• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Kesulitan Belajar

a. Definisi Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability yang berarti ketidakmampuan belajar. Kesulitan belajar (learning disability), sering diindentifikasikan dengan ketidakmampuan belajar, prestasi yang rendah, tidak dapat mengikuti pembelajaran yang berdampak pada ketertinggalan dalam mengikuti pembelajaran di sekolah (Koswara, 2013: 7). Lebih lanjut diungkapkan oleh Hermawan (2012: 74) bahwa “Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan belajar”.

The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) yang dikutip oleh Hamill et, all. dalam Abdurrahman (2012: 3) mengemukakan bahwa :

Kesulitan belajar merujuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut instrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung.

Menurut The United States Office of Education (USOE) yang dikutip oleh Hallahan, Kauffman, dan Lloyd dalam Abdurrahman (2012: 2) yang merupakan pengertian yang diakui pemerintahan federal mengemukakan bahwa:

(2)

Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan, lingkungan, dan budaya atau ekonomi.

Definisi lain diungkapkan The Board of the Association for Children and Adulth with Learning Disabilities (ACALD) yang dikutip oleh Lovitt dalam Abdurrahman (2012: 4) sebagai berikut:

Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi dan atau kemampuan verbal dan atau non verbal. Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki intelegensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Konsisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan, interaksi sosial, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.

Choiri dan Yusuf (2009: 19) menyatakan bahwa anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Lebih lanjut juga diungkapkan oleh Yusuf (2009: 7) yang berpendapat bahwa anak berkesulitan belajar adalah anak secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga prestasi belajarnya rendah, dan anak tersebut berisiko tinggal kelas.

(3)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu gangguan dimana seseorang yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior mengalami kesulitan yang signifikan yang disebabkan oleh faktor neurologis atau faktor lain sehingga menyebabkan kesulitan pada proses belajar yang berdampak pada rendahnya prestasi belajar.

b. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Abdurrahman (2012: 8) berpendapat bahwa penyebab kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Penyebab problema belajar (learning problem) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat. Menurut Sukarno (2006: 85-87), faktor penyebab kesulitan belajar dibedakan menjadi 4, yaitu:

1) Faktor neurologis, 2) Kemasakan terhambat, 3) Genetik, dan

4) Lingkungan.

Terdapat beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset menurut Harwell dalam Hermawan (2012: 108), yaitu:

1) Faktor keturunan / bawaan,

2) Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur,

3) Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol semasa kehamilan,

4) Trauma paska kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam,

(4)

5) Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah,

6) Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri / raksa, dan neurotoksin lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Pada intinya kesulitan belajar disebabkan oleh ancaman, hambatan, atau gangguan dalam belajar.

c. Karakteristik Kesulitan Belajar

Karakteristik kesulitan belajar menurut Cercil D. Mercer yang dikutip oleh Sukarno (2006: 20), menyebutkan karakteristik kesulitan belajar dibagi menjadi tujuh, yaitu:

1) Kesulitan belajar akademik, 2) Kesulitan bahasa,

3) Kelainan perseptual, 4) Kelainan gerak,

5) Masalah sosio emosional, 6) Masalah ingatan, dan

7) Masalah atention dan hiperaktif.

Menurut Koswara (2013: 9), karakteristik kesulitan belajar yang dialami oleh anak diantaranya:

1) Memiliki hambatan dalam memori visual dan auditoris, baik memori jangka pendek maupun jangka panjang,

2) Memiliki masalah dalam mengingat data seperti memngingat hari-hari dalam seminggu,

3) Memiliki masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan, 4) Memiliki kekurangan dalam memahami waktu,

5) Miskin dalam mengeja,

6) Sulit dalam menginterpretasikan globe, peta, atau grafik, 7) Kekurangan dalam koordinasi dan keseimbangan,

(5)

8) Kesulitan dalam belajar berhitung, 9) Kesulitan dalam belajar bahasa asing, 10) Menunjukkan perilaku hiperaktif/ hipoaktif.

Kirk dan Chalfant dalam Sukarno (2006: 20), membedakan karakteristik kesulitan belajar menjadi dua yaitu kesulitan belajar perkembangan (development) dan kesulitan belajar akademik. Kesulitan belajar perkembangan merupakan prasyarat bagi pencapaian hasil belajar pada mata pelajaran akademis, seperti attention, memori, kemampuan perseptual, keterampilan berpikir keterampilan bahasa oral. Sedangkan kesulitan belajar akademik merupakan kesulitan belajar di sekolah dalam memperoleh hasil belajar, seperti kesulitan membaca, menulis, mengeja, ucapan, dan berhitung.

Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat dilihat bahwa anak berkesulitan belajar mempunyai karateristik yang berbeda sesuai dengan jenis berkesulitan belajar yang mereka miliki.

d. Klasifikasi Kesulitan Belajar

Menurut Abdurrahman (2012: 7), secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yakni:

1) Kesulitan Belajar Yang Berhubungan Dengan Perkembangan,

Hal ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, dan dalam penyesuaian sosial.

2) Kesulitan Belajar Akademik

Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapain-pencapaian prestasi akademik sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan ketrampilan dalam membaca, menulis, dan matematika.

Hal senada diungkapkan oleh Koswara (2013: 13) bahwa kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan dan kesulitan belajar akademik.

(6)

Menurut Ahmadi, Abu dan Supriyono (2004: 78), kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi empat macam, antara lain:

1) Dilihat dari jenis kesulitan belajar, yaitu ada yang berat dan ada yang sedang.

2) Dilihat dari bidang studi yang dipelajari, yaitu ada yang sebagian bidang studi dan ada yang keseluruhan bidang studi.

3) Dilihat dari sifat kesulitannya, yaitu ada yang sifatnya permanen/ menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara.

4) Dilihat dari segi faktor penyebabnya, yaitu faktor inteligensi dan faktor non-inteligensi.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa klasifikasi kesulitan belajar dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik yang mereka miliki.

2. Tinjauan Tentang Membaca Permulaan a. Membaca

1) Definisi Membaca

Hodgson dalam Tarigan (2008: 7) mengungkapkan bahwa dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembaca sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Tarigan (2008: 7) berpendapat bahwa “Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis”.

Menurut Soedarso dalam Abdurrahman (2012: 158), membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Finochiaro dan Bonomo dalam Tarigan (2008: 9) bahwa “reading is bringing meaning to and getting meaning from printed or written

(7)

material, yang artinya membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahasa tertulis”.

Bond dalam Abdurrahman (2012: 159) berpendapat bahwa membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki. Di sisi lain, Broto dalam Abdurrahman (2012: 158) berpendapat bahwa membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan.

Berdasarkan pada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi membaca dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks yang dilakukan pembaca untuk memperoleh dan memahami pesan yang disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.

2) Tujuan Membaca

Anderson dalam Tarigan (2008: 9-11) mengemukakan bahwa “Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan”. Istilah meaning erat sekali berhubungan dengan maksud dan tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Berikut beberapa yang penting terkait dengan tujuan dari membaca:

a) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh; apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).

b) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami tokoh, merangkumkan

(8)

hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main idea).

c) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/ seterusnya - setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization).

d) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference). e) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak

biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify).

f) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate).

g) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk

(9)

memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Menurut Nurhadi (2008: 11), tujuan membaca dibedakan secara umum dan khusus. Secara umum antara lain a) mendapatkan informasi, b) memperoleh pemahaman, dan c) memperoleh kesenangan. Secara khusus, tujuan membaca adalah a) memperoleh informasi faktual, b) memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, c) memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, d) memperoleh kenikmatan emosi, dan e) mengisi waktu luang.

Tujuan membaca menurut Blanton dkk dan Irwin dalam Rahim (2008: 11) sebagai berikut:

a) Kesenangan,

b) Menyempurnakan startegi tertentu, c) Mempergunakan strategi tertentu,

d) Memperbaharui pengetahuan tentang suatu topik,

e) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya,

f) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, g) Mengkonfirmasi atau menolak prediksi,

h) Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan suatu informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca mempunyai banyak tujuan. Tujuan utama membaca adalah memperoleh informasi. Dengan memperoleh informasi, seseorang dapat mengetahui hal-hal penting yang bermanfaat bagi mereka. Dengan memperoleh informasi, seseorang juga bisa mendapatkan kesenangan atau kepuasan.

(10)

3) Jenis-Jenis Membaca

Rahim (2008: 33) mengklasifikasikan jenis membaca ditinjau dari berbagai sudut pandang, misalnya:

a) Berdasarkan sasaran pembacanya: membaca permulaan dan membaca lanjut,

b) Berdasarkan cara membaca (terdengar-tidaknya suara): membaca nyaring (oral reading/aloud reading) dan membaca dalam hati (silent reading),

c) Berdasarkan cakupan bahan, baik jenis maupun lingkup bahan bacaannya terbagi ke dalam dua macam, yakni membaca intensif dan membaca ekstensif.

Menurut Tarigan (2008: 13), jenis membaca tampak seperti pada bagan berikut:

a) Membaca terdiri atas: membaca nyaring dan membaca dalam hati,

b) Membaca dalam hati, terdiri atas: membaca ekstensif dan membaca intensif,

c) Membaca ekstensif, terdiri atas:membaca survey, membaca sekilas dan membaca dangkal,

d) Membaca intensif : membaca telaah isi, membaca telaah bahasa, e) Membaca telaah isi: membaca teliti, membaca pemahaman,

membaca kritis, membaca ide-ide.

Berdasarkan pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis membaca. Jenis-jenis membaca dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sesuai dengan kepentingan yang dimiliki oleh pembaca.

b. Membaca Permulaan

1) Definisi Membaca Permulaan

Menurut Ritawati (2010: 43), membaca permulaan merupakan membaca awal yang diberikan kepada anak di kelas I sebagai dasar

(11)

untuk pelajaran selanjutnya. Seiring dengan itu Sahari dalam Koswara (2013: 11) mengemukakan membaca permulaan adalah kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa (linguistik) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis yang dipengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca pembelajaran membaca di kelas I merupakan pelajaran membaca tahap awal.

Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan adalah pengajaran membaca tahap awal yang diberikan kepada siswa kelas I dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas berikutnya.

2) Tujuan Membaca Permulaan

Zuchdi dan Budiasih (2004: 57) mengemukakan “Tujuan pengajaran membaca permulaan agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”. Lebih lanjut Slamet (2014: 49) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran membaca permulaan bertujuan untuk:

a) Memupuk dan mengembangkan kemampuan anak untuk memahami dan mengenalkan cara membaca permulaan dengan benar,

b) Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengenal huruf-huruf,

c) Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengubah tulisan menjadi bunyi bahasa,

d) Memperkenalkan dan melatih anak mampu membaca dengan teknik-teknik tertentu,

(12)

e) Melatih keterampilan anak untuk memahami kata-kata yang dibaca, didengar dan mengingatnya dengan baik,

f) Melatih keterampilan anak untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam suatu konteks.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan utama membaca permulaan adalah siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat dengan benar dan lancar untuk memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik dan benar.

3) Aspek Membaca Permulaan

Menurut Tarigan (2008: 12), keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) pada membaca permulaan ada beberapa aspek, yaitu:

a) Pengenalan bentuk huruf,

b) Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain),

c) Pengenalan hubungan/ korespondensi pola ejaan bunyi, d) Kecepatan membaca ke taraf lambat.

Broughton, et al. dalam Tarigan (2008: 13) menyatakan bahwa dalam mencapai tujuan yang terkandung dalam ketrampilan mekanis (mechanical skills) aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring, membaca bersuara (reading aloud). Lebih lanjut, Slamet (2014: 58) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca permulaan menitik-beratkan pada aspek yang bersifat teknis seperti: a) ketepatan menyuarakan tulisan, b) lafal dan intonasi yang wajar, c) kelancaran, dan d) kejelasan suara.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa aspek membaca permulaan menitikberatkan pada aspek yang bersifat teknis. Aspek membaca permulaan mempunyai peran yang sangat penting guna mempelajari tahapan membaca selanjutnya.

(13)

4) Langkah Membaca Permulaan

Ritawati (2010: 51) mengemukakan langkah-langkah membaca, permulaan adalah mengenal unsur kalimat, mengenal unsur kata, mengenal unsur huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata. Di sisi lain, Akhadiah, dkk (1998: 34) mengemukakan langkah-langkah pengajaran membaca permulaan sebagai berikut:

Langkah pertama menentukan tujuan pokok bahasan yang akan di berikan. Tujuan ini dapat mengembangkan bahan pengajaran setelah bahan pelajaran dan bahan latihan disusun, kemudian harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan. Bagaimana urutan pemberian bahan-bahannya, dan bagaimana cara mengaktifkan siswa. Pada tahap latihan, guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata maupun suku kata, dan huruf. Hal ini mudah dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu yang tersedia, anak dapat bermain dengan kartu-kartu tersebut. Misalnya membentuk suku kata, kata ataupun kalimat. Untuk memantau apakah anak telah mencapai tujuan yang ditetapkan, guru dapat membuat tes formatif. Pada hal ini guru dapat menggunakan berbagai cara yang di anggap terbaik untuk kelangsungan pembelajaran.

Berdasarkan hal di atas, agar tujuan pengajaran membaca dapat tercapai dengan baik, sebaiknya guru menetapkan tujuan pokok bahasan yang akan diberikan terlebih dahulu kemudian guru menerapkan langkah-langkah dalam pengajaran membaca permulaan secara berulang-ulang.

5) Metode Membaca Permulaan

Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain: (1) metode SAS (Struktural Analitik Sintetik); (2) metode abjad dan metode bunyi; (3) metode kupas rangkai suku kata; (4) metode kata lembaga; (5) metode global; dan (6) metode eja (Slamet, 2014: 37). Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Abdurrahman (2012: 157) mengenai metode membaca permulaan yaitu metode (1) membaca dasar, (2) fonik, (3) linguistik, (4) SAS, (5) alfabetik, dan (6) pengalaman bahasa.

(14)

Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) tentu guru tidak hanya menggunakan satu metode, guru dapat menggabungkan atau memodifikasi beberapa metode yang telah diutarakan oleh Slamet dan Abdurrahman di atas. Penggunaan gabungan beberapa metode tersebut dilakukan agar siswadapat menerima penjelasan dari guru. Karena tidak semua siswa memiliki karakteristik dan gaya belajar yang sama. Guru juga bisa melakukan terobosan baru dalam mengajarkan membaca permulaan dengan menggabungkan metode bunyi dan metode kupas rangkai suku kata yang disampaikan melalui kegiatan yang menyenangkan. Metode baru dengan menggabungkan metode bunyi dan metode kupas rangkai suku kata disebut metode jolly phonics.

Sue dan Sara dalam Prayoga (2014) mengemukakan bahwa metode jolly phonics merupakan metode mengajar membaca dan menulis permulaan yang digunakan oleh negara yang bahasa ibunya bahasa Inggris (Inggris, Amerika, Australia). Metode pembelajaran jolly phonics merupakan salah satu cara mengajarkan anak membaca dan menulis yang menggunakan pendekatan bottom up process dan top-down secara seimbang, yaitu mulai dengan mengajarkan unit terkecil bunyi untuk dapat membaca dan memberikan konteks cerita dalam pengajaran huruf (Antari, Suwarta, dan Antari, 2013). Dengan mengadopsi bahasa dengan menggunakan bahasa Indonesia maka metode ini bisa diterapkan pada pembelajaran di Indonesia.

3. Tinjauan Tentang Metode Jolly Phonics a. Pengertian Metode Jolly Phonics

Jones and Wyse dalam Prayoga (2014) mengemukakan bahwa istilah “Jolly” berarti menyenangkan dan “Phonics” mengacu pada mengajar membaca dengan melatih pemula untuk mengasosiasikan huruf dengan suara mereka . Metode jolly phonics merupakan salah satu cara

(15)

mengajarkan anak membaca dan menulis yang menggunakan pendekatan bottom up process dan top-down secara seimbang, yaitu mulai dengan mengajarkan unit terkecil bunyi untuk dapat membaca dan memberikan konteks cerita dalam pengajaran huruf (Antari, Suwarta, dan Antari, 2013: 4).

Jolly phonics merupakan metode mengajar membaca dan menulis permulaan yang digunakan oleh negara yang bahasa ibunya bahasa Inggris (Inggris, Amerika, Australia). Jolly phonics telah dikembangkan oleh Lloyd (1992), Guru Sekolah Dasar di Woods Loke Primary School di Lowestoft Inggris.

Jolly Phonics adalah suatu metode pembelajaran membaca dan menulis yang diperuntukkan anak usia 2-6 tahun. Sue dan Sara dalam Ruhaena (2008: 195) menekankan bahwa ide yang digunakan dalam pengajaran identifikasi suara huruf untuk menulis pada jolly phonics adalah untuk mengucapkan sepatah kata dan tekanan suara.

Ifeoma dan Ibiam (2013: 204) mengungkapkan “Jolly phonics instructional strategy helps the users to decide as many words as possible. The important thing is not only the number of spelling a child can recognize but the number of sounds he can put together to form a word”. Jolly phonics membantu pengguna untuk memutuskan kata-kata sebanyak mungkin. Yang penting adalah tidak hanya jumlah ejaan anak dapat mengenali tapi jumlah suara yang dapat disatukan untuk membentuk kata.

Strategi pembelajaran jolly phonics adalah phonics sistematis dan sekuensial program yang dirancang untuk mengajarkan anak-anak untuk membaca. Anak-anak tidak hanya berpikir suara alfabet tetapi mereka belajar empat puluh dua (42) suara dari bahasa Inggris yang diproduksi dari dua puluh enam huruf abjad (Ifeoma dan Alasa, 2014: 2). Lebih lanjut Ehir, et al. (2001) dalam Ifeoma dan Ibiam (2013: 206) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran ini strategi yang diambil

(16)

melalui tahapan pencampuran dan segmentasi kata-kata untuk mengembangkan membaca dan menulis keterampilan.

Ifeoma dan Alasa (2014: 3) melanjutkan “Jolly phonics mengisi kesenjangan metode konvensional dengan membantu anak-anak untuk menguasai suara, campuran suara ini tepat untuk membaca dengan cara yang menyenangkan”. Oleh karena itu, pengaruh signifikan dari metode pembelajaran jolly phonics dalam membaca mengajar tidak dapat diabaikan. Selain itu, sifat menyenangkan menanamkan campuran suara untuk kemampuan membaca pada anak-anak menggunakan jolly phonics membantu anak-anak untuk meningkatkan kosa kata, membaca dengan lancar dan mandiri.

Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode jolly phonics merupakan suatu metode gabungan dari metode bunyi dan metode kupas rangkai suku kata yang dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Metode ini sudah terstruktur secara sistematis dalam proses pengajaran baca tulis. Kondisi ini membuat tugas belajar membaca dan menulis sebagai suatu kegiatan yang tidak membebani anak, tetapi menjadi kegiatan bermain yang menyenangkan dan membuat anak bersemangat.

b. Langkah Metode Jolly Phonics

Menurut Lloyd & Stephen dalam Prayoga (2015), dalam pelaksanaan metode jolly phonics memiliki langkah-langkah yaitu: 1) Tahap Mengenal Huruf

Setelah anak menguasai dan memahami tahap dasar membaca, berikutnya anak diperkenalkan seluruh abjad. Teknik yang dipergunakan adalah dengan mengaitkan huruf dengan kata yang memiliki awalan huruf tersebut.

Contoh: huruf “A” dikaitkan dengan ayam

Selain itu pada tahapan ini anak ditunjukkan bahwa kata dapat dipecah menjadi suku kata, suku kata bisa dipecah menjadi yang lebih

(17)

kecil yaitu huruf. Contoh: “buku” terdiri dari suku kata “bu” dan “ku”. “bu” dan “ku” bisa dipecah menjadi huruf “b” “u” “k” “u” .

Pada tahapan ini anak juga diperkenalkan perbedaan bentuk huruf kecil dengan bentuk huruf besar (huruf kapital).

2) Tahap Dasar Membaca (Pola Kata)

Pada tahap pola kata anak diajarkan dengan menggunakan alur sebagai berikut:

a) Anak dikenalkan dengan gambar benda dan tulisannya, contoh gambar gajah dan tulisan “gajah” dengan konsep flash card. Teknik ini diperkenalkan oleh Glenn Doman dalam bukunya tentang mengajar anak membaca. Pada tahap ini anak akan belajar mengenali bentuk kata pada setiap objek,

b) Berdasarkan pada suku kata yang telah diperkenalkan kepada anak kemudian anak diberi pemahaman bahwa setiap kata bisa dipecah menjadi suku kata. Misal saja tulisan “buku” bisa dipecah menjadi suku kata “bu” dan “ku”. Dengan demikian anak sudah mulai mengenal suku kata salah satunya adalah kata “buku”. 3) Tahap Membaca Kalimat Pada Paragraf

Setelah anak memahami kata, suku kata dan huruf maka tahapan berikutnya adalah anak dilatih untuk mulai membaca. Dimulai dari membaca 1 kata, membaca 2 kata, sampai membaca 1 kalimat sederhana.

c. Keunggulan Metode Jolly Phonics

Menurut Lloyd & Stephen dalam Prayoga (2015), keunggulan metode ini menggunakan cara mensintesa bunyi untuk mengajarkan bunyi huruf-huruf dan dilakukan pendekatan multi-sensori serta menyenangkan bagi anak. Mereka belajar bagaimana menggunakan bunyi huruf-huruf untuk membaca dan menulis. Selain itu anak anak juga terdapat beberapa keunggulan lain dari penggunaan model pembelajaran ini, di antaranya yaitu:

(18)

1) Belajar Suara Huruf

Anak-anak diajarkan 42 suara huruf utama. Ini termasuk alphabet suara serta digraf seperti ng, ny.

2) Belajar Formasi Huruf

Menggunakan metode multi indrawi yang berbeda, anak-anak belajar bagaimana membentuk dan menulis huruf.

3) Mencampurkan Suara

Anak-anak diajarkan bagaimana untuk berbaur suara bersama- sama untuk membaca dan menulis kata-kata baru.

4) Mengidentifikasi Bunyi Dalam Kata-Kata (Segmentasi)

Mendengarkan suara dalam kata-kata memberi anak-anak awal terbaik untuk meningkatkan ejaan.

5) Kata-Kata Sulit

Kata-kata sulit memiliki ejaan yang tidak teratur dan anak-anak belajar secara terpisah.

B. Kerangka Berpikir

Kemampuan membaca anak berkesulitan belajar kelas I di SD Al Firdaus Surakarta tahun ajaran 2015/2016 masih rendah. Banyak faktor yang mengakibatkan hal tersebut, salah satunya adalah penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat untuk anak berkesulitan belajar. Hal ini menarik peneliti untuk menggunakan metode jolly phonics dalam kegiatan intervensi untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak berkesulitan belajar tersebut. Pelaksanaan intervensi ini dilaksanakan sebanyak tiga kali sesi pertemuan. Hasil dari intervensi sebagai evaluasi menunjukan bahwa tingkat kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan belajar kelas I di SD Al Firdaus Surakarta tahun ajaran 2015/ 2016 meningkat.

(19)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2014: 96). Purwanto dan Sulistyastuti (2007: 137) menambahkan bahwa hipotesis adalah pernyataan sementara masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris. Hipotesis itu sendiri harus konsisten dengan teori yang telah peneliti paparkan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Penggunaan metode jolly phonics berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar kelas I di SD Al Firdaus Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

Pembelajaran belum menerapkan metode jolly phonics Pembelajaran membaca permulaan siswa berkesulitan belajar kelas I di

SD Al Firdaus Surakarta

Kemampuan membaca permulaan siswa berkesulitan belajar kelas I di SD Al Firdaus Surakarta masih rendah

Penerapan metode jolly phonics

Kemampuan membaca permulaan siswa berkesulitan belajar kelas I di SD Al Firdaus Surakarta meningkat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

dan M otivasi Belajar Siswa SM K Pada Topik Limbah Di Lingkungan Kerja Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman