 'La Chambre Double,' p.. that he knew himself through and through, and that nevertheless he had to go on living, as it were, drop by drop. In order to

Pemilihan populasi dalam penelitian ini tidak hanya berdasar pemaparan di atas, tetapi juga didasarkan pada hasil penelitian oleh Abrian (2017) yang menyebutkan bahwa

35+ Contoh Soal PG dan Essay Bahasa Indonesia Kelas 11 SMA/MA dan Kunci Jawabnya Terbaru - Bagi sahabat bospedia dimana saja berada yang ingin sekali mempelajari Soal PG dan