• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK ICE BREAKING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK ICE BREAKING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

129

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK ICE BREAKING DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING

THE EFFECTIVENESS OF USING ICE BREAKING TECHNIQUES IN IMPROVING PUBLIC SPEAKING SKILLS

Ira Arini

Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP Setiabudhi Rangkasbitung

Jl. Budi Utomo No 22L, Rangkasbitung ira.arini@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas penggunaan teknik ice breaking dalam meningkatkan Public speaking skill. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan instrument berupa daftar ceklis, observasi dan wawancara. Populasi pada penelitian ini berjumlah 300 responden dan sampel pada penelitian ini menggunakan metode pusposive sampling berjumlah 50 responden. Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Februari 2019 sampai bulan Juli 2019. Langkah-langkah penelitian yaitu tahap pralapangan, tahap kegiatan lapangan, pengumpulan data, tahap analisis intensif, dan laporan penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa public speaking skill responden mengalami peningkatan dengan menggunakan teknik ice breaking sebesar 9,6 poin. Hal ini terbukti dari hasil pengukuran indikator public speaking skill pada tahap pralapangan memiliki rata-rata skor 65,6 dan pada tahap pengumpulan data setelah kegiatan lapangan memiliki rata-rata skor 79,2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik ice breaking dapat meningkatkan public speaking skill secara efektif.

Kata kunci: ice breaking, Teknik Pembelajaran

ABSTRACT

The purpose of this study is to see effectiveness of using ice breaking techniques in improving public speaking skills. This research method uses quantitative descriptive method using instruments in the form of checklists, observations and interviews. The population in this study amounted to 300 respondents and the sample in this study using purposive sampling method amounted to 50 respondents. The research was carried out for 6 months from February 2019 to July 2019. The research steps were the pre-field stage, the field activity stage, data collection, the intensive analysis stage, and the research report. The results of the study showed that the respondents' public speaking skills had increased using the ice breaking technique by 9.6 points. This is evident from the measurement results of the public speaking skill indicator at the pre-field stage which has an average score of 65.6 and at the data collection stage after field activities it has an average score of 79.2. Thus it can be concluded that the ice breaking technique can improve public speaking skills effectively.

Keywords: ice breaking, learning technique

PENDAHULUAN

Public speaking skill merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki seorang pendidik dalam menunjang profesinya. Pembicaraan yang lancar, jelas, sistematis, mudah dipahami, volume suara yang nyaman didengar, ekspresi dan bahasa tubuh yang digunakan selaras dengan apa yang disampaikan menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik. Tenaga pendidik yang memiliki kemampuan

public speaking yang baik, penampilannya akan memukau dan menarik perhatian peserta didik sehingga pesan yang disampaikan akan jauh lebih efektif.

Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mencetak calon pendidik dan tenaga kependidikan, kemampuan public speaking perlu disisipkan dalam hidden curriculum. Mahasiswa program studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di STKIP Setiabudhi Rangkasbitung yang mayoritas cenderung memiliki kecerdasan kinestetik jasmani belum maksimal dalam menguasai public speaking skill. Melalui teknik ice breaking yang disisipkan pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran, dapat meningkatkan public speaking skill mahasiswa program studi Penjaskes di STKIP Setiabudhi Rangkasbitung. Ice breaking merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan untuk melatih konsentrasi di kelas, memberikan rasa nyaman serta mengurangi kejenuhan para mahasiswa Penjaskes yang cenderung memiliki kecerdasan kinestetik jasmani. Selain itu, ice

(2)

130

breaking juga dapat memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk lebih mengenal satu sama lain dan mencairkan suasana kaku di kelas selama perkuliahan.

Berdasarkan observasi awal, perilaku mahasiswa cenderung lebih menyukai belajar di lapangan yang bersifat praktik daripada belajar di dalam kelas yang bersifat teoritik. Hal ini terlihat dari antusiasme dan nilai akhir mahasiswa pada mata kuliah praktk lebih tinggi dibandingkan dengan mata kuliah teori. Baik mata kuliah praktik maupun teori, mahasiswa masih cenderung malu ataupun belum bisa menguasai kelas seutuhnya ketika harus berbicara di depan kelas untuk sekedar presentasi tugas kelompok. Kemampuan dalam membuka presentasi masih sangat kurang karena mahasiswa yang gugup atau ditertawakan oleh mahasiswa lain di kelas tersebut. Dalam pemaparan materi presentasi, mahasiswa yang sudah menguasai materi sulit untuk menjelaskan di depan kelas karena gugup dan malu terhadap mahasiswa lain sehingga mahasiswa lain belum bisa memahami materi yang disampaikan secara utuh. Begitu pula saat sesi tanya jawab yang diadakan, mahasiswa dalam satu kelas tersebut, baik kelompok penyaji materi maupun kelompok peserta sama-sama pasif. Akibatnya, materi yang disampaikan kelompok mahasiswa kurang mendapatkan respon dan diskusi kelas menjadi pasif dan ketercapaian kompetensi belum maksimal tercapai.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini berjudul Peningkatan Kemampuan Public Speaking dengan menggunakan Teknik Ice Breaking. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan public speaking dengan menggunakan teknik ice breaking.

Ice breaking adalah bagian dari pemikiran kreatif, pemikiran strategis, pemikiran positif, pemecahan masalah dan strategi pembelajaran, tidak hanya dalam oeganisasi bisnis tetapi juga untuk siswa dari semua kelompok umur (Dixon, 2008). Kegiatan ice breaking di kelas membantu mengembangkan berbagai soft skill seperti interpersonal skill, komunikasi yang meliputi keterampilan tertulis, verbal dan non-verbal, dan team building (Greene, 1982). Kegiatan ice breking juga membantu menciptakan ikatan antara siswa dan guru juga dapat membantu siswa baru untuk lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Pitts, 2010).

Dalam menggunakan ice breaking,dibutuhkan sebuah strategi. Strategi menggunakan Ice breaking sebagai berikut (Groover, 2005):

a. objective and execution: Sebelum guru dan siswa memulai aktivitas Pemecah Es, mereka perlu menyadari dua hal: apa yang akan mereka capai dan bagaimana mereka akan mencapainya.

b. group size: Guru juga perlu memilih kegiatan berdasarkan ukuran kelompok. Jika guru dan siswa berjumlah banyak, maka siswa dapat berinteraksi dengan serangkaian pertanyaan penuntun. Dengan memberi siswa pertanyaan penuntun dan meminta mereka berbicara satu sama lain, guru dapat meminta siswa untuk dapat berbicara mengenai hal-hal kecil yang dikuasainya dan mengemukakannya di depan umum. Begitu juga dengan kelompok kecil dengan jumlah siswa yang lebih sedikit. Guru dapat melakukan ice breaking dengan lebih baik dan siswa dapat terkontrol sendiri-sendiri.

c. appropriatness: Guru dan siswa harus memilih teknik ice breaking berdasarkan pada seberapa tepat teknik itu untuk siswa. Ice breaking yang akan digunakan di dalam kelas juga menjadi pertimbangan guru untuk menarik perhatian siswa. Guru harus memastikan bahwa ice breaking yang dipilih benar-benar terhubung dengan tujuan yang dimaksudkan dari ice breaking. Hal ini sangat penting karena tidak semua jenis ice breaking efektif untuk tujuan yang diinginkan.

d. Considering the problems and explanations above, maka penelitian ini difokuskan untuk meneliti keefektifan kegiatan ice breaking untuk meningkatkan keterampilan Berbicara siswa dan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap keefektifan kegiatan siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara mereka. Public Speaking merupakan bagian dari keterampilan berbahasa, khususnya berbicara. sesuatu proses komunikasi yang berkesinambungan dalam mana pesan dan lambang bersirkulasi ulang secara terus menerus antara pembicara dan pendengar (Zarefsky. 2013). Kemampuan public speaking adalah kecakapan berupa potensi terhadap penguasaan berbicara di depan umum atau yang lebih sering disebut dengan (public speaking) yang dapat dimikili sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktik dan digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, kelompok dan masyarakat.

Terdapat tiga unsur dalam public speaking (Suhandang, 2009) yaitu: (1) Pembicara yang merupakan komunikator yang tampil sebagai sentral kegiatan yang menggambarkan terpusatnya para audiens dengan “memandang” pembicara, (2)Pesan yang dikirimkan dan diterima secara simultan dan vocal menunjukkan adanya kombinasi penyaluran pesan yang efektif, (3) Audiens atau para pendengar yang terlibat dalam kegiatan public speaking adalah masing-masing individu yang berbeda dan memandang isi pesan dari pembicara juga berbeda.

(3)

131

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena, peristiwa, gejala, dan kejadian yang terjadi secara factual, sistematis dan akurat. Fenomena dapat berupa bentuk, aktivitas, hubungan, karakteristik, serta persamaan maupun perbendaan antar fenomena (Suharsimi, 2011).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Penerapan teknik ice breaking dapat meningkatkan kemampuan public speaking mahasiswa secara efektif”.

Penelitian dilaksanakan pada tahun akademik 2018/2019 selama 6 (enam) bulan dari bulan Februari 2019 sampai Juli 2019. Sumber data adalah kegiatan pembelajaran klasikal, dengan partisipan penelitian mahasiswa semester 4 program studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Kolabolator penelitian adalah rekan dosen sejawat. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara, daftar cek kemampuan public speaking

dengan skala likert, dan pedoman observasi. Secara umum, tahapan penelitian deskriptif kuantitatif dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Tahap penelitian deskriptif kuantitatif 1. Tahap pralapangan

Pada awal perencanaan, diadakan pembicaraan dengan lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) kampus dalam rangka pelaksanaan penelitian yang akan dilaksanakan. Pada pembicaraan awal tersebut, didapatkan informasi bahwa proses pembelajaran masih bersifat konvensional sehingga kurang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar berbicara di depan umum. Akibatnya, kemampuan

public speaking mahasiswa rendah dan berdampak pada kemampuan mengajar dan teknik penguasaan kelas yang kurang juga. Hal ini terlihat pada hasil data pra observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada mahasiswa. Berdasarkan data awal yang telah diperoleh, maka peneliti mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:

a) Memperbaiki teknik pembelajaran yang diberikan. Jika biasanya menggunakan teknik ceramah, maka teknik yang akan digunakan dalam pembelajaran yaitu teknik pemberian ice breaking.

b) Materi yang diberikan dalam penelitian ini adalah materi terdapat dalam silabus pembelajaran mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran yaitu “Motivasi, Kurikulum, dan Sumber Belajar.

Berikut ini adalah rencana pemberian tindakan yang akan dilakukan:

Tabel 1. Rencana Kegiatan Pelaksanaan Tindakan

No Materi Teknik Waktu

1 Motivasi Ice breaking 3 & 10 April 2019 2 Kurikulum Ice breaking 1 & 8 Mei 2019 2. Tahap Kegiatan Lapangan

Berdasarkan pemaparan tahap pralapangan sebelumnya, dilaksanakan kegiatan lapangan yaitu: a) Pengenalan mahasiswa mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan

b) Membagi kelompok mahasiswa untuk presentasi kelompok dan wajib menyisipkan teknik ice breaking dalam presentasinya.

c) Memberikan tugas kepada mahasiswa lainnya yang tidak maju presentasi untuk menjadi observer dan mencatat hal-hal kecil yang masih menjadi kekurangan kelompok dalam mencapai kemampuan public speaking

(4)

132

Pengumpulan data dan analisis dilakukan untuk melihat apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan apa yang direncanakan. Selain itu, antusiasme dan peran serta mahasiswa selama proses pembelajaran juga dilihat. Pengamatan dilakukan dengan bantuan kolaborator, menggunakan lembar observasi. Bentuk lembar observasi yang menggunakan kategori-kategori yang relative rinci. Lembar observasi diadaptasi dimana tanda tallies menjadi tanda check (√) yang menunjukkan ada atau tidaknya tindakan yang sesuai. 4. Laporan penelitian

Pada akhir pengumpulan data dan analisis diadakan pertemuan dengan kolaborator untuk menyusun laporan penelitian yang telah dilakukan selama kegiatan berlangsung. Ketika laporan ditunjukkan data pendukung yaitu berupa hasil pengamatan dan keterangan dari kolaborator di lapangan. Laporan penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji efektivitas kegiatan yang telah dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan sebanyak empat kali pertemuan pembelajaran tatap muka. Berikut deskripsi pelaksanaan penelitian.

1. Tahap Pralapangan

a) Pengumpulan data awal (reconnaissance)

Dasar pelaksanaan penelitian tindakan ini adalah adanya data awal yang ditemui di lapangan mengenai kurangnya kemampuan public speaking pada mahasiswa. Masalah muncul pada penguasaan kelas saat melakukan presentasi kelompok mahasiswa untuk semester 4 (empat). Hal ini dibuktikan dengan jawaban kuis yang diberikan kepada mahasiswa setelah pemaparan materi oleh kelompok yang kurang jelas. Dengan kata lain, pemahaman mahasiswa mengenai materi yang dipaparkan kelompok juga kurang. Padahal, makalah yang disusun oleh kelompok mahasiswa sudah jelas dan terinci. Salah satu penyebab hal ini terjadi adalah kurang jelasnya pemaparan kelompok saat presentasi karena kemampuan public speaking yang kurang. Hasil daftar cek kemampuan public speaking mahasiswa hanya pada angka 65,6 saja. Oleh karena itu, kemampuan public speaking pada mahasiswa perlu ditingkatkan.

2. Tahap Kegiatan Lapangan

Merujuk pada hasil pengumpulan data awal pra lapangan, maka akan dilakukan kegiatan lapangan untuk menyelesaikan masalah belajar meliputi tahap perencanaan, observasi dan evaluasi lapangan. Adapun tahap perencanaan adalah sebagai berikut:

1)Mengadakan pertemuan dengan P3M dan Kaprodi terkait masalah yang ditemukan pada tahap pegumpulan data awal. Peneliti juga memberikan pemaparan solusi dari masalah yang ditemukan berupa penelitian deskriptif kuantitatif untuk meningkatkan kemampuan public speaking mahasiswa.

2)Pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan terdiri dari 4 (empat) kali pertemuan untuk 2 (dua) pokok bahasan. Pemberian tindakan berupa penggunaan teknik ice breaking. Waktu yang digunakan adalah 2x50 menit setiap kali pertemuan.

3)Setelah pertemuan kedua, peneliti akan melaksanakan evaluasi berdasarkan hasil pertemuan kedua sebagai berikut:

a) Mahasiswa yang memiliki kemampuan public speaking lebih baik dibanding mahasiswa lainnya disebarkan pada kelompok secara adil.

b) Mahasiswa yang memiliki kemampuan public speaking kurang, memberikan arahan kepada peserta diskusi dalam jalannya diskusi sehingga diharapkan diskusi akan berjalan lebih focus. c) Sebelum diskusi kelompok berjalan, dilakukan penjelasan kembali mengenai kewajiban

menggunakan teknik ice breaking pada proses jalannya diskusi materi oleh setiap mahasiswa yang presentasi.

4) Peneliti selaku dosen pengampu bersikap tegas dalam mengelola kelas sehingga mahasiswa lebih focus pada materi yang disajikan oleh kelompok.

Berdasarkan perencanaan yang telah disusun, maka dilakukan tahap observasi pelaksanaan yang merupakan realisasi dari perencanaan. Pada pertemuan pertama, peneliti mengemukakan informasi awal mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan. Pokok bahasan pada pertemuan ini adalah Motivasi yang tertuang dalam silabus mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Setelah itu, peneliti mengidentifikasikan permasalahan secara eksplisit dengan menugaskan satu kelompok presesntasi materi menggunakan ice breaking. Peneliti mengajak mahasiswa untuk aktif mengemukakan pendapat dalam diskusi kelompok. Namun

(5)

133

pada pertemuan ini, respon yang diberikan mahasiswa cenderung pasif. Mahasiswa tidak memberikan respon sedikit pun mengenai materi dan ice breaking yang diungkapkan. Pada pertemuan ini, disepakati kelompok I pada akan presentasi materi sedangkan kelompok lainnya menjadi pengamat. Pada pertemuan ini, peneliti tidak memberikan secara konkrit tugas mahasiswa, sehingga pada pertemuan berikutnya mahasiswa kembali cenderung pasif.

Pada pertemuan kedua, kelompok mahasiswa yang presentasi dipersilahkan maju ke depan kelas. Sedangkah kelompok lainnya menjadi peserta diskusi di kelas. Setelah kegiatan diskusi kelompok selesai, seluruh anggota kelas diajak mereviu kembali materi yang telah disajikan oleh kelompok.

Berdasarkan pengamatan pada pertemuan kedua, kelompok mahasiswa yang menyajikan materi terlihat lebih siap dari kelompok sebelumnya. Hal ini terlihat dari reviu materi kelas yang lebih aktif dibandingkan dengan pertemuan pertama. Namun, masih ada beberapa mahasiswa yang belum aktif dalam jalannya presentasi karena masih malu-malu untuk berpendapat. Kelompok mahasiswa yang presesntasi ke depan dengan menggunakan teknik ice breaking hanya perwakilan saja, tidak seluruh kelompok menggunakan teknik tersebut. Akibatnya, pada daftar cek observasi tidak bisa digeneralkan ketercapaian kemampuan public speaking per orangan melainkan per kelompok. Namun, peningkatan tersebut belum signifikan dan belum mencapai tujuan penelitian sehingga perlu dilakukan refleksi untuk meninjau keseluruhan dari tindakan yang dilakukan.

Pada pertemuan ketiga, peneliti mengobservasi jalannya diskusi mengenai materi Kurikulum. Setiap mahasiswa yang menjelaskan dalam diskusi kelompok diwajibkan menyisipkan teknik ice breaking dengan sebaik-baiknya. Peneliti menilai dengan menggunakan daftar cek kemampuan public speaking mahasiswa salah satunya dengan melihat focus dan penguasaan kelas.

Pada pertemuan keempat, kelompok mahasiswa yang akan melakukan presentasi dipersilakan dengan ketentuan sama yaitu setiap mahasiswa yang menjelaskan materi wajib memberikan teknik ice breaking. Hasilya, peserta diskusi lebih antusias dalam jalannya diskusi dan tentunya focus dan penguasaan kelas mahasiswa yang presentasi lebih meningkat. Hasil daftar cek kemampuan public speaking mahasiswa menjadi 79,2 meningkat 9,6 point dari pra penelitian/

Setiap kali selesai dilakukan observasi, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah evaluasi lapangan. Langkah ini dilakukan oleh peneliti dengan pihak-pihak terkait di lembaga guna melihat kelebihan dan kekurangan perencanaan dan pelaksanaan penelitian di lapangan. Berdasarkan hasil observasi, berikut ini adalah hasil evaluasinya:

a) Pada tahap pembagian kelompok, mahasiswa yang memiliki kemampuan public speaking lebih dibanding mahasiswa lainnya cenderung berada dalam satu kelompok yang sama.

b) Kelompok mahasiswa yang kurang memiliki kemampuan public speaking kurang memberikan arahan kepada peserta diskusi sehingga diskusi berjalan tidak focus.

c) Muatan materi yang dilaksanakan tidak maksimal tercapai. Mahasiswa cenderung pasif dalam jalannya diskusi dan kelompok penyaji materi yang presentasi juga belum bisa menguasai jalannya diskusi. Pada satu kelompok, hanya satu mahasiswa saja yang dominan dalam menyajikan materi dengan teknik ice breaking.

d) Kemampuan public speaking mahasiswa sudah ada pengingkatan, namun belum bisa dikatakan optimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil daftar cek kemampuan public speaking yang menunjukan angka rata-rata 79,2.

e) Masih ada beberapa mahasiswa yang belum menguasai kelas, namun sudah mencoba teknik ice breaking pada proses presentasi penyajian materi di kelas.

f) Keaktifan dan focus mahasiswa di kelas sudah meningkat. Jika dibandingkan antara pertemuan pertama sampai keempat ini terlihat adanya peningkatan

Berdasarkan hasil wawancara, juga terlihat peningkatan dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat. Wawancara dilakukan dengan mahasiswa. Namun, dalam beberapa hal yang membuat mahasiswa merasa kesulitan pada awal-awal kegiatan. Kesulitan ini meliputi belum berani untuk maju dan berbicara di depan kelas karena mahasiswa merasa malu. Namun pada akhirnya, mahasiswa merasa ketagihan untuk maju dan berbicara di depan kelas. Mahasiswa lebih bersemangat untuk berbicara di depan kelas sehingga kemampuan public speaking mereka dapat meningkat.

Berdasarkan hasil ceklis public speaking, dapat terlihat dalam hasil tabel distribusi frekuensi degan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1)

Tentukan

range dari skor siswa, dan gunakan skor terendah sebagai limit bawah kelas pert- ama.

2)

Tentukan jumlah kelas rumus

Sturge, yaitu k = 1 + 3,3 logn, atau tentukan besar interval kelas yang

(6)

134

diinginkan, dan tentukan jumlah kelas dengan menggunakan range.

3)

Buat interval kelas dan hitung frekuensi peng- amatan yang jatuh untuk tiap kelas dengan

menggunakan tally.

4)

Jumlah frekuensi dari masing-masing kelas. Frekuensi selanjutnya dinyatakan dalam persentase

terhadap total frekuensi, maka tabel tersebut menjadi tabel frekuensi relatif.

Tabel 2. Tabel Frekuensi Relatif Skor Public Speaking Skill Intervensi Kelas Frekuensi Frekuensi Relatif

61 – 65 2 4% 66 – 70 5 10% 71 – 75 13 26% 76 – 80 15 30% 81 – 85 8 16% 86 – 90 7 14% Total 50 100

Pada tabel di atas, skor yang terendah adalah 61 dan tertinggi adalah 90, sedangkan skor maksimal yang diharapkan adalah 100. Rata-rata skor pada pertemuan pertama sampai keempat adalah 79,2. Hal ini berarti mengalami kenaikan yaitu sebesar 9,6 poin dari pra penelitian. Kenaikan skor ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus mencari persentase kenaikan, yaitu:

P =Post Rate − Base Rate

Base Rate x 100%

Berdasarkan data tersebut mata dapat dilakukan analisa bahwa hasil skor rata-rata kemampuan public speaking mahasiswa pada setiap pertemuannya untuk skala likert sudah mencapai skor yang diharapkan. Hal ini berarti untuk skala likert menunjukkan keefektifan yang relatif tinggi dan telah terjadi peningkatan dari setiap pertemuan. Hal ini berarti juga bahwa pada setiap pertemyan telah terjadi peningkatan yang cukup berarti. Secara keseluruhan, penerapan teknik ice breaking dalam meningkatkan kemampuan public speaking

mahasiswa cukup efektif. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata yang mengalami kenaikan pada setiap pertemyan, hasil lembar observasi dan hasil wawancara dengan mahasiswa. Perbandingan skor rata-rata tiap pertemuan dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 2. Skor Rata-rata Kemampuan Public Speaking dengan Menggunakan Teknik Ice Breaking

0 20 40 60 80 100

Pra Lapangan Penelitian

Skor Rata-rata Kemampuan Public

Speaking dengan Menggunakan

Teknik Ice Breaking

Skor Rata-rata Kemampuan Public Speaking dengan Menggunakan Teknik Ice Breaking

(7)

135 PENUTUP

Penelitian yang dilaksanakan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan 1 kali pra penelitian dan 4 kali pertemuan pada tahap penelitian dengan kesimpulan bahwa dengan penerapan teknik ice breaking pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran mahasiswa semester 4 (empat) Prodi Penjaskes STKIP Setiabudhi Rangkasbitung terjadi peningkatan yang signifikan. Namun dalam prosesnya banyak hal yang perlu diperhatikan terkait kemampuan public speaking mahasiswa. Mahasiswa perlu lebih banyak waktu dan latihan, agar benar-benar menguasai kelas saat jalannya diskusi sehingga peserta diskusi lebih fokus dalam proses pembelajaran. Seharusnya, teknik ice breaking dilakukan dengan naskah sehingga persiapan dan kesungguhan mahasiswa menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan public

speaking di depan kelas.

Peneliti sebagai dosen pengampu dapat mengembangkan teknik ice breaking dalam pelaksanaan pembelajaran dan secara aktif memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan

public speaking. Teknik ice breaking ini dapat digunakan tidak hanya selama proses pembelajaran tetapi juga dapat digunakan dalam acara umum sehingga dapat meningkatkan keterampilan public speaking.

DAFTAR PUSTAKA

Dixon, J., Crooks, H., & Henry, K. 2008. Breaking the Ice: Supporting Collaboration and Development of Community. Canadian Journal of Learning and Technology.

Forbes-Greene, Sue. 1982. The Encyclopedia of Icebreakers: Structured Activities That Warm-Up, Motivate, Challenge, Acquaint and Energize. Retrieved from: http//www.paperbackswap.com/Encyclo pedia-Icebreakers- Structured-ActivitiesWarm/book/0898890055.htm

Pitts, Errol. 2010. Ice-Breaker in the Classroom. http://www.ehow.com/info_8153338_ice-breeaker-as-warming up.html

Groover, Sam. 2005. Ice Breaker Strategies. Retrieved from: http//www.ehow .com/list_7162022_ice-breakersstrategies.html#ixzzls6ESFmMLIce

Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Mulyasa, E. (2009). Menjadi Guru Profesional. Band- ung: Remaja Rosdakarya

Pugach, M. C. (2006). Because Teaching Matters. USA: Willey/Jossey-Bass Education.Thornbury, S. (2006).

How to teach speaking. Harlow, England: Longman Sugiyono. (2014). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Gambar 1. Tahap penelitian deskriptif kuantitatif
Gambar 2. Skor Rata-rata Kemampuan Public Speaking   dengan Menggunakan Teknik Ice Breaking

Referensi

Dokumen terkait

Soegiharto Hadi- moeljo yang dengan penuh kesabaran serta kesungguhan hati telah berkenan membimbing, meluangkan uaktunya yang sangat berharga untuk membantu,

Kolaka, tentang Penetapan Pelaksana Pekerjaan Pengawasan Rehab Sedang Puskesmas Wundulako Nomor : 46.h /PL/PPBJ/DINKES/VIII/2016 , Tanggal 01 Agustus 2016 maka dengan

Telah dilakukan penelitian untuk menurunkan total krom dan zat organik pada limbah industri penyamakan kulit dengan menggunakan nano TiO 2 yang dikompositkan dengan adsorben

Keduanya dipandang sebagai pejuang perdamaian dalam upayanya yang efektif untuk membangun perdamaian dengan menghindarkan dunia dari bencana lingkungan yang dapat menjadi sumber

Dari Gambar 7, dapat disimpulkan bahwa semakin berat katalis komposit yang digunakan maka semakin meningkat kinerja katalis komposit tersebut dalam mengeliminasi

Sedangkan dari sisi majikan wanita diantaranya adalah pembantu rumah tangga sering tidak paham dengan apa yang diperintahkan, pekerjaan tidak beres, sering membuat jengkel

a) Kekerabatan hubungan; peneliti mengedepankan azas kekerabatan hubungan dengan subjek atau pengurus harian KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) serta para

Abstrak: Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap kempuan berbicara anak masih belum sempurna dan kegiatan pembelajaran oleh guru kurang