• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGI HASIL (PROFIT SHARING) SEBAGAI BENTUK PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGI HASIL (PROFIT SHARING) SEBAGAI BENTUK PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAGI HASIL (PROFIT SHARING) SEBAGAI BENTUK PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA

Oleh : Ernawati

Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Wathan Mataram ernawatienggar@yahoo.com

Abstrak

Prinsip bagi hasil merupakan alternatif operasional yang dapat diterapkan dalam kegiatan perbankan untuk menghindari riba dengan berbagi dalam untung dan rugi yang berdasarkan syariah Islam. Dalam prinsip bagi hasil didasari prinsip At Ta awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan dan prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur yang tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. Prinsip bagi hasil (Syirkah) salah satunya diaplikasikan dalam akad mudharabah. Mudharabah terdiri dari mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah sesuai nisbah yang telah disepakati dan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (revenue sharing) dari hasil usaha mudharib. Karena dana yang digunakan dalam pembiayaan mudharabah sebagian besar berasal dari dana masyarakat (dana pihak ke tiga). Sehingga bank syariah harus melakukan cara-cara agar dana dari nasabah penyimpan dana yang digunakan dalam pembiayaan tidak dirugikan karena resiko dalam pembiayaan bagi hasil relatif tinggi. Upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah dilakukan dengan restrukturisasi pembiayaan melalui penjadwalan kembali pembiayaan (reschedulling), menambah fasilitas pembiayaan dan penyertaan modal sementara. Sedangkan upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan penyelesaian melalui jaminan, hapus buku pembiayaan (write off) dan penyelesaian sengketa baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi (arbitrase).

Kata Kunci : Bagi Hasil, Profit Sharing, Ekonomi Islam

Abstract

The principle of profit sharing is an operational alternative that can be applied in banking activities to avoid usury by sharing in profits and losses based on Islamic sharia. In the principle of profit sharing is based on the principle of At Ta awun, which is to help each other and cooperate among community members for good and the principle of avoiding Al Iktinaz, namely holding money (funds) and leaving it idle which does not rotate in transactions that are beneficial to the general public. One of the principles of profit sharing (Syirkah) is applied in the mudharabah contract. Mudharabah consists of mudharabah mutlaqah and mudharabah muqayyadah. Profit sharing in mudharabah financing is according to the agreed ratio and is calculated based on the gross revenue (revenue sharing) from the results of the mudarib business. Because most of the funds used in mudharabah financing come from public funds (third party funds). So that Islamic banks must take measures so that funds from depositors of funds used in financing are not harmed because the risk in financing for the results is relatively high. Efforts to save problem financing are carried out by restructuring financing through rescheduling, adding financing facilities and temporary equity participation. Meanwhile, the settlement of problem financing is carried out through guarantees, write-offs and settlement of disputes both through litigation and non-litigation (arbitration).

(2)

A. PENDAHULUAN

Selama beberapa tahun terakhir, perkembangan ekonomi syariah secara global terus mengalami pertumbuhan yang fantastis. Ini dibuktikan dengan mulai banyaknya negara-negara yang menggunakan sistem ekonomi syariah. Uniknya, perkambangan ekonomi syariah ini terjadi pesat di negara non-muslim. Pemerintah Singapura adalah salah satu pengadopsi non-Muslim paling awal dari sistem ini, diikuti oleh Inggris, Luksemburg dan Hong Kong, yang mengeluarkan sukuk pertama mereka pada tahun 2014. Baru-baru ini, negara-negara Afrika seperti Afrika Selatan, Nigeria dan Pantai Gading telah membuat perubahan hukum dan pajak, antara lain mempermudah peminjam menerbitkan sukuk.

Bahkan di Asia sendiri ekonomi syariah lebih terkenal di negara yang bukan mayoritas muslim, sebut saja seperti Thailand yang sudah jadi pusat makanan halal, Australia yang menjadi pusat daging halal, dan Korea Selatan sebagai produsen kosmetik halal. Sedangkan di Indonesia Secara global, berdasarkan data Global Islamic Economic Indicator 2017, Indonesia berada di posisi 10. Perkembangan ekonomi syariah terus dikebut pertumbuhannya. Saat ini Indonesia berada di peringkat ke-9 dunia dikategori total aset keuangan syariah, masih jauh dibawah negara tetangga Malaysia yang berada di posisi ke-3.

Pemerintah selaku nakhoda negara Indonesia memiliki tekat yang kuat untuk mengejar ketertinggalan ini. Pemerintah serta instansi terkait sudah membuat trobosan baru untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Ini dapat kita lihat dengan terus naiknya angka market share ekonomi syariah setiap tahunnya.

Didalam perekonomian suatu negara salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis adalah lembaga keuangan bank. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Lembaga keuangan bank bergerak dalam kegiatan perkreditan, dan berbagai jasa yang diberikan bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua faktor perekonomian.

Kebangkitan kembali nilai-nilai fundamental telah melahirkan Islamisasi sektor finansial dengan fokus bank bebas bunga (Free interest banking) atau secara luas dikenal dengan bank Islam (Islamic Banking). Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Banking) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.

Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUP), telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan prinsip syariah dalam dunia perbankan Indonesia dengan membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (13) UUP memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana

(3)

dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.

Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bank Syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest fee), tetapi berdasarkan pada prinsip syariah yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing atau PLS).

Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.

Prinsip bagi hasil dalam bank syariah diterapkan pada simpanan nasabah dan

pembiayaan syariah. Pada simpanan nasabah berlaku mudharabah muthlaqah dengan tujuan agar bank mempunyai keleluasaan dalam melakukan pengelolaan dana. Sedangkan, pada pembiayaan syariah diterapkan mudharabah muqayyadah yang bertujuan agar bank dapat menerapkan prinsip kehati-hatian bank sebagaimana diatur dalam pasal 2 UUP terhadap calon pengelola dana.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan perkembangan dunia pebankan masyarakat sudah banyak mngenal berbagai macam produk dan program yang di tawarkan oleh lembaga pembiayaan bank tersebut, maka untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam artikel ini di berikan pemaparan dari pertanyaan yang sering timbul dalam masyarakat yaitu bagaimanakah pelaksanaan dari prinsip syirkah (bagi hasil) dalam pembiayaan di bank syari’ah? .

C. PEMBAHASAN

1.Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil Di Bank Syariah

a Pemberian Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil

Ide dasar pengembangan prinsip syariah pada perbankan didasari keinginan umat muslim untuk menjadi muslim yang kaffah. Dengan benar-benar menjalankan syariah Islam dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan muamalah. Dengan adanya doktrin dalam syariah Islam yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram karena termasuk riba.

Sehingga diperlukan altenatif operasional perbankan yang berdasarkan syariah. Teknik-teknik finansial yang dikembangkan dalam perbankan syariah adalah tehnik-tehnik finansial yang tidak

(4)

didasarkan bunga, tetapi didasarkan pada

profit and loss sharing principle (PLS).

Prinsip utama yang dianut oleh bank Islam adalah : ( Forum Studi Tapsir Salafi 2000 :14))

1) Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.

2) Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariat dan memberikan zakat.

Perbankan tanpa bunga sebagai lembaga intermediasi mulai diakui dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

Dengan adanya UUP, landasan hukum operasional bank syariah lebih jelas dan lebih luas dalam pengembangan bank tanpa bunga yang disebut Bank berdasarkan prinsip syariah. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 6 huruf (m) UUP yang menyatakan Usaha bank umum meliputi: menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia .

Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. ( Muhamad 2005:17)

Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

a transaksi bagi hasil dalam bentuk

mudharabah dan musyarakah;

btransaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c transaksi jual beli dalam bentuk piutang

murabahah, salam, dan istishna’;

dtransaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Unit Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Pembiayaan yang dilakukan bank syariah berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk: (Muhamad 2005 :12)

a.Peningkatan ekonomi umat, artinya : masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.

b.Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh untuk melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.

c.Meningkatkan produktivitas, artinya : adanya pembiayaan memberikan peluang

(5)

bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dpaat jalan tanpa adanya dana.

d.Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektor-sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.

e.Terjadi distribusi pendapatan, artinya: msyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat.

Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan. Dalam praktek perbankan syariah, mudharabah lebih cocok digunakan dibandingkan dengan musyarakah. Musyarakah hanya cocok untuk bank apabila bank tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktif dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan.

Mudharabah bukan hanya cocok dengan bank syariah, namun fungsi pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah. ( Apzalurrahman 1995 :436)

Muhammad Syafii Antonio mengidentifikasi manfaat mudharabah sebagai berikut: ( Muhamad Syafi’I Antonio 2000:97)

a.Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

b.Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami

negative spread.

c.Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

d.Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

e.Dalam al mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Bank Indonesia memberikan kewenangan kepada Dewan Syariah Nasional yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. (Peraturan Bank Indonesia, Nomor 6/24/PBI2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, ps 1 ayat (9))

Rukun dan syarat mudharabah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (qirad), yaitu:

(6)

a. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib) harus cakap hukum.

b. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak atau akad, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

i. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit didalam kontrak (akad). ii.Penerimaan dari penawaran dilakukan

pada saat kontrak.

iii.Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

c. Modal ialah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana oleh penyedia dana kepada pengelola usaha untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: i. Modal harus diketahui jumlah dan

jenisnya.

ii.Modal harus berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

iii.Modal harus diberikan pemilik dana atau bank kepada pengelola usaha secara tunai, penyerahan tersebut dapat dilakukan secara bertahap atau keseluruhan sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak atau akad.

d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

i. Keuntungan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh dipersyaratkan hanya untuk satu pihak.

ii. Bagian keuntungan proposional bagi setiap harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentase nisbah atau nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus sesuai kesepakatan.

e. Kegiatan usaha oleh pengelola usaha (mudharib) sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana atau pemilik modal harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

i. Kegiatan usaha adalah hak ekslusif

mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

ii. Penyedia dana atau pemilik modal tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi terciptanya tujuan mudharabah yaitu memperoleh keuntungan.

Pengelola usaha tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi

kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu. (Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No 07/DSNMUI/ IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (qirad))

Pembiayaan mudharabah ialah memudharabahkan lagi mudharabah.

Mudharabah ala al Mudharabah, yakni disatu sisi bank melakukan kontrak mudharabah dengan nasabah penyimpan dana, disisi lain bank melakukan kontrak mudharabah lagi dengan nasabah yang meminjam dana.

Kalau diteliti sebenarnya mudharabah ala al mudharabah adalah wajar. Bank Syariah tidak mungkin menjalankan sendiri

(7)

semua proyek yang dibiayai bank dan wajar jika menyalurkan pada pihak lain. Bank secara implisit telah mendapatkan persetujuan atau izin dari pemilik modal (nasabah penyimpan dana). Nasabah penyimpan dana pasti menyadari bahwa bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya usahanya diantaranya tidak terlepas dari kegiatan penyaluran dana. Bank adalah lembaga intermediasi antara mereka yang berlebihan dana dan mereka yang kukurangan dana, mudharabah dalam praktek didasarkan atas suatu kontrak antara nasabah (debitur) dengan bank (kreditur). Dengan kontrak itu berarti telah terjadi penyerahan modal yang diikuti perintah untuk menjalankan usaha. Bank Syariah sebagai pengelola dana, dan sendiri maupun masyarakat, bertindak sebagai pemegang mana dan sebagai mudharib, disatu sisi dan shahibul maal dilain sisi. Dalam usaha menyalurkan dana, bank syariah menyediakan fasilitas pembiayaan yang aman dan memberikan hasil diantaranya dengan akad mudharabah antara bank (shahibul maal) dengan nasabah debitur/mudharib (peminjam dana) yang akan dikelola oleh debitur (mudharib) dengan modal dari bank.

Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) yang digunakan oleh bank syariah dalam penyaluran dana kepada masyarakat menerapkan mudharabah muqayyadah (restricted investment account) yang bertujuan agar bank dapat menerapkan prinsip kehati-hatian bank sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi :” Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.”

Bank syariah dalam menjalankan usahanya harus sesuai dengan rambu-rambu kesehatan agar tetap eksis keberadaannya. Penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank syariah tidak lain untuk menjamin keamanan dana masyarakat, yang akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan bank syariah. (Trisadini Prasastinah Usanti II 2000:h. 39.)

Setiap pembiayaan yang akan disalurkan kepada nasabah oleh bank syariah tidak akan lepas dari tahapan-tahapan seperti halnya proses pemberian kredit oleh bank konvensional. Ada 4 (empat) tahapan yaitu sebagai berikut :

a.Tahap sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank, yaitu tahap bank mempertimbangkan permohonan pembiayaan calon pengelola dana,ini disebut tahap analisa pembiayaan.

b.Tahap setelah pembiayaan diputuskan pemberiannya oleh bank dan kemudian penuangan keputusan kedalam perjanjian pembiayaan serta dilaksanakannya pengikatan agunan untuk pembiayaan yang diberikan ini. Tahap ini disebut tahap dokumentasi pembiayaan.

c.Tahap setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dokumentasi pengikatan agunan pembiayaan telah selesai dibuat serta selama pembiayaan itu digunakan oleh nasabah pengelola dana sampai jangka waktu pembiayaan belum berakhir. Tahap ini disebut tahap pengawasan dan pengamanan pembiayaan. d.Tahap setelah pembiayaan menjadi

bermasalah yaitu tahapan penyelamatan dan penagihan pembiayaan.

Tahap (a), (b) dan (c) adalah tahap-tahap preventif atau tahap-tahap-tahap-tahap pencegahan

(8)

bagi bank agar pembiayaan tidak jadi bermasalah, sedangkan tahap (d) represif setelah pembiayaan menjadi bermasalah. Analisis pembiayaan merupakan langkah penting untuk realisasi pembiayaan di bank syariah, sebab dari analisa pembiayaan bank syariah dapat mengukur tingkat kemungkinan pembiayaan tersebut akan mengalami kegagalan. Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pelaksana pembiayaan di bank syariah, dimaksudkan untuk:

1. Menilai kelayakan usaha calon peminjam. 2. Menekan risiko akibat tidak terbayarnya

pembiayaan.

3. Menghitung kebutuhan pembiayan yang layak.

Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syariah pada saat melakukan analisis pembiayaan. Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada prinsip 5C (The Five C s Principles of Credit Analysis), yaitu :

1.Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pembiayaan.

2.Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pembiayaan yang diambil.

3.Capital artinya besarnya modal yang diperlukan pembiayaan.

4.Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan nasabah pembiayaan kepada bank.

5.Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.

Selain prinsip 5 (lima) C juga terdapat prinsip 5 (lima) P dan 3 R. Prinsip 5 P terdiri dari:1

1. Party, yaitu adanya para pihak, yaitu

mudharib dan shahibul maal. Merupakan titik sentral dalam setiap pemberian pembiayaan.

2. Purpose, yaitu tujuan dari pemberian pembiayaan juga sangat penting diketahui oleh pihak shahibul maal. Apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk tujuan positif yang dapat menaikkan pendapatan perusahaan calon mudharib dan apakah pembiayaan tersebut benar-benar diperuntukan untuk tujuan seperti yang diperjanjikan dalam akad pembiayaan. 3. Payment, yaitu diperhatikan apakah sumber

pembayaran pembiayaan dari calon

mudharib cukup tersedia dan cukup aman, sehingga diharapkan bahwa pembiayaan yang akan diluncurkan akan dapat dibayar kembali oleh calon mudharib yang bersangkutan.

4. Profitability, yaitu unsur perolehan laba usaha calon mudharib penting pula dalam pemberian pembiayaan agar shahibul maal

dapat mengetahui seberapa besar proyeksi keuntungan yang akan didapat shahibul maal berdasarkan nisbah yang telah disepakati dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali pembiayaan.

5. Protection, yaitu perlindungan terhadap pembiayaan oleh perusahaan mudharib atau jaminan dari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan.

Dan prinsip 3 R terdiri dari:

1

Munir Fuady , Hukum Perkreditan Kontemporer, Cet. 2, Ed. Rev, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h. 23.

(9)

1. Returns, merupakan hasil yang akan diperoleh oleh calon mudharib ketika pembiayaan telah dimanfaatkan nantinya. Hasil yang diperoleh tersebut mestinya dapat diantisipasi oleh calon mudharib di awal.

2. Repayment, kemampuan membayar dari calon mudharib, kemampuan tersebut harus sesuai dengan jadwal pembayaran kembali dari pembiayaan yang akan diberikan tersebut.

3. Risk Bearing Ability, kemampuan calon

mudharib untuk menanggung risiko dari pembiayaan yang diberikan.

Tujuan analisis pembiayaan tersebut, untuk menyakinkan bank bahwa pembiayaan yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif.2

Suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok :3 1. Apakah objek pembiayaan halal atau

haram?

2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?

3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?

4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

Secara umum, pembiayaan yang dilakukan bank syariah hanya diberikan kepada nasabah pengelola dana yang telah memiliki usaha berkembang, dalam artian pembiayaan tidak akan diberikan kepada usaha yang baru akan dirilis.

Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah harus dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Hal ini sebagaimana

2

Wawancara dengan staf marketing Bank Bukopin Syariah Cabang Surabaya, tanggal 2 Juli 2008.

3 Muhamad Syafi i Antonio, op. cit., h. 33.

ditegaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998 pada Pasal 8 ayat (2) dan Penjelasannya, yang dirumuskan sebagai berikut: “Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”

Dan penjelasannya pasal tersebut dirumuskan sebagai berikut: “Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain: “Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis....”

Mengacu pada penjelasan pasal 8 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tersebut, maka dalam praktek perbankan pemberian pembiayaan wajib dituangkan dalam perjanjian pembiayaan secara tertulis, karena terkait dengan fungsinya sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.

2.Perhitungan Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan ( An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

(10)

Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:

a.Profit Sharing

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.4

Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).5

Di dalam istilah lain profit sharing

adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.6 Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha

4 Muhammad, Op.Cith. 101

5Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , h. 534

6 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264

mengalami kerugian akan ditanggung bersama7 sesuai porsi masing-masing.

Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.

Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.8 Keuntungan yang dibagikan

adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.

b.Revenue Sharing

Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu,

revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.9

Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.

Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang

7 Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003. h. 3

8 Syamsul Falah, Pola Bagi Hasil pada Perbankan

Syari’ah, Makalah disampaikan pada seminar ekonomi Islam, Jakarta,

20 Agustus 2003

9 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris

(11)

dihasilkannya dari pendapatan penjualan

(sales revenue).10

Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.11

Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit)

merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.12

Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).

Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue

bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.13

Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari

10 Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap

Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994), Edisi ke-2, h. 583

11 Murasa Sarkaniputra (Direktur Pusat Pengkajian dan Pengambangan Ekonomi Islam), surat kepada Ketua Umum MUI,

tentang fatwa MUI No.15/DSN-MUI/IX/2000, Tgl 18 Februari 2003 12 Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op.cit., h. 473 13 Akmal Yahya, Profit Distribution.

penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.14

Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah

Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.15

Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.16 Sistem

revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales),

yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.17

3. Agunan Pada Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil

Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya dalam akad mudharabah tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan. Hal ini karena mudharabah bukan bersifat hutang melainkan bersifat kerjasama dengan jaminan kepercayaan antara

shahibul maal dan mudharib untuk berbagi hasil. Abu Hanifah dan Ahmad mensahkan mudharabah, dimana pelaksanaan tidak boleh

14Ibid

15 Dewan Syari'ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah, Ed. 1, Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syari'ah Nasional-MUI dengan Bank Indinesia, 2001, h. 87

16 Tim Pengembangan Perbankan Syariah

Institut Bankir Indonesia, Lok.Cit. 17 Akmal Yahya, Lok.Cit

(12)

melewati syarat-syarat yang ditentukan. Jika dilanggar, maka wajib menjaminnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari akad mudharabah yang didasarkan adanya kepercayaan dari bank syariah (shahibul maal) kepada nasabah pengelola dana (mudharib) selaku pengemban amanah.

Perihal jaminan ini sebagaimana diatur dalam fatwa DSN No.07/DSNMUI/IV/2000 yang menyatakan Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang disepakati.

Pada pembiayaan mudharabah, jaminannya adalah proyek yang diberikan pembiayaan tersebut. Jaminan tersebut memberikan keyakinan kepada bank bahwa nasabahnya mempunyai kemampuan mengembalikan pembiayaan yang didapatnya.18

Watak nasabah pengelola dana yang satu dengan yang lainnya tidak selalu sama. Untuk menghindari adanya moral hazard yang timbul dari nasabah pengelola dana selaku

mudharib yang tidak amanah, maka bank syariah selaku shahibul maal (mudharib yang memudharabahkan lagi) memerlukan jaminan tambahan yang bertujuan agar nasabah pengelola dana tidak melakukan kesalahan pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan yang mengakibatkan kerugian.19

18 Abd. Shomad V, loc.cit.

19 Adiwarman A. Karim, op.cit., h. 209

Jaminan ini akan disita oleh bank syariah jika ternyata timbul kerugian akibat kesalahan pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan. Pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh bank syariah (Mudharabah ala al Mudharabah) menurut sebagian ahli hukum Islam merupakan suatu pelanggaran karena memudharabahkan lagi akad mudharabah, dan baru boleh dilaksanakan dengan syarat tertentu yaitu mudharabah pertama haruslah mudharabah mutlak (mudharabah mutlaqah) atau mudharabah terikat yang tidak ada syarat melarang untuk memudharabahkan lagi, menjamin jika ada kerugian, memberikan bagian bila terdapat keuntungan. Bagi

mudharib yang menyerahkan modal mudharabah pada mudharib yang lain, kewajiban untuk menjamin pada pemilik modal (shahibul maal) jika terjadi kerugian, dan jika menguntungkan ketentuan pembagiannya menurut persyaratan shahibul maal (pemilik modal).

Oleh karena itu, akad mudharabah dalam simpanan antara nasabah penyimpan dana (shahibul maal) dengan bank syariah (mudharib) dibuat dalam akad mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account) dan akad mudharabah dalam pembiayaan dibuat dalam akad mudharabah muqayadah

(restricted investment account).20

Adanya agunan untuk mengurangi risiko. Hal ini tercermin dari instrumen analisa yang dinamakan The Five C s Principles of Credit Analysis,

yang salah satunya adalah collateral (agunan). Mengingat agunan, menjadi salah satu unsur

(13)

jaminan pemberian pembiayaan yang bersifat ekonomis. Bersifat ekonomis disini, adalah apabila mudharib tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian, maka agunan berfungsi untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada bank, guna mendapatkan pelunasan dari barang-barang agunan tersebut.21

Sehingga agunan merupakan hal penting untuk diperhitungkan bagi bank karena agunan merupakan sumber pelunasan yang biasa disebut dengan second way out

selain usaha nasabah yang menghasilkan pendapatan yang disebut first way out

bilamana nasabah mengalami kegagalan pembiayaan syariah. Second way out berupa jaminan tertentu atas suatu benda, apabila terjadi pembiayaan bermasalah, bank berhak menjual benda agunan yang dibebani dengan hak jaminan dan mengambil hasil penjualan atas benda tersebut sebagai sumber pelunasan pembiayaan.

Hal ini mengingat dana yang dipergunakan oleh bank syariah berasal dari dana masyarakat yang telah dititipkan pada bank, sehingga bank syariah

dalam memberikan pembiayaan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabahnya yang telah mempercayakan dananya. Selain itu juga adanya keharusan bagi setiap bank untuk terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya.

Sehingga mengenai agunan berlaku prinsip Al Mashaalih Al Mursalah

yaitu mengacu pada kebutuhan, kepentingan, kebaikan dan maslahat umum

21 Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada

selama tidak bertentangan dengan prinsip dalil, dan membawa pada kebaikan bersama yang tidak berdampak menyulitkan serta merugikan orang atau pihak lain secara umum. Masalah barang agunan diatur dalam Al Qur an pada surat Al Baqarah

ayat 283 : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah / jual beli tidak secara hal-hal sebagai berikut:22

1. Melakukan identifikasi terhadap jenis agunan;

2. Memeriksa kepemilikan anggunan tersebut serta dokumen agunan yang menyertainya; 3. Agunan tersebut tidak dalam pihak lain; 4. Kewajaran penilaian agunan dengan

pembiayaan yang diberikan. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Prinsip bagi hasil merupakan alternatif operasional yang dapat diterapkan dalam kegiatan perbankan untuk menghindari riba dengan berbagi dalam untung dan rugi yang berdasarkan syariah Islam. Dalam prinsip bagi hasil didasari prinsip At Ta awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan dan prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur yang tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. Prinsip bagi hasil (Syirkah) salah satunya diaplikasikan dalam akad mudharabah. Mudharabah terdiri dari mudharabah mutlaqah dan

mudharabah muqayyadah.

22

Meyviany Nasution, Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Pada Bank Umum Syariah , Penulisan Hukum

(14)

b. Pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah sesuai nisbah yang telah disepakati dan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (revenue sharing) dari hasil usaha mudharib.

Karena dana yang digunakan dalam pembiayaan mudharabah sebagian besar berasal dari dana masyarakat (dana pihak ke tiga). Sehingga bank syariah harus melakukan cara-cara agar dana dari nasabah penyimpan dana yang digunakan dalam pembiayaan tidak dirugikan karena resiko dalam pembiayaan bagi hasil relatif tinggi. Bank syariah dalam menangani pembiayaan bermasalah melakukan upaya penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah dilakukan dengan restrukturisasi pembiayaan melalui penjadwalan kembali pembiayaan (reschedulling), menambah fasilitas pembiayaan dan penyertaan modal sementara. Sedangkan upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan penyelesaian melalui jaminan, hapus buku pembiayaan (write off) dan penyelesaian sengketa baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi (arbitrase). 2. Saran

a. Dalam meningkatkan pemahaman masyarakat menegenai keberadaan prinsip-prinsip syari’ah dalam dunia perbankan syari’ah diperlukan komitmen penuh dari pihak-pihak terkait karena mayoritas penduduk Indonesia mayoritas penduduk muslim dan tidak ada larangan bermuamalah dengan orang selai muslim. b. Peningkatan kualitas SDM pengelola di

bank syari’ah dan pengambil kebijakan

untuk mewujudkan prinsip-prinsip syari’ah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep operasional perbankkan syari’ah.

DAFTAR PUSTAKA A. Literatur

Abd. Shomad et al., Profit Loss Sharing Principle Dalam Hukum Ekonomi Islam , Laporan Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, 2000.

______, Akad Mudharabah Dalam Perbankan Syariah , Yuridika, Vol 16 No. 4, Juli-Agustus 2001.

______, Membincang Riba dan Akad di Bank Syariah , Juridika, Vol. 19 No. 1, Januari-Pebruari 2004

______, Karakteristik Ilmu Fiqh Muamalah ,

Juridika, Vol. 20 No. 2, Maret- April 2005.

Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest a Study of The Prohibition of Riba and Contempory Intrepretation, E.J BRIIL-NEWYORK-KOLN, 1996.

Ach. Bakhrul Muchtasib, Konsep Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah, http://zanikhan.multiply.com/journal/it em/435/KONSEP_BAGI_HASIL_DA LAM_PERBANKAN_ SYARIAH Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analis

Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006.

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Dana Bakti Wakaf, Jogjakarta, 1995.

(15)

Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2/

Forum Studi Tafsir Salafy, Bank Syariah Sebagai Lembaga Keuangan Yang Mengacu Pada Syariat Islam,

http://naqsya.

wordpress.com/2007/07/08/j-bank- syariah-sebagailembaga-keuangan-yang-mengacu-pada-syariat-islam. Humayon A. Dar dan John R. Presley, Lack of

Profit Loss Sharing in IslamicBanking: Management and Control Imbalances , Economic Research Paper No. 00/24,Loughborough University, 2000. Muhamad, Managemen Bank Syariah, Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, Yogyakarta, 2002,

______, Bank Syari ah Problem Dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005

______, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta. Muhammad Budi Setiawan, Pengantar

Manajemen Investasi (Manajemen Investasi Syariah Bag. 1) ,

http://cakwawan.wordpress.com /2007/11/24/manajemen-investasi-syariahbagian-1.

Mohammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya, Jakarta, 1993 Muhammad Syafi I Antonio, Bank Syariah:

Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001

Munir Fuady , Hukum Perkreditan Kontemporer, Cet. 2, Ed. Rev, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

http://omperi.wikidot.com/sejarah- hukum-perbankan-syariah-di-indonesia

Sutan Remi Syahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999

Trisadini Prasastinah Usanti, Penanganan Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah , Juridika, Vol. 19 No.1, Januari-Pebruari 2004

______, Bahan Ajar Perkuliahan Hukum Perbankan Syariah, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 14 April 2008. ______, Perkuliahan Hukum Perbankan

Syariah, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 14 April 2008.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil pengamatan aktivitas guru pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh pengamat I dan pengamat II selama proses pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) pada siklus

Tanpa rasionalisasi birokrasi yang ditandai dengan etos Webe- rian yang kuat, birokrasi tidak akan mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintah yang kompleks dalam lingkungan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan yang dapat diambil dari aktivitas pembelajaran IPA adalah sebagai berikut,Aktivitas fisik dalam

IZJAVA O AVTORSTVU diplomskega dela Spodaj podpisana Andreja Kramer, študentka Fakultete za logistiko Univerze v Mariboru, program gospodarska in tehniška logistika, z vpisno

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat diberikan kemudahan kepada penulis sehingga

Gambar 3 Tahap Kegiatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Metode digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kapasitas, titik

sangat penting untuk melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Melalui Media Alat Musik Perkusi pada Anak Kelompok B 2 RA.

penelitian yang di lakukan oleh Prasetyo dan Padmantyo (2012; 62) menyatakan bahwa produktivitas dipengaruhi secara signifikan oleh pengalaman kerja, motivasi