• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERKEMBANGAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERKEMBANGAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERKEMBANGAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA

Profil Ekspor dan Impor Indonesia

Ekspor Migas dan Non-Migas

Ekspor Indonesia terus berkernbang dari tahun ke tahun sejalan dengan rneningkatnya kapasitas produksi nasional dan intensitas perdagangan dunia. Ekspor yang pada awal pembangunan orde baru (1968) hanya mencapai 730,7 juta US$ telah meningkat secara luar biasa rnenjadi 62,l rnilyar US$ pada tahun 2000. Ini berarti selama 32 tahun perjalanan perekonornian Indonesia, ekspor telah meningkat lebih dari 85 kali lipat (lihat Tabel 6).

Tabel 6 : Perkembangan dan Struktur Ekspor Indonesia Menurut Migas dan Non-Migas

Migas Non-Migas Total Ekspor Tahun

-- PA) ("A) (juta US$)

(1) (2) (3) (4) 1968 40,72 59,28 730,7 1973 50,lO 49,90 3 210,s 1974 70,17 29,83 7 426,3 1981 82,ll 17,89 25 164,5 1988 39,97 60,03 19 218,5 1992 31,42 68,58 33 967,O 1996 23,53 76,47 49 814,s 1997 21,75 78,25 53 443,6 1998 16,12 83,88 48 847,6 1999 20,12 79,88 48 665,4 2000 23,13 76,87 62 124,O Sumber : File Data BPS (diolah)

(2)

Pertumbuhan ekspor Indonesia terasa lebih cepat lagi setelah terjadi perubahan kebijakan industri dalam negeri dari orientasi pada substitusi impor kepada pemacuan ekspor (export-driven). Berbagai fasilitas dan kelonggaran diberikan pemerintah pada percepatan investasi, terutama PMA dan PMDN di sektor industri berorientasi ekspor. Bahkan banyak pihak swasta yang berani melakukan pinjaman langsung luar negeri untuk membiayai investasinya. Memang harus diakui bahwa tindakan melakukan pinjaman LN secara berlebihan dan tidak terarah pada akhimya menjerat Indonesia pada beban utang yang berat dan pada krisis ekonomi berkepanjangan.

Pada awalnya seperti juga dapat dilihat pada Gambar 7, ekspor Indonesia sangat didominasi oleh ekspor migas, lebih-lebih ketika terjadi "oil booming" pada tahun 1974 (dikenal dengan krisis pertama ekonomi dunia). Ketika itu, harga minyak dunia rnelonjak tajam dari 12 US$ per barel menjadi US$ 30. Indonesia sangat menikmati lonjakan harga minyak tersebut, tetapi dalam kenyataannya membuat lengah untuk membuat upaya mendorong ekspor non-migas. Peranan ekspor migas pada ekspor keseluruhan dengan cepat meningkat dari 40,72 persen pada tahun 1968 menjadi 70,17 persen pada tahun 1974 bahkan mencapai puncaknya pada tahun 1981 dengan kontribusi 82,ll persen. Pada tahun-tahun ini kineja ekspor Indonesia benar-benar sangat tergantung pada migas.

Titik balik dari situasi yang menguntungkan ini terjadi pada tahun 1986, ketika harga minyak dunia kembali melorot tajam dari sekitar US$ 32 per bare1 menjadi dibawah 10 US$ (dikenal pula sebagai krisis kedua ekonomi dunia). Kinerja ekspor migas dengan cepat menurun tajam hingga peranannya hanya mencapai 29,97 persen dari ekspor keseluruha~, bahkan penurunannya telah mempengaruhi penurunan total

(3)

ekspor nasional yang telah mencapai 25,16 milyar US$ pada tahun 1981 menjadi 19,22 milyar US$ pada tahun 1988, walaupun hams diakui bahwa ini juga disebabkan oleh terjadinya peningkatan cepat dari ekspor non-migas.

Gambar 7. Perkembangan Ekspor Migas dan Non-migas Indonesia, 1968-2000

Situasi terbalik yang terjadi pada tahun 1986 telah menyadarkan para perumus kebijakan ekonomi untuk segera melepaskan diri dari ketergantungan ekspor migas dengan upaya sungguh-sungguh untuk mendorong percepatan ekpor non-migas. Hasilnya memang nyata, dimana kontribusi ekspor non-migas dengan cepat meningkat dan mencapai puncaknya sebesar 83,88 persen pada tahun 1998. Dampak kebijakan ini juga telah meningkatkan kinerja ekspor secara keselumhan yang

(4)

mencapai puncaknya pada tahun 2000 sebesar 62,12 milyar US$. Harapan ke depan adalah walaupun terjadi fluktuasi harga minyak, kinerja ekspor tidak banyak terpengaruh karena ekspor non-migas sudah begitu dominan pada struktur ekspor nasional.

Impor Menurut Tujuan Penggunaan Barang

Sejalan dengan perkembangan ekspor, impor Indonesia juga mengalami perturnbuhan cepat. Dalam prinsip perdagangan intemasional, bila ekspor meningkat biasanya impor pun harus meningkat, dengan dua alasan : (a) devisa yang diperoleh dari ekspor secara siklus akan digunakan untuk membiayai impor dan (b) negara yang merniliki pasar ekspor yang besar juga harus mau membuka pasarnya sendiri untuk negara-negara mitra dagangnya.

Irnpor Indonesia yang pada awal pembangunan orde baru (1968) barn mencapai 715,s juta US$ telah meningkat cepat menjadi 33,5 milyar US$ pada tahun 2000, yang berarti selama 32 tahun meningkat lebih dari 46 kali lipat (Tabel 7). Namun bila dibanding dengan kenaikan ekspor yang 85 kali lipat dalam kurun waktu yang sarna, Indonesia secara relatif telah berhasil mendorong ekspor dan memperlambat impor, dimana tidak banyak negara yang manlpu mencapai keberhasilan ini.

Pada awalnya, impor Indonesia masih diwarnai oleh impor barang konsumsi yang cukup besar. Pada tahun 1968, impor barang konsumsi mengambil37,23 persen dari total impor, sementara untuk bahan bakulpenolong dan barang modal masing-

(5)

Tabel

7

: Perkembangan dan Struktur Impor Indonesia Menurut Tujuan Penggunaan Barang

Barang Bahan Baku/ Barang Total Tahun Konsumsi Penolong Modal Itnpor

w )

w )

("A) (Juta US$)

( 1 ) . (2) (3) (4) (5) 1968 37,23 36,28 26,49 715,s 1973 23,77 35,66 40,57 2 729,l 1978 17,89 39,82 42,29 6 690,4 1983 10,56 71,75 17,69 16351,8 1988 3,54 77,16 19,30 13 248,s 1993 4,05 70,72 25,23 28 327,s 1996 6,54 70,98 22,48 42 928,5 1997 5,20 72,53 22,27 41 679,s 1998 7,O 1 71,74 21,25 27 336,9 1999 10,28 76,97 12,75 24 003,3 2000 8,l 1 77,63 14,26 33 514,8 Sumher : F11c Data BPS (drolah)

rnasing sebesar 36,28 persen dan 26,49 persen. Ini pula yang merefleksikan mengapa kebijakan industri dalam negeri pada waktu itu lebih berorientasi pada substitusi impor. Kebijakan pada substitusi impor ditambah tercapainya swasembada pangan terutama beras pada tahun 1984, telah menyebabkan porsi impor barang konsumsi pada struktur impor nasional telah jauh berkurang. Bila pada tahun 1968 porsinya masih sebesar 37,23 persen, pada tahun 1988 (20 tahun kemudian) telah menurun menjadi hanya 3,54 persen. Namun demikian pada periode selanjutnya porsi impor barang konsumsi cenderung meningkat kembali walaupun berada di bawah 10 persen dan ini terkait dengan belum stabilnya ketahanan pangan nasional terutama beras yang masih harus diimpor.

(6)

Bagian terbesar dari impor Indonesia adalah untuk baban baku/penolong yang cenderung terus dominan. Sejak tahun 1983 hingga tahun 2000, porsinya berada antara 70-77 persen. Hal ini terkait dengan kebijakan perluasan investasi pada industri dalam negeri terutama PMA dan PMDN dengan ketergantungan teknologi dan bahan baku impor yang sangat tinggi, termasuk untuk industri makanan pengganti impor. Sebaliknya porsi impor barang modal cenderung menurun sejak tahun 1978 dari 42,29 persen menjadi hanya 14,26 persen pada tahun 2000.

Tahun

. . . Barang Konsumsi

- -

-Barang Modal

- - -

Bahan Baku ----Total Gambar 8. Perkembangan Impor Indonesia, Menurut Tujuan

Penggunaan Barang, 1968-2000

~ d a keterkaitan antara impor barang modal besar-besaran pada periode awal untuk mempersiapkan pabrik dan produksi dengan impor bahan baku pada periode setelah itu. Dengan demikian selama 32 tahun telah terjadi perubahan struktur impor

(7)

dari barang konsumsi ke barang modal dan kemudian dari barang modal ke bahan bakulpenolong. Lebih ianjut, perkembangan impor dapat pula dilihat pada Gambar 8.

Selanjutnya, bila diperbandingkan antara besaran ekspor dan impor, temyata Indonesia selalu mengalami surplus perdagangan sejak awal berdirinya republik ini, dan besarnya surplus tems meningkat dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 1968 misalnya, surplus yang diperoleh baru mencapai 14,9 juta US$, pada tahun 2000 telah mencapai 18,6 milyar US$. Sayangnya, surplus yang semakin besar ini tidak dinikrnati dan mendukung perekonomian Indonesia karena sebagian besar justru diparkir di luar negeri. Ini mempakan tantangan paling besar bagi pemerintah, bagaimana agar devisa yang diparkir tersebut dapat dikembalikan ke Indonesia, dalam kondisi moneter yang masih menganut sistem devisa bebas.

Struktur Komoditas Perdagangan Indonesia : Identifikasi Produk Andalan

Tabel 8 memperlihatkan struktur ekspor Indonesia menurut 10 golongan komoditi terbesar yang mencerminkan produk andalah ekspor. Bila berpegang pada struktur tahun 2000, ekspor minyak bumi memegang peranan terbesar dengan kontribusi 12,49 persen dari ekspor keseluruhan yang besarnya 62,l milyar US$.

Berikutnya adalah gas alam dan hasil olahannya dengan kontribusi 10,66 persen. Dengan demikian total ekspor migas mencapai 23,15 persen.

Diluar migas, komoditi andalan ekspor Indonesia adalah kelompok tekstil, yaitu pakaianlgarmen dengan kontribusi 7,62 persen dan benang tenun dan bahan tekstil

(8)

Tabel 8 : Ekspor Indonesia Menurut Golongan Komoditi (SITC 2 Digit, Juta US$)

Golongan Komoditi

-- 1995 1997 1999 2000

0) (2) (3) (?! (5) -

1 . Minyak bumi dan hasil-hasilnya 6 442,6 6 822,3 5 528,O 7 761,2 2. Gas alam dan olahannya 4 022,O 4 840,l 4 357,l 6 624,9

3. Pakaian 3 376,4 2 903,s 3 856,9 4 734,O

4. Benang tenun, kain tekstil dan hasilnya 2 713,4 2 254,7 3 018,9 3 505,O 5. Alat telekomunikasi 1 634,3 1 752,8 1 468,l 3 500,l 6. Barang-barang kayu gabus 4 663,l 4 454,8 3 339,l 3 260,l 7. Mesin kantor dan pengolali data 5 01,4 9 19,8 1 194,2 3 040,8 8. Mesin listrik dan alat-alatnya 795,O 1 073,2 1 359,l 2 529,O 9. Kertas, karton dan olahannya 931,7 925,9 1 938,8 2 261,l 10. Bijih logam dan sisa-sisa logam 1 883,8 1 737,s 1479,4 1 973,4

Lainnya 18 454,3 25 759,O 21 125,8 22 934,4

Ju~nlah 45 418,O 53 443,6 48 665,5 62 124,O

Sumber : File Data BPS (diolalr)

5,64 persen. Berikutnya adalah produk telekomunikasi (termasuk audio visual untuk

hiburan) dengan kontribusi 5,63 persen, barang kayu dan gabus 5,25 persen, mesin dan perlengkapan kantor 4,89 persen, mesin dan perlengkapan listrik 4,07 persen, kertas dan karton 3,64 persen serta bijih logam dan sisa logam 3,18 persen. Bila dibandingkan dengan s t ~ k t ~ r ekspor tahun 1995, minyak bumi dan gas alam tetap konsisten sebagai komoditi andalan ekspor pertama dan kedua. Namun untuk barang- barang kayu dan gabus yang pada tahun 1995 menjadi andalan ekspor ketiga telah merosot menjadi keenam pada tahun 2000. Nilainya pun menurun dari 4,66 milyar US$ menjadi 3,26 milyar US$. Ini terkait dengan pengetatan pemerintah terutama untuk ekspor kayu log. Selanjutnya terdapat elnpat kelompok komoditi ekspor andalan yang pertumbuhannya sangat cepat dalam lima tahun terakhir yaitu alat

(9)
(10)

persen. Bila dikaji lebih lanjut, porsi impor yang relatif besar kebanyakan berupa bahan baku dan barang modal untuk mendukung/digunakan oleh industri dalam negeri, sebagai konsekuensi pengembangan industri (broad-based industry) dengan ketergantungan impor tinggi.

Neraca Perdagangan Indonesia

Neraca Perdagangan Indonesia Menurut Negara Mitra Dagang

Seperti telah disebutkan sebelumnya, kemiripan struktur dan karakteristik ekonomi yang dimiliki negara-negara ASEAN (kecuali Singapwa) sangat tidak menguntungkan negara-negara ini, karena kebanyakan barang-barang yang dihasilkan masing-masing negara termasuk untuk tujuan ekspor juga mempunyai kemiripan. Sebagian besar negara-negara ini memiliki sumber daya alam (terutama minyak bumi), pertanian serta jenis-jenis industri dan teknologi (terutama elektronika), bahkan pasar ekspor yang sama (ke Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa). Akibatnya, kalaupun terjadi perdagangan antar dua negara, barang-barangnya lebih bersifat substitusi daripada komplementer.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 10, Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan negara-negara ASEAN, yang besarnya mencapai 2,26 milyar US$ pada tahun 1995 dan 4,40 milyar US$ tahun 2000. Secara bilateral, surplus perdagangan untuk Indonesia terjadi dengan setiap negara, kecuali Thailand. Surplus terbesar diperoleh dari Singapura sebesar 1,40 milyar US$ tahun 1995 dan 2,77 milyarUS$ tahun 2000,

(11)

diikuti kemudian surplus dari Malaysia dan Filipina. Sebaliknya perdagangan dengan Thailand mengalami defisit untuk Indonesia sebesar 34,2 juta US$ dan 82,6 juta US$

masing-masing untuk 1995 dan 2000. Defisit perdagangan dengan Thailand lebih disebabkan karena Indonesia terlalu banyak mengimpor produk pertanian terutama beras dan buah-buahan yang memang memiliki keungguian komparatif tinggi di pasar Indonesia.

Tabel 10 : Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Negara Sisa Dunia

Negara 1995 2000

Ekspor Impor Balance Ekspor lmpor Balance

--

( I ) (2) (3) (4) (5) 141 (7)

I. Singapura 3 766,7 2 367,5 1 399,2 6 562.4 3 788,6 2 773,8

2. Malaysia 986,6 767,O 219,6 1971,8 1 128,8 843,O

3. Filipina 590,3 81,2 509,l 819.5 114,7 704.8

4. Thailand 702,9 737,l - 34,2 1 026,s 1 109,l - 82,6

5. ASEAN Lainnya 429,4 266,2 163,2 503,5 343,7 159,s

(Laos, Vietnam, Brunei Darussalam, Myanmar, Kamboja)

ASEAN 6 475,9 4 219,O 2 256,9 10 883,7 6 484,9 4 398,8 6. Jepang 12 288,3 9 216,8 3 071,5 14415,2 5 397,2 9 018,O 7. Amerika Serikat 6 321,7 4 755,9 1 565,8 8 475,4 3 390,3 5 085,l 8. Korea Selatan 2916,7 2451,3 465,4 4 317,9 2 082,6 2 235,3 9. China 1741,7 1 495,2 246,5 2 767,7 2 022,O 745,7 10. Taiwan 1 749,4 1 823,9 - 74,5 2 378,2 1 269,7 1 108,5 11. Australia 915,2 2 016,2 - 1 101,O 1 519,4 1 693,8 - 174,4 12. Jerman 1 381,6 2 819,2 - 1 437,6 1 443,l 1 244,7 198,4 13. Lainnya 11 627,5 11 831,2 - 203,7 15 923,4 9 929,6 5 993,8 -

Total 45 418,O 40 628,7 4 789,3 62 124,O 33 514,s 28 609,2 Sumber

.

F11e Data BPS (diolah)

Diluar negara-negara ASEAN, surplus perdagangan untuk Indonesia juga diperoleh dari sebagian besar negara mitra dagang utarna. Surplus terbesar diperoleh

(12)

dari perdagangan dengan Jepang yang besamya mencapai 3,07 milyar US$ dan 9,02 milyar US$ untuk tahun 1995 dan 2000, diikuti kemudian surplus perdagangan dari Amerika Serikat, Korea Selatan, Taiwan, China dan Jerman. Sebaliknya perdagangan dengan Australia terjadi defisit untuk Indonesia sebesar 1,10 milyar US$ dan 174,4 juta US$ untuk tahun 1995 dan 2000. Defisit perdagangan ini disebabkan karena impor Indonesia yang terlalu besar untuk produk pertanian, terutama gandum dan ternak.

Secara keseluruhan, lndonesia mengalami surplus perdagangan yang terus berlangsung dalam waktu yang cukup panjang dan dengan besaran yang terus meningkat. Total surplus perdagangan pada tahun 1995 mencapai 4,s milyar US$ terus meningkat secara signifikan menjadi 28,6 milyar US$ tahun 2000. Surplus sejumlah ini sebenamya cukup untuk mendukung cadangan devisa negara dan membiayai investasi dan pengembangan sektor produksi dalam negeri. Sayangnya, sebagian besar surplus (devisa hasil ekspor) justru parkir di luar negeri akibat dari kepercayaan dan nasionalisme yang rendah. Namun perilaku ini dapat dipahami karena adanya kekhawatiran eksportir pada situasi perekonomian yang belum stabil serta kepastian hukum yang belum terjamin. Di pihak lain, dengan memiliki dolar di bank-bank luar negeri lebih memudahkan mereka melakukan transaksi terutama dalam mengimpor bahan baku yang dibutuhkan dalam negeri.

Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN Menurut Komoditas

Adalah menarik untuk mengkaji barang apa saja yang diekspor dan diimpor Indonesia ke dan dari negara-negara ASEAN lainnya. Ini karena adanya dugaan

(13)

bahwa barang-barang yang diperdagangkan lebih banyak yang bersifat substitusi daripada barang komplementer. Seperti dapat dilihat pada Tabel 11, ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN meningkat cukup pesat selarna 10 tahun terakhir dari 2,56 milyar US$ tahun 1990 menjadi 10,88 milyar US$ tahun 2000, yang berarti meningkat menjadi lebih dari 4 kali iipat. Peranan ekspor ke ASEAN juga meningkat dari 9,96 persen terhadap keseluruhan ekspor Indonesia pada tahun 1990 menjadi 17,52 persen tahun 2000.

Tabel 11 : Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN Menurut Kornoditi (Juta US$)

Golongan Komoditi 1990 1995 2000

(1) 12) (3) (I/

1. Minyak & Lemak 30,09 149,81 172,23

2. Produk Mineral 38,06 339,59 193,48

3. Barang Kimia 37,66 198,96 336,65

4. Plastik & Produk Karet 208,ll 3 16,02 273,53

5. Produk Kuiit 3,96 8,96 17,87

6. Tekstil & Produk Tekstil 498,58 530,84 703.88 7. Mesin & Elektronika 76,78 1 221,82 3 980,27

8. Artikel Industri Lainnya 30,82 318,SS 3 18,45

9. Kayu Lapis & Produk Kayu Lainnya 80,38 126,38 99,19

10. Alas Kaki 5,80 29,09 33,03

11. Lainnya 1 546,44 3 235,70 4 755,ll

Total ASEAN 2 556,69 6 476,07 10 883,68

Total Non ASEAN 23 118,64 38 941,92 51 240,34

-

Total Seluruhnya 25 675,33 ,' 45 417,98 62 124,02

Sumber : File Data BPS (diolalz)

Komoditi andalan ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN (tahun 2000) yang paling dominan adalah mesin & elektronika dengan share 36,57 persen terhadap total ekspor ke ASEAN, diikuti oleh tekstil & produk tekstil 6,47 persen. Komoditi

(14)

ekspor lainnya mempunyai share tidak lebih dari 3 persen. Seperti diketahui produk elektronika dan tekstil juga menjadi andalan utama ekspor negara-negara ASEAN lainnya.

Selanjutnya impor Indonesia dari negara-negara ASEAN lainnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 12 juga meningkat dari 1,95 milyar US$ tahun 1990 menjadi 6,78

milyar US$ tahun 2000 atau suatu peningkatan sekitar 3,5 kali lipat selama 10 tahun terakhir. Pertumbuhan impor Indonesia juga cukup signifikan walaupun sedikit lebih lambat dibanding pertumbuhan ekspornya. Demikian juga share impor Indonesia dari negara ASEAN meningkat tajam dari 8,95 persen menjadi 20,23 persen pada kurun waktu yang sama. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN jauh lebih cepat dibanding pertumbuhan perdagangan Indonesia dengan sisa dunia, baik untuk ekspor maupun impor. Apakah ini damp& dari pengurangan rarzff(CEPT) di negara-negara ASEAN, masih &an dikaji lebih lanjut.

Dilihat dari komoditinya, komoditi utarna yang diimpor Indonesia dari negara- negara ASEAN juga bempa mesin & elektronika dengan share 14,Ol persen dari impor ASEAN keseluruhan. Ini membuktikan bahwa barang-barang yang diperdagangkan Indonesia dengan ASEAN memang lebih banyak bersifat substitusi ketimbang barang-barang komplementer, dan ini dapat merupakan ancaman terhadap kelangsungan pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN.

Walaupun secara keseluruhan, Indonesia termasuk net-eksportir untuk perdagangannya dengan negara-negara ASEAN lainnya, tetapi ini tidak berlaku untuk semua komoditi yang diperdagangkan. Dari 10 komoditi yang diamati, surplus

(15)

terbesar Indonesia tahun 2000 diperoleh dari mesin & elektronika, 3,03 milyar US$ diikuti tekstil dan produk tekstil, 553,5 juta US$. Surplus dalam bilangan yang lebih kecil juga diperoleh dari minyak & lemak, produk mineral, produk kulit, kayu lapis & produk kayu, serta alas kaki. Sebaliknya Indonesia juga menjadi net-importir, dengan defisit terbesar pada komoditi bahan kimia sebesar 452,9 juta US$, kemudian plastik & produk karet sebesar 36,8 juta US$.

Tabel 12 : Impor Indonesia dari Negara ASEAN Menurut Komoditi (Juta US$)

Golongan Komoditi 1990 1995 2000

(11 121 (3) (41

-

1. Minyak & Lemak 10,58 79,79 21,41

2. Produk Mineral 71,06 75,62 62,58

3. Barang Kimia 137,19 269,32 789,56

4. Plastik & Produk Karet 107,58 172,2 1 3 10,29

.

5. Produk Kulit 0,46 11,98 12,95

6. Tekstil & Produk Tekstil 45,63 80,11 150,42

7. Mesin & Elektronika 382,73 897,13 950,30

8. Artikel Industri Lainnya 20,53 81,07 52,63

9. Kayu Lapis & Produk Kayu Lainnya 0,87 7,52 7,02

10. Alas Kaki 0,86 0,83 7,03

I I. Lainnya 1 177,Ol 2 599,42 4417,Ol

Total ASEAN 1 954,50 4 275,Ol 6 781,21

Total N o n ASEAN 19 882,56 36 353,73 26 733,60

Total Seluruhnya 21 837,06 40 628,74 33 514,81

Surnber : File Data BPS (drolah)

Share Komoditi CEPT dalam Perdagangan Indonesia-ASEAN

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan CEPT pada volume perdagangan Indonesia dengan ASEAN, dapat dimulai dengan mengetahui share

(16)

komoditas yang masuk agenda CEPT terhadap seluruh komoditas yang diperdagangkan Indonesia dengan ASEAN. Terdapat 13 golongan komoditi yang masuk daftar CEPT yaitu : minyak & lemak, produk mineral, barang kimia, plastik & produk karet, produk kulit, pulp & kertas, tekstil & produk tekstil, semen, besi & baja, mesin & elektronika, artikel industri, kayu & produk kayu dan alas kaki.

Namun karena 3 golongan komoditas yaitu pulp & kertas, semen serta besi & baja sudah memiliki tarzff 0 persen sejak tahun 1993, maka jumlah komoditas yang masuk kerangka CEPT termasuk yang diteliti dalam tesis ini tinggal 10 komoditas.

Dari total ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN sebesar 2,56 milyar US$ tahun 1990 (Tabel 13), 10 kornoditas dalam kerangka CEPT mengkontribusi 1,01 milyar US$ atau 39,52 persen. Untuk tahun 2000, kontribusi 10 komoditas tersebut mencapai 56,31 persen. Secara kasar, implementasi CEPT sejak tahun 1993 telah menaikkan peranan komoditas CEPT pada ekspor Indonesia ke ASEAN sebesar 16,70 persen. Selanjutnya dari total impor Indonesia dari negara-negara ASEAN tahun 1990 sebesar 1,95 milyar US$, kontribusi 10 komoditas CEPT mencapai 777,5 juta US$ atau 39,78 persen. Untuk tahun 2000, kontribusi 10 komoditas tersebut mencapai 34,86 persen yang berarti 4,92 persen lebih rendah dari kondisi tahun 1990.

Dari total perdagangan Indonesia dengan ASEAN (ekspor

+

impor) tahun 1990, 10 komoditas CEPT menyumbang 39,63 persen, kemudian meningkat menjadi 48,08 persen tahun 2000. Dengan demikian implementasi CEPT telah meningkatkan peranan 10 komoditas CEPT pada ekspor sebesar 16,79 persen dalam kurun waktu 10 tahun, sebaliknya menurunkan peranannya pada impor sebesar 4,92 persen. Namun

(17)

Tabel 13 : Peranan 10 Komoditas CEPT pada Perdagangan Indonesia dan ASEAN

Uraian 1990 1995 2000

(1) 0) (3) -(4)

-I. Ekspor ke ASEAN

a. Total (juta US$) 2 556,7 6 476,l 10 883,7 b. 10 Komoditas CEPT 1 010,3 3 240,4 6 128,6

c. Peranan (%) 39,52 50,04 56,3 1

2. Impor dari ASEAN

a. Total (juta US$) 1 954,5 4 275,O 6 781,2

b. 10 Komoditas CEPT 777,5 1 675,6 2 364,2

c. Peranan (%) 39,78 39,20 34,86

3. Total Perdagangan

a. Total (juta US$) 4 511,2 10 751,l 17 664,9 b. 10 Komoditas CEPT 1 787,s 1 787,s 8 492,s

c. Peranan (%) 39,63 45,73 48,023

Slrmber : Dilurunkan dari Tabel I I don I2

secara total, 10 komoditas tersebut meningkat peranannya dari 39,63 persen menjadi 48,08 persen atau 8,45 persen lebih tinggi. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa pasar Indonesia temyata lebih bersifat tertutup terhadap implementasi CEPT, sebaliknya pasar negara-negara ASEAN lainnya lebih bersifat terbuka. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar komoditi dalam kerangka CEPT memang merupakan produk andalan ekspor Indonesia yang cukup kompetitif dibandingkan produk yang sama dari negara-negara ASEAN lainnya.

Neraca Perdagangan Negara-Negara ASEAN

Dalam kaitan perdagangan bebas ASEAN (AFTA), khususnya penerapan pengurangan tarzff secara bertahap (CEPT), adalah penting untuk mengkaji posisi

(18)

perdagangan masing-masing negara ASEAN di luar Indonesia, terutama dari sisi neraca perdagangannya. Untuk kepentingan ini, kajian hanya dibatasi untuk empat negara ASEAN utania yaitu: Singapwa, Malaysia, Thailand dan Filipina.

Neraca Perdagangan Singapura

Singapura merupakan negara tetangga yang secara geografis paling dekat dengan Indonesia. Negara pulau dengan penduduk 3 juta ini telah inenjadi negara sukses di bidang ekonomi dengan GNP per kapita 30170 US$ tahun 1998, sehingga masuk dalam kelompok negara berpenghasilan tinggi sejajar dengan negara-negara industri maju'. Letak negaranya yang sangat strategis serta didukung oleh kualitas SDM dan penguasaan teknologi yang memadai, menjadikan negara ini sangat berperan dikalangan negara-negara ASEAN. Singapura telah berhasil memainkan kartunya sebagai pusat perdagangan internasional, serta pusat perbankan dan jasa bagi kepentingan sebagian besar negara-negara ASEAN. Dalam banyak kasus, negara ini juga berperan sebagai negara ketiga dalarn menghubungkan perdagangan dua negara yang tidak dapat dilakukan secara langsung karena pertimbangan efisiensi. Selanjutnya, sadar akan negaranya yang kecil, bangsa Singapura terus terobsesi untuk memiliki superioritas ekonomi atas negara-negara ASEAN lainnya serta untuk selalu meningkatkan kemampuan pertahanan negaranya.

'

Pada tahun yang sama (1998), GNP per kapita Amerika Serikat 29240 US$, Jepang 32350 US$ dan Jerman 26570 US$. Negarapetrodollar seperti Saudi Arabia dan Brunei Darussalam juga memiliki GNP per kapita tinggi, tetapi tidak dapat diperbandingkan karena semata-mata didasarkan pada kekayaan minyak.

(19)

Sebagai negara dagang, total ekspor dan impor Singapura adalah yang tertinggi di kawasan ASEAN. Seperti dapat dilihat pada Tabel 14, ekspor Singapura psda tahun 1995 mencapai 118,3 milyar US$ dan impornya 121,O milyar US$, sedangkan untuk tallun 1999, ekspor dan impomya masing-masing sedikit menurun menjadi

114,7 dan 11 1,l milyar US$. Dengan demikian, negara ini mengalami defisit dalam neraca perdagangan intemasional sebesar 2,7 milyar US$ tahun 1995 dan surplus 3,6 milyar US$ tahun 1999. Dari total ekspor Singapura tahun 1999, peranan ekspor ke negara-negara ASEAN mencapai 25,14 persen dan iqomya 23,42 persen, yang berarti lebih tinggi dibanding peranan ASEAN dalarn perdagangan Indonesia (17,52 dan 20,23 ~ersen). Lebih lanjut, perdagangan Singapura dengan negara-negara ASEAN lainnya terdapat surplus untuk Singapura, masing-masing 5,4 dan 2,8 milyar US$ untuk tahun 1995 dan 1999.

Tabel 14 : Neraca Perdagangan Singapura (SITC 2 Digit, Juta US$)

Golongan Komoditi 1995 1999

Ekspor Impor Ekspor Impor

(0 (2) (3) (4) (5)

1. Minyak & Lemak 71,9 481,3 36,9 251,l

2. ~roduk Mineral 3. Barang Kimia

4. Plastik & Produk Karet 5. Produk Kulit

6. Tekstil & Produk Tekstil 7. Mesin & Elektronika 8. Artikel Industri Lainnya

9. Kayu Lapis & Produk Kayu Lainnya 10. Alas Kaki

11. Lainnya Total ASEAN

Total Nnn A

.

-

-- - - A S R A N - - 86 285.9 94 399.7 85 854,2 85 05h6 Total Seluruhnya 118 263,l 121 0003 114 681,8 111 060,s Sunlber : File Data WTO (diolah)

(20)

Dalam struktur perdagangan Singapura-ASEAN, sepuluh komoditas CEPT mempunyai kontribusi 73,46 persen untuk ekspor tahun 1999 dan 81,51 persen untuk impor, yang berarti jauh lebih tinggi dibanding kontribusi komoditas CEPT dalam perdagangan Indonesia-ASEAN (56 dan 35 persen). Bila dikaji lebih lanjut, dari 10 komoditi ini, barang kimia, produk kulit, plastik & produk karet, dan artikel industri mengalami surplus perdagangan sedangkan produk mineral, minyak & lemak, kayu lapis & produk kayu, mesin & elektronika, tekstil & produk tekstil serta alas kaki mengalami defisit.

Neraca Perdagangan Malaysia

Malaysia merupakan negara tetangga yang secara geografis juga dekat dengan Indonesia. Latar belakang kesejarahan, akar budaya, kemiripan bahasa (melayu) serta agama mayoritas, menjadikan negeri jiran ini lebih dekat dibandingkan dengan Singapura. Malaysia termasuk negara yang pertumbuhan ekonominya sangat cepat dalam 20 tahun terakhir, bahkan mengalahkan Indonesia. Strategi pembangunannya, dimulai dengan peningkatan kualitas SDM dan penguasaan teknologi secara besar- besaran dan intensif. Malaysia berpenduduk 22 juta, dengan GNP per kapita 3 670 US$ tahun 1998, dan merupakan negara dengan penghasilan terbesar kedua setetah Singapura.

Malaysia termasuk negara yang pada awalnya memiliki kualitas SDM yang bumk, bahkan lebih bumk dari Indonesia. Strategi peningkatan kualitas SDM dilakukan dengan mengirim pelajar dan mahasiswa secara besar-besaran ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Dalam periode yang sama, banyak pula gum/dosen dari Indonesia yang hijrah ke Malaysia.

(21)

Total ekspor dan impor Malaysia, seperti dapat dilihat pada Tabel 15 mencapai 73,8 dan 77,O milyar US$ pada tahun 1995, yang berarti mengalami defisit perdagangan sebesar 3,2 milyar US$. Sebaliknya untuk tahun 1999, ekspor meningkat tajam menjadi 84,5 milyar US$, sedangkan impor menurun tajam menjadi 64,9 milyar US$, yang berarti terjadi surplus sebesar 19,6 milyar US$. Dari sisi besaran, ekspor d m impor Malaysia merupakan terbesar kedua setelah Singapura di kawasan ASEAN.

Tabel 15 : Neraca Perdagangan Malaysia (SITC 2 Digit, Juta US$)

Golongan Komoditi 1995 1999

Ekspor Impor Ekspor Impor

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Minyak & Lemak 551,O 61,6 455,8 147,6

2. Produk Mineral 57,3 75,O 44,2 70,6

3. Barang Kimia 163,O 141,O 238,6 300,4

4. Plastik & Produk Karet 268,6 535,6 27 1,3 606,7

5. Produk Kulit 26,3 15,2 19,2 14,7

6. Tekstil & Produk Tekstil 437,8 289,9 323,7 266,6 7. Mesin & Elektronika 11 200,9 7 236,8 12 344,4 9 117,8

8. Artikel Industri Lainnya 637,4 243,4 566,4 266,s

9. Kayu Lapis & Produk Kayu Lainnya 210,s 25,9 158,l 25,4

10. Alas Kaki 44,2 12,3 36,2 6, 5

1 1. Lainnya 6 492,7 4 823,O 5 389,l 4 449,4

Total ASEAN 20 089,7 13 459,7 19 847,O 15 272,2

Total Non ASEAN 53 688,5 63 585,7 64 664,9 49 6663

Total Seluruhnya 73 778,2 77 045,4 84 511,9 64 939,O

Sumber : File Data WTO (diolah)

Dari total ekspor Malaysia taliun 1999, peranan ekspor ke negara-negara ASEAN mencapai 23,48 persen dan impornya 23,52 persen, yang berarti hampir

(22)

sama dengan peranan ASEAN dalam perdagangan Singapura. Dari sisi neraca perdagangannya dengan ASEAN, Malaysia memperoleh surplus cukup berarti masing-masing 7,4 dan 4,5 milyar US$ untuk tahun 1995 dan 1999, dengan kecenderungan surplus menurun karena penurunan ekspor dan peningkatan impor. Selanjutnya dalam struktur perdagangan Malaysia-ASEAN, sepuluh komoditas CEPT mempunyai kontribusi 72,85 persen untuk ekspor dan 70,87 persen untuk impor, tahun 1999, yang berarti sedikit di bawah peranannya dalam perdagangan Singapura- ASEAN, 73,46 dan 81,51 persen. Bila diamati, dari 10 komoditas CEPT ini, surplus perdagangan diperoleh dari rnesin & elektronika (dengan surplus terbesar), diikuti minyak & lemak (terutama CPO), kayu lapis & produk kayu, tekstil & produk tekstil, alas kaki dan artikel industri lainnya. Sedangkan defisit perdagangan terjadi pada mata dagangan plastik & produk karet (dengan defisit terbesar), diikuti barang kimia.

Neraca Perdagangan Thailand

Negara yang terletak di sebelah utara Malaysia ini pemah mengalami krisis ekonomi terburuk seperti juga dialami Indonesia. Namun karena tidak ada persoalan lain (kondisi politik cukup stabil), negara ini secara relatif lebih mudah mengatasi/keluar dari krisis dan saat ini dalam tahap pemulihan ekonominya. Negara gajah putih ini berpenduduk 61 juta dengan GNP per kapita 2 160 US$, ketiga di kawasan ASEAN setelah Malaysia. Perkembangan ekonomi Thailand berbasis pada pertanian, perkebunan, sejumlah industri dan pariwisata. Sukses pertaniannya telah menjadikan negara ini sebagai eksporlir produk pertanian yang utama di dunia.

(23)

Tabel 16 memperlihatkan kinerja ekspor dan impor Thailand untuk tahun 1995 dan 1999. Untuk tahun 1995, ekspor mencapai 56,3 milyar US$ dan impor 70,s milyar US$, sehingga terjadi defisit perdagangan yang cukup besar 14,5 milyar US$. Kemudian untuk tahun 1999, ekspor mencapai 58,4 milyar US$ (meningkat sedikit dibanding 1995) dan impor 50,3 milyar US$ (turun drastis dibanding 1995), sehingga terjadi surplus perdagangan yang cukup besar 8,l milyar US$. Dari sisi besaran, baik ekspor maupun impor Thailand menempati urutan ketiga di kawasan ASEAN setelah Singapura dan Malaysia.

Tabel 16 : Neraca Perdagangan Thailand (SITC 2 Digit, Juta US$)

Golongan Komoditi . 1995 1999

Ekspor Impor Ekspor Impoi

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Minyak & Lemak 8 2 43,5 35,2 31,3

2. Produk Mineral 46,2 29,5 49,5 16,3

3. Barang Kimia 41,2 245,3 223,6 295,l

4. Plastik & Produk Karet 395,s 137,9 463,s 180,9

5. Produk Kulit 30,l 4,7 26,6 18,s

6. Tekstil & Produk Tekstil 695,3 120,s 326,4 104,s 7. Mesin & Elektronika 5 669,6 3 724,5 5 192,4 3 780,5 8. Artikel Industri Lainnya 628,4 296,l 126,l 263,7 9. Kayu Lapis & Produk Kayu Lainnya 18,3 47,4 21,6 12,l

10. AlasKaki 137,6 4,9 12,2 3 3

1 1. Lainnya 3 527,O 4 320,2 3 212,9 3 077,l

Total ASEAN 11 197,7 8 974,s 9 6903 7 784,l

Total Non ASEAN 45 146,s 61 805,7 48 732,s 42 524,7

Total Seluruhnya 56 3443 70 7803 58 423,l 50 308,s

(24)

Dari total ekspor Thailand tahun 1999, peranan ekspor ke negara-negara ASEAN mencapai 16,59 persen dan impornya 15,47 persen, terkecil bila dibanding peranan ASEAN dalam perdagangan Indonesia, Malaysia maupun Singapura. Dari sisi neraca perdagangannya, Thailand mengalami surplus masing-masing 2,2 dan 1,9 milyar US$ tahun 1995 dan 1999, dengan kecenderungan ekspor maupun impor terus menurun dalam periode ini. Selanjutnya dalam struktur perdagangan Thailand- ASEAN, sepuluh komoditas CEPT mempunyai kontribusi 66,84 persen untuk ekspor dan 60,47 persen untuk impor (tahun 1999), yang berarti cukup tinggi walaupun sedikit dibawah perdagangan Singapura-ASEAN maupun Malaysia-ASEAN. Bila diamati lebih lanjut, dari 10 komoditas ini, surplus perdagangan Thailand diperoleh dari mesin & elektronika (dengan surplus tertinggi), diikuti plastik & produk karet, tekstil & produk tekstil. Sedangkan defisit perdagangan dialami untuk mata dagangan barang kimia, dan artikel industri lainnya.

Neraca Perdagangan Filipina

Neraca perdagangan terakhir yang dibahas dalam tesis ini adalah Filipina yang juga mempunyai perbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah selatan. Negara ini termasuk dalam negara yang mempunyai pertumbuhan sektor riil kurahg meyakinkan. Jumlah penduduk Filipina pada tahun 1998 mencapai 75 juta orang (kedua terbesar di kawasan ASEAN setelah Indonesia) dengan agama mayoritas Katolik. GNP per kapita negara ini baru mencapai 1 050 US$ namun tetap lebih baik dibanding Indonesia yang hanya 640 US$. Ekonominya bersandar pada perkebunan

(25)

(terutan~a tebu), sejumlah industri serta jasa pengiriman tenaga kerja terutama ke Timur Tengah, Hongkong dan Singapura.

Total ekspor dan impor Filipina, seperti dapat dilihat pada Tahel 17, hanya mencapai 17,2 dan 28,5 milyar US$ pada tahun 1995, yang berarti mengalami defisit perdagangan cukup besar 11,3 milyar US$. Sebaliknya untuk tahun 1999 ekspor meningkat tajam menjadi 35,O milyar US$ dan impor meningkat menjadi 32,6 milyar US$, sehingga terjadi surplus sebesar 2,4 milyar US$. Dari sisi besarannya, ekspor dan impor Filipina adalah terkecil dibanding empat negara yang telah disebutkan sebelumnya.

Tabel 17 : Neraca Perdagangan Filipina (SITC 2 Digit, Juta US$)

Golongan Komoditi 1995 1999

Ekspor Impor Ekspor Impor

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Minyak & Lemak 92,7 26,O 17,8 76,8

2. Produk Mineral 6 1 239,5 8,3 176,O

3. Barang Kimia 6 3 127,3 6 9 144,3

4. Plastik & Produk Karet 20,O 148,8 17,7 175,l

5. Produk Kulit 0,o 2,3 0,o 2,3

6. Tekstil & Produk Tekstil 31,7 114,7 26,9 1 l<,7 7. Mesin & Elektronika 464,8 782,l 1 398,4 1 585,4

8. Artikel Industri Lainnya 13,4 44,s 11,9 55,4

9. Kayu Lapis & Produk Kayu Lainnya 3,s 20,2 2 3 52,s

10. Alas Kaki 1,7 3,7 5,9 8,2

11. Lainnya 1 670,l 1 845,9 3 476,2 2 357,6

Total ASEAN 2 310,6 3 355,O 4 972,s 4 749,3

Total Non ASEAN 14 863,2 25 132,2 30 064,l 27 818,6 Total Seluruhnya 17 173,s 28 487,2 35 036,9 32 568,O Sumber : File Data WTO (diolah)

(26)

Peranan ekspor Filipina ke negara-negara ASEAN pada tahun 1999 mencapai 14,19 persen dari seluruh ekspornya, sedangkan impor dari ASEAN mencapai 14,58 persen, yang berarti terkecil dibanding peranan ASEAN dalam perdagangan Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand. Dari sisi neraca perdagangannya, negara ini mengalami defisit terhadap ASEAN sebesar 1,1 milyar US$ tahun 1995, tetapi kemudian memperoleh surplus sebesar 0,3 milyar US$ tahun 1999. Selanjutnya dalam perdagangan Filipina-ASEAN, sepuluh komoditas CEPT berperan sangat kecil, untuk ekspor 30,lO persen dan untuk impor 50,36 persen. Dapat diduga bahwa dampak penerapan CEPT pada perdagangan Filipina-ASEAN akan lebih kecil dibanding dampaknya pada perdagangan negara-negara ASEAN laimya. Dari sepuluh komoditas CEPT tersebut, tidak ada satupun komoditas yang memberikan surplus pada Filipina, yang berarti tidak ada komoditas yang memiiiki keunggulan komparatif. Implikasi bagi Filipina dalam konteks penerapan CEPT ini akan kurang berarti dalarn meningkatkan volume perdagangannya dengan negara-negara ASEAN.

Peranan ASEAN Dalam Perdagangan Dunia

Para analis ekonomi sepakat bahwa perekonomian di negara-negara kawasan ASEAN turnbuh dan berkembang secara menakjubkan dibanding negara-negara kawasan lainnya dalam 20 tahun terakhir. Angka-angka dalarn Tabel 18 memperkuat kesepakatan para analis tersebut. Total ekspor dunia pada tahun 1991 mencapai 2 8883 milyar US$, terus nieningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan permintaan dunia menjadi 4 959,l milyar US$ tahun 1999, atau 1,72 kali lipat.

(27)

Sementara itu, total ekspor negara-negara ASEAN pada tahun 1991 lnencapai 159,6 milyar US$, meningkat menjadi 341,3 milyar US$ tahun 1999, atau 2,14 kali liiat. Ini berarti dalam kumn waktu yang sama, pertumbuhan ekspor ASEAN lebih cepat dibanding pertumbuhan ekspor sisa dunia. Namun demikian pertumbuhan ekspor Indonesia yang hanya 1,67 kali dalam kurun waktu yang sama, menunjukkan Indonesia kurang berhasil mempercepat laju ekspornya dibanding negara-negara ASEAN lainnya bahkan dengan laju ekspor sisa dunia.

Tabel 18 : Pertumbuhan Ekspor ASEAN dan Sisa Dunia (Milyar US$)

No. Negara 1991 1995 1999 Distrib. 1999

(%) 01 6') 131 (4) 15) (6) Indonesia 29,14 45,42 48,67 0,98 2. Sinpapura 58,97 1 18,26 114,68 2,3 1 3. Malaysia 34,3 1 73,78 84,5 1 1,70 4. Thailand 28,33 56,35 58,42 1,18 5. Filipina 8,84 17,17 35,04 0,71 Sub Total 159,59 310,98 341,32 6,88 6. Amerika 400,98 546,44 642,16 12,95 7. Jerman 402,64 523,70 535,53 10,80 8. Jepang 314,53 442,94 417,61 8,42 9. Perancis 213,37 284,04 296,02 5,97 Inggris 185,lO 239,95 265,46 5,35 Italia 169,40 231,35 230,09 4,64 12. Kanada 126,76 191,12 238,78 4,81 13. ~ a i n n y a 9 16,43 1751,14 1992,17 40,17 Total Dunia 2 888,80 4 521,66 4 959,14 100,OO ' Sumber : File Data WTO (diolah)

(28)

Di antara negara-negara ASEAN, pertumbuhan ekspor Filipina dalam periode ini adalah paling tinggi (296,37 %), disusul Malaysia (146,32 %), Thailand (106,23 %), Singapura (94,49 %) dan Indonesia (66,99 %). Pertumbuhan yang cepat dari ekspor negara-negara ASEAN ini telah meningkatkan peranannya pada total perdagangan dunia pada periode 1991-1999 dari 5,52 persen menjadi 6,88 persen. Seperti telah disinggung sebelumnya, sumbangan masing-masing negara dalam peranan ASEAN tahun 1999 diberikan oleh Singapura 2,31 persen ( m e ~ p a k a n yang terbesar), kemudian Malaysia 1,70 persen, Thailand 1,18 persen, Indonesia 0,98 persen dan Filipina 0,71 persen.

Tabel 19 : Perkembangan Ekspor Dunia Menurut Golongan Komoditi (Milyar US$)

No. Komoditi 1991 1995 1999 Dist. 1999

("h)

(1) 12) (3) (4) (5) (6)

1. Minyak & Lernak 12,75 50,72 45,23 0,91

2. Produk Mineral 3549 105,93 88,32 1,78

3. Barang Kirnia 83,75 262,84 274,43 5,53

4. Plastik & Produk Karet 76,36 247,15 242,88 4,90

5. Produk Kulit 9,O 1 30,61 25,92 0,52

6. Tekstil & Produk Tekstil 180,98 597,52 587,21 11,84 7. Mesin & Elektronika 748,40 2 528,91 2 958,66 59,66 8. Artikel Industri Lainnya 108,47 339,81 371,64 7,49 9. Kayu Lapis & Produk Kayu 15,45 54,29 61,58 1,24 '

10. Alas Kaki 22,96 72,29 70,22 1,42

Sub Total 10 Komoditas 1293,63 4290,07 4726,09 95,30

11. Lainnya 1595,18 23 1,59 233,05 4,70

Total Dunia 2 888,80 4 521,66 4 959,14 100,OO

(29)

Selanjutnya Tabel 19 memperlihatkan ekspor dunia untuk komoditas-komoditas yang terkait dengan CEPT. Sepuluh komoditas CEPT yang diperdagangkan di tingkat dunia besamya mencapai 1 293,6 milyar US$ pada tahun 1991 atau 44,78 persen dari total perdagangan dunia dan 4 726,l milyar US$ pada tahun 1999 atau 95,30 persen, yang berarti nyaris mengusasi seluruh perdagangan dunia.

Tabel 20 : Peranan 10 Komoditas CEPT Dalam Perdagangan Intra-ASEAN Tahun 1995-1999 (Milyar US$)

1995 1997 1999 Dist. 1999

No. Komoditi

(%)

(1) (2) (3) (4) (5) 16)

1. Minyak & Lemak 0,86 0,75 0,71 0,97

2. Produk Mineral 0,57 0,56 0,37 0,5 1

3. Barang Kimia 1,18 1,42 1,37 1,89

4. Plastik & Produk Karet 2,06 1,93 1,83 2,51

5. Produk Kulit 0,13 0,ll 0,lO 0,13

6. Tekstil & Produk Tekstii 2,s 1 2.23 1,92 2,63 7. Mesin & Elektronika 38,21 42,49 39,56 54,19 8. Artikel Industri Lainnya 2,65 2,99 1,89 2,59 9. Kayu Lapis & Produk Kayu 0,39 0,40 0,30 0,41

10. Alas Kaki 0,24 0,15 0,14 0,19

Sub Total 10 Komoditas 49,10 53,03 48,19 66,02

11. Lainnya 24,14 27,49 24,81 33,98

Total Intra-ASEAN 73,24 80,52 73,OO 100,OO Sumber : File Data WTO (diolah)

Dari angka-angka ini terlihat bahwa : (a) komoditas yang terkait dengan CEPT temyata mendominasi perdagangan dunia dengan peranan yang semakin besar, terutama untuk mesin dan elektronika yang peranannya mencapai 57,95 % pada tahun 1999, (b) sepuluh komoditas ini memang cocok dan menjadi acuan dalam perspektif

(30)

perdagangan dunia di masa depan, dan (c) peranan dari produk-produk primer pertanian dan pertambangan dalam perdagangan dunia sudah jauh berkurang karena setiap negara ingin mengolahnya lebih dahulu agar nilai tambah tercipta di dalam negeri.

Sementara itu, peranan 10 komoditas CEPT dalam perdagangan intra-ASEAN hanya mencapai 67,04 persen pada tahun 1995 dan malah menurun menjadi 66,02 persen tahun 1999. Komoditas terbesar yang diperdagangkan di tingkat ASEAN juga sama seperti di tingkat dunia, yaitu mesin dan elektronika dengan pangsa 54,19 persen. Ini berarti penurunan tariff dalarn kerangka CEPT hanya akan mempengaruhi 66 persen dari volume perdagangan intra-ASEAN (Tabel 20). Selanjutnya 10 komoditas CEPT dalam perdagangan ASEAN mempunyai peranan hanya 4,s persen terhadap komoditas yang sama di tingkat dunia. Jika dibandingkan peranan ekspor ASEAN keseluruhan terhadap total perdagangan dunia sebesar 6,88 persen, maka secara relatif perdagangan 10 komoditas CEPT di ASEAN mempunyai proporsi lebih kecil dibandingkan di tingkat dunia.

Pola Distribusi 10 Komoditas C E P T Dalam Perdagangan Intra-ASEAN

Gambaran mengenai pola distribusi dan arus perdagangan 10 komoditas CEPT sangat penting dan relevan terutama

untuk

melihat negara-negara ASEAN mana saja yang menjadi produsen (eksportir)

untuk

komoditas-komoditas tersebut dan negara ASEAN mana yang menjadi tujuan utarna atau importimya. Tabel 21 memperlihatkan pola distribusi dan arus perdagangan dari 10 komoditas CEPT yang

(31)

diteliti. Gambaran yang rinci arus perdagangan intra-AEAN untuk masing-masing komoditas CEPT dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 21 : Pola Distribusi 10 Komoditas CEPT Dalam Perdagangan Intra-ASEAN, Tahun 1999 (Milyar US $)

Ekspor Indonesia untuk 10 komoditas CEPT tahun 1999 rnencapai US$ 23,76 milyar, diantaranya US$ 19,63 milyar (82,6 persen) diekspor ke pasar non-ASEAN dan hanya 17,4 persen ke pasar ASEAN. Singapura me~pzikan pasar ASEAN terbesar untuk produk Indonesia dengan nilai rnencapai US$ 2,70 milyar atau 11,4 persen. Sebaliknya impor Indonesia untuk 10 komoditas yang sama hanya mencapai US$ 10,41 milyar, sehingga terdapat surplus perdagangan untuk komoditas tersebut sebesar US$ 13,35 milyar. Sebagian besar impor Indonesia berasai dari negara- negara non-ASEAN (86,4 persen) sedangkan dari ASEAN sendiri hanya 13,6 persen dan itupun sebagian besar (8,6 persen) berasal dari Singapura.

Ekspor Malaysia untuk 10 komoditas CEPT tahun 1999 mencapai US$ 65,78 milyar, dimana ekspor ke pasar ASEAN hanya mencapai US$ 14,18 milyar atau 21,6

(32)

persen, sedangkan sisanya ke pasar non-ASEAN. Singapura juga menjadi pasar ASEAN terbesar untuk produk Malaysia dengan nilai mencapai US$ 10,92 milyar atau 16,6 persen. Sementara itu, impor Malaysia untuk 10 komoditas yang sama mencapai US$ 43,85 milyar, sehingga terdapat surplus pada neraca perdagangannya sebesar US$ 21,93 milyar. Sebagian besar impor Malaysia juga berasal dari Singapura yang mencapai US$14,54 milyar atau 33,2 persen.

Selanjutnya ekspor Thailand untuk 10 komoditas yang sama mencapai US$ 36,06 milyar, sedangkan impomya US$ 25,66 milyar, sehingga masih terdapat surplus sebesar US$ 10,40 milyar. Filipina mencapai ekspor US$ 13,39 milyar dan impor US$ 15,10 milyar, sehingga perdagangan Filipina-ASEAN untuk 10 komoditas CEPT terjadi defisit untuk Filipina sebesar US$ 1,71 milyar. Demikian pula untuk negara-negara ASEAN lainnya (Brunei, Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam) secara keselumhan mengalami defisit US$2,87 milyar.

Bila dikaji lebih lanjut, temyata negara ASEAN diatas mempunyai poros perdagangan dengan Singapura yang paling kuat. Artinya ekspor terbesar dari masing-masing negara ASEAN ditujukan ke Singapura, demikian juga impornya sebagian terbesar berasal dari Singapura. Ini berarti dalam perdagangan intra- ASEAN, semua negara ASEAN berkiblat ke Singapura dan menjadikan Singapura sebagai negara ketiga dalam kepentingan kebijakan perdagangan luar negeri dari masing-masing negara di Kawasan ASEAN. Dari perspektif kewilayahan regional, Singapura telah bertindak sebagai economic centre dan negara-negara ASEAN

(33)

lainnya sebagai periperalnya. Dengan demikian, Singapura telah mengambil manfaat terbesar dalam perdagangan intra-ASEAN, dengan memanfaatkan keunggulannya pada prasarana dan sarana pelabuhan dan pergudangan, penguasaan informasi pasar, serta kualitas SDM diatas negara-negara ASEAN lainnya.

Ekspor Indonesia Menurut Potensi Daerah : Analisis Spasial

Dalam kaitan dengan daerah potensi ekspor (dimensi kewilayahan), ekspor Indonesia dapat diarnati dalam dua aspek : (a) ekspor menurut propinsi yang memiliki pelabuhan ekspor dan (b) ekspor menurut propinsi asal barang. Pada aspek pertama, angka ekspor untuk suatu propinsi menunjukkan besarnya ekspor melalui pelabuhan- pelabuhan ekspor yang ada di wilayah itu, tanpa memperhatikan dari rnana asal barangnya. Misal ekspor dari pelabuhan Tanjung Priok di DKI Jakarta bisa saja berasal dari barang yang dihasilkan Jakarta sendiri dan barang dari propinsi-propinsi lain. Sedangkan pada aspek yang kedua, angka ekspor untuk suatu propinsi benar- benar merupakan ekspor barang-barang yang diproduksi oleh propinsi bersangkutan (product originated).

Menurut propinsi asal produksi, Jawa Barat memberikan sumbangan ekspor tertinggi sebesar 17,ll milyar US$ untuk tahun 2000 atau 27,54 persen terhadap keseluruhan ekspor Indonesia, diikuti Riau dengan sumbangan 17,82 persen dan Kalimantan Timur 14,07 persen (Tabel 22). Komoditi andalah ekspor Jawa Barat adalah tekstil dan produk tekstil, sedangkan untuk Riau adalah minyak bumi dan untuk Kalimantan Timur gas bumi/LNG. DKI Jakarta memberi sumbangan ekspor

(34)

sebesar 5,93 milyar US$ untuk tahun yang sama atau 9,55 persen, dan kebanyakan berupa ekspor produk mesin dan elektronika.

Masih menurut propinsi asal barang, propinsi-propinsi yang menyumbang ekspor relatif kecil adalah Bengkulu, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah dengan nilai ekspor masing-masing dibawah 100 juta US$. Sementara itu, propinsi-propinsi yang memiliki ekspor relatif tinggi dapat dikelompokkan dalam dua golongan yaitu : (a) propinsi yang ekspomya berbasis sumber daya pertambangan seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kalimantan Timur dan Papua dan (b) propinsi yang ekspornya berbasis industri hilir seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Untuk propinsi golongan pertama, ciri ekonominya hanya mengandalkan pada kekayaan sumber daya alam dan kurang didukung oleh sumber daya manusia lokal yang memadai, sedangkan untuk golongan kedua, ekonominya mengandalkan pada kualitas SDM dan teknologi industri yang lebih modem, namun memiliki ketergantungan impor bahan baku yang cukup tinggi.

Selanjutnya menurut propinsi pelabuhan ekspor, DKI Jakarta memberi sumbangan tertinggi dimana ekspor melalui Jakarta mencapai 21,42 milyar US$, namun ekpor barang yang benar-benar berasal dari wilayah ini hanya mencapai 5,93 milyar US$ yang berarti 15,49 milyar US$ adalah barang yang berasal dari propinsi lain (hampir seluruhnya berasal dari Jawa Barat). Dari ciri kewilayahan, Jakarta telah memainkan peranannya (fungsinya) sebagai kota jasa (service cify) yang berarti

memiliki prasarana terutama pelabuhan ekspor yang sangat memadai untuk ditawarkanldigunakan oleh Jawa Barat. Sebaliknya Jawa Barat dengan rela telah memanfaatkan jasa pelabuhan dan sarana lainnya di DKI Jakarta

untuk

kepentingan ekspornya. Bila kondisi ini adalah yang terbaik, tidak perlu muncul pemikiran p k a

(35)

perencana Jawa Barat untuk membangun pelabuhan ekspor sendiri atau memperbesar Pelabuhan Cirebon untuk menyaingi Jakarta. Disinilah semangat kerjasama antar daerah menjadi ujiannya.

Tabel 22 : Ekspor Indonesia Menurut Propinsi Pelabuhan dan

..-. Propinsi Asal Produksi, 1999-2000

Propinsi Pelabuhan Asal Produksi Pelabuhan Asal Produksi (Juta US$) (Juta US$) (Juta US$) (Juta US$)

- 0) 0) (31 14) (5) 1.Nanggroe Aceh D. -- 1 780.9 1 812,4 1 806,l . 1 823,l 2. Sumatera Utara 2 606,2 2 465,9 2 437,9 2 313.6 3. Riau 8 820,7 8 574,s 11 012,2 11 070,6 4. Sumatera Lainnya 2 277,4 2 366.0 2 314,4 2 326.5 5. DK1 Jakarta 15 278,O 6 239,4 21 418,6 5 930.1

.

6. Jawa Barat 1 724,O 10 733,3 2 128.9 17 109.9

7. Jawa Tengah 1 890,7 2 052,l 2 096,s 2 304,6

8. D 1 Yogyakarta 1,3 111.4 1,7 118,O

9. Jawa Timur 4 655,6 4 345.2 5 766,2 5 428,4

10. Bali dan Nusa Tenggara 273,7 461,s 7 16,6 897,l 1 1. Kalimantan Selatan 1 009.1 1 034,2 942,4 989.2 12. Kalimantan Timur 5 337,4 5 322,O 8 513,3 8 743.7

13. Kalimantan Lainnya 527,O 56 1,s 516,7 536,5

14. Sulawesi Selatan 610,9 609,4 615,4 652.9

15. Sulawesi Lainnya 257,O 283,s 381,6 405,l

16. Maluku & Papua 1 615,6 1 692,3 1455,l 1 474,9 Total 48 665,s 48 665,4 62 124,O 62 124,O Sumber : File Data BPS (diolah)

Untuk kasus Riau dan Kalimantan Timur tidak nampak adanya interaksi antar daerah, karena yang diekspor melalui pelabuhan ekspornya hampir seluruhnya merupakan produksi propinsi bersangkutan. Sementara itu, untuk Jawa Timur, fungsi pelayanan pelabuhan untuk propinsi lainnya juga terlihat namun tidak menyolok seperti kasus DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sebagian kecil barang yang diekspor

(36)

melalui Tanjung Perak berasal dari propinsi-propinsi di wilayah Indonesia bagian Timur. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa propinsi-propinsi yang ingin mengembangkan ekspomya atau merasa memiliki potensi ekspor yang besar tidak perlu berangan-angan untuk membangun pelabuhan ekspor sendiri. Kegagalan pelabuhan Bengkulu yang telah dibangun dengan investasi yang cukup mahal untuk menjalankan fungsinya sebagai pelabuhan samudera/internasional merupakan contoh konkrit dalam konteks diatas.

Gambar

Gambar 7.  Perkembangan Ekspor Migas dan Non-migas Indonesia,  1968-2000
Tabel  7  :  Perkembangan dan Struktur Impor Indonesia  Menurut Tujuan Penggunaan Barang
Gambar 8.  Perkembangan Impor Indonesia, Menurut Tujuan  Penggunaan Barang,  1968-2000
Tabel  8  :  Ekspor Indonesia Menurut Golongan Komoditi  (SITC 2 Digit, Juta US$)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fokus penelitian adalah deskripsi kemampuan pemodelan matematika siswa kelas VIII SMP N 2 Kaligondang dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear dua variabel

Sehingga dalam hal ini Fraksi ABRI dan FPDI sama terima rumusan dengan catatan bahwa untuk saat ini posisi untuk Pasal 28 ayat (4) adalah kosong, akan

Salah satu dampak positif sekularisme adalah pemahaman yang benar bahwa negara tidak boleh campur tangan tentang urusan agama, apalagi mengakomodir keinginan kelompok

Forum Pemilik Cintaku Setelah Allah Rasul Part Nov , Forum Pemilik Cintaku Setelah Allah Rasul Panelis Dr Farhan Hadi Ustazah Fatimah Syarha Oktober IPG Forum Pemilik Cintaku

Terbatasnya perubahan harga Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin turut dipengaruhi oleh investor yang masih menantikan hasil pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur

Dalam kaitannya dengan pembicaraan tentang sistem alternatif, maka jika bank syariah telah terbukti resisten terhadap berbagai goncangan ekonomi, termasuk berbagai bentuk

Hal ini dikarenakan prosedur bermain peran sejak awal hinga akhir seperti; motivasi kelompok, memilih pemeran, me- nyiapkan tahap-tahap peran, peme- ranan, diskusi dan evaluasi,

Pada musyawarah itu diputuskan bahwa seluruh warga Al Washliyah baik laki-laki maupun perempuan diberi pemahaman bahwa kemerdekaan Indonesia dan berdirinya Republik Indonesia