• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rhabi Nabillah, 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rhabi Nabillah, 2013"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu di dunia melewati fase-fase perkembangan dalam hidupnya. Salah satu fase perkembangan yang harus dilewati individu adalah masa remaja, Hurlock (Sobur, 2003:134) menyatakan:

Masa remaja (13-18 tahun) merupakan masa peralihan atau transisi dari anak-anak menuju dewasa, pada masa transisi, individu mulai merasakan berbagai perubahan dalam dirinya baik secara fisik, sosial, mental, intelektual, dan juga penuh dengan masalah-masalah.

Peserta didik SMA adalah individu yang berada pada usia remaja, dimana dengan berbagai perubahan yang dialami pada masa transisi tentu akan berpengaruh terhadap proses belajar yang dijalaninya. Yusuf (2009:108) mengemukakan:

Masa remaja merupakan masa stres dalam perjalanan hidup seseorang, yang menjadi sumber stres utama pada masa remaja adalah konflik atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas, atau independence dari peraturan tersebut.

Permasalahan yang cukup populer melanda remaja pada tahun 2007 adalah penyakit manifestasi dari stres, diantaranya depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat sampai penyakit yang berhubungan dengan fisik seperti pusing serta ngilu pada sendi. Sama halnya pada orang dewasa, stres bisa berefek negatif pada tubuh remaja. Perbedaannya ada pada sumbernya dan bagaimana remaja merespon penyakit tersebut (Kompas, 24 Oktober 2007). Fenomena penyakit manifestasi dari stres terus berkembang setiap tahunnya, di Indonesia terdapat banyak kasus yang terjadi akibat ketidakmampuan peserta didik dalam mengelola stres yang berbuntut pada hal-hal tragis seperti tindakan bunuh diri. Pada tahun 2010, salah satu kasus yang terjadi yaitu:

Wahyu Ningsih (19) peserta didik SMKN di Muaro Jambi yang tewas (27 April 2010) menelan racun tanaman lantaran syok karena amplop berisi keterangan kelulusan menyebutkan Ningsih harus mengulang tes matematika pada bulan Mei nanti, padahal Ningsih peraih nilai UN tertinggi mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolahnya. Jelas, Ningsih mengakhiri hidup lantaran depresi tidak lulus UN (Hendy, 2010).

(2)

2

Selanjutnya tahun 2011, peserta didik SMK berinisial RNI (17) nekat lompat dariFlyover Pasar Rebo Jakarta (14/10/2011) untuk mengakhiri hidupnya lantaran frustasi.Pada tahun 2012, Komisi Nasional PerlindunganAnakmelaporkan menerima rata-rata 200 laporan kasus anak stres per bulan sepanjang tahun 2011, meningkat 98 persen dari tahun sebelumnya. Laporan Komisi Nasional PerlindunganAnak tersebut turut mengindikasikan terdapat peningkatan gangguan stres pada anak di Indonesia. Selasa (20/3/2012), Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengungkapkan “Jangan remehkan ini, sudah tercatat sebanyak lima anak dibawah 10 tahun berusaha melakukan pencobaan bunuh diri

akibat stres. Dua diantaranya telah

meninggal”.(http://www.psikologizone.com/waspada-jumlah-anak-stres-semakin meningkat/065115812).

Mencuatnya kasus-kasus bunuh diri atau percobaan mengakhiri hidup dikalangan pelajar tentu sangat memprihatinkan. Ruqqoyah Waris Maksood (Setiawati, 2010: 3) menyebutkan, „beberapa kasus bunuh diri pada remaja merupakan reaksi dari stres atau kekecewaan‟. Didukung oleh Seto Mulyadi (Sindo, 28 Januari 2010) menyatakan “seorang pelajar nekat bunuh diri karena stres yang berlebihan bisa karena faktor keluarga, lingkungan, hingga sekolahnya karena guru mungkin membebani pekerjaan rumah yang berlebihan, atau tuntutan prestasi yang terlalu tinggi”. Sabtu (10/12/11), Wahyudiyanta menuliskan dalam berika detik Surabaya, “kenekatan Christianus Soa (13) alias Imon yang gantung diri diduga kuat terkait keadaan ekonomi keluarganya. Siswa kelas 6 SD itu sepertinya ikut merasakan kesusahan keluarganya akibat himpitan ekonomi”. http://news.detik.com/surabaya/read/2011/12/10/140945/1787914/466/siswa-sd-nekat-gantung-diri-diduga-karena-masalah-ekonomi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurakhman (2009:49) di SMA Pasundan 2 Bandung menunjukan terdapat 48,3% peserta didik tingkat stresnya sangat tinggi; 45% peserta didik berada pada kategori tinggi; 6,67% peserta didik berada pada kategori sedang; dan tidak seorangpun peserta didik (0%) yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdini (2009:97) mengenai tingkat stres akademik pada peserta didikSMKN 8

(3)

3

Bandung menunjukan, sebanyak 25,48 % peserta didik mengalami stres akademik pada area fisik; 19,78 % peserta didik mengalami stres pada area perilaku; 37,09 % peserta didik mengalami stres pada area pikiran dan 17,65 % peserta didik mengalami stres pada area emosi.

Menurut Nasution (2008: 2) “Stres pada remaja dapat juga disebabkan karena tuntutan dari orang tua dan masyarakat, di rumah biasanya orang tua menuntut anaknya untuk mendapatkan nilai yang bagus di sekolah”. Kebanyakan orang tua menuntut anaknya untuk mempunyai nilai yang bagus di sekolah, tanpa melihat kemampuan anaknya. Menurut Slemon (Nasution, 2008: 2), “… dalam menghadapi pelajaran yang berat di sekolah menimbulkan stres pada remaja, terutama bagi remaja high school, karena remaja pada umumnya mengalami tekanan untuk mendapat nilai yang baik dan dapat masuk ke universitas favorit”. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Walker (2002:2)terhadap 60 orang remaja menghasilkanpenyebab utama ketegangan dan masalah yang ada pada remaja berasal dari hubungan teman sebaya dan keluarga, tekanan dan harapan dari diri sendiri dan orang lain, tekanan di sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan tragedi yang ada dalam kehidupan, misalnya: kematian, perceraian dan penyakit yang diderita atau anggota keluarga. Menurut Yusuf (2009: 159):

Berbagai faktor yang mempengaruhi peserta didik mengalami stres akademik adalah berasal dari dalam diri, seperti: kondisi tubuh yang kurang sehat, sakit-sakitan atau sedang ada konflik pribadi yang menyita (mengganggu) pikiran, dan mengalami kegagalan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan; muncul dari keluarga, misalnya: ketidakharmonisan hubungan antar anggota, orang tua yang otoriter, masalah keuangan atau bulanan macet apalagi yang hidup jauh dari orang tua, atau anggota keluarga yang sangat dicintai jatuh sakit atau meninggal; dan lingkungan dan masyarakat sekitar,misalnya: suara-suara bising kelas lain ketika sedang ujian, atau hentakan musik yang keras yang memekakan telinga ketika kita sedang beristirahat, dan jalan macet ketika sedang berkendara menuju sekolah.

Salah satu faktor peserta didik mengalami stres akademik adalahfaktor keluarga, khususnyastatus sosial ekonomi keluarga, terutama dalam masalah keuangan. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Yusuf (2009: 159), “Salah satu pemicu stres adalah muncul dari keluarga, misalnya masalah keuangan”.Peserta didik yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonomi

(4)

4

tinggi akan dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana yang dapat mendukung proses belajar untuk mendapatkan prestasi terbaik. Peserta didik yang berasal dari kondisi keluarga dengan status sosial ekonomi rendah akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah, sehingga dapat menjadi beban bagi peserta didik ketika ingin mendapatkan prestasi terbaik. Pada sisi lain, terdapat tuntutan dari orangtua untuk mendapatkan prestasi yang baik agar dapat memperbaiki masa depan keluarga, sehingga pada akhirnya anak mengalami suatu tekanan stres saat berada di sekolah yang akhirnya menjadi stres akademik (Nasution, 2008: 2).

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana anak dididik dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga menurut resolusi PPB (Maryam, 2006:71), yaitu:

Sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, menyosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Kondisi suatu keluarga dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lainnya, salah satu faktor adalah status sosial ekonomi. Gilmore (Fitriani, 2010: 5) mengemukakan „keluarga yang status sosial ekonominya rendah ditandai dengan kecenderungan kurang otoritas, tidak tahu atau bimbang dalam mengambil keputusan dan tidak terorganisasi‟. Kondisi diperberat dengan status sosial ekonomi keluarga yang rendah, sehingga orang tua tidak mampu menyediakan hunian yang memadai, dan fasilitas belajar yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan belajar di sekolah. Menurut Gerungan (Fitriani, 2010:5):

Status sosial ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-anak, bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak didalam keluarganya lebih luas, akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan berbagai macam kecakapan yang tidak dapat berkembang apabila tidak ada alat-alatnya.

Berbagai dampak dapat timbul pada peserta didik yang mengalami stres akademik, diantaranyamenurunnya prestasi belajar, tidak terpenuhi standar kelulusan sekolah maupun pemerintah, tidak terpenuhinya kebutuhan sekolah

(5)

5

secara materi seperti pembayaran SPP, dan dapat memunculkan perilaku maladaptivelainnya bagi peserta didik dalam kehidupan pribadi sosial, sedangkan bagi fisik peserta didik dapat terserang berbagai penyakit, bahkan dapat membuat peserta didik untuk melakukan bunuh diri. Menurut Nurdini (2009: 6), perwujudan dari stres akademik:

Peserta didik malas mengerjakan tugas, sering bolos sekolah dengan berbagai alasan dan mencontek atau mencari jalan pintas dalam mengerjakan tugas. Gejala stres akademik lain yang muncul seperti: prestasi menurun, mabal, cemas/gelisah ketika menghadapi ujian dan tugas yang banyak, sulit berkonsentrasi, menangis ketika tidak sanggup mengerjakan tugas/soal, suka berbohong, mencontek, takut menghadapi guru tertentu, dan takut terhadap mata pelajaran tertentu.

Salah satu fenomena stres akademik yang dialami peserta didik berlatar belakang status sosial ekonomi rendah di SMA Negeri 6 Bandung yaitu, salah seorang peserta didik kelas X-3 tahun ajaran 2011/2012 berinisial R mengalami stres akademik dengan gejala sering merasa pusing ketika guru menerangkan materi di kelas, sering tidak mengerjakan PR, sering datang terlambat ke sekolah, mudah marah, prestasi yang buruk, dan merasa putus asa dengan masa depannya. Setelah ditelusuri oleh wali kelas mengenai penyebab R mengalami masalah dalam proses belajar di sekolah, diperoleh fakta R terpaksa menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai tukang parkir sepulang sekolah hingga tengah malam. Ayah R hanya lulusan SD dengan penghasilan hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari mengindikasi keluarga R merupakan keluarga dengan status sosial ekonomi keluarga rendah. R terpaksa bekerja karena ayahnya sedang sakit, sehingga ia menggantikan pekerjaan ayahnya sebagai tukang parkir di dekat rumahnya. Akibat R bekerja terus menerus hingga tengah malam membuat kondisi fisik R cepat lelah ketika mengikuti pelajaran di sekolah sehingga ia sering tertidur saat pelajaran berlangsung, sering datang terlambat karena kesiangan bangun, waktu istirahat yang digunakan untuk bekerja membuat R tidak sempat mengerjakan PR, R juga terkadang merasa putus asa dengan prestasinya di sekolah, alasan-alasan tersebut yang membuat R terindikasi mengalami stres akademik di sekolah yang secara kebetulan R berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi keluarga rendah.

(6)

6

Selanjutnya, hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan September 2012di SMA Negeri 6 Bandung kelas X-8berdasarkan status sosial ekonomi, terdapat 13 peserta didik kelas X-8 berstatus sosial ekonomi keluarga tinggi, 12 peserta didik kelas X-8 berstatus sosial ekonomi keluarga sedang, dan 12 peserta didik kelas X-8 berstatus sosial ekonomi rendah, selanjutnya hasil studi pendahuluan mengenai intensitas stres akademik menunjukkan sebanyak 50,1%peserta didikmengaku sering mengalami stres di sekolah, 45,4%peserta didikmengaku kadang-kadang mengalami stres di sekolah, dan 4,5% peserta didik mengaku pernah mengalami stres di sekolah. Jadi, dapat disimpulkan sebagian besar peserta didiksering mengalami stres di sekolah, yaitu sebanyak50,1%. Fakta empirik menunjukan, sebagian besar peserta didiksering mengalami stresdi sekolah, sehingga menjadi fenomena yang memerlukan bantuan.

Status sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi pemahaman keluarga atas pentingnya pembinaan anak untuk peningkatan kualitas kehidupan anak kelak.Perhatian orang tua terhadap anak memberikan pengaruh bagi kelancaranpendidikan anak di sekolah. Kebutuhan-kebutuhan anak pada keluarga yang berasal dari kelompok yang berstatus sosial ekonomi memadai, cenderung akandiperhatikan oleh keluarganya, dibandingkan dengan anak yang berasal darikelompok yang status sosial ekonomi keluarganya kurang akanmempengaruhi keadaan psikis anak di sekolah, seperti mengalami stres. Salah satu contohnya adalah tidak dapat terpenuhinya tuntutan sekolah (membeli LKS, membayar SPP, melunasi uang DSP, dan sebagainya) dikarenakan orangtua tidak memiliki biaya untuk kebutuhan sekolah sehingga menimbulkan stres akademik bagi peserta didik bersangkutan. Peserta didik yang mengalami stres akademik memerlukan bantuan segera untuk mereduksi stres akademik agar tidak berdampak depresi, sebab depresi dapat membuat peserta didik menjadi putus asa bahkan melakukan tindakan fatal seperti bunuh diri. Permasalahan kondisi psikologis peserta didik khususnya remaja yang mengalami stres akibat berbagai tuntutan di sekolah (akademik) perlu menjadi perhatian bagi Guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dari pendidikan yang berfungsi

(7)

7

untuk membantu peserta didik dalam mencapai perkembangan yang sehat di dalam lingkungannya termasuk membantu peserta didik dalam menghadapi atau memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan akademik, salah satunya masalah stres akademik pada peserta didik.

Setiap peserta didik dituntut untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal, sehingga di sekolah Guru BK perlu memberikan bimbingan yang sesuai dengan permasalahan peserta didik. Kartadinata (Yusuf dan Nurihsan, 2005:7) menjelaskan „bimbingan merupakan upaya yang diberikan untuk membantu individu dalam mengembangkan potensinya secara optimal‟. Berdasarkan fakta dan gambaran fenomena, ketika peserta didik mengalami stres akademik maka peserta didik tidak dapat mencapai perkembangan yang optimal, sehingga peran dan kedudukan Bimbingan dan Konseling di sekolah penting untuk membantu peserta didik yang mengalami stres akademik dengan cara memberikan kemampuan pada peserta didik untuk mereduksi stres akademik. Yusuf (2009: 108) berpendapat, „rentang usia yang perlu mendapatkan bimbingan komprehensif mengenai stres adalah rentang usia remaja‟. Layanan bimbingan yang cocok untuk peserta didik yang mengalami stres akademik adalah bimbingan akademik. Yusuf (2009: 51) mengungkapkan Bimbingan dan Konseling akademik merupakan proses bantuan untuk memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah akademik. Adapun strategi yang dapat digunakan adalah melalui layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem.

Penelitian mengenai faktor penyebab stres akademik sudah pernah dilakukan, dengan faktor yang berasal dari lingkungan sekolah seperti beban tugas yang tinggi, kerumitan tugas, tidak tersedianya fasilitas untuk mengerjakan tugas, guru yang otoriter, kondisi fisik lingkungan sekolah yang sempit, bising, dan panas disebut stres akademik. Layanan Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi stres akademik peserta didik perlu memperhatikan latar belakang keluarga peserta didik, karena setiap peserta didik berpotensi mengalami stres akademik namun latar belakang status sosial ekonomi keluarga peserta didik berbeda-beda, sehingga penanganannya pun akan berbeda.Penelitian akan

(8)

8

mengkaji lebih mendalam mengenai “Profil Stres Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Implikasinya terhadap Bimbingan dan Konseling” (Studi Deskriptif terhadap Peserta didik Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Menurut Desmita (2010: 297), stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh academic stressor. Academic stressor yaitu stres peserta didik yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan beapeserta didik, keputusan menentukan jurusan atau karir serta kecemasan ujian dan manajemen stres.

Stres akademik merupakan permasalahan substantif yang dihadapi peserta didik di dunia pendidikan yang bersumber dari tuntutan sekolah dan dunia pendidikan.Menurut Nasution (2008: 2) “Stres pada remaja dapat juga disebabkan karena tuntutan dari orang tua dan masyarakat, di rumah biasanya orang tua menuntut anaknya untuk mendapatkan nilai yang bagus di sekolah”. Kebanyakan orang tua menuntut anaknya untuk mempunyai nilai yang bagus di sekolah, tanpa melihat kemampuan anaknya.Beban berat yang dialami remaja di sekolah dapat menyebabkan stres akademik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi stres akademik adalah status sosial ekonomi keluarga. Keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi, cenderung akanmemperhatikan kepentingan anak-anaknya, termasuk kepentingan pendidikannya,dilain pihak, keluarga yang berasal dari kelompok status sosial ekonomi rendahatau kurang memadai, cenderung akan lebih memperhatikan kebutuhan primeryaitu kebutuhan makan keluarga daripada kebutuhan pendidikan anak-anaknya (Fitriani, 2010: 5).Status sosial diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam suatu kelompok dan hubungannya dengan anggota kelompok yang lain dalam kelompok yang sama. Kedudukan dapat diperbandingkan menurut nilai dan kuantitas sehingga terlihat terdapat perbedaan antara kedudukan

(9)

9

yang rendah dan tinggi.Suhardi (2009: 6) mengemukakan „status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari tiga hal yaitu: (1) pendidikan, (2) jabatan atau pekerjaan, dan (3) kekayaan/pendapatan‟. Pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan kekayaan/pendapatan merupakan indikator yang dijadikan kriteria untuk menentukan status sosial ekonomi keluarga. Pendidikan yang tinggi, pekerjaan yang layak, serta pendapatan yang besar merupakan indikator bagi seseorang yang status sosial ekonominya tinggi.

Intervensi Guru BK perlu memperhatikan kebutuhan peserta didik, kebutuhan peserta didik yang berasal dari status sosial ekonomi rendah dan dengan status sosial ekonomi tinggi akan berbeda. Intervensi pada penelitian akan disesuaikan dengan gejala stres akademik tertinggi yang dialami pada masing-masing status sosial ekonomi sebagai kebutuhan peserta didik. Salah satu contoh cara mengelola stres akademik peserta didik dengan latar belakang status sosial ekonomi rendah mungkin terlebih dahulu memperhatikan kebutuhan primer, seperti asupan makanan dan kebutuhan sarana dan prasarana yang diberikan orangtua untuk belajar. Sedangkan peserta didik dengan latar belakang status sosial ekonomi tinggi cara mengelola stres akademik berbeda, biasanya orangtua yang status sosial ekonomi tinggi menginginkan anaknya mempertahankan status sosial ekonomi yang sama dengan mengikutkan anak berbagai les tambahan, masuk ke universitas favorit sehingga kebutuhan yang diperlukan peserta didik dengan status sosial ekonomi tinggi salah satunya dengan memberikan kemampuan membagi waktu belajar (time management).

Penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 6 Bandung dengan pertimbangan melihat dari kondisi objektif sekolah yang berlokasi di pinggir jalan besar, sering terjadi kebisingan akibat kendaraan, sistem jam sekolah full day, dan terutama keadaan sosial ekonomi keluarga peserta didik-siswi SMA Negeri 6 Bandung yang beragam. Hasil wawancara dengan salah satu Guru BK di SMA Negeri 6 Bandung menyebutkan latar belakang status sosial ekonomi keluarga peserta didik SMA Negeri 6 Bandung beragam, mulai dari status sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi. Guru BK lainnya menyebutkan ada 45 peserta didik yang mendaftarkan diri ke sekolah dengan menggunakan SKTM (Surat

(10)

10

Keterangan Tidak Mampu), namun ada juga peserta didik dengan latar belakang keluarga berstatus sosial ekonomi rendah yang mendaftar tanpa SKTM. Pernyataan Guru BK didukung oleh data yang diperoleh dari hasil pengisian buku pribadi peserta didik, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi seseorang maka diperoleh:

Tabel 1.1

Data Klasifikasi Status Sosial Ekonomi Peserta didik SMA Negeri 6 Bandung Kelas XTahun Ajaran 2012/2013

No Klasifikasi Status Sosial Ekonomi Jumlah Peserta didik Persentase

1 Rendah 119Peserta didik 35 %

2 Sedang 122Peserta didik 36,88%

3 Tinggi 99Peserta didik 29,12 %

Jumlah 340Peserta didik 100 %

Program BK di SMA Negeri 6 Bandung belum dilengkapi dengan layanan bantuan terhadap peserta didik yang secara spesifik mengalami stres akademik dengan memperhatikan latar belakang status sosial ekonomi peserta didik, layanan akademik bagi peserta didik masih umum, seperti: layanan pemantapan, program adaptasi akademis, pengayaan, repetition, danpengembangan keterampilan akademis (Program Kerja BK SMA Negeri 6 Bandung 2011/2012: 24).

Berdasarkan identifikasi yang telah dipaparkan rumusan masalah dalam penelitian dikemas dalam pertanyaan “Bagaimana profil stres akademik peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012/2013 dilihat dari status sosial ekonomi keluarga?”

Proses untuk menjawab rumusan masalah melalui tahap-tahap pengumpulan data yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum gejala stres akademik peserta didik kelas X

SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013?

2. Bagaimana gambaran stres akademik peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 berdasarkan status sosial ekonomi keluarga?

3. Apa implikasi layanan bimbingan dan konseling untuk membantupeserta didikkelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 mengelola stres akademik?

(11)

11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum diadakannya penelitian adalah mengetahuigambaranumum gejala stres akademik peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Tujuan khusus adalah untuk mengungkap data empiris mengenai :

a. Gambarangejala stres akademik peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013berdasarkan status sosial ekonomi keluarga.

b. Merumuskan implikasi layanan bimbingan dan konseling untuk membantupeserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 mengelola stres akademik.

D. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif, karena akan dilakukan pencatatan dan analisis data tentang stres akademik dan status sosial ekonomi keluargadengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistikuntuk mengetahui tingkatan stres akademik yang dialami peserta didik.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dengan tujuan untuk memberi gambaran stres akademik berdasarkanstatus sosial ekonomi keluarga peserta didikkelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

Populasi pada penelitian yaitu peserta didikkelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Anggota populasi dalam penelitian adalah seluruh peserta didikkelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik sampling jenuh yaitu “teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel” (Sugiyono, 2008:68). Sehingga seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 dijadikan sebagai sampel penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian adalah teknik non-tes berupa angket sebagai data primer untuk

(12)

12

mengungkap profil stres akademikpeserta didik dan data sekunder untuk status sosial ekonomi keluarga dari BK berdasarkan buku Pribadi yang diisi oleh peserta didik dengan mempemperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi keluarga.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi para praktisi dalam mengetahui peserta didik yang mengalami stres akademik dengan latar belakang keadaan sosial ekonomi keluarga peserta didik yang beragam. Secara spesifik, hasil penelitian dapat bermanfaat bagi:

1. Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 6 Bandung

Gambaran umum mengenai stres akademik peserta didik Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 serta implikasinya dapat dijadikan bahan rujukan untuk diaplikasikan oleh Guru Bimbingan dan Konseling dalam membantu peserta didik yang mengalami stres akademik.

2. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan penelitian yang lebih mendalam mengenai stres akademik peserta didik serta implikasi yang dapat diberikan.

3. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Penelitian akan menjadi salah satu contoh layanan Bimbingan dan Konseling bagi peserta didik SMA yang mengalami stres akademik.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan dalam penyusunan skripsi, maka perlu disusun struktur organisasi skripsi. Adapun struktur organisasi skripsi sebagai berikut.

Bab I: Pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian terkait dengan fenomena yang terjadi pada objek penelitian dan permasalahan yang ada, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan diadakannya penelitian, manfaat yang diharapkan dari penelitian , metodelogi penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

(13)

13

Bab II: Kajian Pustaka, yang menguraikan tentang sub bab bimbingan belajar, motivasi belajar, Status sosial ekonomi keluarga, peran bimbingan dan konseling, penelitian terdahulu yang relevan, dan kerangka penelitian.

Bab III: Metode Penelitian. Pada bab III membahas tentang populasi dan sampel penelitian untuk menentukan jumlah responden, variabel penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen serta metode analisis data yang digunakan.

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang terdiri dari pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan pembahasan atau analisis temuan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

and you can see from the radar screen – that’s the screen just to the left of Professor Cornish – that the recovery capsule and Mars Probe Seven are now close to convergence..

Apakah yang anda lakukan ketika anda membutuhkan suatu informasi dan informasi yang anda butuhkan tersebut hanya dimiliki oleh sumber informasi berbayar, dan dalam

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Untuk mengevaluasi kinerja suatu simpang bersinyal dapat dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas (C) pada tiap pendekatan dengan seperti persamaan 1, arus

FAKTJ'-TAS PtrTERNAI'{N UNIVERSITAS

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI