• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN

Penyusunan arahan pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang utamanya didasarkan atas tiga faktor yaitu kegiatan pengembangan pertanian yang bisa dilaksanakan, tingkat perkembangan desa dan aspirasi atau keinginan masyarakat dalam pengembangan kawasan. Faktor-faktor lain seperti transportasi, kelembagaan dan hubungan interregional, tidak dijadikan pertimbangan.

8.1. Permasalahan Pengembangan

Permasalahan yang dihadapi masyarakat di kawasan transmigrasi Kaliorang terutama berkaitan dengan permasalahan kegiatan usaha ekonomi, sarana dan prasarana transportasi serta penerangan.

8.1.1. Kegiatan Usaha Ekonomi

Sebagai desa yang terbentuk dari pembangunan transmigrasi, saat ini sebagian besar penduduk di kawasan ini memperoleh penghasilan dari kegiatan di sektor pertanian (Podes, 2006). Komoditas pertanian yang dikembangkan terdiri dari tanaman pangan, perkebunan dan buah-buahan. Tanaman pangan yang umum dibudidayakan adalah padi sawah dan padi ladang. Padi gunung dikembangkan masyarakat di lokasi-lokasi yang kondisinya berbukit dan budidayanya dilaksanakan dengan membakar hutan terlebih dahulu seperti tertera pada Gambar 6.

(2)

Pengusahaan padi gunung dilaksanakan secara bersama-sama dengan masyarakat lain yang tempat tinggalnya saling berdekatan. Gotong royong hanya dilakukan dalam hal-hal tertentu misalnya dalam pembukaan lahan dan pengendalian hama terutama babi hutan sedangkan untuk kegiatan yang lain seperti penanaman, pemeliharaan dan panen dilakukan secara individu atau upahan.

Alasan masyarakat membuka hutan adalah cara inilah yang biayanya murah dan akan didapatkan abu yang dirasakan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini berkaitan dengan relatif sulitnya untuk mendapatkan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan pertanian di kawasan ini, selain masyarakat juga mengalami keterbatasan modal dalam usahataninya. Selain itu, masyarakat berupaya memperluas pengusahaan lahan karena adanya pernyataan oleh pemda setempat bahwa masyarakat boleh menguasai lahan sampai 5 ha/KK.

Padi sawah terutama diusahakan masyarakat di SKP Kaubun, di mana terdapat beberapa bagian wilayah yang kondisinya datar yang merupakan bekas rawa sehingga dapat diusahakan tanaman padi sawah tadah hujan. Dalam usahataninya, masyarakat mengalami kesulitan terutama dalam permodalan dan dalam memperoleh sarana produksi karena belum tersedianya kios-kios sarana produksi pertanian di kawasan ini.

Untuk membeli pupuk pada saat tanam, masyarakat di desa Bumi Rapak menyerahkan uang sesuai dengan kemampuannya kepada kelompok tani. Setelah uang anggota terkumpul, wakil kelompok tani menghubungi pedagang yang ada di Bontang untuk dikirim pupuk. Selain itu masyarakat juga mengalami kesulitan tenaga kerja untuk pengolahan dan pemeliharaan tanaman padi sawah. Hal ini disebabkan karena pada saat diperlukan tenaga kerja maka pada saat itu juga semua masyarakat sedang sibuk dalam mengusahakan lahan sawahnya masing-masing. Usaha gotong-royong masyarakat dalam usahatani sudah tidak dilakukan lagi. Sistem yang berlaku adalah upahan jika ada masyarakat yang membantu pengolahan tanah atau pemeliharaan tanaman masyarakat yang lain. Gotong royong yang dilaksanakan terutama pada pembersihan jalan lingkungan, jalan usahatani dan parit di sekitar lahan sawah.

(3)

Pengusahaan tanaman buah-buahan di kawasan ini didominasi oleh tanaman pisang. Tanaman pisang diusahakan masyarakat baik di LP, LU I, dan LU II. Penanaman di LU II dilaksanakan setelah lahan tersebut dibuka untuk ditanami padi ladang. Setelah padi ladang panen, lahan tersebut kemudian ditanami pisang atau kakao. Tanaman pisang pada awalnya merupakan salah satu sumber penghasilan masyarakat terutama yang wilayahnya berbukit-bukit. Harga pisang saat kondisi tanaman masih baik sekitar Rp 500,- sampai Rp 600,- per sisir. Hampir setiap masyarakat pada saat tersebut dapat memanen antara 2.000 sampai 3.000 sisir per bulan.

Tanaman pisang yang diusahakan masyarakat saat ini terserang penyakit layu Fusarium sp., sehingga tanaman pisang tersebut ditelantarkan oleh masyarakat. Saat ini harga persisir pisang sekitar Rp 1.000,- tetapi panen pisang sudah jauh berkurang bahkan untuk mencari satu pickup pisang pedagang sudah harus berkeliling ke desa yang lain. Karena itu masyarakat yang kondisi wilayahnya berbukit-bukit saat ini mengalami kesulitan modal untuk mengembangkan usahataninya lebih lanjut. Tanaman kakao yang diusahakan oleh masyarakat saat ini juga mulai terserang penyakit, terutama buahnya yaitu pada bagian buah terjadi bercak kelabu kehitaman yang menyebabkan bagian buah busuk dan bijinya turut membusuk. Kondisi lahan yang sudah menjadi semak belukar karena tanaman pisang masyarakat terserang penyakit layu

Fusarium sp. seperti tertera pada Gambar 7.

(4)

8.1.2. Sarana dan Prasarana Transportasi

Prasarana jalan merupakan prasarana utama untuk mengembangkan perekonomian di kawasan ini. Terbangunnya jalan kabupaten (antar kecamatan) dan antar desa akan memudahkan mobilitas masyarakat antar desa, pengangkutan hasil pertanian, barang produksi, dan konsumsi. Masyarakat menyatakan bahwa saat ini mereka menginginkan adanya peningkatan jalan bukan hanya pada jalan desa yang saat ini pada umumnya masih berupa jalan tanah, tetapi juga pada jalan penghubung antar desa.

Masyarakat menginginkan selain peningkatan sarana jalan ini juga diikuti dengan tersedianya prasarana transportasi dengan harga yang terjangkau, di mana selain untuk transportasi masyarakat antar desa juga untuk mengangkut panen masyarakat. Beberapa desa yang jalan penghubungnya masih berupa jalan tanah seperti dari SKP Kaubun ke SKP Pengadan maka pencapaiannya sulit terutama pada musim hujan karena jalan yang ada kondisi masih jalan tanah sehingga menjadi berlumpur.

Setelah pelaksanaan agropolitan (Gerdabangagri) telah dilaksanakan pengerasan jalan dengan sirtu untuk jalan penghubung antar desa, tetapi program ini baru terlaksana untuk sebagian desa saja. Untuk beberapa bagian jalan penghubung walaupun sudah dilaksanakan peningkatan dengan sirtu tetapi pada musim hujan kondisi jalan masih licin seperti tertera pada Gambar 8.

Gambar 8 Kondisi Jalan Penghubung Sehabis Hujan.

Mobilitas masyarakat antar desa juga masih sulit. Hal ini disebabkan belum tersedianya sarana transportasi antar desa. Sarana transportasi antar desa

(5)

yang tersedia adalah ojeg dengan tarif yang mahal, misalnya untuk ojeg dari simpang Kaliorang Kaubun ke pusat permukiman desa Bukit Makmur yang berjarak hanya sekitar 3 km tarifnya Rp 20.000,- sedangkan ke Bumi Rapak yang jaraknya sekitar 25 km tarifnya Rp 75.000,-. Hal ini sangat membebani masyarakat sehingga mobilitas/interaksi masyarakat menjadi rendah. Masalah ketersediaan sarana transportasi ini juga menjadi kendala untuk anak-anak sekolah lanjutan yang tempat tinggalnya di desa lain dimana sekolah lanjutan tersebut dibangun. Perjalanan ke sekolah ditempuh dengan berjalan kaki atau menumpang truk yang kebetulan lewat.

Dalam pengembangan agropolitan selain jalan penghubung yang baik diperlukan juga jalan usahatani. Jalan usahatani yang ada masih merupakan jalan tanah yang kondisinya rusak dan sulit dilalui pada musim hujan. Hal ini menyulitkan transportasi sarana produksi dan hasil usahatani sehingga biaya produksi relatif tinggi sedangkan harga produksi menurut masyarakat relatif rendah.

8.1.3. Penerangan

Sarana penerangan dalam hal ini listrik untuk penerangan rumah tangga yang disediakan oleh PLN belum tersedia di kawasan ini. Masyarakat yang mampu umumnya menggunakan genset yang digunakan untuk beberapa masyarakat yang dihidupkan dari sore hari sampai tengah malam, tetapi saat ini kondisinya mulai sulit dikarenakan kondisi perekonomian yang menurun dan mahalnya harga BBM (bensin Rp 7.500,-/liter).

8.2. Pengembangan Pertanian

Lahan Usaha II dan Lahan Usaha I yang belum diolah atau telah diolah tetapi belum memberikan hasil yang optimal merupakan prioritas untuk pengembangan pertanian sub-sistem produksi di kawasan transmigrasi Kaliorang. Hasil analisis komparatif dan kompetitif terhadap kegiatan pertanian, menunjukkan komoditas padi sawah, kakao, dan kelapa sawit mempunyai indikasi sebagai komoditas ungulan untuk dikembangkan. Pengembangan kelapa sawit mempunyai prospek untuk dapat dikerjasamakan dengan investor, sedangkan padi sawah dan kakao belum ada investor yang berminat. Namun demikian, tanaman

(6)

kakao masyarakat mulai terserang penyakit yaitu pada bagian buah terjadi bercak kelabu kehitaman yang menyebabkan bagian buah busuk dan bijinya turut membusuk. Karena itu, untuk pengembangan lebih lanjut diperlukan adanya penyuluhan kepada petani yang lebih intensif terutama untuk menanggulangi penyakit yang menyebabkan buah busuk tersebut.

Komoditas padi sawah berdasarkan analisis komparatif merupakan komoditas basis di Kaliorang dan berdasarkan analisis kompetitif mempunyai laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pengusahaan padi sawah di Kutai Timur dan mempunyai nilai differensial yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pengusahaan padi sawah disebabkan karena adanya pertumbuhan pengusahaan padi sawah di kawasan tersebut.

Hasil studi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003) menunjukkan terdapat indikasi untuk pengembangan lahan sawah di beberapa desa eks transmigrasi seluas 1.840 ha, terutama eks SKP Kaubun. Berdasarkan data kesesuaian lahan sebagian dari kawasan ini mempunyai kesesuaian lahan aktual S3 dengan faktor pembatas ketersediaan hara dan topografi untuk

pengembangan padi sawah. Dengan demikian diperlukan input agar kelas kesesuaian lahannya meningkat sehingga dapat diperoleh kesesuaian lahan potensial S2 diantaranya dengan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan

tanah. Karena itu, komoditi padi sawah dapat lebih dikembangkan di bagian kawasan ini mengingat sebagian masyarakat telah mengusahakan sawah seperti di desa Cipta Graha dan Bumi Rapak. Saat ini sedang dalam proses pembangunan bendungan di sungai Rapak yang diharapkan dapat mengairi lebih luas lahan sawah di desa-desa eks SKP Kaubun.

Ketersediaan sarana produksi pertanian (saprotan) terutama pupuk dan obat-obatan merupakan salah satu kendala yang harus diselesaikan di kawasan ini. Berdasarkan informasi masyarakat di Bumi Rapak, untuk pengadaan pupuk dan obat-obatan pertanian masyarakat melakukan secara bersama-sama di kelompok tani. Masyarakat mengumpulkan modal untuk pembelian saprotan (misalnya pupuk) sesuai dengan kemampuannya di kelompok tani, kemudian perwakilan

(7)

kelompok tani menghubungi pedagang saprotan yang ada di Bontang untuk mengirim saprotan ke desa.

Diperlukan fasilitasi dari pemerintah daerah untuk lebih memberdayakan kelembagaan ekonomi semisal Koperasi Unit Desa (KUD) yang pernah ada untuk dapat menyediakan saprotan di lingkup desa masing-masing sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan saprotan di desa baik secara kelompok maupun individu. Tidak semua masyarakat mempunyai kemampuan sama dalam permodalan untuk membiayai usahataninya. Responden menyatakan bahwa setelah ada program Gerdabangagri, belum terdapat kemudahan untuk mendapatkan kredit pertanian. Karena itu, pemberdayaan kelembagaan ekonomi tersebut sebaiknya juga diikuti oleh kemudahan masyarakat untuk mendapatkan akses permodalan untuk membiayai kegiatan usahataninya dengan kesepakatan-kesepakatan yang diformulasikan di antara masyarakat dan kelembagaan ekonomi tersebut.

Kelapa sawit di kawasan agropolitan sangsaka memiliki keunggulan kompetitif dengan kontribusi luasan tanamnya terhadap luasan tanam perkebunan di kawasan meningkat dari hanya 3,0% (2002) menjadi sebesar 43,8% (2004/2005). Masyarakat berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan komoditi kelapa sawit untuk dikembangkan di LU II yang saat ini berupa padang alang-alang bekas kebun kelapa hibrida yang terbakar atau semak belukar bekas kebun pisang yang terlantar.

Di kawasan transmigrasi Kaliorang yang merupakan bagian dari kawasan agropolitan Sangsaka saat ini mulai dikembangkan komoditi kelapa sawit yang dilakukan oleh beberapa perkebunan swasta diantaranya diantaranya PT Gonta Samba, PT Telen, PT Prima Sawit Nusantara, PT Wira Sukses Abadi, dan PT Multi Pasifik International. Di antara investor perkebunan swasta tersebut telah ada yang pernah datang ke aparat desa/tokoh masyarakat untuk menyampaikan rencananya dalam pengembangan kebun kelapa sawit dengan melibatkan lahan yang dimiliki oleh masyarakat.

Masyarakat mengalami hambatan modal, karena itu masyarakat menginginkan adanya investor yang akan membantu dalam pengusahaan kelapa sawit. Bentuk kerjasama kemitraan yang diinginkan masyarakat adalah investor

(8)

yang melaksanakan pembukaan lahan kembali, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan sedangkan masyarakat sebagai tenaga kerja. Pada saat tanaman kelapa sawit sudah menghasilkan dilakukan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang nantinya disetujui bersama antara masyarakat dan investor. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan lain di sektor pertanian maupun di luar sektor pertanian di kawasan tersebut. Dengan bekerja sebagai tenaga kerja di lahan sendiri atau di perusahaan inti masyarakat mengharapkan adanya tambahan penghasilan sekaligus LU II mereka yang saat ini berupa semak belukar atau padang alang-alang dapat diusahakan kembali.

Dalam kerjasama kemitraan ini, masyarakat menginginkan investor yang bermodal artinya tidak ada penyerahan sertifikat lahan usaha yang digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit/modal dari Bank. Hal ini disebabkan adanya pengalaman masyarakat (di desa Bukit Makmur), di mana pernah ada yayasan yang mengumpulkan uang dari masyarakat tetapi ternyata setelah uang masyarakat terkumpul yayasan tersebut tidak jelas keberadaannya. Masyarakat keberatan jika sertifikat yang telah diserahkan digunakan sebagai agunan. Jika perusahaan rugi, masyarakat tidak menghendaki jika lahan usaha yang dipunyai dan sudah bersertifikat akan disita dan dilelang kepada pihak lain untuk mengembalikan pinjaman.

Dalam pengembangan kebun kelapa sawit oleh investor yang bekerjasama atau melibatkan tanah-tanah milik masyarakat, diperlukan adanya verifikasi ulang terhadap sertifikat-sertifikat tanah yang saat ini ada di masyarakat. Sebagian sertifikat tanah telah berpindah tangan tetapi masih atas nama transmigran yang menjual tanah tersebut. Sehingga jika ada perjanjian kemitraan antara masyarakat dan investor tentunya akan menjadi kendala.

Terdapat areal seluas 7.917,5 ha (Podes 2006) lahan bukan-sawah yang saat ini tidak diusahakan yang merupakan potensi untuk pengembangan tanaman perkebunan di Kaliorang. Berdasarkan data kesesuaian lahan sebagian dari kawasan transmigrasi Kaliorang mempunyai kesesuaian lahan aktual S3 dengan

faktor pembatas diantaranya ketersediaan hara dan topografi untuk tanaman perkebunan. Dengan demikian diperlukan input agar kelas kesesuaian lahannya meningkat sehingga dapat diperoleh kesesuaian lahan potensial S2 diantaranya

(9)

dengan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah, teras bangku dan teras gulud.

Untuk komoditas yang memerlukan sarana pengolahan seperti kelapa sawit pengembangannya perlu mempertimbangkan apakah di kawasan tersebut nantinya dapat terbangun pabrik pengolahan kelapa sawit yang akan mengolah hasil panen kelapa sawit masyarakat. Selain itu, diperlukan pembangunan jalan-jalan kebun yang memungkinkan panen kelapa sawit dapat sampai di pabrik pengolahan kurang dari 8 jam. Hal ini dikarenakan panen kelapa sawit harus segera diolah, maksimal 8 jam setelah panen.

Apabila usaha pengembangan komoditas sudah berjalan akan terdapat volume produksi yang cukup besar yang memerlukan pelabuhan untuk perdagangan antar pulau maupun ekspor. Fasilitas pelabuhan yang disiapkan untuk mendukung pengembangan agribisnis di wilayah ini adalah pelabuhan Maloy. Walaupun demikian di Maloy juga diperlukan sarana pergudangan untuk gudang sarana produksi dan penyimpanan hasil sebelum pengapalan. Jika di kawasan ini berhasil dikembangkan komoditas kelapa sawit maka di kawasan agribisnis Maloy perlu juga dibangun tangki timbun untuk CPO. Untuk itu diperlukan studi untuk menentukan seberapa besar fasilitas-fasilitas pergudangan maupun tangki timbun untuk CPO harus dibangun.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kawasan masih rendah. Partisipasi ini dapat ditingkatkan salah satunya dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan/memformulasikan bentuk kerjasama kemitraan dengan investor agar nantinya tidak merugikan petani terutama dari segi bagi hasil setelah kelapa sawit menghasilkan. Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan misalnya bagian lahan mana yang akan dijadikan kebun plasma. Masyarakat dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan kebun baik di kebun plasma maupun inti sehingga masyarakat memperoleh penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dari adanya pengembangan pertanian ini diharapkan pendapatan masyarakat meningkat sehingga dapat meningkatkan akses masyarakat bukan hanya terhadap kebutuhan pangan dan papan tetapi juga akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.

(10)

8.3. Pengembangan Desa, Prasarana Transportasi, dan Ekonomi

Berdasarkan analisis tingkat perkembangan desa di kawasan transmigrasi Kaliorang hanya terdapat satu desa yang mempunyai hirarki I yaitu desa Bukit Makmur. Desa ini mempunyai indikasi sebagai pusat pelayanan untuk desa-desa yang ada di kawasan tersebut, selain karena ketersediaan sarananya juga karena letaknya yang berada di lintas transportasi Sangatta Kaliorang. Kawasan ini terdiri dari 3 Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) yaitu Kaliorang, Kaubun dan Pengadan.

Satuan Kawasan Pengembangan Kaubun dan Pengadan letaknya relatif jauh dari SKP Kaliorang. Jika kawasan transmigrasi Kaliorang yang dikembangkan terlebih dahulu sebagai wilayah hinterland dari Maloy maka pembangunan sarana dan prasarana wilayah di SKP Kaubun dan Pengadan harus ditingkatkan sehingga akan terdapat setidaknya satu sub pusat pelayanan yang dapat menjangkau desa-desa di 2 SKP tersebut. Desa Bumi Rapak dan Bumi Etam merupakan desa berhirarki II dan memiliki peluang untuk dijadikan sub pusat pelayanan. Diharapkan masyarakat akan lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan seperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu desa-desa di eks SKP Pengadan yang semuanya mempunyai hirarki III, pembangunan harus lebih ditingkatkan karena jenis dan jumlah fasilitas sarana dan prasarana masih terbatas dan masih mempunyai hambatan di bidang transportasi, selain jauh dari pusat pelayanan utama kondisi jalan masih berupa jalan tanah.

Sarana prasarana terutama transportasi (jalan dan moda transportasinya) merupakan kendala utama yang dirasakan oleh masyarakat yang tentunya juga akan menjadi kendala dalam pengembangan agribisnis di kawasan ini. Karena itu dalam pengembangan kawasan ini sebagai kawasan agribisnis diperlukan adanya dukungan peningkatan dan pembangunan sarana/prasarana jalan dan moda transportasinya.

Pengembangan prasarana jalan merupakan harapan masyarakat untuk lebih memperlancar mobilitas orang dan barang di kawasan ini. Untuk pengembangan prasarana jalan adalah peningkatan kondisi jalan yang sudah ada saat ini. Untuk jalan-jalan yang sudah dilakukan peningkatan dengan sirtu masyarakat mengharapkan untuk dapat ditingkatkan dengan pengaspalan atau semenisasi

(11)

mengingat kondisi jalan ini jika musim hujan masih tetap licin dan beberapa bagian ada yang berlumpur. Untuk jalan penghubung yang saat ini kondisinya masih jalan tanah masyarakat mengharapkan adanya peningkatan dari jalan tanah menjadi jalan sirtu terutama jalan penghubung untuk menjangkau SKP Pengadan. Pengembangan prasarana jalan sebaiknya juga dilaksanakan pada jalan desa dan jalan usahatani yang kondisi umumnya masih berupa jalan tanah agar memudahkan dalam pengangkutan sarana produksi dan hasil produksi.

Pengembangan prasarana jalan di kawasan ini harus terkait dengan rencana pengembangan transportasi antar desa di kawasan ini. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mobilitas masyarakat antar desa maupun untuk berangkat ke sekolah bagi anak-anak masyarakat yang melanjutkan ke sekolah lanjutan yang letaknya di luar desanya. Bagi masyarakat yang tinggal di desa Bukit Makmur, untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah lanjutan baik SLTP maupun SLTA yang ada dan terdekat adalah di desa Bangun Jaya yang jaraknya sekitar 6 km dari desa Bukit Makmur tersebut. Satu-satunya moda angkutan yang ada saat ini adalah sepeda motor dengan tarif yang dirasakan masyarakat mahal. Oleh sebab itu, jika masyarakat tidak memiliki sepeda motor maka untuk bersekolah anak-anak berjalan kaki atau menumpang truk atau sejenisnya yang kebetulan lewat. Karena itu moda transportasi yang dikembangkan sebaiknya selain untuk mengangkut orang juga sekaligus dapat digunakan untuk mengangkut barang antar desa atau ke pasar.

Pasar merupakan prasarana ekonomi yang sangat diperlukan saat ini oleh warga. Saat ini yang ada di kawasan ini adalah pasar tenda yang diadakan di Kaliorang SP 4 ataupun Kaubun SP 2. Penyelenggaraan pasar tenda dilakukan di jalan dan dilaksanakan secara mingguan. Pembangunan pasar dalam skala kecil dapat dibangun di desa-desa yang saat ini telah biasa diselenggarakan pasar tenda tersebut sehingga tidak merubah kebiasaan masyarakat yang telah berlangsung saat ini. Selain itu, dapat dibangun pasar dalam skala yang lebih besar yang dapat melayani kawasan ini secara keseluruhan yang dapat dibangun di pusat pelayanan Kecamatan Kaliorang sebelum pemekaran yaitu di simpang Kaliorang Kaubun. Di simpang Kaliorang Kaubun terdapat kantor kecamatan dan kantor Polisi Sektor

(12)

Kaliorang sebelum dimekarkan kembali menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kaliorang dan Kaubun.

Untuk bepergian ke Sangata masyarakat di kawasan ini, menunggu angkutan yang lewat di simpang Kaliorang Kaubun. Di lokasi ini juga sudah terdapat penginapan jika masyarakat kemalaman sepulang bepergian dan tidak mendapat tumpangan untuk pulang ke desanya masing-masing yang letaknya jauh dari simpang Kaliorang Kaubun tersebut, sehingga simpang Kaliorang Kaubun merupakan tempat berkumpulnya masyarakat saat ini. Dengan pengembangan pasar tersebut akan memudahkan penduduk mengakses kebutuhan sehari-hari.

Selain pasar untuk kebutuhan sehari-hari, perlu pula dibangun pasar untuk menampung hasil pertanian dan memfasilitasi petani dan pedagang melakukan transaksi yang saat ini juga belum ada. Lokasinya dapat dibangun bersebelahan dengan lokasi yang nantinya terpilih untuk pasar yang menyediakan kebutuhan sehari-hari tersebut sehingga masyarakat selain menjual hasil produksi sekaligus berbelanja kebutuhan sehari-harinya.

8.4. Pengembangan Sumberdaya Manusia

Pengembangan sumberdaya manusia di kawasan transmigrasi misalnya melalui pelatihan perlu terus dilakukan untuk meningkatkan keahliannya. Pelatihan tidak hanya dibidang pertanian, tetapi juga dibidang lain sehingga masyarakat di lokasi/kawasan transmigrasi dapat mengembangkan usaha bukan hanya pertanian subsistem produksi.

Untuk mengembangkan usaha selain pertanian subsistem produksi, masyarakat di lokasi/kawasan transmigrasi umumnya mengalami kekurangan modal. Karena itu diperlukan pelatihan untuk dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan yang ada, misalnya dengan memperkenalkan terhadap prosedur-prosedur pengajuan kredit. Dalam kegiatan pelatihan dan pemberdayaan ini diperlukan unsur pendampingan yang dapat membantu masyarakat dalam peningkatan kegiatan ekonominya. Dengan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan diharapkan masyarakat akan semakin berdaya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya secara berkelanjutan dan menyumbang terhadap perkembangan pembangunan suatu wilayah.

(13)

8.5 Arahan Pengembangan Wilayah oleh Pemerintah Daerah

Sektor pertambangan dan migas selama ini masih menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan asli daerah. Berdasarkan data Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka (2004/2005) pada tahun 2004 kontribusi sektor pertambangan dan migas adalah 81,09% sedangkan pertanian menempati urutan kedua yaitu sebesar 6,34%. Tetapi karena sifatnya yang tidak terbaharui maka sektor pertambangan dan migas tidak dapat menjadi andalan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan, terlebih sebagian besar (± 80 %) rakyat Kutai Timur saat ini menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor pertanian-pedesaan.

Arahan pengembangan pertanian ini sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Kutai Timur dalam pengembangan kawasan ini, yaitu ditetapkannya Kecamatan Kaliorang sebagai bagian dari pengembangan kawasan agropolitan Sangsaka. Program pembangunan Agropolitan yang menjadi fokus perencanaan Gerdabangagri (Kabupaten Kutai Timur, 2001) merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian. Dalam pengembangan pertanian, kawasan ini termasuk dalam Wilayah Pengembangan Agribisnis III, yang meliputi Kecamatan Bengalon, Kaliorang, dan Sangkulirang dengan komoditas yang direncanakan dikembangkan adalah padi, jagung, nenas, jati, dan kelapa sawit.

Selain itu, juga dikembangkan infrastruktur pendukung, seperti transportasi, komunikasi, air bersih, dan energi bagi pengembangan kawasan agropolitan Sangsaka maupun pengembangan agribisnis di wilayah

hinterland. Untuk kawasan transmigrasi Kaliorang pada tahun 2002/2003

telah dilakukan peningkatan kualitas jalan dari Simpang Kaubun-Kaliorang-Maloy berupa pengerasan dengan sirtu. Sedangkan rencana pengembangan jaringan jalan yang diutamakan adalah pengembangan jaringan jalan utara selatan dan timur-barat. Untuk pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan wilayah utara dan selatan, salah satu yang direncanakan adalah ruas jalan Simpang Perdau – Simpang Kaubun – Pelawan – Kabupaten Berau.

(14)

8.6. Kebijakan Pembangunan Transmigrasi

Kebijakan pembangunan transmigrasi pada awalnya lebih ditekankan pada pengerahan dan pemindahan penduduk secara besar-besaran yang mengakibatkan rendahnya kualitas dari pelaksanaan pembangunan transmigrasi. Kebijakan ini kemudian berubah ke arah pendekatan pembangunan daerah dan peningkatan ekonomi transmigran serta masyarakat sekitarnya. Namun demikian, ternyata volume pelaksanaan pembangunan transmigrasi masih cukup besar sehingga terkesan dilaksanakan untuk mengejar target pemindahan penduduk (transmigran) yang telah ditetapkan. Implikasi dari kebijakan tersebut menyebabkan tidak semua rekomendasi dari proses perencanaan yang telah dilakukan dapat dipenuhi secara utuh dalam pelaksanaan pembangunan lokasi/kawasan transmigrasi.

Tidak terpenuhinya rekomendasi dalam pelaksanaan pembangunan lokasi/kawasan transmigrasi menyebabkan sebagian lokasi transmigrasi tidak berkembang yang disebabkan diantaranya oleh tetap terisolirnya lokasi transmigrasi sehingga produksi pertanian transmigran tidak dapat dipasarkan, lahan usaha tidak dapat diusahakan dengan optimal karena lahan yang marjinal (kesuburan rendah), sarana produksi pertanian yang kurang tersedia di tingkat lokasi, sarana/prasarana dasar minim dan keterkaitan yang rendah dengan pasar yang lebih luas. Lokasi/kawasan transmigrasi yang tidak berkembang ini akhirnya ditinggalkan oleh warganya.

Lahirnya UU no. 22 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menyebabkan perubahan yang mendasar dalam pelaksanaan pembangunan transmigrasi. Di level pemerintah pusat masih terdapat departemen yang mengurusi ketransmigrasian, sedangkan di daerah tidak semua provinsi/kabupaten mempunyai dinas ketransmigrasian meskipun di provinsi/kabupaten tersebut masih terdapat lokasi transmigrasi yang sedang dibina. Pembinaan kepada transmigran di masing-masing provinsi/kabupaten juga berbeda-beda, ada lokasi yang masih ada petugas transmigrasi dan ada lokasi yang penanggungjawab lokasi adalah perangkat desa yang telah terbentuk. Kondisi ini, secara tidak langsung akan menyulitkan koordinasi dibidang ketransmigrasian.

(15)

Karena itu, penyelenggaraan program transmigrasi setelah era otonomi daerah harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang, terutama dalam berbagai aspek berikut:

a. Pemilihan lokasi transmigrasi

Lokasi transmigrasi yang dipilih untuk dibuka tidak hanya clear and

clean dari status lahannya, tetapi juga harus mempunyai kesesuaian lahan

untuk komoditas yang akan dikembangkan. Jika kesesuaian lahannya rendah, tentunya akan menyulitkan transmigran dalam mengusahakan lahannya. Peserta transmigran pada umumnya adalah masyarakat yang secara ekonomi kondisinya marjinal, sehingga jika lahannya memerlukan input yang tinggi dalam pengusahaannya transmigran tidak akan mampu mengadakannya setelah masa bantuan dari pemerintah habis. Penerimaan masyarakat sekitar juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi transmigrasi, serta bagaimana mengintegrasikan pembangunan lokasi transmigrasi dengan desa-desa di sekitarnya sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pembangunan. b. Seleksi peserta transmigrasi

Pembangunan transmigrasi terutama adalah pembangunan pertanian melalui ekstensifikasi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi komoditas pertanian. Karena itu, transmigran yang terseleksi haruslah punya latar belakang petani atau keahlian lain yang diperlukan di daerah tujuan transmigrasi dan mempunyai semangat/etos kerja untuk mengembangkan pertanian di lokasi yang baru serta mampu untuk menyesuaikan diri tidak hanya terhadap sesama transmigran tetapi juga dengan budaya masyarakat sekitar lokasi transmigrasi.

c. Pembangunan dan pemeliharaan sarana/prasarana

Pembangunan sarana/prasarana bukan hanya jalan untuk membuka keterisolasian lokasi transmigrasi, tetapi juga fasilitas-fasilitas lain untuk pelayanan kepada transmigran dan masyarakat sekitarnya seperti fasilitas pemerintahan (kantor desa), fasilitas kesehatan dan pendidikan. Jangan sampai terjadi bahwa transmigran sudah menetap sekian lama tetapi infrastruktur dan sarana/prasarana dasar tersebut tidak tersedia atau belum terbangun.

(16)

Dalam rentang waktu tertentu, kondisi sarana/prasarana akan mengalami penurunan karena itu diperlukan pemeliharaan agar kondisinya dapat dipertahankan dan terus berfungsi sesuai dengan target kinerjanya. Dalam kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana ini, keterlibatan masyarakat harus ditingkatkan misalnya dengan model padat karya sehingga masyarakat akan merasa memiliki dan memperoleh penghasilan yang sebagian dapat digunakan untuk modal usahatani di lokasi transmigrasi. d. Akses terhadap pasar dan modal

Produksi transmigran harus dapat dipasarkan, karena itu lokasi transmigrasi sebaiknya dibangun tidak terlalu jauh dari pusat pasar atau pusat ekonomi. Jika hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka aksesibilitas ke pusat pasar atau pusat ekonomi dari lokasi/kawasan transmigrasi harus baik dan mudah sehingga terdapat kemudahan untuk mengakses sarana produksi pertanian serta biaya produksi dan pemasaran hasil menjadi murah. Dengan demikian transmigran memperoleh keuntungan dari usahanya dan dapat meningkat kesejahteraannya.

Untuk lokasi yang sedang berkembang dan diperlukan modal untuk mengembangkan komoditas unggulan, maka peran pemerintah sangat diperlukan. Fasilitasi dari pemerintah melalui kegiatan pelatihan dan pemberdayaan sangat diperlukan sehingga masyarakat mempunyai kemampuan untuk dapat mengakses modal dari lembaga keuangan setempat untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif bukan hanya di sektor pertanian.

Dengan kondisi lahan sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian, lokasi transmigrasi tidak terisolir, tersedianya sarana/prasarana dasar untuk pelayanan pemerintahan dan sosial lainnya memadai di lokasi transmigrasi, akses mudah dan murah terhadap pasar dan modal serta ditunjang dengan transmigran yang berkualitas maka dapat diharapkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya akan meningkat. Selain itu, cita-cita pembangunan transmigrasi untuk menumbuhkan atau mendukung terhadap pusat pertumbuhan yang ada akan dapat terwujud sehingga dapat berkontribusi lebih nyata terhadap pembangunan daerah.

Gambar

Gambar 6  Pembakaran Hutan untuk Penanaman Padi Ladang.
Gambar 7  Kebun Pisang Yang Sudah Menjadi Semak Belukar.
Gambar 8  Kondisi Jalan Penghubung Sehabis Hujan.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor lain penyebab lebih rendahnya keuntungan yang diperoleh pada pola usaha pembibitan secara ekstensif adalah rataan bobot badan sapi akhir penelitian rendah yang disebabkan

KEMAHIRAN Kemahiran Asas Permainan Kategori Jaring Aspek 1 : Kemahiran Pergerakan (Domain Psikomotor) Standard Kandungan 1.7 Berkebolehan melakukan kemahiran

45 Tahun 1990 yang berkaitan dengan pasal 4 ayat 2 tentang tidak diizinkannya wanita ASN menjadi istri kedua, ketiga atau keempat adalah point keenam karena berkaitan

Secara umum proses sertifikasi mencakup : peserta yang telah memastikan diri kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi untuk paket/okupasi Juru Bor Seismik dapat

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi kerugian dalam institusi maupun aset keuangan, mencegah

Program ASI eksklusif adalah bagian dari program gizi di Puskesmas Pekauman. Selama program ini digalakan oleh pemerintah, puskesmas selalu berupaya melakukan

Hasil pengkajian adaptasi ini menunjukkan bahwa rekomendasi dosis pupuk kandang dan pupuk kimia yang diberikan pada tanaman krisan di Kecamatan Pakem, sesuai untuk

Oleh karena itu, Perancangan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Semarang diajukan untuk membantu merealisasikan pembangunan yang telah direncanakan oleh pihak