• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nutrien Vitamin D dan Mineral Kalsium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nutrien Vitamin D dan Mineral Kalsium"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Buku Referensi

Nutrien Vitamin D

dan Mineral Kalsium

(4)

Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia

Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737

usupress.usu.ac.id

© USU Press 2016

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

ISBN 979 458 930 6

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Nutrien Vitamin D dan Mineral Kalsium / Dina Keumala Sari -- Medan: USU Press 2016.

xii, 103 p.; ilus.: 24 cm

Bibliografi

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohiiim. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya maka Buku Referensi ini dapat diselesaikan. Pengalaman meneliti penulis selama tiga tahun menghasilkan rumusan dan pembahasan tentang zat gizi/nutrien vitamin D dan kalsium yang berkaitan dengan metabolism tubuh dan pertumbuhan tulang. Kekurangan vitamin D dan kalsium mempengaruhi kepadatan tulang dan gangguan metabolisme di masa yang akan datang. Di negara dengan curah matahari cukup ternyata masih ditemukan defisiensi vitamin D. Kekurangan vitamin D ini akan mempengaruhi absorpsi kalsium saat pencernaan, yang berakibat pada penyakit-penyakit tulang seperti osteomalasia dan osteoporosis.

Ini adalah buku referensi yang berisikan hasil penelitian tentang vitamin D dan kalsium yang dipandang dari segi gizi/nutrisi, gaya hidup, dan genetika. Selain itu dikaitkan juga dengan penyakit gangguan metabolisme seperti obesitas dan diabetes melitus. Buku ini disusun untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran dan referensi bagi penelitian lanjutan.

Buku ini disusun secara ringkas dan sistematis agar mudah dipelajari dan dipahami. Penulis menyadari ada beberapa topik yang belum dibahas sesuai dengan perkembangan terkini dunia kedokteran terutama dalam bidang ilmu gizi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kepada para guru dan pembimbing, dan tak lupa penghargaan kepada seluruh subjek penelitian yang telah memberikan sumbangsih yang sangat berharga bagi dunia kedokteran. Semoga buku ini bermanfaat bagi dunia akademik dan menjadi ladang pahala bagi penulis.

Medan, 20 Nopember 2016 Penulis,

(6)

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, buku yang berjudul ‘Nutrien Vitamin D dan Kalsium’ dapat diterbitkan. Buku ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru tentang Ilmu Gizi dengan fokus kesehatan tulang dan metabolism tubuh dari nutrient vitamin D dan mineral kalsium. Penelitian tentang vitamin D dan kalsium sudah banyak dibahas baik dalam jurnal nasional maupun internasional. Namun dalam hal ini, topik vitamin dan mineral tersebut dibahas dari sudut pandang yang berbeda.

Indonesia termasuk negara yang kaya akan bahan makanan sumber vitamin D dan kalsium, dilihat dari sisi geografis dan curah matahari namun masih mengalami anak yang tumbuh dengan tinggi badan yang tidak maksimal. Masalah gizi merupakan masalah yang sangat penting dalam membentuk manusia Indonesia yang berkualitas.

Saya berharap buku ini dapat menjadi buku referensi untuk penelitian tentang vitamin D dan kalsium dimasa yang akan datang. Saya mengucapkan selamat kepada penulis yang telah menyelesaikan tulisannya dan mengharapkan lebih banyaknya buku yang lahir dari staf pengajar dan peneliti di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Wassalam Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... Iii Kata Sambutan ... Iv Daftar Isi ... Vi Daftar Gambar ... Vii Daftar Tabel... Viii Daftar Singkatan dan Istilah ...

BAB I VITAMIN D DAN KESEHATAN TULANG ... 1

1.1. Nutrien Vitamin D ... 1

1.2. Sifat Fisika dan Struktur Kimia Vitamin D. ... 2

1.3. Regulasi Vitamin D dalam Tubuh ... 5

1.4. Bahan Makanan Sumber dan Rekomendasi ... 8

1.5. Angka kecukupan vitamin D ... 10

1.6. Defisiensi Vitamin D ... 11

1.7. Pemeriksaan vitamin D ... 13

1.8. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kadar Vitamin D ... 16

1.9. Pencegahan Defisiensi Vitamin D ... 19

1.10. Model Perubahan Gaya Hidup ... 20

KESIMPULAN ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 22

BAB II ASPEK GENETIKA VITAMIN D ... 26

2.1. Gangguan pada Konsep Genetika Vitamin D ... 26

2.2. Polimorfisme Nukleotida Tunggal ... 28

2.3. Gen Reseptor Vtamin D 29 2.4. Mekanisme Kerja Seluler Vitamin D 31 2.5. Penelitian Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen VDR ... 34 2.6. Polimorfisme Gen VDR dan Kadar Vitamin D ... 37

2.7. Probabilitas Defisiensi Vitamin D ... 40

2.8. Pemeriksaan Gen Reseptor Vitamin D ... 42

2.9. Kategori Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen VDR ... 45 KESIMPULAN ... 48

(8)

3.1. Definisi dan Klasifikasi ... 51

3.2. Penyebab Obesitas ... 53

3.3. Defesiensi Vitamin D dan Sel Adiposit ... 54

3.4. Suplementasi Vitamin D terhadap Sensitivitas Insulin 56 3.5. Vitamin D dan Lemak ... 57

3.6. Pemeriksaan Sederhana untuk Lemak Tubuh ... 59

3.7. Penilaian Asupan Makanan ... 61

KESIMPULAN ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 73

BAB IV MINERAL KALSIUM dan PERANNYA pada MASA PERTUMBUHAN ... 75

4.1. Mineral Kalsium ... 75

4.2. Sifat Fisika dan Kimia ... 76

4.3. Penyerapan dan Ekskresi ... 77

4.4. Kalsium dalam Masa Pertumbuhan ... 79

4.5. Perkembangan Rangka dan Kebutuhan ... 81

4.6. Ambang Batas Asupan Bahan Makanan Sumber ... 84

4.7. Toksisitas Kalsium dan Angka Kecukupan ... 92

4.8. Strategi pencegahan primer ... 94

4.9. Hasil Penelitian Kalsium dan Vitamin D ... 94

4.10. Pemeriksaan Kadar Kalsium Serum ... 95

KESIMPULAN ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Struktur kimia vitamin D (a) Struktur vitamin D2 dan D3 (b) ...

4

Gambar 1.2. Enzim yang berperan dalam metabolisme vitamin D ...

6

Gambar 1.3.. Skema metabolisme dan regulasi vitamin D .... 7 Gambar 1.4.. Alat Liaison ... 16 Gambar 1.5. Model Perubahan Gaya Hidup Pencegah

Kekurangan Vitamin D

21

Gambar 2.1. Gen VDR ... 30

Gambar 2.2. Skema aktivasi heterodimer VDR-RXR ... 32 Gambar 2.3. Mekanisme aksi 1,25 (OH)2D mediasi VDR ... 33 Gambar 2.4. Alat ektraksi DNA ... 43 Gambar 2.5. Alat dan larutan yang digunakan ... 45 Gambar 2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Metabolisme

Vitamin D ... 47

Gambar 3.1. Hubungan berat badan dan fungsi sel beta pankreas ...

53

Gambar 3.2. Alat Pemeriksa Lemak 54

Gambar 4.1 Metabolisme dan Regulasi Kalsium dalam Tubuh ...

78

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Kadar 25(OH)D Serum, Serum Paratiroid, dan Histologi Tulang ...

2

Tabel 1.2. Bahan Makanan Sumber, Suplemen, dan Sumber Bahan Farmasi Vitamin D2 Dan D3 ...

9

Tabel 1.3. Angka Kecukupan Vitamin D yang Dianjurkan . 10 Tabel 1.4. Kadar 25(OH)D Serum Pada Perempuan dengan

Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D ... 14

Tabel 2.1. Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen VDR ... 35

Tabel 2.2. Komposisi Larutan Mister Mix ... 44

Tabel 2.3. Opsi Run dengan Mode Fast ... 45

Tabel 3.1. Klasifikasi IMT Asia Pasifik ... 59

Tabel 3.2. Klasifikasi Persentase Lemak Tubuh ... 60

Tabel 4.1. Asupan Kalsium dan Keseimbangan pada Masa Pertumbuhan ... 85 Tabel 4.2. Bahan Makanan Sumner Kalsium... 90

(11)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

7-Dehidrokolesterol : Provitamin D3

AA : Pasangan basa DNA yaitu Adenin-Adenin

Adipose tissue : Jaringan yang berisikan sel lemak

ADVIA : Merk dagang alat pemeriksaan kalsium serum

AG : Pasangan basa DNA yaitu Adenin-Guanin

AIDS : Acquired Immunnodeficiency

Syndrome

AKG : Angka Kecukupan Gizi

Allelism : Satu basa yang menempati yang menempati posisi urutan gen pada satu kromosom

ApaI : Salah satu gen reseptor vitamin D

AT : Pasangan basa DNA yaitu Adenin-Timin

A-T-G : Pasangan basa DNA yaitu Adenin-Timin-Guanin

Auto-immune : Respon imunitas yang berasal dari

dalam tubuh

BB : Berat badan

BI : Bioelectrical Impedance

Bioavailabilitas : Kemampuan zat gizi untuk diserap dan dimetabolisme dalam tubuh

BsmI : Gen reseptor vitamin D; dengan

sebutan BsmI

C : Cytosine; Sitosin

CC : Pasangan basa DNA yaitu

cytosine,sitosin-sitosin

C-G : Pasangan basa DNA yaitu

Cytosine/sitosin-Guanin Chi-Square : Uji analisis statistic

Cis : Bentuk stereoisomer dalam gugus molekul pada sisi yang sama

(12)

Cyclin dependent kinase

: Suatu grup protein kinase yang diaktivasi dari formasi komplek dengan suatu siklin dan terlibat dalam regulasi siklus sel

DBP : Vitamin D binding protein

DM : Diabetes Melitus

DNA : Deoxyribonucleic acids

EDTA : Ethylenediaminetetraacetic acid

Epithelial Calcium

Chanel

: Saluran penyerapan kalsium aktif

Ergosterol : Vitamin D2; yang berasal dari tumbuhan

FFQ : Food Frequency Questionnaire

FGF 23 : Fibroblast Growth Factor 23

FokI : Salah satu reseptor vitamin D

GC : Guanin-Cytosine/Sitosin

GG : Guanin-Guanin

GLUT 4 : Glucose Transporter-4

GTXpress Master Mix : Larutan untuk proses genotyping HbA₁c : Haemoglobin terglikasi

HDL : High density lipoprotein; lipoprotein

densitas tinggi, sering disebut kolesterol baik

Hispanic : Ethnik/Ras Spanyol

HLA : Human Leucocyte Antigen

(13)

Ko-aktivator : Kompleks protein yang mempengaruhi aktivitas faktor transkripsi yang

bersifat aktivasi

Ko-supresor : Kompleks protein yang mempengaruhi aktivitas faktor transkripsi yang

: Hubungan antar alel pada lokus berbeda.

MC IR : Melanocortin-I Receptor Gene

MED : Minimal Erythemal Dose

Mycobacterium Tuberculosis

: Bakteri mikobakterium tuberkulosa

Negative feedback Dampak dari suatu proses yang

bersifat berlawanan atau negative

NTC : Negative Template Control

OMRON : Merk dagang alat pemeriksaan komposisi tubuh antara lain lemak tubuh

P13 Kinase : Phosphoinositide-3 Kinase

PAEE : Physical Activity Energy Expenditure Postmenopause : Masa postmenopause pada perempuan PPAR : Peroxisome Proliferator Activated

Receptor

PPAR- : Peroxisome Proliferator Activator Receptor-

Promega : Merk dagang larutan ekstraksi DNA

PTH : Parathyroid Hormon

PUFA : Polyunsaturated fatty acids

RBL : Reagent baseline

RCT : Randomized Controlled Trial

RLU : Relative Light Unit

RMR : Resting Metabolic Rate

(14)

Sceletal muscle :

musim, berdaun hijau dan batang merah

Otot rangka

Sdbp : Serum vitamin D-binding protein

Sickle cell disease : Penyakit yang diturunkan secara

genetik yang ditandai dengan bentuk sel darah merah seperti bulan sabit dan anemia hemolitik

SPF : Sun Protection Factor

SST : Serum Separating Tube

Tanning bed : Alat pemancar radiasi ultraviolet yang

berguna untuk proses penggelapan warna kulit (tan) tujuan kosmetika

TaqI : Gen reseptor vitamin D,dengan

sebutan TaqI

TATA box : TATA box adalah untaian DNA inti yang berisikan 5'-TATAAA-3' atau variasi yang biasanya terdiri dari tiga atau lebih basa adenine. Berlokasi pada upstream 25 pasang basa dan titik transkripsi

TB : Tinggi Badan

TC : Timin-Cytosine/Sitosin

TEF : Thermic Effect of Food

TNF- : Tumor Necrosis Factor-Alpha

Untranslated region : Region non-translasi, berada pada

ujung 5’ dan 3’ pada RNA messenger yang berperan dalam jalur regulatory post-transkripsi yang mengontrol lokalisasi mRNA, stabilitas, dan efisiensi translasi

Upstream : Posisi relatif dari DNA atau RNA

URT : Ukuran Rumah Tangga

USU : Universitas Sumatera Utara

Utero : Pada uterus

UVB : Ultra Violet B

(15)

VDRE : Vitamin D Receptor Elements; untaian DNA yang berada di region promoter gen yang meregulasi vitamin D. reseptor 1,25(OH)2D akan berikatan dan meregulasi ekspresi gen

VDR-RXR : Vitamin D receptor- retinoid X receptor

VIC/FAM : Label pewarna untuk menandai satu basa pada pemeriksaan polimorfisme nukleotida tunggal

Vitamin D2 : Ergokalsiferol: vitamin D yang berasal dari tumbuhan

Vitamin D3 : Kolekalsiferol; vitamin D yang berasal dari hewan

Vs : Versus; lawan; perbandingan antara

dua variabel

(16)
(17)

BAB I

VITAMIN D DAN KESEHATAN

TULANG

Vitamin D sering disebut ‘vitamin matahari’, karena dalam proses metabolismenya diperlukan sinar matahari. Beberapa penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prevalensi defisiensi vitamin D walaupun terjadi di negara dengan curah matahari yang cukup.

Penyebab terjadinya defisiensi tersebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh perubahan pada gaya hidup atau asupan makanan. Penelitian lain menghubungkan terjadinya defisiensi dengan kadar lemak dalam tubuh, dan faktor genetika. Penelitian berkembang menunjukkan adanya peranan genetika terhadap terjadinya defisiensi vitamin D. Hal yang menarik adalah apakah defisiensi vitamin D dapat disebabkan pengaruh faktor gaya hidup termasuk asupan vitamin D, lemak tubuh, atau hanya faktor genetika saja.

1.1. Nutrien Vitamin D

Defisiensi vitamin D terkait dengan homeostasis kalsium, yang menghasilkan rendahnya kadar kalsium dan terjadinya hiperparatiroid sekunder. Kejadian hipersekresi hormon paratiroid ini menghasilkan peningkatan penyerapan kalsium di intestinal, retensi kalsium di ginjal, dan resorpsi tulang. Kadar serum fosfor cenderung stabil atau menurun akibat tingginya kehilangan fosfor melalui urin sebagai akibat hiperparatiroid sekunder tersebut.

(18)

Pada lempeng pertumbuhan, defisiensi vitamin D terkait dengan gagalnya mineralisasi yang berhubungan dengan proliferasi kondrosit, metabolisme, differensiasi, dan maturasi yang berkaitan dengan matriks ekstraseluler. Metabolit vitamin D yaitu 1,25(OH)2D mempunyai pengaruh langsung pada terjadinya osteomalasia melalui jalur maturasi matriks dan transpor mineral. Kaitan antara mineralisasi tulang dan vitamin D terutama pada orang tua dapat mudah terjadi sehingga penumpukan kalsium pada usia pertumbuhan adalah faktor yang sangat berperan (tabel 1.1).

Tabel 1.1. Kadar 25(OH)D serum, serum paratiroid, dan

Normal atau turnover

mulai meningkat sejak dalam kandungan (utero) dan selama masa pertumbuhan. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan dan deformitas tulang, yang di masa lanjut usia akan meningkatkan risiko fraktur tulang. Defisiensi vitamin D umumnya terjadi di negara empat musim dengan curah sinar matahari (Ultra Violet B/UVB) kurang, namun berdasarkan penelitian ternyata defisiensi dapat terjadi juga di negara tropis dengan dua musim.

1.2. Struktur Fisika dan Kimia Vitamin D

(19)

dalam jaringan di bawah kulit hewan (7-dehidrokolesterol) dan tumbuh-tumbuhan (ergosterol).

Vitamin D2 dan D3 ditemukan dalam bentuk bubuk kristal putih kekuning-kuningan, bersifat tidak larut dalam air, 95% larut dalam etanol, aseton, lemak, dan minyak; dan sangat mudah larut dalam kloroform dan eter.Stabilitas vitamin D dalam lemak dan minyak bergantung pada jenis lemak itu sendiri. Vitamin D lebih stabil dibandingkan vitamin larut lemak lain seperti vitamin A. Setelah lepas dari matriks makanan, vitamin D sangat mudah terurai oleh oksigen dan sinar. Kondisi yang dapat mempermudah pecahnya ikatan vitamin D adalah paparan panas.

Vitamin D mudah rusak dalam lemak teroksidasi, walaupun demikian, proses pengolahan makanan, memasak, dan penyimpanan makanan tidak mempengaruhi aktivitasnya. Vitamin D tidak mudah rusak pada bentuk makanan olahan seperti ikan asap, proses pasteurisasi, sterilisasi susu, dan telur goreng .

Vitamin D diproduksi di bawah kulit, dengan bantuan radiasi sinar UVB terhadap 7-dehidrokolesterol, akan mengenai steroid inti menyebabkan pecahnya cincin B pada 9,10-ikatan karbon, menghasilkan sistem triene konyugasi ikatan rangkap. Untuk selanjutnya akan memproduksi pre-vitamin D3. Bentuk ini akan muncul setelah 30 menit paparan sinar UVB dan berlangsung cepat. Panas tubuh selanjutnya akan menyebabkan pre-vitamin D3 mengalami isomerisasi menjadi vitamin D3. Pada tumbuh-tumbuhan, radiasi sinar ultraviolet pada ergosterol akan menghasilkan pre-vitamin D2 yang selanjutnya akan dikonversi menjadi D2 yang juga dibantu oleh adanya panas .

(20)

Gambar 1.1. Struktur kimia vitamin D (a) Struktur vitamin D2 dan D3 (b)

Sumber: Ball, 2006

Pada saat radiasi UV terjadi, provitamin D akan dikonversi menjadi bentuk previtamin D, dan selanjutnya dibantu dengan transformasi suhu, bentuk tersebut akan di konversi menjadi vitamin D.Radiasi sinar UV terhadap ergosterol yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan, jamur, dan ragi menghasilkan vitamin D2, sedangkan pada hewan, radiasi tersebut mengkonversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3 yang dapat mencapai kapiler darah di lapisan dermis, dan diangkut ke hati menggunakan protein transport plasma .

Pada manusia, potensi biologis vitamin D2 dan D3 prinsipnya adalah seimbang, namun bentuk metabolit 25(OH)2D3 dalam sirkulasi yang berasal dari bahan makanan sumber hewani mempunyai aktivitas lima kali lebih tinggi dibandingkan bentuk metabolit vitamin D2 yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, berdasarkan kemampuannya meningkatkan absorpsi kalsium di usus . Hal tersebut disebabkan oleh karena pada jaringan hewan, bentuk vitamin D ditemukan dalam bentuk ester yang berikatan dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh.

(21)

intraselular khusus (specific intra-cellular receptor), yang tergolong reseptor steroid. Setelah membentuk ikatan kompleks ligand-reseptor, barulah vitamin D akan memberikan pengaruh terhadap ekspresi gen. Mekanisme terjadinya perubahan kadar vitamin D dapat terjadi dari berbagai jalur yang terjadi sepanjang proses regulasi vitamin D dalam tubuh.

1.3. Regulasi Vitamin D dalam Tubuh

Asupan vitamin D yang masuk ke dalam saluran cerna akan larut bersama misel di duodenum kemudian diabsorpsi secara pasif di jejunum bersama dengan lipid lain. Bentuk ester vitamin D akan dihidrolisis selama proses pelarutan dengan misel tersebut. Vitamin D kemudian akan diangkut oleh suatu ikatan protein-vitamin D sitosol. Selanjutnya protein-vitamin D kemudian bergabung dalam bentuk kilomikron dan masuk dalam enterosit dan masuk ke sirkulasi melalui aliran limfe mesenterik. Sepanjang perjalanan di aliran limfe, sejumlah vitamin D akan ditransfer ke dalam ikatan protein-vitamin D sitosol (serum vitamin D-binding protein/sDBP).

Ikatan protein ini mempunyai afinitas yang lebih kuat terhadap 25(OH)D dibandingkan vitamin D, dan dalam jumlah yang lebih besar dalam aliran darah. Setelah proses lipolisis kilomikron, vitamin D masih tersisa dalam kilomikron remnan dan juga vitamin D yang terikat dengan sDBP akan masuk ke dalam hati

(22)

Gambar 1.2. Enzim yang berperan dalam metabolisme vitamin D

Sumber: Ball, 2006

(23)

berinteraksi dengan ligan vitamin D receptor-retinoic X receptor (VDR-RXR) untuk meningkatkan ekspresi epithelial calcium chanel dan membantu absorpsi kalsium.

Pemecahan vitamin D yang berasal dari kulit untuk dimetabolisme di hati bersifat bertahap, seiring dengan produksi 25(OH)D yang terus menerus. Kadar metabolit ini dalam plasma akan dipertahankan dalam jumlah tetap, walaupun paparan sinar matahari pada kulit tidak berlangsung terus menerus.

(24)

Selama paparan sinar matahari, 7 dehidrokolesterol yang berada di bawah kulit akan menyerap sinar radiasi UVB dan dikonversikan menjadi prekolekalsiferol. Saat itu juga akan diubah menjadi kolekalsiferol dengan proses pemanasan biologis tadi. Selanjutnya vitamin D yang masuk dari asupan bahan makanan dan konversi di bawah kulit tadi akan dimetabolisme di hati dan masuk dalam sirkulasi. Bentuk lanjutan akan dimetabolisme di jaringan lain untuk regulasi pertumbuhan sel (Gambar 1.3).

Sumber utama vitamin D adalah paparan sinar matahari, asupan bahan makanan sumber, suplementasi, asupan makanan fortifikasi. Diet dengan tinggi minyak ikan dapat mencegah defisiensi vitamin D. Paparan sinar matahari berupa radiasi UVB dengan panjang gelombang 290-315 nm dapat menjadi sumber yang sangat baik terutama di daerah tropis. Sinar matahari tersebut akan menembus kulit dan mengkonversi 7-dehydrocholesterol menjadi previtamin D3setelah paparan 30 menit, dan secara cepat akan dikonversi menjadi vitamin D3. banyaknya previtamin D3 atau vitamin D3 akan dipecah oleh sinar matahari, kelebihan paparan sinar matahari tidak menyebabkan intoksikasi vitamin D3.

1.4. Bahan Makanan Sumber dan Rekomendasi

Bahan makanan sumber vitamin D yang berasal dari hewani diperkirakan mempunyai bioavailabilitas 60% dibandingkan suplemen vitamin. Bahan makanan sumber susu mempunyai bioavailabilitas 3-10 kali lebih baik dibandingkan bahan makanan sumber yang larut dengan minyak. Peningkatan bioavailabilitas dalam susu tersebut dipengaruhi oleh faktor yang bersifat stimulator yaitu fraksi laktalbumin susu.

(25)

Tabel 1.2. Bahan makanan sumber, suplemen, dan sumber bahan farmasi vitamin D2 dan D3

Sumber Kandungan Vitamin D

Sumber Alami: Vitamin D2 (Ergocalciferol)

Drisdol (Vitamin D2) Suplemen

Cairan

(26)

1.5. Angka Kecukupan Vitamin D

Kecukupan vitamin D tidak hanya penting untuk kesehatan tulang saja tetapi juga untuk fungsi optimal organ dan jaringan tubuh. Kebutuhan meningkat seiring pertumbuhan usia dan masa remaja adalah masa yang paling tinggi kebutuhan asupan vitamin D sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Tabel 1.3).

Tabel 1.3. Angka kecukupan vitamin D yang dianjurkan Golongan umur (tahun) AKG (mikrogram/hari) Bayi/anak

0-6 bulan 5

7-11 bulan 5

1-3 tahun 15

4-6 tahun 15

7-9 tahun 15

Laki-laki

10-12 tahun 15

13-15 tahun 15

16-18 tahun 15

19-29 tahun 15

30-49 tahun 15

50-64 tahun 15

65-80 tahun 20

80 tahun keatas 20

Perempuan

10-12 tahun 15

13-15 tahun 15

16-18 tahun 15

19-29 tahun 15

30-49 tahun 15

50-64 tahun 15

65-80 tahun 20

80 tahun keatas 20

Hamil (penambahan)

Trimester 1, 2, 3 +0

Menyusui (penambahan)

6 bulan pertama dan kedua +0

(27)

Defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh rendahnya asupan atau penyebab lain, akibatnya tidak hanya mengganggu absorpsi kalsium tetapi juga dapat mengganggu metabolisme lain. Terdapat berbagai gangguan metabolisme dalam tubuh yang terjadi akibat defisiensi vitamin D tersebut.

1.6. Defisiensi Vitamin D

Vitamin D mempunyai aktivitas menyerupai hormon atau disebut prohormon, bahkan sebagian literatur menyebutkan bahwa ia tidak dapat digolongkan pada zat gizi atau vitamin karena sangat minimal ditemukan pada bahan makanan sumber. Lebih lanjut, vitamin D dapat meregulasi fungsi lebih dari 200 gen dan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Defisiensi vitamin D ternyata menyebar di seluruh dunia dan ditemukan di daerah yang cukup sinar matahari seperti Asia Selatan, terutama mengenai anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia.

Defisiensi vitamin D dapat terjadi jika paparan sinar matahari dan asupan sehari-hari sangat kurang, walaupun belum ada konsensus mengenai kadar optimal 25(OH)D serum, defisiensi didefinisikan jika kadar 25(OH)D serum kurang dari 20 ng/mL. Kadar tersebut berlawanan dengan kadar hormon paratiroid yang dapat mencapai 30-40 ng/mL, pada saat tersebut kadar hormon paratiroid akan berhenti meningkat (titik nadir). Transpor kalsium akan meningkat 45-65% pada wanita saat kadar 25(OH)D serum meningkat dari rerata 20-32 ng/mL. Insufisiensi vitamin D berada pada rentangan 21-29 ng/mL dan kecukupan vitamin D berada pada rentangan lebih dari 30 ng/mL. Keracunan vitamin D dapat terjadi jika kadar dalam serum lebih besar dari 150 ng/mL.Wanita postmenopause mempunyai kadar 25(OH)D serum suboptimal di bawah 30 ng/mL, dan mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya osteoporosis.

(28)

jumlah pancaran photon UVB solar yang akan mencapai bumi dan juga tergantung dengan sudut yang dibentuk dengan pancaran sinar matahari.

Ketinggian diatas 35o lintang utara menunjukkan bahwa sangat sedikit atau tidak ada diproduksi vitamin D, juga pada daerah dengan empat musim yaitu sejak bulan November sampai Februari. Penggunaan tabir surya yang menyebabkan penurunan sintesis vitamin D3, dengan menggunakan Sun Protection Faktor (SPF). Diperkirakan dengan menggunakan SPF 8 maka sintesis vitamin D akan berkurang sebesar 92,5% dan dengan SPF 15 akan berkurang sebesar 99%.

Penelitian yang dilakukan Forrest dan Stuhldreher (2011) melaporkan bahwa prevalensi defisiensi vitamin D muncul pada kelompok non-Hispanic kulit hitam, rendahnya asupan kalsium, dan kadar HDL. Hubungan ini dikatakan masih belum diketahui, tapi dikemukakan teori tingginya massa lemak menjadikan kadar vitamin D yang beredar dalam darah akan berkurang.

Anak-anak dan dewasa muda merupakan risiko tinggi untuk terjadinya defisiensi vitamin D, penelitian yang dilakukan terhadap gadis dan wanita kulit hitam usia 15-49 tahun mempunyai kadar 25(OH)D serum dibawah 20 ng/mL sebanyak 42%. Penelitian tersebut juga menemukan 32% pelajar dan masyarakat disekitar daerah penelitian mengalami defisiensi vitamin D walaupun telah meminum segelas susu, minum multivitamin setiap hari, dan makan ikan salmon sekali seminggu.

Walaupun berada di daerah yang bersinar matahari cukup, defisiensi vitamin D juga ditemukan karena sebagian besar kulit yang terlindungi sinar matahari. Daerah penelitian tersebut antara lain Uni Emirat Arab, Australia, Turki, India, dan Libanon, menemukan 30-50% anak dan dewasa mengalami defisiensi vitamin D dengan kadar 25(OH)D kurang dari 20 ng/mL.

(29)

kali dalam seminggu selama enam minggu. Penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kadar vitamin D .

Tidak hanya terjadi pada usia lanjut, ternyata defisiensi vitamin D ditemukan pada anak usia sekolah (7-12 tahun), kasus obesitas sebanyak 16,4% dan berat badan lebih sebanyak 17,9%. Kadar Hb, serum ferritin, seng, folat, dan vitamin B12 dalam batas normal, sedangkan kadar 25(OH)D serum menunjukkan defisiensi vitamin D, pada kelompok laki-laki ditemukan hubungan yang berlawanan antara kadar vitamin D dan IMT sesuai usia.

Malaysia menyatakan adanya defisiensi vitamin D sebesar 27% pada perempuan etnis melayu usia 50-65 tahun, hasil ini diperbandingkan dengan etnis cina yang ditemukan sebesar 87%. Insufisiensi vitamin D ditemukan lebih tinggi pada etnis Melayu dibandingkan dengan etnis Cina (71% vs 11%). Kadar 25(OH)D serum ditemukan berkorelasi bermakna dengan IMT, massa lemak, dan kadar hormon paratiroid.

Defisiensi vitamin D selain terkait dengan obesitas, juga terkait dengan kelemahan otot dan beberapa jenis kanker kolon, prostat, ovarium, payudara. Secara langsung atau tidak langsung, 1,25(OH)D mengontrol lebih dari 200 gen, termasuk gen yang bertanggung jawab untuk regulasi dari proliferase seluler, differensiasi, apoptosis, dan angiogenesis. Bentuk 1,25(OH)D juga termasuk imunomodulator yang poten, monosit dan makrofag akan terpapar dengan lipopolisakarida atau kuman bakteri (misal: Mycobacterium tuberculosis) yang akan meng up-regulasi gen reseptor vitamin D.

1.7. Pemeriksaan Vitamin D

(30)

Penelitian pada perempuan pada daerah dengan curah matahari cukup ternyata menunjukkan rentangan yang lebih rendah dengan klasifikasi kadar vitamin D pada perempuan tanpa mengalami penyakit atau gangguan kesehatan lain yaitu pada rentangan 21,2–31,9 ng/mL (persentil 50–95). Klasifikasi terlihat lebih rendah kemungkinan dipengaruhi oleh gaya hidup dan aspek genetik yang menyebabkan defisiensi vitamin D lebih banyak ditemukan (Tabel 1.4).

Tabel 1.4. Kadar 25(OH)D serum pada perempuan dengan polimorfisme gen reseptor vitamin D

Klasifikasi Kadar 25(OH)D

serum (ng/mL) Vitamin D status (pemakaian alat metode CLIA)

Defisiensi

Vitamin D status (Grant and Hollick, 2005) Defisiensi

Vitamin D status (Hollick, 2007) Defisiensi

Percentile values for vitamin D (Sari, 2017) Minimum

(31)

Prosedur Pemeriksaan Kadar 25(OH)D Serum:

Langkah pemeriksaan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan vitamin D (serum 25(OH)D=3 cc) dan simpanan (2 cc), tahapan:

 Menggunakan 1 tabung Serum Separating Tube (SST) 8 cc

 Beri nama dan nomor sesuai sampel

 Bolak-balik perlahan-lahan hingga homogen  Diamkan selama 30-45 menit hingga darah beku  Segera sentrifuge 3000 rpm selama 15 menit

 Pisahkan serum dan masukkan ke dalam cup sampel  Beri nama, tanggal pemeriksaan, dan jenis pemeriksaan  Bekukan dan disimpan di suhu -20oC

Spesifikasi alat:

LIAISON® 25 OH Vitamin D TOTAL Assay (Diasorin)

Prinsip pemeriksaan

Secara umum, LIAISON dapat melakukan pemeriksaan dengan metode 1-step assay, 2-step assay, dan 3-step assay. Jumlah tahapan tersebut menggambarkan jumlah tahapan inkubasi yang harus dilakukan dalam suatu siklus pemeriksaan.

Pada alat LIAISON, setelah siklus pencucian terakhir selesai, reaction module akan dipindahkan ke dalam chamber pengukuran. Selanjutnya pada setiap well akan ditambahkan starter reagent 1. Setelah jeda waktu 2.55 detik, dilakukan penambahan starter reagent 2 untuk menginisiasi terbentuknya reaksi chemiluminescent. Sinyal chemiluminescent yang dihasilkan akan diukur oleh suatu photomultiplier dan terukur sebagai Relative Light Unit (RLU). Panjang gelombang adalah 420 nm

Penanganan Reagen

1. Wash / System Liquid

- Encerkan wash buffer (1 Liter) dengan 9 Liter aquabidest. Larutan wash buffer dapat digunakan setelah didiamkan selama 6 jam setelah pengenceran. - Ganti botol aquabidest dengan botol yang berisi

(32)

2. Starter

- Ganti botol aquabidest dengan botol starter.

Prosedur kerja:

1. Pastikan reaction module, volume washer, dan volume starter berada dalam jumlah yang cukup.

2. Masukkan reagen yang akan dikerjakan. 3. Tutup flap.

4. Masukkan sampel (apabila tabung tidak menggunakan barcode, input data sampel secara manual).

5. Pilih parameter yang akan dikerjakan. 6. Start.

Gambar 1.4. Alat Liaison

1.8Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kadar Vitamin D

Beberapa penyakit lain yang terkait defisiensi vitamin D adalah penyakit auto-imun, osteoarthritis, diabetes, penyakit kardiovaskular dan hipertensi. Defisiensi vitamin D yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain adalah gaya hidup. Gaya hidup dapat menjadi faktor yang berpengaruh besar, karena dapat menyebabkan perubahan regulasi vitamin D dalam tubuh.

(33)

tangan. Walaupun berada di luar rumah, tetapi tetap menghindari paparan sinar matahari, sehingga sangat sedikit kulit yang terpapar. Pada populasi menengah perkotaan, dilaporkan lebih banyak tinggal di lokasi tempat tinggal yang padat penduduk (seperti rumah susun atau apartemen) dengan paparan sinar matahari yang sangat sedikit.

Pemakaian tabir surya lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Suatu studi melaporkan bahwa dengan adanya teori aksi beralasan, laki-laki dan perempuan berbeda dalam tingkah laku, kepercayaan, dan kepercayaan normatif. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa wanita lebih mempunyai kesadaran untuk menggunakan tabir surya sebagai tindakan pencegahan dibandingkan dengan laki-laki yang lebih bersifat gaya reaktif. Pencegahan yang dimaksud adalah pencegahan terhadap kanker kulit yang disebabkan paparan sinar matahari yang berlebihan. Tindakan tersebut menyebabkan paparan terhadap sinar matahari berkurang dan menyebabkan defisiensi vitamin D.

Hal lain yang berpengaruh adalah pigmentasi kulit, yaitu warna kulit lebih gelap dengan kandungan melanin lebih banyak dapat menyebabkan terjadinya penurunan sintesis vitamin D3 sebesar 99%.Ras Afrika-Amerika yang mempunyai kulit berwarna gelap membutuhkan 5-10 kali waktu paparan lebih lama untuk menghasilkan kolekalsiferol yang adekuat dibandingkan dengan yang berkulit putih.

Terjadi peningkatan kadar 25(OH)D jika terpapar sinar matahari yang cukup, penelitian pada ras kaukasia yang terpapar dengan sinar matahari atau dengan lampu (tanning bed) menggunakan 32 mJ/cm2, mampu menghasilkan peningkatan kolekalsiferol sebesar 1 ng. Paparan kulit dinilai dengan dosis eritemal minimal (minimal erythemal dose/MED) dengan parameter adanya warna kemerahan yang tampak halus di kulit (light pink), peningkatan tersebut akan meningkatkan kadar kolekalsiferol dalam darah yang sebanding dengan seseorang yang mengkonsumsi 10.000-20.00 IU vitamin D2 .

(34)

(2 MED) adalah pukul 11.00-13.00 WIB, untuk itu waktu yang dibutuhkan adalah

Maka diperoleh waktu ¼ x 1 MED/2 MED x 60 menit = 7,5 menit. Untuk itu jika waktu paparan pukul 12.00 WIB, maka waktu yang dibutuhkan adalah 7,5 menit. Jika waktu paparan pada pukul 09.00 WIB, dengan 0,6 MED, maka waktu untuk meningkatkan kadar 25(OH)D serum adalah ¼ x 1/0,6 x 60 menit maka diperoleh lama waktu paparan adalah 25 menit untuk setiap waktu berjemur. Persamaan ini harus dinilai lagi untuk melihat waktu paparan sinar matahari yang sesuai dengan waktu paparan, musim, latitude, dan pigmentasi kulit.

Diperkirakan tubuh akan menggunakan rata-rata 3000-5000 IU kolekalsiferol. Jika seseorang tanpa paparan matahari, kolekalsiferol dalam tubuh akan dipertahankan sebanyak 1000 IU dan akan menjaga kadar 25(OH)D sebesar 30 ng/mL. Penggunaan lampu UVB dapat membantu meningkatkan kadar 25(OH)D mencapai 700% dan mencapai 40 ng/mL setelah paparan tiga kali per minggu selama tiga bulan.

Asupan vitamin D dilaporkan sangat minim disebabkan kemiskinan dan pengolahan makanan. Kemiskinan dinyatakan penyebab rendahnya kadar vitamin D pada populasi India Asia yang berawal dari ketidak mampuan membeli bahan makanan sumber vitamin D yang dinyatakan mahal. Bahan makanan sumber vitamin D berupa minyak ikan kod, salmon, atau jamur adalah bahan makanan yang tinggi kadar vitamin D. Bentuk fortifikasi juga telah banyak ditemukan seperti di dalam susu. Pengolahan makanan yang terlalu lama dapat merusak kandungan vitamin D tersebut. Penelitian juga menyebutkan kebiasaan mengunyah pinang merah (betel nut/Areca catechu) dapat menyebabkan defisiensi vitamin D dengan jalan memodulasi enzim yang meregulasi kadar 1,25(OH)D dalam sirkulasi.

Aktivitas fisik adalah faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penumpukan lemak tubuh atau obesitas. Penelitian menunjukkan tingginya aktivitas fisik menyebabkan penurunan

Waktu paparan inisial maksimum=1/4x 1 MED/ y MED x 60 menit

(35)

berat badan dengan jalan peningkatan lipolisis, dan menyebabkan mobilisasi vitamin D keluar dari sel adiposit. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pada perempuan mempunyai kemampuan lebih tinggi untuk menyebabkan lipolisis dibandingkan dengan laki-laki.

Lamanya waktu beraktivitas fisik di lapangan (outdoors) dapat menjadi penanda lamanya paparan sinar matahari, tetapi aktivitas fisik itu sendiri merupakan penanda kadar vitamin D tanpa pengaruh dari sinar matahari , prediktor rendahnya kadar vitamin D yang dapat diubah adalah IMT lebih dari 30 kg/m2, kurangnya aktivitas fisik, dan rendahnya asupan kalsium. Aktivitas fisik dinyatakan meningkatkan massa tulang, mengurangi pengeluaran kalsium, dan peningkatan efektivitas absorpsi kalsium, yang nantinya dapat menyimpan vitamin D yang ada dalam simpanan tubuh.

Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D adalah penggunaan obat antikonvulsan, glukokortikoid, dan anti-AIDS. Ibu menyusui, gangguan hati, gangguan ginjal, dan pasien luka bakar dengan cangkok kulit merupakan beberapa kasus yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D. Merokok dan tinggi asupan serat juga merupakan faktor yang dapat menurunkan kadar vitamin D dalam tubuh.Pada sebagian orang yang mengalami malabsorpsi lemak juga akan cenderung untuk mengalami defisiensi vitamin D. Kadar lemak dalam tubuh mempunyai pengaruh dari berbagai mekanisme terhadap rendahnya kadar vitamin D, bahkan sebaliknya, akibat rendahnya kadar vitamin D terjadi aksi balik yang menyebabkan penumpukan lemak tubuh.

1.9. Pencegahan Defisiensi Vitamin D

(36)

Berdasarkan penelitian di Indonesia, ada dua faktor yang berperan terhadap pencegahan defisiensi vitamin D yaitu aktivitas fisik dan asupan vitamin D. Hal ini terlepas dari mutasi gen atau faktor yang tidak dapat dimodifikasikan seperti disebut di atas.

Untuk di Indonesia disarankan untuk menjalankan panduan gaya hidup pencegah defisiensi vitamin D yang terdiri dari tiga faktor yaitu tiga pilihan dalam mempertahankan kesehatan tulang yaitu: 1. Pola hidup sesuai tumpeng gizi seimbang termasuk peningkatan aktivitas fisik; 2, meningkatkan asupan vitamin D dan kalsium; 3. Paparan sinar matahari yang cukup.

Diharapkan dengan menjalankan panduan gaya hidup untuk kesehatan tulang tersebut, maka seseorang dapat terhindar dari osteoporosis, osteomalasia, rikets, dan insiden terjadinya fraktur. Selain itu banyak penyakit metabolik yang dapat terhindari seperti obesitas, diabetes melitus, kanker, dan penyakit defisiensi imunologis lainnya.

1.10. Model Perubahan Gaya Hidup

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga faktor yang dapat meningkatkan kadar vitamin D dalam tubuh seorang perempuan. Model perubahan gaya hidup terdiri dari tiga faktor tersebut dan ketiga faktor tersebut harus berjalan seiringan sehingga memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan kadar 25(OH)D serum atau vitamin D dalam sirkulasi tubuh (Gambar 1.5).

Panduan gaya hidup tersebut adalah

1. Paparan sinar matahari

Paparan sinar matahari yang disarankan adalah paparan sinar matahari diwaktu-waktu tertentu, yaitu:

a) Pukul 06.00-08.00 WIB dan 16.00-18.00 WIB= 30 menit b) Pukul 08.00-09.00 WIB dan 15.00-16.00 WIB= 15 menit c) Pukul 10.00-11.00 WIB dan 14.00-15.00 WIB= 10,5

menit

(37)

Selain dari waktu diatas, maka penanda lain yang dapat dipakai adalah warna kemerahan yang paling minimal muncul pada kulit saat pemaparan sinar matahari.

AKTIVITAS

FISIK

ASUPAN

VITAMIN D

PAPARAN

SINAR

MATAHARI

STATUS VITAMIN D

TUBUH

Gambar 1.5. Model Perubahan Gaya Hidup Pencegah Kekurangan Vitamin D Pada Perempuan

2. Peningkatan aktivitas fisik: Beberapa aktivitas fisik yaitu:

a) Olahraga ringan: seperti bola sodok, bola gelinding (bowling), atau golf, atau berjalan ringan dengan keluaran energi rata-rata 0,76 MJ/jam, lebih dari 4 jam per minggu b) Olahraga sedang: seperti bulutangkis, bersepeda, berdansa,

berenang, atau tenis, dengan keluaran energi rata-rata 1,26 MJ/jam, 3-4 jam per minggu

(38)

3. Peningkatan asupan vitamin D

Peningkatan asupan vitamin D terdiri dari asupan bahan makanan sumber sehari-hari, makanan yang difortifikasi vitamin D, dan suplemen vitamin D. Ketiga sumber tersebut dapat dikonsumsi seiring dengan peningkatan aktivitas fisik dan paparan sinar matahari.

KESIMPULAN

Defisiensi vitamin D yang berpengaruh terhadap kesehatan tulang ditemukan di dunia, termasuk juga negara tropis dan salah satunya adalah Indonesia. Defisiensi vitamin D yang terjadi terutama pada perempuan, sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. terdapat tiga faktor yang dapat meningkatkan kadar vitamin D dalam tubuh. Penyebab defisiensi tersebut antara lain kurangnya asupan vitamin D, tingginya lemak tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, dan pengaruh faktor genetika.

Model perubahan gaya hidup terdiri dari tiga faktor tersebut harus berjalan seiringan sehingga memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan kadar 25(OH)D serum atau vitamin D dalam sirkulasi tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Daghri NM, Al-Attas O, Alokail MS et al. Vitamin D receptor gene polymorphism and HLA DRB1*04 cosegregation in Saudi type 2 diabetes patient. J Immunol. 2012; 188: 1325– 1332.

Ardawi H, Qari AA, Rouzi AA et al. Vitamin D status in relation to obesity, bone mineral density, bone turnover markers and vitamin D receptor genotypes in healthy Saudi pre- and postmenopausal women. Osteoporos Int. 2011; 22: 463– 475.

(39)

Ball GFM. Vitamin D, dalam Vitamins in Foods: Analysis, Bioavailability, and Stability, CRC Press, United States of America. 2006. hal. 107-118.

Ferrarezi DAF, Bellili-Muñoz N, Nicolau C et al. Allelic variations in the vitamin D receptor gene, insulin secretion and parents' heights are independently associated with height in obese children and adolescents. Metab Clin Exp. 2012; 20: 1–9.

Filus A, Trzmiel A, Kuliczkowska-Plaksej J et al. Relationship between vitamin D receptor BsmI and Fokl polymorphisms and anthropometric and biochemical parameters describing metabolic syndrome. Aging Male. 2008; 11(3): 134–139. Forrest KYZ and Stuhldreher WL. Prevalence and correlates of

vitamin D deficiency in US adults. Nutr Res. 2011; 31: 48– 54.

Grant WB, Holick MF. Benefit and requirement of vitamin D for optimal health: A review. Altern Med Rev. 2005; 10: 94– 111.

Harinarayan CV. Prevalence of vitamin D insufficiency in postmenopausal South Indian Women. Osteoporosis Int. 2005; 16 (4): 397–402.

Hassan NE, El-Masry SA, El Banna RA et al. 25-hydroxyvitamin D, adiponectine levels, and cardiometabolic risk factors in a sample of obese children. Macedonian J Med Sci. 2014; 7: 562–566.

Holick MF. High prevalence of vitamin D inadequacy and implication for health. Mayo Clin Proc. 2006; 81: 353-373. Holick MF. The vitamin D deficiency pandemic and consequences

for nonskeletal health: Mechanisms of action. Mol Asp of Med. 2008; 29(6): 361–368.

Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med. 2007; 357: 266– 281.

Hollis BW, dan Wagner CL. Vitamin D requirement during lactation: High dose maternal supplementation as therapy to prevent hypovitaminosis D for both the mother and the nursing infant. Am J Clin Nutr. 2004; 80: suppl, 1752S– 1758S.

(40)

effective dietary intake recommendation for vitamin D. J Nutr. 2005; 135: 317–22.

Khor GL, Chee WS, Shariff ZM et al. High prevalence of vitamin D insufficiency and its association with BMI-for-age among primary school children in Kuala Lumpur, Malaysia. BMC Public Health. 2011; 11: 95–103.

Lagunova Z, Porojnicu AC, Vieth R et al. Serum 25-hydroxyvitamin D is a predictor of serum 1,25-dihydroxyvitamin D in overweight and obese patient. J. Nutr. 2011; 141: 112–117.

Lips P. Vitamin D deficiency and secondary hyperparathyroidism in the elderly, consequences for bone loss and fractures and therapeutic implications, Endocr. Rev, 2001, 22(4) 477-501.

Masood SH, Iqbal MP. Prevalence of vitamin D deficiency in South Asia. Pak J Med Sci. 2008; 24(6): 891–897.

Mohamed S, El-Askary A. Vitamin D receptor gene polymorphism among Egyptian Obese Children. Asian J Clin Nutr. 2016; doi: 10.3923/ajcn. 2016.

Rahman SA, Chee WS, Yassin Z et al. Vitamin D status among postmenopausal Malaysian women. Asia Pac J Clin Nutr. 2004; 13: 255–260.

Sari DK, Damanik HA, Lipoeto NI, Lubis Z. 2013. Is micro evolution in tropical country women resulting low 25(OH)D level?: A cross sectional study in Indonesia. J Nutr Food Sci. 41–47.

Sari DK, Damanik HA, Lipoeto NI, Lubis Z. 2014. Occurrence of Vitamin D Deficiency among Woman in North Sumatera, Indonesia. Malaysian J. Nutr. 20: 63–70.

Sari DK, Tala ZZ, Lestari S, Hutagalung SV, Ganie RA. 2017. Body Mass Index But Not 25(OH)D Serum Is Associated With Bone Mineral Density Among Indonesian Women In North Sumatera. Asian J of Clin Nutr,, Volume 9 (1): 37-43, 2017.

(41)

Sari DK, Tala ZZ, Lestari S, Hutagalung SV, Ganie RA. 2017. Vitamin D Supplementation Increased 25 (OH) D Serum Levels But Did Not Reach Normal Range In North Sumatera Women With Vitamin D Receptor Gene Polymorphism. Asian J of Clin Nutr, 9 (2), 89-96. 2017. Sari DK, Tala ZZ, Lestari S, Hutagalung SV, Ganie RA. 2017.

Vitamin D Receptor Gene Polymorphism Among Indonesian Women in North Sumatera. Asian J of Clin Nutr, 9 (1): 44-50, 2017.

Setiati S, Oemardi M, Sutrisna B et al. The role of ultraviolet-B from sun exposure on vitamin D3 and parathyroid hormone level in elderly women in Indonesia. Asian J Gerontol Geriatr. 2007; 2: 126–132.

WHO-WPRO. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its intervention, p. 22. Health Communications Australia Pte. Limited. 2000.

Wortsman J, Matsuoka LY, Chen TC, et al. Decreased bioavailability of vitamin D in obesity. Am J Clin Nutr. 2000; 72: 690–693.

Xiong DH, Xu FH, Liu PY et al. Vitamin D receptor gene polymorphisms are linked to and associated with adult height. J Med Genet. 2005; 42: 228–234.

Ye WZ, Reis AF, Dubois-Laforgue D et al. Vitamin D receptor gene polymorphisms are associated with obesity in type 2 diabetic subjects with early age of onset. Eur J Endocrinol. 2001; 145(2): 181–186.

Zemel MB, Richards J, Mathis S et al. Dairy augmentation of total and central fat loss in obese subjects. Int J Obes. 2005; 29: 391–397.

Zemel MB. Role of dietary calcium and dietary products in modulating adiposity. Lipids. 2005b; 38: 139–146.

(42)

BAB II

ASPEK GENTIKA VITAMIN D

Berbagai penelitian kini menunjukkan besarnya peranan genetika terhadap terjadinya suatu penyakit. Hal ini berawal dari terjadinya perbedaan angka kejadian penyakit yang muncul, seperti mengapa pada suatu populasi ditemukan angka kejadian suatu penyakit yang rendah dibandingkan dengan populasi lain.

Perkembangan penelitian tentang vitamin D pun berkembang, sebagian penelitian melihat hubungannya dengan adanya mutasi genetika yang dapat meningkatkan risiko terjadinya defisiensi vitamin D. Penelitian menyatakan bahwa adanya polimorfisme nukleotida tunggal pada gen reseptor vitamin D (vitamin D receptor/VDR) dengan manifestasi berbagai jenis penyakit.

2.1. Gangguan Konsep Genetika Vitamin D

Konsep genetika mencakup materi genetik deoxyribonucleic acid (DNA) tingkat kromosom, dengan posisi yang berada di dalam nukleus; adanya proses meiosis dan mitosis; inheritan terkait gender dan autosomal; kaitan dan pemetaan gen; mutasi kromosom; dan akibat dari proses tersebut. Gangguan dapat terjadi pada konsep genetika yang menyebabkan gangguan tetapi dapat juga tidak memberikan pengaruh terhadap fungsi gen tersebut.

Pada tingkat molekuler, konsep kunci adalah (1) informasi yang tersimpan dalam DNA yang harus diterjemahkan dan diubah menjadi protein melalui proses transkripsi, post transkripsi, translasi, dan post translasi. Proses selanjutnya (2) adalah peranan gen sebagai regulator dengan respon elemen, faktor transkripsi, promoter, dan peng-kode pada ekson dan intron; dan (3) adanya variasi genetik pada genom manusia yang mempengaruhi fenotif, termasuk kerentanan penyakit.

(43)

amino. Terdapat 20 jenis asam amino yang menjadi dasar pembentukan protein. Setiap gen disusun oleh sekuens khusus terdiri dari tiga asam basa deoksiribonukleik (kodon) yang akan mensintesis protein untuk membentuk asam amino tertentu.

Setiap sel yang terbagi di dalam nukleus, akan menjadi dua sel anak, yang akan diduplikasikan. Selama pembelahan sel, molekul DNA akan terbuka dan ikatan lemah antara pasangan basa akan pecah, kemudian rantai akan terpisah. Masing-masing rantai akan membentuk rantai baru dengan nukleotida bebas yang sesuai. Pasang basa tesebut mempunyai aturan tertentu yaitu adenin akan berpasangan dengan timin (adenine-thymine/A-T) dan sitosin akan berpasangan dengan guanin (cytocine-guanine/C-G). Masing-masing sel anak akan menerima rantai DNA baru selain rantai DNA lama.

Adanya aturan tersebut menjadikan rendahnya kemungkinan mutasi yang akan mempengaruhi protein yang dihasilkan. Sebagai contoh adalah sekuens basa adenin-timin-guanin (A-T-G) akan mengkode asam amino metionin, protein yang dikode akan mengandung 1000 asam amino dengan gen ukuran rata-rata (3000 bp=base pairs/pasang basa).

Walaupun kemungkinan mutasi sangat kecil, tetapi sudah diperkirakan bahwa perbedaan yang timbul pada seorang manusia dengan manusia yang lain sebesar 0,1% berasal dari sekuens nukleotida yang menyusun asam deoksiribonukleik. Variasi genetik ini menjadi informasi dasar adanya perbedaan fisik dan fungsi pada tiap individu. Beberapa variasi tersebut dapat menyebabkan peningkatkan kerentanan terhadap suatu penyakit atau timbulnya penyakit, tetapi variasi tersebut dapat juga tidak ada pengaruh terhadap protein yang dihasilkan sehingga tidak menimbulkan perbedaan.

(44)

amino dan terjadi perubahan pada sel hemoglobin, akhirnya akan menyebabkan anemia.

2.2.Polimorfisme Nukleotida Tunggal

Adanya mutasi gen pada satu nukleotida tersebut (misalkan guanin akan menempati tempat sitosin) disebut suatu polimorfisme nukleotida tunggal. Polimorfisme atau allelism adalah komponen yang penting yang akan membedakan penanganan penyakit atau penatalaksanaan nutrisi masing-masing individu.

Nutrien dan komponen makanan bioaktif dapat berperan sebagai ligan atau ikatan, molekul yang berikatan pada sekuen nukleotida spesifik dalam regio regulasi gen. Ikatan ini menghasilkan perubahan ekspresi gen melalui regulasi transkripsi. Seperti halnya asam lemak tidak jenuh rantai jamak (polyunsaturated fatty acid/PUFA) omega 3 yang dapat menurunkan reaksi inflamasi. Peranannya adalah sebagai prekursor sintesis eikosanoid antiinflamasi dan penurunan ekspresi gen pada produksi sitokin inflamasi seperti gen TNF-α dan IL-1.

Ekspresi gen yang mempengaruhi diet asupan tinggi lemak yang menyebabkan resistensi insulin dan obesitas adalah faktor transkripsi PPAR. Fungsi PPAR disini adalah sebagai sensor lipid, regulasi lipid, dan metabolisme lipoprotein, selain itu juga mempengaruhi homeostasis glukosa, proliferasi adiposit, dan differensiasi, dan formasi sel busa yang berasal dari monosit.

Pada proses ekspresi gen, faktor transkripsi harus membentuk ikatan dengan faktor transkripsi kedua untuk membentuk ligan. Seperti halnya PPAR, diperlukan retinoid X receptor (RXR) untuk dapat membentuk ikatan komplek kemudian memberikan respon elemen pada regio regulator gen tersebut. Sejumlah faktor transkripsi telah ditemukan dan beberapa diantara komponen bioaktif tersebut adalah omega-3, omega-6, kolesterol, hormon steroid, fitonutrien, dan bentuk aktif vitamin D.

(45)

sayuran mempunyai hambatan untuk masuk ke dalam sel, tetapi komponen akan berinteraksi dengan reseptor di permukaan sel dan melalui tranduksi sinyal bertahap akan bertranskripsi di dalam nukleus.

Molekul lipofilik dengan berat molekul kecil akan mudah masuk atau melakukan penetrasi ke dalam sel dan membran nukleus untuk selanjutnya menjadi ligan dalam proses transkripsi yang akan mengontrol ekspresi gen. Komponen fitokimia dengan berat molekul besar atau hidrofilik sulit masuk ke dalam sel, maka komunikasi dilakukan dengan tranduksi sinyal. Komponen bioaktif akan berinteraksi dengan protein reseptor yang tersebar di permukaan sel dan menginisiasi reaksi biokimia bertahap yang pada akhirnya akan menghasilkan satu atau lebih faktor transkripsi yang berinteraksi dengan DNA dan memodulasi ekspresi gen.

2.3. Gen Reseptor Vitamin D

Gen reseptor vitamin D (VDR) berlokasi pada kromosom 12q13.1, lebih dari 100 kbp, mengandung 14 ekson dan memiliki regio promoter yang terus menerus mentranskripsikan berbagai jaringan khusus. Regio upstream dari ekson 1a gen VDR, kaya akan GC tetapi bervariasi kandungan TATA box. Gen VDR mengandung 14 ekson (1-9), termasuk regio regulatori 1a-1f yang mampu menghasilkan transkripsi berbagai jaringan melalui aktivasi promoter, sedangkan 2-9 ekson termasuk dalam ekson koding protein (Gambar 2.1).

(46)

Gambar 2.1. Gen VDR

Sumber: http://ghr.nlm.nih.gov/gene/VDR

Bentuk vitamin D akan ditranspor menuju hati dan diubah menjadi 25(OH)D oleh enzim sitokrom P450. Selanjutnya agar menjadi aktif, 25(OH)D harus ditranportasi ke berbagai tipe sel yang selanjutnya akan menjadi bentuk aktif 1,25(OH)2D, via CYP27B1, suatu enzim P450 mitokondria.

Bentuk CYP27B1 ditemukan diberbagai jaringan ginjal dan non-ginjal seperti sel imun, keratinosit, tulang, plasenta, dan beberapa jaringan lain mengandung enzim ini. Kesemua jaringan tersebut bertanggung jawab terhadap produksinya dan respon jaringan spesifik terhadap vitamin D. Ginjal merupakan produsen utama 1,25(OH)2D, selepas itu akan dilepaskan ke aliran darah dan sirkulasi menuju target organ.

Vitamin D akan masuk ke dalam sel dan berikatan dengan reseptor vitamin D. Pada tingkat seluler, aktivitas biologis 1,25(OH)2D2 dan 1,25(OH)2D3 bergantung kepada ikatannya. Reseptor hormon nuklear, VDR, akan memediasi sebagian besar fungsi vitamin D, bersama dengan CYP27B1 untuk bekerja di jaringan yang lain selain jaringan yang terkait kalsium (usus, tulang, dan ginjal).

(47)

vitamin D pada tahap awal. Kadar 25(OH)D yang beredar di dalam darah merupakan kadar yang disarankan untuk menilai fungsi normal vitamin D. Jalur kerja seluler vitamin D yang mengalami gangguan, dapat mempengaruhi kadar vitamin D dalam tubuh dengan parameter kadar 25(OH)D serum.

2.4. Mekanisme Kerja Seluler Vitamin D

Bentuk 1,25(OH)2D mempunyai aktivitas homolog dengan hormon steroid dan mempunyai aktivitas dengan sel target melalui VDR yang termasuk faktor transkripsi nuklear. Selain itu VDR adalah faktor transkripsi yang akan membentuk suatu ikatan (ligan) dan bergandeng dengan ikatan karboksi-terminal terhadap vitamin D, ia juga termasuk anggota dari reseptor nuklear termasuk didalamnya steroid, tiroid, dan reseptor asam retinoat.

(48)

1,25(OH)2D-VDR

Gambar 2.2. Skema aktivasi heterodimer VDR-RXR

Singkatan:RBP, retinol binding protein; TTR, transthyretin; mRNA, messenger ribonucleic acid;9-cis RA, 9-cis retinoic acid; RA, retinoic acid; CRABP, cellular retinoic acid-binding protein; LXR, liver X receptor; RXR, retinoic acid X receptor; RRE, rough reticulum endoplasmics; VDR, vitamin D receptor.

Bentuk dimer VDR-RXR kemudian mengikat pada sekuens spesifik pada regio promoter target yang disebut elemen respon vitamin D (vitamin D response elements/VDRE). Beberapa gen yang terlibat pada regulasi kalsium, homeostasis fosfor, dan metabolisme vitamin D ditemukan hadir dengan VDRE. Sebagai contoh adalah gen yang mengkode protein transpor kalsium dan enzim pembentuk tulang seperti kalbidin D9K, osteokalsin dan osteopontins.

Proses transkripsi ini akan mempengaruhi produksi enzym yang terlibat metabolisme vitamin D seperti enzim yang terlibat dalam sintesis vitamin D. Kadar vitamin D yang meningkat dalam sirkulasi akan mempengaruhi produksi dan sekresi beberapa hormon yang akan menghambat atau menstimulasi produksi 1,25(OH)2D.

(49)

seperti TNF-alfa dan TNF-beta, Interleukin 6 yang akan mempengaruhi sinyal insulin selanjutnya menyebabkan resistensi insulin. Fungsi vitamin D yang bertindak sebagai modulator imun juga berdasarkan kehadiran VDR di limfosit T, makrofag, dan jaringan timus.

VDRE TATA

Gambar 2.3. Mekanisme aksi 1,25 (OH)2D mediasi VDR

Proliferasi dan differensiasi untuk mengontrol sel diatur oleh inhibitor up-regulating cyclin dependent kinase, p21 dan p27. Bentuk down regulasi adalah melalui 1α–hidroksilase (CYP27B1) dengan melibatkan VDRE negatif pada posisi -0,5 kB yang menunjukkan tidak tepatnya ikatan heterodimer VDR-RXR, tetapi ia akan berikatan dengan faktor transkripsi VDR dengan represor. Dengan cara ini lah 1,25(OH)2D mengontrol produksinya sendiri dengan down-regulating gen CYP27B1 (Gambar 2.3).

(50)

2.5.Penelitian Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen VDR Penelitian tentang polimorfisme gen reseptor vitamin D berupa TaqI, BsmI, ApaI, dan FokI telah dilakukan pada penelitian terdahulu, hasil penelitian tersebut menunjukkan pengaruh polimorfisme tersebut terhadap sekresi insulin dan sensitivitas, walaupun penelitian tersebut belum banyak dilakukan dan hasil bervariasi di berbagai tempat. Penelitian terdahulu menemukan adanya polimorfisme ApaI gen VDR yang berhubungan dengan indeks sekresi insulin. Penelitian tersebut menyatakan bahwa TaqI adalah gen prediktor sebagai indeks sekresi insulin.

Penelitian dengan tempat dan etnis yang berbeda menunjukkan perbedaan pada polimorfisme gen yang ditemukan, dinyatakan bahwa polimorfisme gen VDR BsmI, berhubungan dengan konsentrasi peptida-C postprandial pada Kaukasia-Hungaria. Pada penelitian lain menyatakan bahwa risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 muncul pada polimorfisme gen VDR TaqI (rs731236) dan gen BsmI (rs1544410).

Penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat empat polimorfisme yang berkaitan dengan tinggi badan dewasa, diantara kaitan dengan keluarga maka ditemukan pada lokus BsmI (p=0,048) dan TaqI (p=0,039). Dinyatakan bahwa hasil tersebut adanya hubungan yang kuat antara gen reseptor vitamin D dan tinggi badan orang dewasa.

Frekuensi alel minor yang ditemukan pada alel TaqI (rs731236-AG) adalah sebesar 0,14 ditemukan pada pasien kanker sel skuamos kepala dan leher di Jepang. Sedangkan di Riyadh, Arab Saudi, ditemukan frekuensi alel TaqI sebesar 0,42 pada pasien diabetes melitus tipe 2, dan BsmI ditemukan frekuensi sebesar 0,37. Penelitian lain menemukan frekuensi TaqI sebesar 0,15 dan BsmI sebesar 0,15 pada subyek dengan Penyakit Parkinson.

(51)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya polimorfisme nukleotida tunggal mempengaruhi stabilitas, kuantitas, dan aktivitas dari protein VDR dan kecepatan formasi mRNA VDR. Kehadiran alel spesifik dapat menyebabkan pengaruh pada berat dan rentannya beberapa penyakit termasuk diabetes melitus tipe 2. Lebih dari 470 polimorfisme telah dilaporkan yang berkaitan dengan gen VDR juga kombinasinya yang terdapat inheriten pada individu dengan haplotipe tersendiri yang nantinya akan menentukan predisposisi hipovitaminosis vitamin D dan efek downstream.

Posisi polimorfisme dari kelima polimorfisme gen VDR yaitu Cdx-2, FokI, BsmI, ApaI, dan TaqI berbeda, untuk Cdx-2 berada pada bagian atas ekson 1e, FokI berada pada ekson 2, Bsm dan ApaI berada pada intron 8 dan TaqI berada pada ekson 9. Identifikasi nomor referensi untuk polimorfisme nukleotida tunggal gen VDR adalah pada tabel 2.1.

Frekuensi alel minor dari TaqI dan BsmI dari berbagai populasi berbeda-beda. Perbedaan ini menjadikan kemungkinan terjadinya polimorfisme nukleotida tunggal untuk gen VDR berbeda untuk tiap ras atau populasi dunia. Gen reseptor vitamin D termasuk kandidat gen untuk menunjukkan kerentanan terjadinya penyakit dengan menunjukkan parameter inflamasi dan metabolik.

Tabel 2.1. Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen VDR Polimorfisme nukleotida tunggal gen

(52)

2 (FokI) dan intron 8 (ApaI) tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Tetapi hasil ini berbeda pada tiap populasi, dengan penelitian di India, Turki, Polandia, dan Amerika.

Polimorfisme ini juga berkaitan dengan parameter metabolik yang menyebabkan peningkatan IL-12, sitokin proinflamasi yang terlibat pada patogenesis beberapa kondisi autoimun. Parameter metabolik tersebut termasuk adalah kondisi dislipidemia yaitu peningkatan hipertrigliserida, kolesterol total, dan rendahnya kadar HDL. Penelitian menunjukkan pada kasus diabetes melitus, hubungan polimorfisme nukleotida tunggal terlihat pada TaqI dan BsmI dengan tingginya kadar kolesterol total serum dan rendahnya kadar HDL serum.

Penelitian menemukan adanya hubungan antara vitamin D dan berbagai faktor lain yang mempengaruhinya. Penelitian lain menyatakan bahwa asupan vitamin D adalah faktor prediktor terhadap terjadinya defisiensi vitamin D. bahan makanan sumber utama adalah susu yang difortifikasi. Juga ditemukan faktor yang sangat berkorelasi kuat adalah aktivitas fisik yang terus menerus, dinyatakan juga bahwa dibandingkan paparan sinar matahari, aktivitas fisik yang terus menerus saja akan dapat mempertahankan status vitamin D dalam tubuh.

Penelitian terdahulu menemukan adanya hubungan berlawanan antara kadar 25(OH)D serum dengan IMT sesuai usia terutama pada anak laki-laki. Hubungan tersebut memberikan faktor risiko 5,958 kali kemungkinan mengalami defisiensi vitamin D dengan IMT sesuai usia yang tinggi. Beberapa faktor lain yang berpengaruh adalah asupan vitamin D yang rendah. Makanan fortifikasi vitamin D dinyatakan sangat sedikit yang dikonsumsi, selain itu faktor lain adalah paparan sinar matahari, aktivitas ruangan, dan jenis pakaian.

(53)

fungsi gen reseptor vitamin D dan mempengaruhi tinggi badan pada pertumbuhan tulang di masa pubertas.

Penelitian yang dilakukan di Kota Medan menemukan bahwa faktor yang berkorelasi kuat adalah paparan sinar matahari, dengan kriteria lebih dari satu jam paparan sinar matahari kumulatif (r=0,739) dan korelasi lemak untuk aktivitas fisik (r=0,338). Penelitian ini membuktikan bahwa jika dengan aktivitas fisik yang tinggi, kadar 25(OH)D serum akan terjaga dalam batas normal, sedangkan dengan paparan sinar matahari kumulatif lebih dari 1 jam per hari, akan meningkatkan kadar 25(OH)D serum.

2.6. Polimorfisme Gen VDR dan Kadar Vitamin D

Penyebab mendasar dari rendahnya kadar 25(OH)D serum pada kedua kelompok kemungkinan adalah terjadinya polimorfisme nukleotida tunggal pada gen reseptor vitamin D. Hasil ini terlihat pada seluruh subyek penelitian yang termasuk kelompok heterozigot yang artinya adalah gen tersebut membawa genotif TC untuk polimorfisme gen reseptor vitamin D TaqI dan genotif AG untuk BsmI. Walaupun sifat mutasi hanya satu basa (silent mutation), sepertinya sudah memberikan pengaruh terhadap kadar 25(OH)D serum yang terlihat dari kategori defisiensi, insufisiensi, dan sufisiensi.

Pertanyaan yang timbul adalah apakah akibat dari rendahnya kadar vitamin D tersebut? Maka berbagai penelitian menunjukkan rendahnya kadar 25(OH)D serum dinyatakan sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi, diabetes, kanker. Apakah vitamin D akan dipengaruhi oleh perubahan genetik sehingga mencetuskan suatu penyakit, yang berawal dari hilangnya produksi metabolit tertentu bahkan sampai gangguan pada ekspresi gen, tentunya hal ini akan menjadi pertanyaan yang mendasar. Dari berbagai hasil penelitian, membuktikan bahwa vitamin D dipengaruhi oleh perubahan genetik tersebut, hal ini didasari dari pemeriksaan polimorfisme nukleotida tunggal gen VDR TaqI dan BsmI yang menemukan tingginya prevalensi subjek penelitian dengan genotif TC dan AG.

(54)

StepOnePlusTM real Time PCR System yang menggunakan TaqMan® genotyping assay (Applied Biosystem, CA, USA) dengan metode diskriminasi alel melalui tahap perpanjangan primer (primer extention), pelepasan enzimatik (enzymatic cleavage), dan ligasi (pengikatan), dan genotyping alel dengan metode hibridisasi. Efikasi dari teknik ini tergantung pada desain probe, lokasinya pada DNA target, posisi polimorfisme dan kondisi hibridisasi yang nantinya akan tepat terpasang dengan target polimorfismenya.

Pada assay genotyping yang menggunakan dua alel dengan masing-masing probe, yang dilabel fluoresens pada salah satu ujungnya dengan pewarna seperti FAM atau VIC. Penggunaan label dengan bantuan reporter yaitu molekul pada ujung 5’ probe berupa pewarna fluoresens berenergi tinggi (FAM dan VIC) dan quencher yaitu molekul yang ada di ujung 3’ probe dapat berupa molekul tanpa warna (BHQ, NFQ).

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bentuk homozygot wildtype tidak ditemukan sedangkan bentuk heterozygot dimiliki oleh semua subyek penelitian untuk kedua polimorfisme. Terlihat kedua pewarna berlabel menunjukkan amplifikasi saat dijalankan (run), sedangkan untuk kontrol tidak menunjukkan fluoresens baik kedua pewarna VIC atau FAM. Gambar hasil penelitian menunjukkan gambaran heterozigot dengan FAM (T) dan VIC (C) untuk TaqI, sedangkan pada BsmI dengan gambaran heterozygot FAM (A) dan VIC (G).

Penelitian dapat dilakukan dengan 40 siklus dengan tujuan dapat mendapatkan amplifikasi pada target polimorf yang sesuai. Dilakukan pengulangan sebanyak dua kali dengan menggunakan konsentrasi sampel DNA berjumlah 1-10 ng dengan kemurnian diatas 1,8 (spektrofotometri). Terdapatnya gelembung membuat target DNA tidak teramplifikasi dengan baik sehingga perlu diulang.

Gambar

Gambar 1.1.  Struktur kimia vitamin D (a) Struktur vitamin
Gambar 1.2.  Enzim yang berperan dalam metabolisme
Gambar 1.3. Skema metabolisme dan regulasi vitamin D
Tabel 1.3. Angka kecukupan vitamin D yang dianjurkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Ada hubungan antara BMI dan asupan vitamin D dengan serum 25(OH)D pasien kanker payudara, akantetapi tidak bermakna secara statistik. Kata Kunci: BMI, Asupan Vitamin

Kadar plasma 25(OH)D merupakan indikator yang paling baik untuk menilai status vitamin D karena dapat mencerminkan kadar vitamin D baik yang berasal dari diet dan sintesis dari

Pada penelitian ini, asupan pangan vitamin D dan kalsium tidak berpengaruh secara signifikan terhadap status gizi seperti kadar vitamin D dalam darah dan kepadatan tulang..

dari 1,25 (OH) 2D pada hormon lainnya, terutama PTH, yang tampaknya lebih penting daripada metabolit vitamin D dalam mengatur kalsium dan fosfat penanganan oleh ginjal.

Para ahli kesehatan dan dokter setuju, mengonsumsi makanan sehat dan beragam adalah cara terbaik untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang diperlukan bayi

Vitamin D adalah merupakan turunan dari molekul steroid yang merupakan salah satu turunan dari kolesterol yang sumber utamanya adalah kulit yang terpapar radiasi ultraviolet

Dari penelitian pengaruh pemberian kalsium, vitamin D dan zat besi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian kalsium tanpa vitamin D tidak dapat meningkatkan

DISKUSI Hasil meta-analisis menunjukkan suplementasi harian vitamin D dan kalsium dapat menurunkan risiko kejadian segala jenis fraktur dan fraktur tulang pinggul dengan penurunan