Aktivitas Antibakteri Minyak Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Nees Ex Bl.) terhadap Bakteri Propionibacterium acnes
1
Yosi Mega Apriyani, 2 Sani Ega Priani, dan 3 Amila Gadri
1,2,3
Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Unisba, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116
e-mail: 1apriyani.yosimega@yahoo.com, 2egapriani@gmail.com, dan 3
amilagadriapt@gmail.com
Abstrak. Jerawat dapat terjadi akibat peningkatan produksi sebum dan pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes. Minyak kayu manis (Cinnamomum burmanni Nees ex Bl.) diketahui mengandung senyawa sinamaldehid yang memiliki aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar terhadap konsentrasi minyak yaitu 0,1; 0,2; 0,5; dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan nilai KHM minyak kayu manis adalah 0,2% yang memberikan diameter hambat 8,43 mm ± 0,023. Sediaan emulgel minyak kayu manis memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan diameter hambat 18,2 mm ± 0,049 yang berbeda dengan basis.
Kata kunci : Minyak kayu manis (Cinnamomum burmanni Nees ex Bl.), Propionibacterium acnes.
A. Pendahuluan
Jerawat adalah kondisi gangguan folikel kelenjar lemak (sebum) kulit akibat adanya gangguan keratinisasi folikel (keratosis kecil) disertai produksi sebum yang meningkat dan menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran sebum, ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan nodus (Mutschler, 1991:585).
Untuk kemudahan dan kenyamanan, penggunaan minyak kayu manis perlu diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal, salah satunya adalah emulgel. Emulgel merupakan emulsi tipe minyak dalam air yang membentuk gel dengan penggunaan
gelling agent. Keuntungan dari penggunaan emulgel pada pemakaian topikal, yaitu
lebih stabil, mudah disebarkan, tidak terlalu berminyak, dan mudah dibersihkan. Emulgel ini stabil dan cocok untuk pembawa obat-obat hidrofobik seperti untuk zat berkhasiat yang berbentuk minyak. Emulgel sangat membantu dalam meningkatkan penyebaran, daya merekat, dan viskositas (Mohammed et al., 2013:255).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa minyak kayu manis menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Efektivitas terbesar terhadap
antibakteri dihasilkan oleh minyak kayu manis (Daud et al., 2013:33). Kulit kayu manis mengandung minyak atsiri. Sinamaldehid dan eugenol merupakan kandungan utama dari minyak kayu manis. Kedua senyawa tersebut berpotensi sebagai antibakteri (Inna
et al., 2010:81).
Pada penelitian ini diperoleh konsentrasi hambat minimum (KHM) minyak kayu manis yang efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri P. acnes dan menetapkan formula sediaan emulgel yang mengandung minyak kayu manis.
B. Landasan Teori
B.1. Tanaman Kayu Manis
Gambar 1. Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Nees ex Bl.)
B.1.1. Klasifikasi kayu manis
Kayu manis (Cinnamomum burmanni Nees ex Bl.) diklasifikasikan sebagai berikut (Backer and Brink, 1963:121) :
Divisi :Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Anak kelas : Magnoliidae Bangsa : Laurales Suku : Lauraceae Marga : Cinnamomum
Jenis :Cinnamomum burmanni Nees ex Bl. B.1.2. Kandungan Kimia Minyak Atsiri Kayu Manis
Minyak atsiri kayu manis mengandung senyawa-senyawa seperti kamfer, safrol, sinamil aldehid, sinamil asetat, terpen, sineol, sitral, sitronela, polifenol, dan benzaldehid. Komponen terbesar adalah sinamaldehid 55-65% dan eugenol 4-8%, beberapa jenis aldehida, benzyl benzoate dan felandren yang terdapat dalam, kulit batangnya (Inaa et al., 2010:82).
B.1.3. Khasiat dan Penggunaan Kayu Manis
Kayu manis (Cinnamomum burmanni Nees ex Bl.) dapat digunakan diantaranya sebagai peluruh kentut, peluruh keringat, antirematik, penambah nafsu makan, penghilang rasa sakit, dan memiliki aktivitas antioksidan. Selain untuk rempah-rempah juga digunakan sebagai bahan untuk obat, minyak atsirinya dapat digunakan dalam industri parfum, kosmetik, farmasi, makanan/ minuman (Inna et al., 2010:82; Shekar et
al.,2012:5; Harun, 2010:28). Selain itu kayu manis juga diketahui sebagai salah satu
tanaman yang mengandung senyawa aktif sinamaldehid dan eugenol yang berkhasiat sebagai antibakteri (Inna et al., 2010:81).
B.2. Jerawat
Jerawat terjadi apabila saluran ke permukaan kulit untuk mengeluarkan sebum yang diproduksi oleh kelenjar minyak rambut pada lapisan dermis tersumbat. Dalam keadaan normal, sel-sel folikel rambut dapat keluar. Akan tetapi, jika terjadi jerawat, sel-sel folikel rambut bersama dengan sebum akan menggumpal dan menyumbat saluran folikel rambut pada lapisan epidermis kulit sehingga membentuk komedo yang menonjol di permukaan kulit. Komedo ini berkembang menjadi inflamasi (inflammatory
acne) apabila terinfeksi oleh bakteri, terutama bakteri Propionibacterium acnes (Radji,
2010:205).
B.3. Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat menggangu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada aktivitas zat antibakteri adalah pH, suhu stabilitas senyawa tersebut, jumlah bakteri yang ada, lamanya inkubasi, dan aktivitas metabolisme bakteri. Mekanisme zat antibakteri dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri bervariasi dan kompleks, umumnya dapat menyebabkan perubahan pada komponen makromolekul dari bakteri. Perubahan yang terjadi yaitu rusaknya membran sel, membran inaktif protein secara irreversible dan menyebabkan kerusakan asam nukleat Pengendalian mikroorganisme khususnya bakteri yang dapat dilakukan baik secara kimia seperti pemberian antibiotik dan zat-zat kimia lainnya, ataupun pengendalian secara fisik seperti pemberian panas, pendinginan, radiasi, dan pengeringan (Pelczar et al., 2005:22-24).
B.4. Pengukuran Aktivitas Antimikroba
Aktivitas antibakteri adalah suatu aktivitas mematikan atau menghambat mikroorganisme seperti bakteri dengan menggunakan zat antibakteri. Zat antibakteri adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri (Pelczar et al., 2005:22).
Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi (pengenceran) atau dengan metode difusi.
a. Metode dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan konsentrasi yang berbeda-beda dimasukan pada media cair. Media tersebut langsung diinokulasikan dengan bakteri dan diinkubasi. Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi terkecil suatu zat antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri uji.
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatannya.
C. Metodologi Penelitian
Pada tahap awal penelitian dilakukan penyiapan minyak kayu manis yang diperoleh di Subang, Jawa Barat. Terhadap minyak kayu manis tersebut dilakukan karakterisasi mutu minyak berdasarkan standar SNI dan uji aktivitas antibakteri. Karakterisasi minyak meliputi keadaan warna dan bau, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol 70%, dan kadar sinamaldehida.
Pengujian antibakteri dilakukan terhadap Propionibacterium acnes dengan metode difusi agar pada berbagai variasi konsentrasi minyak kayu manis yaitu 0,1; 0,2; 0,5; dan 1% yang diencerkan dengan DMSO (Dimetil sulfoksid). Dari hasil pengujian kemudian ditentukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) minyak kayu manis
terhadap bakteri Propionibacterium acnes yang akan menjadi dasar untuk penentuan konsentrasi minyak kayu manis dalam sediaan emulgel.
D. Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, minyak kayu manis (Cinnamomum burmanni Nees ex Bl.) yang digunakan diperoleh di Subang, Jawa Barat. Minyak kayu manis diperoleh dengan cara destilasi uap air.
Uji karakterisasi mutu minyak kayu manis yang dilakukan meliputi keadaan, bobot jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam etanol yang dilakukan di Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjajaran. Untuk kadar sinamaldehid karakterisasi dilakukan di Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Indonesia dengan metode GC-MS. Parameter-parameter tersebut memiliki rentang nilai yang telah distandarkan sebagai syarat mutu perdagangan di Indonesia yang tercantum dalam SNI (06-3734-2006). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. berikut :
Selanjutnya minyak kayu manis yang diperoleh dilakukan penentuan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap bakteri P. acnes yang dapat menimbulkan jerawat. Bakteri P. acnes diperoleh dari Laboratorium Farmasi Unit D-Universitas Islam Bandung.
Penentuan nilai KHM dilakukan dengan metode difusi agar untuk melihat adanya aktivitas minyak kayu manis pada konsentrasi minimum terhadap bakteri
P.acnes. Adanya aktivitas minyak kayu manis terhadap bakteri P.acnes ditunjukkan
dengan terbentuknya daerah hambatan berupa zona bening yang terdapat di sekitar lubang pada media yang telah diisi dengan minyak kayu manis dengan berbagai konsentrasi. Dari hasil pengujian daya hambat terhadap bakteri P. acnes terlihat bahwa konsentrasi hambat minimum dari minyak kayu manis adalah 0,2% dengan daerah hambat sebesar 8,43 mm ± 0,023. Hasil uji KHM minyak kayu manis dapat dilihat pada
Tabel 2. berikut :
No. Jenis Uji Hasil Persyaratan
Warna Kuning tua kemerahan Kuning muda-coklat muda
Bau Khas kayu manis Khas kayu manis
2 Bobot jenis 2˚C/ 20˚C 1,02 g/mL 1,008-1,030
3 Indeks bias (nD²˚) 1,5874 g/mL 1,559-1,595
4 Kelarutan dalam etanol 70% Jernih sampai 1:3 1:3 larut dan jernih
5 Kadar sinamaldehida 66% Min. 50
*Syarat lulus uji : apabila memenuhi persyaratan 4 butir. 1
Sampel Uji Diameter Hambat (mm)
Minyak kayu manis 0,1% (-)
Minyak kayu manis 0,2% 8,43 ± 0,023
Minyak kayu manis 0,5% 11,63 ± 0,028
Minyak kayu manis 1% 13,8 ± 0
Kontrol negatif (DMSO) (-)
Hasil dari uji aktivitas antibakteri dan penentuan nilai KHM terlihat bahwa, konsentrasi minyak terkecil yang masih menimbulkan diameter hambat adalah pada konsentrasi 0,2%. Untuk meningkatkan aktivitas antibakterinya, maka pada sediaan digunakan minyak kayu manis pada konsentrasi diatas KHM nya. Konsentrasi yang dipilih adalah 1%. Konsentrasi 1% dipilih karena pada konsentrasi tersebut minyak kayu manis masih aman digunakan pada kulit tanpa menimbulkan efek iritasi (Gurjar et
al., 2012). Selanjutnya minyak kayu manis diformulasikan dalam sediaan emulgel.
Uji aktivitas antibakteri sediaan emulgel konsentrasi 1% dilakukan terhadap bakteri P. acnes. Metoda yang digunakan dalam penentuan daya hambat sediaan adalah metoda difusi agar, dimana agar dilubangi dan sediaan masing-masingnya dimasukkan kedalam sumur yang sudah dilubangi dengan perforator. Pada pengujian dilakukan uji terhadap basis, pelarut DMSO dan gel klindamisin dipasaran. Hasil menunjukkan sediaan emulgel minyak kayu manis memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri P.
acnes dengan diameter hambat sebesar 1,82 cm ± 0,049. Hasil uji aktivitas sediaan
emulgel dapat dilihat pada Tabel 3. berikut :
Gambar 2. Uji aktivitas sediaan emulgel minyak kayu manis (FS4)
E. Kesimpulan
Minyak kayu manis memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) 0,2%. Emulgel minyak kayu manis memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dengan diameter hambat sebesar 1,82 cm ± 0,049 yang berbeda dengan basis.
Daftar Pustaka
Backer, C.A., and R. C. B. Van Der Brink. (1963). Flora of Java, Vol. I, Wootersnoordhoff, N. V., Groningen. 18,2 ± 0,493 -28,16 ± 0,208 Sediaan emulgel (F4) 1% Basis emulgel Kontrol negatif (DMSO) Kontrol positif (Gel klindamisin)
Daud, S.F., Pande, G., Joshi, M., Pathak, R., Wankhede, S. (2013). A Study of Antibacterial Effect of Some Selected Essential Oils and Medicinal Herbs Against Acne Causing Bacteria. International Journal of Pharmaceutical Science
Invention., 13th January, Vol. 2, Issue 1.
Gurjar, B.N., Barot, S.B., Shelat, K.P. (2012). Development And Evaluation Of Cinnamon And Aloe-Vera Containing Herbal Anti-Acne Gel. International
Journal of Pharmacy and Industrial Research, Vol-02(04):446-451.
Harun, N. (2010). Karakteristik Minyak Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii Blume) Berdasarkan Letak Kulit pada Batang dan Ukuran Bahan Pada Proses Penyulingan. SAGU, September, 2010, Vol. 9, No. 2.
Inna, M., Atmania, N., Primasari, S. (2010). Potential Use of Cinnamomum burmanii Essential Oil-based Chewing Gum as Oral Antibiofilm Agent. Journal of Densitry
Indonesia, 10th, Vol. 17, No. 3.
K.P. Mohammed Haneefa., S. Easo., P.V. Hafsa., G.P. Mohanta., C. Nayar. (2013). Emulgel : An Advanced Review. Journal of PharmaceuticalSciences and
Research, Vol.5(12), 2013, 254-258.
Mutschler Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerjemah Mathilda B Widianto, Anna Setiadi Ranti. ITB. Bandung.
Pelczar, M., and Chan, E.C.S. (2005). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Radji, M., and Bomed, M. (2010). Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa
Farmasi dan Kedokteran, Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Shekar, M. et.al. (2012). ‘Evaluation of In Vitro Antioxidant Property and Radio Protective Effect of The Constituent Medicinal Plants of a Herbal Sunscreen Formulations’, International Journal of Pharmaceutical Frontier Research
(IJPFR), April-June, Vol. 2, No. 2. hal. 5. SNI 06-3734-2006. Minyak Kulit Kayu