• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bandung merupakan Ibu Kota Jawa Barat. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2014 tercatat bahwa Bandung memiliki luas 167.31 km2 dengan jumlah kepadatan penduduk pada tahun 2016 tercatat mencapai 2.490.622 juta jiwa. Komposisi penduduk usia produktif sebanyak 1.797.006 juta jiwa dan non produktif 693.616 juta jiwa (Badan Pusat Statistik Bandung, 2016). Dengan usia produktif yang lebih tinggi, Bandung juga memiliki anak-anak muda kreatif sehingga Bandung terpilih menjadi jaringan kota kreatif dunia oleh UNESCO (Tempo, 2015).

Bandung memiliki modal yang sangat bagus untuk mewujudkan smart city

di Indonesia. Didukung dengan walikota yang melek akan teknologi dan cakap dalam menjalankan tugasnya, Bandung memiliki banyak sekali komunitas baik komunitas IT maupun kreatif yang siap mendukung Bandung Smart City. Dari sisi edukasi, kota ini juga memiliki banyak universitas ternama yang siap mendedikasikan akademisinya untuk meneliti kota Bandung (Ardisasmita, 2015).

Menurut pemaparan Ridwan Kamil dalam Sustainable Development, Bandung memiliki 5.000.000 lebih area komersil, 80.000 lebih hunian dengan 15.000 lebih unit perumahan, menghasilkan 390.000 lapangan pekerjaan dan memiliki 18,60% area terbuka. Bandung juga memiliki 78 lebih perguruan tinggi dan 493 unit bisnis dengan begitu Bandung merupakan kota destinasi untuk berlibur, melanjutkan pendidikan ataupun bekerja. Dengan Jumlah kepadatan penduduk yang akan terus meningkat, Bandung menerapkan konsep smart city

untuk melakukan pembangunan dan manajemen kota yang lebih baik (Smart City

Bandung).

Dengan adanya penerapan smart city, Bandung berhasil menjadi salah satu finalis world smart city award 2015 bersaing dengan kota-kota lain dari berbagai belahan dunia seperti Buenos Aires Argentina, Curitibia Brazil, Dubai United Arab Emirates, Moscow Russian Federation, dan Peterborough United Kingdom (Smart City Expo World Congress, 2015).

(2)

1.2 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara dapat dilihat dari perkembangan kotanya. Selain menjadi tempat tinggal, kota merupakan wadah dimana perusahaan menjalankan bisnis mereka dan memberikan berbagai pelayanan secara singkatnya adalah kota merupakan pusat sumber daya konsumsi. Oleh karena itu, kota sering dijadikan pilihan sebagai tempat tinggal oleh sebagian orang (Wipro, 2016).

Department of Economic and Social Affairs dari United Nation

mengeluarkan data urbanisasi yang menyebutkan pada tahun 2014 terdapat 54% populasi dunia berada di daerah perkotaan dan diproyeksikan pada tahun 2050 terdapat 66% populasi dunia menjadi warga kota. Pada tahun 2014, Amerika merupakan negara dengan penduduk kota terbanyak yaitu 82% diikuti oleh Amerika Latin dan Karibia 80%, Eropa 73%, Arfika 40% dan Asia 48%. Afrika dan Asia memiliki tingkat urbanisasi yang lebih cepat dibandingkan negara lain dan diproyeksikan Afrika menjadi 56% dan Asia menjadi 64% pada tahun 2050. Sedangkan populasi dipedesaan secara global pada tahun 2014 mendekati 3,40 miliar jiwa dan diperkirakan akan turun menjadi 3,20 miliar jiwa pada tahun 2050. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kontribusi kenaikan urbanisasi dunia dengan terus meningkatnya jumlah populasi di Indonesia (Department of Economic and Social Affairs, 2014).

Gambar 1. 1 Urban and rural population of the world

(3)

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa trend urbanisasi semakin meningkat dan rural yang semakin menurun. Trend urbanisasi tidak hanya di dunia melainkan di Indonesia juga. Dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,1% pertahun dan merupakan laju pertumbuhan yang lebih cepat di kota-kota negara Asia lainnya, di perkirakan pada tahun 2025 atau kurang dari 10 tahun lgi 68% penduduk Indonesia adalah warga kota (World Bank, 2016). Di Indonesia, Provinsi Jawa dan Bali tingkat urbanisasinya sudah lebih tinggi. Di Pulau Jawa sendiri terdapat empat pulau pada tahun 2035 yang memiliki tingkat urbanisasinya sudah di atas 80%, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Banten (Bappenas, 2013).

Dengan semakin meningkatnya urbanisasi, perlu adanya pengelolaan kota untuk mendukung daya saing ekonomi, meningkatkan kohesi sosial, kelestarian lingkungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Oleh karena itu, konsep smart city diyakini sebagai solusi atas permasalahan kota dengan didukungnya perkembangan teknologi baru sebagai sarana untuk mencapai kota yang lebih efisien dan berkelanjutan (Monzon, 2015). Dimensi smart city itu sendiri meliputi smart governance and smart education, smart healthcare, smart building, smart mobility, smart infrastructure, smart technology, smart energy, dan smart citizen (Frost & Sullivan, 2009).

Pengimplementasian konsep smart city di Indonesia diyakini dapat menyelesaikan berbagai masalah perkotaan seperti kemacetan, penumpukan sampah, keamanan warga kota dan juga diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat. Beberapa kota besar di Indonesia yang sudah menerapkan konsep smart city ini antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan Malang (Wulan, 2015) .

Peningkatan urbanisasi di kota-kota besar, memaksa pemerintah dan swasta untuk terus melakukan pembangunan gedung dan perumahan untuk memenuhi kebutuh masyarakat. Menurut data International Energy Agency (IEA), pada tahun 2050 akan terjadi kenaikan pembangunan bangunan baru sebesar 40% dan dua pertiga konsumsi energi berasal dari negara berkembang (World Energy Outlook, 2016).

(4)

Gambar 1. 2 Completions by country

Sumber: Council on Tall Buildings and Urban Habitat

Gambar 1.2 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara ke empat pada tahun 2016 yang menyelesaikan 5 gedung tinggi di atas 200 meter mengungguli Philippines, Qatar, Australia, Malaysia, Singapore, Thailand, dan UAE. Pembangunan gedung tinggi di Indonesia ini memiliki total tinggi mencapai 1.149 meter (Council on Tall Buildings and Urban Habitat, 2016). Namun, dengan terus bertambahnya bangunan gedung yang terdapat di Indonesia akan semakin meningkat juga konsumsi energi yang dilakukan di Indonesia.

Bandung merupakan salah satu kota yang telah mengimplementasi smart city dengan terpilihnya sebagai salah satu finalis di world smart city award 2015 (Smart City Expo World Congress, 2015). Dengan kepadatan penduduk yang mencapai 2.490.622 juta jiwa pada tahun 2016 dan 60% penduduknya berumur 40 tahun dengan luas wilayah sebesar 167.31 km2 merupakan kota yang cukup padat, terutama pada siang hari dikarenakan banyak orang dari luar kota bekerja di Kota

(5)

32 49 59 74 81 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 MAKASSAR BOGOR SEMARANG BANDUNG SURABAYA

Bandung. Kepadatan kota Bandung juga semakin terasa saat akhir pekan dan libur panjang karena banyak orang dari luar kota Bandung terutama Jakarta dan bahkan Malaysia yang berlibur ke Bandung (Smart City Bandung). Dengan peluang yang ada sebagai kota wisata, Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung dan pihak swasta terus melakukan pembangunan gedung bertingkat untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat Bandung.

Menurut data Skyscrapercity Forum Indonesia pada tahun 2016 djelaskan terdapat lima kota di Indonesia yang tengah aktif membangun atau dalam tahap proposal pembangunan proyek gedung di atas 12 lantai.

Gambar 1. 3 Kota sedang tahap pembangunan dan proposal proyek

Sumber: Skyscrapercity Forum Indonesia

Gambar 1.3 menunjukkan bahwa Bandung merupakan kota kedua di Indonesia yang sedang dalam pembangunan atau tahap proposal pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Bandung terus meningkat, serta peluang di bidang properti terus diminati di Bandung. Peningkatan proyek pembangunan gedung di Kota Bandung menjadi penting mengingat semakin tinggi jumlah penduduk. Namun dengan adanya pertumbuhan banyaknya jumlah gedung di Bandung, tentu menimbulkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan serta keamanan dan kenyamanan penghuni bangunan.

Menurut data Outlook Energi Indonesia (2016), rata-rata konsumsi energi bangunan di Indonesia sebesar 250kWh/m2 per tahun untuk perkantoran 350

(6)

kWh/m2 per tahun untuk kebutuhan hunian. Kebutuhan penghawaan ruangan memicu penggunaan energi sebesar 50%.

Gambar 1. 4 Perbandingan konsumsi energi office dan residential

Sumber: Outlook Energi Indonesia 2016

Gambar 1.4 menunjukkan penggunaan energi untuk bangunan perkantoran dan bangunan hunian. Untuk bangunan perkantoran energi terbanyak digunakan untuk pendingin ruangan sebesar 48%, diikuti dengan pencahayaan 41%, dan penggunaan alat listrik 11%. Bangunan hunian energi terbanyak digunakan untuk pendingin ruangan sebesar 52%, diikuti dengan pemanas air sebesar 33%, penggunaan energi lainnya 10%, dan pencahayaan 5%. Jika tidak ada upaya penghematan dalam jangka panjang maka penyediaan energi akan menjadi masalah besar di kemudian hari karena keterbatasan jumlah sumber energi.

Setiap gedung memberikan kontribusi annual energy consumption sebesar 40% dari seluruh total konsumsi energi. Penggunaan energi pada bangunan komersial juga mewakili biaya operasional bangunan sebesar 30% atau lebih, oleh karena itu penghematan energi sekarang menjadi fokus para developer bangunan (irisys, 2013).

(7)

Dalam sebuah artikel Harvard Business Review (2016) menyebutkan “smart building is foundation for smart cities”. Smart building merupakan dimensi yang paling penting untuk tercapainya smart city karena pembangunan sebuah gedung pada suatu kota merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengakomodasi besarnya minat masyarakat dalam aktivitas urbanisasi (Hardvard Business Review, 2016). Smart building hadir untuk memberikan solusi untuk kenyamanan penghuni dan efisiensi energi untuk mengurangi biaya operasional pada sebuah gedung dengan cara melakukan kontrol terhadap pemanas, pendingin, pencahayaan dan sistem kemanan. Sistem pada smart building akan terintegrasi satu sama lain agar bangunan dapat bekerja secara efisien. Mengubah bangunan tradisional menjadi bangunan cerdas akan lebih hemat energi dengan cara menanamkan sensor dan

Closed Circuit Television (CCTV). Smart building dapat membantu penghematan hingga 30% penggunaan air dan 40% penggunaan energi dengan demikian dapat membantu mengurangi biaya operasional 10-30% (IBM, 2015).

Smart building juga menjadi solusi untuk masalah pencemaran energi lingkungan, penciptaan green environment, serta mewujudkan efisiensi pengelolaan gedung dan pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Hardvard Business Review, 2016). Teknologi yang terdapat pada

smart building digunakan oleh manajemen untuk melakukan proses monitoring dan juga kontrol suatu bangunan. Bangunan juga akan terdokumentasi dengan baik dan terautomatisasi sehingga pengelola gedung dapat mengambil keputusan berdasarkan analisis data pengguna (Wipro, 2016).

Menurut data yang dikeluarkan Building Service Research and Information Association (BSRIA), pasar smart building di Asia akan tumbuh terus dari US$ 427 miliar menjadi US$ 1,036 miliar pada tahun 2020 dan juga terdapat potensi pasar solusi smart building di Indonesia senilai Rp 720 miliar. Angka tersebut berasal dari pasar yang didominasi perkantoran, rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan dan apartemen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar smart building akan terus tumbuh seiring dengan kesadaran pemerintah, masyarakat dan swasta akan pentingnya

smart building bagi perencanaan dan penataan sebuah kota yang nyaman, aman dan terkontrol (PINS, 2016).

(8)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui focus group discussion

dan in-depth interview yang dilakukan Indrawati, Yuliastri, dan Amani (2017) di Kota Bandung dan Jakarta diperoleh pendapat narasumber terkait smart building

sebagai berikut:

1. Disebut smart building dikarenakan fungsi-fungsi pada sebuah gedung yang dapat digunakan secara otomatis dapat membantu pemilik dan orang di dalamnya.

2. Smart building adalah bagian dari implementasian Internet of Things (IoT)

yang dibangun untuk dua hal yaitu efisiensi dan peningkatan kualitas hidup. 3. Smart building merupakan smart city dalam konteks yang lebih kecil. Jika di dalam smart city segala aktivitas dapat termonitor oleh pemerintah kota, jika dalam smart building segala aktivitas dapat termonitor oleh pengelola gedung. Tujuannya adalah untuk keselamatan ataupun untuk kenyamanan dari setiap entitas yang ada di dalam gedung tersebut, baik itu masyarakatnya, pengunjungnya maupun tenant-tenant-nya.

4. Konsep smart building adalah suatu system yang dapat mengelola sumber dayanya, sumber daya waktu, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien sehingga komponen yang ada di dalam sebuah gedung dapat melakukan aktivitas dengan nyaman dan aman.

5. Ditemukan tujuh variabel yang terkait dengan smart building yaitu building automation system, building control system, energy management system, safety and security management system, enterprise management system, IT network connectivity, dan green building construction.

Untuk mendukung smart building, Walikota Bandung Ridwan Kamil mengeluarkan peraturan walikota mengenai bangunan hijau, dimana salah satu kebijakannya adalah tidak akan diberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) jika sebuah bangunan didirikan tanpa tutupan hijau pepohonan minimal 50%, selain itu setiap bangunan harus ada instrument hemat energi (misalnya pengimplementasian sensor metering) (Aliya, 2017). Kebijakan ini baru diterapkan kepada bangunan-bangunan baru yang akan didirikan. Untuk bangunan-bangunan baru yang berdiri di tahun 2017 sudah mengimplementasikan Perwal green building. Namun berdasarkan

(9)

hasil wawancara dan survey yang telah dilakukan, smart building sendiri belum menjadi salah satu fokus pemerintah untuk membangun smart city walaupun memang sudah ada perencanaannya untuk kearah sana. Berdasarkan rekomendasi dan perencanaan dari pemerintah, terpilihnya 3 bangunan yaitu Bandung Creative Hub sebagai public space, Dinas Perpustakaan dan Arsip sebagai kantor pemerintahan, dan Hotel Crown sebagai residential. Bagunan-bangunan ini disebut mendekati kualifikasi smart building dan dapat dijadikan sebagai sampel untuk dilakukan survey terhadap apa saja yang telah diimplementasikan berdasarkan model yang dibuat pada penelitian sebelumnya.

Berdasarkan wawancara dan survey bangunan, Bandung dirasa masih kurang untuk penerapan smart building. Maka dari itu dilakukannya lah penelitian ini untuk melihat berapa nilai kesiapan smart building untuk Bandung. Kesiapannya ini dapat dijadikan acuan terhadap apa-apa saja yang perlu dilakukan perbaikan untuk membangun smart building dan juga smart city itu sendiri.

1.3 Rumusan Masalah

Smart city merupakan solusi atas permasalahan yang dialami di kota-kota besar dengan jumlah urbanisasi yang terus meningkat. Indonesia menyambut baik dengan adanya smart city ini. Bahkan,untuk saat ini beberapa kementrian yang didukung oleh Bappenas juga kantor kepresidenan Republik Indonesia sepakat untuk menginisiasi gerakan 100 smart city Indonesia. Gerakan ini diawali dengan memilih 25 kota/kabupaten untuk mengikuti program ini. Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memanggil perwakilan dari 65 daerah untuk menjalani proses assessment terhadap daerah-dearah tersebut (Kompas, 2017).

Dengan terus bertambahnya mayarakat Bandung, tidak dapat dihindari pembangunan terus dilakukan oleh Kota Bandung. Untuk mengurangi konsumsi energi, emisi CO2 dan konsumsi air dari gedung bangunan, Bandung membuat peraturan walikota tentang bangunan gedung hijau. Salah satu peraturannya adalah tidak akan diberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) jika bangunan tersebut tidak memiliki tutupan hijau minimal 50%. Apabila seluruh ketentuan diterapkan, maka ditargetkan pada 5 tahun ke depan Kota Bandung dapat menghemat penggunaan listrik hingga 25% dan air hingga 40% (Aliya, 2017). Namun dalam kenyataannya,

(10)

peraturan walikota ini hanya berlaku untuk bangunan baru saja. Untuk bangunan lama, hanya diberikan himbauan belum ditindak tegas oleh Pemerintah Kota Bandung.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Indrawati et al. (2017) tentang variabel yang terkait pada smart building, belum ditemukan hasil pengukuran yang berkaitan dengan smart building. Oleh karena itu, penelitian ini akan fokus terhadap indeks kesiapan Kota Bandung dalam penerapan smart building menggunakan variabel yang telah ditemukan pada penelitian sebelumnya.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut diatas bahwa belum diperoleh nilai indeks Kota Bandung khususnya terkait smart building, pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana data sekunder dari best practice terkait variabel dan indikator indeks untuk mengukur kesiapan smart building?

2. Bagaimana data sekunder dari Bandung terkait variabel dan indikator indeks untuk mengukur kesiapan smart building?

3. Bagaimana penilaian narasumber terkait variabel dan indikator indeks untuk mengukur tingkat kesiapan Bandung sebagai smart building sesuai dengan apa yang dirasakan dibandingkan data sekunder Bandung dan best practice? 4. Berdasarkan indeks pada butir 3, bagaimana tingkat kesiapan Kota Bandung

dilihat dari dimensi smart building?

5. Bagaimana visualisasi worldcloud tweet masyarakat mengenai bangunan di Kota Bandung yang beredar di sosial media?

6. Apa yang harus dilakukan stakeholder untuk merealisasikan Kota Bandung sebagai smart city ditinjau dari dimensi smart building?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah uraikan, maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui data sekunder dari best practice terkait variabel dan indikator indeks untuk mengukur kesiapan smart building.

(11)

2. Untuk mengetahui data sekunder dari Bandung terkait variabel dan indikator indeks untuk mengukur kesiapan smart building.

3. Untuk mengetahui penilaian narasumber terkait variabel dan indikator indeks untuk mengukur tingkat kesiapan Bandung sebagai smart building sesuai dengan apa yang dirasakan berdasarkan data sekunder Bandung dan best practice.

4. Untuk mengetahui tingkat kesiapan Kota Bandung sebagai smart building. 5. Memaparkan hasil tweet masyarakat secara deskriptif dari data yang diperoleh

di sosial media.

6. Untuk mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan stakeholder

untuk merealisasikan Kota Bandung sebagai smart city ditinjau dari variabel

smart building.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian terkait dengan analisa dimensi smart building sebagai upaya mencapai smart city di Kota Bandung ini diharapkan memiliki manfaat, baik manfaat untuk akademik maupun manfaat praktis :

1. Manfaat Akademik

a. Memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai smart building

serta menjadikan acuan pada penelitian selanjutnya.

b. Pada penelitian ini akan menghasilkan indeks yang telah diverifikasi melalui pengujian sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat untuk Pemerintah Kota Bandung :

1. Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai rekomendasi untuk Kota Bandung dalam melakukan pembangunan smart building.

2. Menjadi solusi dalam menjaga lingkungan dari pencemaran, mewujudukan efisiensi biaya dalam hal pembangunan, serta meningkatkan kenyamanan penduduk kota.

(12)

4. Membantu meningkatkan promosi Kota Bandung sebagai kota wisata

3. Manfaat untuk developer

Bangunan dengan konsep smart building akan menambah nilai lebih untuk ditawarkan oleh konsumen karena memiliki fitur yang lebih lengkap untuk mendukung efisiensi biaya operasional dan kenyamanan pengguna gedung. 4. Manfaat untuk konsumen

Bangunan dengan konsep smart building dapat menciptakan ramah lingkungan untuk kenyamanan pengguna dan keamanan pengguna.

1.7 Lingkup Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pemerintah Kota Bandung yang menerapkan konsep smart city. Dalam studi ini, akan dilakukan wawancara mendalam sebagai pengumpulan data. Subjek penelitian juga berasal dari pemerintahan Kota Bandung yang berkaitan dengan smart city khususnya smart building, business player seperti konsultan smart building, researcher/expert yang sedang melakukan penelitian yang berkaitan dengan smart building, dan user sebagai pengguna gedung. Objek penelitian ini adalah nilai indeks kesiapan Kota Bandung dalam penerapan smart building.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi paparan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan melalui studi literatur, dimana landasan teori tersebut akan digunakan sebagai kerangka dan dasar pemikiran dari penelitian ini.

(13)

Bab ini menggambarkan tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan penulis disertai penjelasan masing-masing langkah untuk memecahkan masalah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan mengenai pengolahan data, analisis data dan hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi mengenai kesimpulan hasil analisis, saran bagi pemerintah Kota Bandung dan pelaku bisnis serta saran bagi penelitian selanjutnya.

Gambar

Gambar 1. 1 Urban and rural population of the world
Gambar 1. 2 Completions by country
Gambar 1. 3 Kota sedang tahap pembangunan dan proposal proyek
Gambar 1. 4 Perbandingan konsumsi energi office dan residential

Referensi

Dokumen terkait

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

Metode yang digunakan yaitu metode penelitian kuantitatif dan (one-shot) model yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data dengan cara

Sebelum melakukan estimasi model ACD, akan lebih tepat jika diperiksa terlebih dahulu apakah efek ACD benar-benar muncul dalam data. Pengujian ACF dari durasi

temuan. Menyampaikan kepada OPD terperiksa atas temuan BPK atau APIP yang berulang, sehingga pada pemeriksaan selanjutnya kelemahan dapat diperbaiki.. Inspektorat Provinsi

Sesudah mengalami asimilasi progresif total, bunyi-bunyi yang sama tersebut kembali mengalami perubahan bunyi, zeroisasi sinkope, pada salah satu bunyi dari dua

Flavonoida biasanya terdapat sebagai O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik