• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 - 24 SEPTEMBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

GLADYS BRIGITA, S. Farm 1206329663

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JANUARI 2014

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 - 24 SEPTEMBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

GLADYS BRIGITA, S. Farm 1206329663

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JANUARI 2014

(3)
(4)

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Gladys Brigita, S.Farm

NPM : 1206329663

Program Studi : Apoteker- Fakultas Farmasi UI

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI periode 2 – 24 September 2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Farmasi Farmasi Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dewa Gede Bayu Rastika, S.Si., Apt ( ... )

Pembimbing II : Dr. Berna Elya, MSi., Apt ( ... )

Penguji I : ( ... )

Penguji II : ( ... )

(5)

Puj syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, anugerah-Nya dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dilaksanakan pada tanggal 2 September 2013 sampai dengan 24 September 2013. Laporan ini merupakan hasil kerja yang penulis laksanakan di Badan Pengawas Obat dan Makanan khususnya di dalam Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dewa Gede Bayu Rastika, S.Si., Apt., selaku Kepala Bidang Penyidikan Makanan dan sebagai pembimbing PKPA yang telah memberikan waktu, arahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan PKPA;

2. Ibu Dr. Berna Elya, M.S., Apt. selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis. selama penyusunan laporan ini; 3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia;

4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013; 5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas

Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA;

6. Bapak Dr. Ir. Roy Sparinga, M. App. SC selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan;

7. Bapak Hendri Siswandi, S.H., selaku Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, yang telah menerima penulis dengan baik selama melaksanakan Praktek Kerja;

(6)

Narkotika dan Psikotropika, atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagi kepada penulis.

9. Ibu Dra. Nurjana Bangsawan, M.Kes., selaku Kepala Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat Tradisional, atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagi kepada penulis selama pelaksanaan PKPA.

10. Seluruh staf Badan POM khususnya di Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) Badan POM RI, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, informasi, dan motivasi selama pelaksanaan PKPA. 11. Panitia pelaksana PKPA di Badan POM.

12. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan 13. bantuan yang sangat berarti kepada penulis selama menempuh pendidikan

di jenjang profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 14. Kedua orang tua dan kakak-adik tersayang yang selalu memberikan

bantuan, dorongan, semangat, dan doa suntuk menyelesaikan laporan ini. 15. Rekan-rekan Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 77 dan semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini

16. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moral maupun material dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis

(7)
(8)

Nama : Gladys Brigita, S. Farm

NPM : 1206329663

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Jakarta Pusat Periode 2 – 24 September 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Jakarta Pusat bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia sebagai bekal ilmu praktik kefarmasian dalam bidang pelayanan publik. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk membahas mengenai analisis tindak pidana di bidang pangan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 dan Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.

Kata kunci : Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pangan, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Undang-Undang Republik Indonesia

Tugas umum : xv + 66 halaman; 3 lampiran Tugas khusus : iii + 22 halaman; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 24 (1990-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (1996-2012)

(9)

Name : Gladys Brigita, S.Farm

NPM : 1206329663

Program Study : Apothecary Profession

Title : Report of Professional Practice Pharmacist in Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan at Jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, Period September 2nd until 24th 2013.

Professional Practice Pharmacist in Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan aims to understand the duties and functions of parts of Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan as the science of practice pharmacist in the provision of public services. While the purpose of the special task is to discuss the analysis of criminal acts in the field of food based on the Law of the Republic of Indonesia Number 7 of 1996 and the Law of the Republic of Indonesia Number 18 of 2012 on Foodstuffs.

Keywords : Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pangan, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Laws of The Republic Indonesia

General Assignment : xiv + 66 pages; 3 appendices Specific Assignment : iii + 22 pages, 2 appendices Bibliography of General Assignment: 24 (1990-2013) Bibliography of Specific Assignment: 10 (1996-2012)

(10)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN ORISINALITAS...iv

KATA PENGANTAR ...v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Pelaksanaan PKPA ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Visi dan Misi ... 4

2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Badan POM ... 4

2.3 Ruang Lingkup ... 5

2.4 Budaya Organisasi ... 6

2.5 Filosofi Logo Badan POM RI ... 6

2.6 Susunan Organisasi Badan POM RI ... 8

2.7 Kebijakan Strategis Badan POM RI...17

2.8 Sistem Pengawas Obat dan Makanan Badan POM RI...18

2.9 Target Kinerja Badan POM RI...19

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan ... 21

3.2 Struktur Organisasi ... 21

3.3 Visi dan Misi ... 21

3.4 Tugas Pokok dan Fungsi ... 22

3.5 Tujuan dan Dasar Hukum Penyidikan PPOM ... 23

3.6 Ruang Lingkup ... 24

3.7 Bidang Tugas ... 25

3.8 Investigasi Awal dan Penyidikan ... 26

3.9 Penyidik Pegawai Negeri Sipil... 28

3.10 Isyarat Dini dan Penelusuran Kasus ... 30

3.11 OPGABDA DAN OPGABNAS ... 31

3.12 Kerja Sama Lintas Sektor... 31

3.13 Tinjauan Hukum Bidang Obat dan Makanan... 31

BAB 4 PELAKSAAN PKPA ... 39

(11)

6.1 Kesimpulan ... 56 6.2 Saran ... 56 DAFTAR ACUAN ... 57 LAMPIRAN

(12)

Halaman Gambar 2.1 Gambar dan Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan ... 7

(13)

Halaman Tabel 4.1 Pelaksanaan Praktek kerja Profesi Apoteker ... 40

(14)

Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM ... 60 Lampiran 2. Struktur Organisasi PPOM ... 61 Lampiran 3. Tindak Pidana Obat Dan Makanan ... 62

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah menghasilkan berbagai jenis serta variasi dari barang dan atau jasa yang dapat digunakan oleh masyarakat. Dengan perkembangan produk yang semakin luas serta dengan adanya dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, pergerakan arus transaksi barang dan atau jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara semakin luas, menyebabkan konsumen berhadapan dengan penawaran berbagai jenis produk yang variatif, baik berupa produk domestik maupun produk luar negeri (Widjaja, G., dan Ahmad, Y., 2003).

Kondisi demikian, pada satu sisi memberikan manfaat kepada konsumen karena kebutuhan akan produk yang diinginkan dapat terpenuhi dengan mudah. Namun, disisi lain kondisi ini berdampak buruk bagi konsumen, karena dengan demikian maka konsumen menjadi objek dalam aktivitas bisnis para pelaku usaha yang mencari keuntungan semata, baik melalui promosi, cara penjualan, maupun mutu produk yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Selain itu pada era globalisasi sekarang ini entry barrier perdagangan internasional antar negara semakin tipis, maka produk-produk seperti produk terapetik, narkotika, psikotropika, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya dalam waktu yang singkat dapat menyebar ke berbagai daerah dan negara (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2011).

Pengawasan obat dan makanan menghadapi lingkungan strategis yang semakin kompleks dan tidak dapat diprediksi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekspektasi masyarakat, perdagangan global, perubahan gaya hidup berimplikasi signifikan pada strategi dan kebijakan pengawasan obat dan makanan yang harus ditetapkan, maka Badan POM telah menetapkan strategi diantaranya pengawasan obat dan makanan terlaksana secara efektif untuk melindungi konsumen di dalam dan di luar negeri dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN; terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas

(16)

insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan; dan dapat diterapkannya sistem manajemen mutu di semua unit kerja Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

Untuk meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dari akibat pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang produk seperti produk terapetik, narkotika, psikotropika, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya, maka Badan POM RI terus-menerus melakukan pengawasan pre-market dan post-market salah satunya dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melanggar hukum di bidang obat dan makanan yang dilakukan oleh salah satu unit teknis yaitu Pusat Penyidikan Obat dan Makanan.

PPOM merupakan bagian dari Badan POM RI, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 02001/SK/KBPOM 26 Februari 2001 yang menyatakan PPOM adalah unsur pelaksana tugas Badan POM RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, PPOM dibina secara teknis oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Utama.

Dalam menjalankan tugas tersebut, dibutuhkan tenaga kerja yang memahami tentang farmasi dan makanan, dimana salah satunya adalah profesi Apoteker. Peranan Apoteker sebagai sumber daya manusia yang mendukung tugas dan fungsi dari Badan POM RI dalam hal penyusunan kebijakan, pengawasan, manajemen standar kualitas, regulasi keamanan dan jaminan mutu, serta fungsi administrasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012)..

Oleh karena itu, para mahasiswa calon Apoteker dapat mengetahui tugas, fungsi, serta ruang lingkup kegiatan dari Badan POM RI, maka diselenggarakan Kerja Praktek Profesi Apoteker. Pelaksanaan PKPA berlangsung dari tanggal 2-24 September 2013. Hasil yang diharapkan dalam melaksanakan PKPA agar Apoteker di masa mendatang lebih siap dan mampu mendukung kebijakan pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

(17)

1.2 Tujuan Pelaksanaan PKPA

a. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dapat memahami dan menjelaskan tugas pokok dan fungsi Badan POM

b. Peserta Kerja Praktek Profesi Apoteker dapat memahami, menjelaskan tugas pokok dan fungsi Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, serta kegiatan yang dilakukan dalam Pusat Penyidikan Obat dan Makanan.

1.3 Manfaat

Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dapat memahami dan mengetahui peran apoteker dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan POM RI sebagai bekal ilmu praktik kefarmasian dalam bidang pelayanan publik.

(18)

TINJAUAN UMUM

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2.1 Visi dan Misi

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) mempunyai visi menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi kesehatan masyarakat. Adapun misi dari Badan POM RI adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.

b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.

c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.

d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindugi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

e. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization)

2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Badan POM RI

Badan POM RI merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas kepemerintahan tertentu dari Presiden. Badan POM RI dikepalai oleh pejabat setingkat menteri.

Tugas Badan POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Badan POM RI melakukan fungsinya yang mencakup full spectrum berbagai kegiatan sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Pengaturan, regulasi, dan standardisasi.

b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik.

(19)

d. Post marketing vigilans termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.

e. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk.

f. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan. g. Komunikasi, informasi, dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, Badan POM RI memiliki kewenangan sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan.

b. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pengobatan secara makro.

c. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan. d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan makanan tambahan (zat aditif)

tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengemasan peredaran obat dan makanan.

e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi.

f. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi dan pengembangan tanaman obat.

2.3 Ruang Lingkup

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Badan POM RI memiliki ruang lingkup aktivitas sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Standardisasi dan Regulasi Persyaratan Teknis Obat dan Makanan. b. Pemberian izin edar obat dan makanan (Pre-Market Control)

c. Pengawasan sarana produksi yang sesuai GMP (Good Manufacturing Practices) dan pengawasan sarana distribusi yang sesuai GDP (Good Distribution Practices).

(20)

d. Pengawasan mutu dan keamanan produk yang beredar (Post-Market Surveillance, Pharmacovigillance, dan pengawasan iklan obat dan makanan).

e. Pengawasan ekspor impor bahan obat dan bahan baku obat serta produk makanan.

f. Penyidikan dan penegakan hukum bidang obat dan makanan.

g. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi pengembangan dan pengawasan tanaman obat.

h. Risk Analysis, termasuk komunikasi risiko bidang pengawasan obat dan makanan serta pemberdayaan masyarakat.

2.4 Budaya Organisasi

Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi Badan POM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut (Badan

Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Profesionalisme

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.

b. Kredibilitas

Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

c. Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. d. Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. e. Inovatif

Mampu melakukan perubahan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

(21)

2.5 Filosofi Logo Badan POM RI

Filosofi pada logo BPOM dijelaskan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Gambar dan Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Logo Filosofi

Unsur pertama dalam logo BPOM adalah tameng yang melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda checklist yang merepresentasikan trust atau rasa kepercayaan.

Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur kedua adalah karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi BPOM yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan obat dan makanan di Indonesia.

Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan langkah ke depan yaitu DitJen POM yang berubah menjadi BPOM. Selain itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan BPOM sebagai badan yang memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau) terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha obat dan makanan (garis biru tipis).

(22)

Tabel 2.1

Tampak logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut dalam satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga peletakan tulisan BPOM RI secara tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue) menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green) menggambarkan scientific base.

Sumber: www.pom.go.id

2.6 Susunan Organisasi Badan POM RI

Bagan Organisasi BPOM RI sebagaimana tercantum pada Lamipran 1

(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

2.6.1 Kepala Badan POM RI

Organisasi Badan POM RI dipimpin oleh seorang Kepala yang bertugas

(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM RI.

c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM RI yang menjadi tanggung jawabnya.

d. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi yang lain.

2.6.2 Sekretariat Utama

Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya lingkungan Badan POM RI (Badan Pengawas Obat dan

(23)

Sekretariat utama terdiri atas :

a. Biro Perencanaan dan Keuangan. b. Biro Kerjasama Luar Negeri.

c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat. d. Biro Umum.

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

Adapun fungsi dari sekretariat utama adalah :

a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan pelaporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI. b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan

perundang-undangan, kerjasama luar negri, hubungan antar lembaga kemasyarakatan dan bantuan hukum, terkait dengan tugas Badan POM RI. c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata

laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga.

d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI.

e. Pelaksana tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

Sekretaris Utama Badan POM RI secara administrasi membina pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan, dan Pusat Informasi Obat dan Makanan.

2.6.3 Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan terapetik, narkotika, psikotropika dan

(24)

zat adiktif. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari lima Direktorat, yaitu (Badan Pengawas

Obat dan Makanan, 2013):

a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.

b. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan, Produk Diagnostik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

c. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik.

d. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik.

e. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.

Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

b. Penyusunan rencana pengawas produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

c. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi.

d. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

e. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik.

f. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk terapetik. g. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan

(25)

pemberian bimbingan di bidang pengawasan terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.

h. Pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.

i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain.

j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

2.6.4 Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk komplemen yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia, selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB), sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia, didukung antara lain oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan Produk komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu :

a. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. b. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk

Komplemen.

c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen.

(26)

Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.

b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik.

d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik.

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia.

g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

(27)

2.6.5 Deputi Bidang K eamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Deputi bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komiditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Di samping itu, deputi ini melakukan sertifikasi produk pangan (Badan Pengawas Obat dan

Makanan, 2013).

Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan sistem jaminan mutu, terutama penerapan Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM). Di samping itu, diselenggarakan Surveilance, penyuluhan informasi keamanan pangan serta pengawasan produk dan bahan berbahaya, yang didukung antara lain oleh Tim Penilai Keamanan Pangan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari lima Direktorat, yaitu :

a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.

d. Direktorat Surveillance dan Penyuluhan Keamanan Pangan. e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan pangan dan bahan berbahaya.

b. Penyusunan rencana pengawasan pangan dan bahan berbahaya.

c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.

(28)

d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan.

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan. f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan

prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang survailan dan penyuluhan keamanan pangan.

g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

2.6.6 Inspektorat

Inspektorat yang dikepalai oleh seorang Inspektur mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM RI. Inspektorat memiliki fungsi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana, dan program pengawasan fungsional.

b. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(29)

c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM RI.

d. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.

Inspektorat terdiri dari :

a. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Sub-bagian Tata Usaha.

2.6.7 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan. Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan,

2013):

a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan.

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

c. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN.

d. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan.

e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian.

f. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan. g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.

(30)

2.6.8 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisonal, kosmetik, produk komplemen dan makanan, serta produk jenis lainnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai fungsi:

a. Penyusunan fungsi rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

2.6.9 Pusat Riset Obat dan Makanan

Pusat Riset Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan, dan produk terapetik serta mempunyai fungsi sebagai berikut (Badan

Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan. b. Pelaksanaan riset obat dan makanan.

c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.

2.6.10 Pusat Informasi Obat dan Makanan

Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi informasi, serta menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Badan Pengawas Obat

dan Makanan, 2013):

a. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan makanan.

(31)

b. Pelaksanaan pelayanan informasi obat. c. Pelaksanaan kegiatan informasi keracunan.

d. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi.

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan informasi obat dan makanan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat.

2.6.11 Unit Pelaksana Teknis

Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI merupakan unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan keputusan Kepala Badan POM RI, setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Fungsi pengawasan obat dan makanan di daerah dilaksanakan oleh Balai Besar dan Balai POM yang merupakan perpanjangan tangan dari Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

2.6.12 Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

a. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya.

b. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekertaris Utama. c. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan

kebutuhan dan beban kerja.

d. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(32)

2.7 Kebijakan Strategis Badan POM RI

Perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan strategis yang kompleks dan dinamis merupakan tantangan bagi Badan POM RI untuk mempertegas keberadaannya. Badan POM RI mewujudkan visi dan misinya melalui dua kebijakan strategis yaitu pemantapan infrastruktur dan revitalisasi program pengawasan obat dan makanan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

2.7.1 Pemantapan Infrastruktur Badan POM RI

Agar mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien serta memiliki kemampuan beradaptasi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan lingkungan yang berubah dengan cepat, perlu dilakukan transformasi mendasar, mencakup antara lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

a. Model mental dan system berfikir sumber daya manusia. b. Sistem operasional yang terkendali.

c. Struktur pengambilan keputusan yang mampu menciptakan akuntabilitas publik.

d. Peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

2.7.2 Revitalisasi Program Badan POM RI

Kebijakan revitalisasi Badan POM RI diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang memiliki efek sinergi dan daya pompa yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat luas, mencakup antara lain(Badan Pengawas Obat dan

Makanan, 2013) :

a. Evaluasi mutu dan khasiat produk beresiko oleh tenaga ahli berdasarkan bukti-bukti ilmiah.

b. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas.

c. Pelaksanan cara-cara produksi dan distribusi yang baik secara built in control.

(33)

d. Operasi pemeriksaan dan penyidikan terhadap produksi, disribusi dan peredaran narkotika, psikotropika serta produk-produk illegal.

e. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi profesi.

f. Komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk.

g. Bimbingan teknis terutama kepada industri kecil menengah yang berfokus pada peningkatan kualitas produk.

2.8 Sistem Pengawas Obat dan Makanan (SISPOM) Badan POM RI Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013):

2.8.1 Sub-Sistem Pengawasan Produsen

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justitia (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

2.8.2 Sub-Sistem Pengawasan Konsumen.

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya

(34)

masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013).

2.8.3 Sub-Sistem Pengawasan Pemerintah / Badan POM RI.

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013). Prinsip dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan :

a. Tindakan pengaman yang cepat, tepat, akurat dan profesional.

b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah.

c. Lingkungan pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.

d. Berskala nasional atau lintas provinsi, dengan jaringan kerja internasional. e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global.

g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

2.9 Target Kinerja Badan POM RI

Target kinerja dari Badan POM RI yaitu :

(35)

b. Terkendalinya mutu, keamanan, dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran.

c. Tercegahnya resiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.

d. Penurunan kasus pencemaran pangan.

e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai.

f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait.

(36)

TINJAUAN KHUSUS

PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN (PPOM)

3.1 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, yang dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi da secara administrasi dibina oleh Sekretaris Utama berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/KBPOM tanggal 26 Februari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM RI. PPOM dipimpin oleh seorang Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dibantu oleh Kepala Bidang Penyidikan yaitu: Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat tradisional, Bidang Penyidikan Narkotika dan Psikotropika, Bidang Penyidikan Makanan, serta Kepala Subbagian Tata Usaha (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

3.2 Struktur Organisasi PPOM

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan terdiri dari (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012):

a. Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat Tradisional b. Bidang Penyidikan Narkotika dan Psikotropika

c. Bidang Penyidikan Makanan d. Subbagian Tata Usaha

e. Kelompok Jabatan Fungsional

Struktur organisasi Pusat Penyidikan Obat dan Makanan tercantum dalam Lampiran 2.

(37)

3.3 Visi dan Misi

Visi dan Misi Pusat Penyidikan Obat dan Makanan disesuaikan dengan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah disebutkan pada bab sebelumnya (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

3.4 Tugas Pokok dan Fungsi 3.4.1 Tugas Pokok

Tugas pokok Pusat Penyidikan Obat dan Makanan adalah melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melanggar hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dan makanan (pangan) serta produk sejenis lainnya (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

3.4.2 Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012):

a. Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;

b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;

c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

3.5 Tujuan dan Dasar Hukum Penyidikan PPOM 3.5.1 Tujuan

a. Mencari, menemukan, mengumpulkan dan menganalisis informasi tambahan, keterangan dan alat-alat bukti berupa petunjuk, dokumen, kmoditas dan tersangka dari peristiwa tindak pidana di bidang prosuk terapetik, produk

(38)

biologi, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, makanan-minuman, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan dan produk kompleman.

b. Agar informasi atau bahan keterangan dan alat bukti yang ditemukan pada investigasi memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai bukti awal dilakukannya proses Pro-Justicia (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

3.5.2 Dasar Hukum

Tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Pusat Penyidikan Obat dan Makanan berlandaskan pada (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012):

a. Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

b. Undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

c. Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. d. Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

e. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. f. Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan

g. Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

h. Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 1998 tentang Label dan Iklan Pangan. i. Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan.

j. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

k. Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. l. Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor.

m. Keputusan Presiden nomor 103 tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LNPD).

(39)

n. Kep.Men.Keh&HAM no.C-21.HIV-05.01 tahu 2001 tentang Wewenang PPNS Badan POM.

3.6 Ruang Lingkup

Tindak pidana di bidang obat dan makanan antara lain: 3.6.1 Obat

a. Memproduksi dan/atau mengedarkan Obat tidak memenuhi standar dan persyaratan (Obat Palsu).

b. Memproduksi dan/atau mengedarkan obat tanpa izin edar.

c. Menyimpan dan/atau memproduksi dan/atau mengedarkan Obat keras di sarana tidak berwenang

3.6.2 Obat Tradisional

a. Memproduksi dan/atau mengedarkan Obat Tradisional mengandung bahan kimia obat,

b. Memproduksi dan/atau mengedarkan Obat Tradisional tanpa izin edar, c. Memproduksi Obat Tradisional tanpa keahlian dan kewenangan.

3.6.3 Kosmetik

a. Memproduksi dan/atau mengedarkan Kosmetik mengandung bahan yang dilarang.

b. Memproduksi dan/atau mengedarkan kosmetik tanpa yang tidak memiliki ijin edar.

c. Memproduksi kosmetik tanpa keahlian dan kewenangan.

3.6.4 Makanan

a. Memproduksi dan/atau mengedarkan pangan mengandung bahan berbahaya, b. Memproduksi dan/atau Mengimpor dan/atau mengedarkan Pangan tanpa izin

(40)

Tindak pidana obat dan makanan dan dasar hukumnya tercantum dalam Lampiran 3.

3.7 Bidang Tugas

a. Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat Tradisional.

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik dan obat tradisional.

b. Bidang Penyidikan Makanan.

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang makanan.

c. Bidang Penyidikan Narkotika Dan Psikotropika

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum dibidang narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. d. Sub Bagian Tata Usaha.

Memberikan pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan PPOM.

3.8 Investigasi Awal dan Penyidikan 3.8.1 Investigasi Awal

Investigasi awal adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

Kegiatan investigasi awal antara lain: a. Pemantauan, sarana kegiatan, manusia.

b. Pembelian produk secara sampling tertutup di sarana yang dicurigai mengandung unsur tindak pidana.

(41)

c. Pengujian laboratorium untuk memastikan mutu produk, yang dapat dikaitkan dengan khasiat maupun keamanannya.

3.8.2 Penyidikan

Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1981 pasal 1 tentang KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang dengan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

Sesuai pasal 6 ayat (1) huruf a dan b KUHAP, penyidik adalah : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Sesuai dengan pasal 7 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) KUHAP, wewenang penyidik:

Dalam ayat (1), Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari sesorang tentang adnaya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

(42)

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Dalam ayat (2), Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a. Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

Gelar kasus adalah kegiatan internal PPOM berupa pembahasan kasus dimana dalam pelaksanaannya melibatkan unit kerja yang berkaitan dengan kasus tersebut di lingkungan Badan POM RI. Tujuannya adalah untuk menentukan tindak lanjut terhadap suatu kasus pelanggaran yang ditemukan, guna dilakukan tindakan pro-justitia atau tindakan administratif.

Gelar perkara adalah kegiatan PPOM berupa pertemuan guna membahas suatu kasus yang telah diberkas dimana dalam pelaksanaannya melibatkan instansi di luar Badan POM RI yang berkaitan dengan kasus tersebut. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi antara aparat penegak hukum dan menentukan pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat tersangka tindak pidana kejahatan di bidang obat dan makanan.

3.8.3 Keterkaitan antara Investigasi Awal dan Penyidikan

Tindakan penyidikan diawali dengan tindak investigasi awal karena tidak semua peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana adalah merupakan tindak pidana. Fungsi dan tujuan investigasi awal dan kaitannya dengan penyidikan adalah memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan sebagai rambu-rambu agar aparatur penyidik dapat bertindak secara ekstra hati-hati.

(43)

3.9 Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 ayat (1), penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dalam KUHAP pasal 7 ayat (2), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI serta wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

Pada dasarnya wewenang yang dimiliki PPNS bersumber pda ketentuan Undang-undang pidana khusus. Undang-undang pidanakhusus tersebut memberi wewenang kepada PPNS yang bersangkutan untuk melakukan penyidikan. Kedudukan penyidik dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai aparatur penegak hukum yang diberi wewenang oleh Undang-undnag untuk melaksanakan tugas-tugas penyidikan. Peran yang dilaksanakan adalah sebagai pelaksana dan penanggungjawab atas seluruh tindakan yang dilakukan (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

Wewenang PPNS Badan POM seperti diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 198 dan Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No.264A/Menkes/SKB/VII/2003 dan No.02/SKB/M.PAN/7/2003 tentang Fungsi dan Kewenangan di Bidang Obat dan Makanan adalah :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;

(44)

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;

d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;

e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;

f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;

g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan.

Selain mempunyai wewenang dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil juga mempunyai tugas dan kewajiban, yaitu :

a. Membuat berita acara pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP.

b. Menyerahkan berkas kepada penuntut umum dengan 2 macam jawaban diantaranya adalah berkas perkara hasil penyidikan dianggap lengkap (P-21) kemudian penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti dan berkas perkara hasil penyidikan perlu disempurnakan (P-19).

Untuk kepentingan penyelidikan, penyidik POLRI memberika petunjuk kepada PPNS tertentu, dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1)). PPNS tertentu, harus melaporkan kepada penyidik POLRI tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik, jika dari penyidikan itu oleh PPNS ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum (Pasal 107 ayat (2)). Apabila PPNS telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI (pasal 107 ayat (3)).

(45)

Memasuki era globalisasi saat ini tindak pidana di bidang obat dan makanan menjadi semakin kompleks, sehingga menuntut peningkatan profesionalisme PPNS Badan POM RI antara lain melalui pelatihan PPNS Dasar, PPNS lanjutan, pelatihan intelijen, latihan bela diri dan latihan menembak. Pelatihan PPNS dilakukan di Pusat Pendidikan Reserse Kriminal POLRI Mega Mendung selama 2 bulan oleh BARESKRIM POLRI. Seorang PPNS mempunyai wewenang melakukan penyidikan jika telah memperoleh surat keputusan dari Menteri Hukum dan HAM serta telah dilantik sebagai PPNS.

3.10 Isyarat Dini dan Penelusuran Kasus

Early Warning System merupakan suatu sistem deteksi dini yang bertujuan untuk mengetahui tindak pidana sedini mungkin. Kegiatan dapat berupa sampling dan pemeriksaan terutama untuk tempat-tempat yang masih diragukan kebenaran produknya atau diduga melakukan tindak pidana. Tindakan yang dilakukan meliputi sampling, pengujian laboratorium, dan tindak lanjut kasus. Penelusuran kasus merupakan kegiatan menindaklanjuti surat edaran yang diterbitkan oleh pusat mengenai tindak pidana di bidang obat dan makanan. Tindakan yang dilakukan meliputi pengamanan, recall dan pemusnahan (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

3.11 OPGABDA DAN OGABNAS

a. OPGABDA DAN OGABNAS

PPOM mempunyai program operasional antara lain dengan menggelar operasi yang bersifat kewilayahan dengan sandi OPGABDA yang merupakan singkatan dari Operasi Gabungan Daerah dan operasi yang bersifat nasional yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia, dengan sandi OPGABNAS yang merupakan singkatan dari Operasi Gabungan Nasional. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka penertiban peredaran produk obat dan makanan ilegal dan atau tidak

(46)

memenuhi syarat (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

b. Pelaksanaan OPGABDA DAN OPGABNAS

Waktu pelaksanaan OPGABNAS ditentukan kemudian oleh Badan POM RI dan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Balai Besar/Balai POM. Sedangkan pelaksanaan OPGABDA ditentukan oleh masing-masing Balai Besar/Badan POM. Pelaksanaan OPGABDA dan OPGABNAS dapat dilaksanakan terkoordinasi bersama instansi terkait lainnya termasuk POLRI (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

c. Tujuan OPGABDA dan OPGABDA

Mengungkapkan pelaku utama, modus operandi dan luasnya jaringan peristiwa tindak pidana di bidang obat dan makanan.

3.12 Kerja Sama Lintas Sektor

PPNS Badan POM RI sebagai sub sistem dari Sistem Peradilan Terpadu / Integrated Criminal Justice System secara berkesinambungan meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan instansi terkait yaitu POLRI, Kejaksaan Agung RI, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012).

3.13 Tinjauan Hukum Bidang Obat dan Makanan

3.13.1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Ketentuan :

3.13.1.1 Pasal 136

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan (Undang-Undang RI, 2012):

(47)

b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

3.13.1.2 Pasal 138

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, yang dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012).

3.13.1.3 Pasal 139

Setiap Orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dandiperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012).

3.13.1.4 Pasal 140

Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan sengaja tidak memenuhistandar Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012). 3.13.1.5 Pasal 141

Setiap Orang yang dengan sengaja memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangandan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012).

(48)

3.13.1.6 Pasal 142

Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap Pangan Olahan yangdibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012).lne.com

3.13.1.7 Pasal 143

Setiap Orang yang dengan sengaja menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali,dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 99 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012).

3.13.1.8 Pasal 144

Setiap Orang yang dengan sengaja memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar ataumenyesatkan pada label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012). 3.13.1.9 Pasal 145

Setiap Orang yang dengan sengaja memuat keterangan atau pernyataan tentang Pangan yang diperdagangkan melalui iklan yang tidak benar atau menyesatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dipidanadengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2012).

(49)

3.13.2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Ketentuan :

3.13.2.1 Pasal 114

a. Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa, setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2009). b. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa hal perbuatan menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidanamati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) (Undang-Undang RI, 2009).

3.13.2.2 Pasal 115

Ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2009).

(50)

Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) (Undang-Undang RI, 2009).

3.13.2.3 Pasal 117

a. Berdasarkan ayat (1), setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2009).

b. Dalam ayat (2), hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) (Undang-Undang RI, 2009).

3.13.2.4 Pasal 118

a. Dalam ayat (1), setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) (Undang-Undang RI, 2009).

(51)

b. Dalam ayat (2), hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga) (Undang-Undang RI, 2009).

3.13.2.5 Pasal 119

a. Ayat (1), Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Undang-Undang RI, 2009).

b. Ayat (2), Menteri melakukan pengendalian terhadap produksiNarkotika sesuaidengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Undang-Undang RI, 2009).

c. Ayat (3), Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukanpengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, danhasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Undang-Undang RI, 2009).

d. Ayat (4), Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izindan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri (Undang-Undang RI, 2009).

e. Ayat (5), Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasansebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Undang-Undang RI, 2009).

Gambar

Tabel  2.1  Gambar  dan  Filosofi  Logo  Badan  Pengawas  Obat  dan  Makanan  Republik Indonesia
Tabel 4.1 Pelaksanaan Praktek kerja Profesi Apoteker
Tabel 4.1   Perbandingan  Undang-Undang  Pangan  No.  7  Tahun  1996  dan  Undang-Undang Pangan No
Tabel 4.1 (Lanjutan)  2.   Mengedarkan  pangan  tanpa  izin edar   Pasal 58 (huruf k) : Barang siapa :  Memasukkan  pangan  ke  dalam  wilayah  Indonesia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: penggunaan input produksi dalam pemupukan, pemeliharaan dan pengalokasian tenaga kerja pada

Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) (2005) memberikan panduan mengenai proses rekrutmen, seleksi, dan bagaima- na mempekerjakan guru dalam pengem-

Surplus NPI ini ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial sebesar 9,5 miliar dolar AS yang melampaui defisit transaksi berjalan sebesar 5,1 miliar dolar AS (2,39% PDB)

Komoditas yang mengalami kenaikan harga dengan memberikan andil positif terhadap angka inflasi umum pada kelompok ini diantaranya, yaitu roti manis naik 7,94 persen dengan andil 0,04

Mufassir lain, Imam As-Syaukani memberi tafsiran, “Ayat ini merupakan dalil wajibnya hijrah dari negeri kafir menuju negeri muslim bagi yang tidak kuasa menjalankan agamanya.” Syaikh

(5) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh

Berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut, dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah karakteristik perangkat pembelajaran

Dapat mengetahui cara menjaga lingkungan bagi masyarakat Desa Kalikajar, serta bermanfaat bagi responden sebagai informasi tentang faktor- faktor pemicu (trigger) asma yang