9 A. Telaah Pustaka
1. Disiplin Kerja
a. Pengertian Disiplin
Menurut Martoyo(2000) disiplin itu berasal dari bahasa Latin dari kata “discipline” yang berarti latihan atau pendidikan
kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. Berkaitan dengan disiplin itu sendiri para ahli memiliki bermacam-macam pemaknaan, Hadisaputro menyatakan bahwa kata disiplin dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga tahun 2001 ada tiga makna: (1) tata tertib (di sekolah, kemiliteran dst); (2) ketaatan kepada peraturan (tata tertib dst); (3) bidang study yang memiliki objek sistem dan metode tertentu. dari ketiga makna tersebut Hadisaputro menyimpulkan bahwa disiplin adalah tata tertib yang seyogyanya dipatuhi, dalam hal ini oleh pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya (Hadisaputro, 2003).
Menurut (Fathoni, 2006), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan dapat diartikan
bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik maka sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya Menurut (Aritonang, 2005) disiplin merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Menurut Davis disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan disiplin diri, disiplin belajar dan disiplin kerja. Sedangkan disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan-aturan-aturan yang sudah ditetapkan (Aritonang, 2005).
Mengenai disiplin kerja Arisandy juga mengemukakan bahwasanya disiplin kerja adalah suatu sikap, perilaku yang
dilakukan secara sukarela dan penuh kesadaran serta keadaan untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku tidak disiplin yang timbul merupakan cerminan dari persepsi negatif karyawan terhadap kontrol yang dilakukan oleh atasan. Sebaliknya perilaku disiplin yang timbul merupakan cerminan dari persepsi positif terhadap kontrol atasan (Arisandy, 2004). Di sisi lain, disiplin kerja merupakan upaya pengaturan waktu dalam bekerja yang dilakukan secara teratur dengan mengembangkan dan mengikuti aturan kerja yang ada (Wardana, 2008).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja pegawai merupakan sikap atau tingkah laku yang menunjukkan kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh instansi atau organisasinya baik yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga diharapkan pekerjaan yang dilakukan efektif dan efesien. b. Jenis – Jenis Disiplin Kerja
Dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia”menurut (T.Hani Handoko, 1999) disiplin kerja dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Disiplin Preventif
Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendorong para karyawan agar dengan sadar mentaati
berbagai standar dan aturan, sehingga dapat dicegah berbagai penyelewengan maupun pelanggaran. Lebih utama dalam hal ini adalah lebih ditumbuhkan “self dicipline” pada setiap karyawan tanpa kecuali. Manajemen mempunyai tanggung jawab untik menciptakan suatu iklim disiplin preventiv dimana
berbagai standar diketahui dan dipahami. Untuk
memungkinkan iklim yang penuh disiplin kerja tanpa paksaan tersebut perlu kiranya standar itu sendiri bagi setiap karyawan, dengan demikian dicegah kemungkinan – kemungkinan timbulnya pelanggaran- pelanggaran atau penyimpangan dari standar yang di tentukan.
2. Disiplin Korektif
Disiplin ini kegiatan yang di ambil untuk menangani pelanggaran yang telah terjadi terhadap aturan – aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif ini dapat berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan.
3. Disiplin Progresif
Disiplin ini berarti memberikan hukuman – hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran – pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman – hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif
juga memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan.
c. Indikator Disiplin Kerja
Terdapat beberapa indikator displin kerja. Untuk mengetahui lebih jelas tentang disiplin kerja, lebih lanjut menurut (Hasibuan, 2000) perlu dipahami indikator-indikator yang memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan. Tetapi jika pekerjaan itu di luar kemampuannya atau pekerjaannya itu jauh dibawah kemampuannya, maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan akan rendah. Di sini letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the right job. 2. Teladan pimpinan
Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan
perbuatan. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika dia sendiri kurang berdisiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin baik.
3. Keadilan
Keadilan mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Apabila keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Pimpinan atau manajer yang cakap dalam kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap semua bawahannya, karena dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisplinan yang baik pula.
4. Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat harus dijadikan suatu tindakan yang nyata dalam mewujudkan kedisplinan karyawan perusahaan, karena dengan pengawasan ini, berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi bawahan. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir
di tempat kerjanya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan pekerjaannya.
5. Sanksi Hukuman
Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Karena dengan adanya sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku yang indisipliner karyawan akan berkurang. Berat ringannya sangsi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan. Sangsi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.
6. Ketegasan
Pemimpin harus berani tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinanya. Tetapi bila seorang pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, maka sulit baginya
untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indispliner karyawan tersebut akan semakin meningkat. 7. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesame karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan itu baik bersifat vertical maupun horizontal yang hendaknya horizontal. Pimpinan atau manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertical maupun horizontal. Jika tercipta human relationship yang serasi, maka terwujud lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Sedangkan menurut (Soejono, 2000), disiplin kerja dipengaruhi oleh factor yang sekaligus sebagai indikator dari disiplin kerja yaitu:
1. Ketepatan Waktu
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.
2. Menggunakan peralatan kantor dengan baik
Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan.
3. Tanggung jawab yang tinggi
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.
4. Ketaatan pada aturan kantor
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi
Menurut (Malayu S.P Hasibuan, 2000) dalam bukunya “Menejemen Sumber Daya Manusia” disiplin dapat dipengaruhi
oleh :
1. Motivasi Kerja
Pentingnya kerja karena motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat berperan menentukan kedisiplinan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
3. Komunikasi
Komunikasi merupakan kegiatan untuk memberi
keterangan dan ide secara timbal balik, yang diperlukan dalam setiap usaha kerjasama manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Lingkungan Kerja
Dengan lingkungan kerja yang baik dan aman maka dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
d. Prinsip Dalam Disiplin
Adapun prinsip disiplin menurut (Soejono, 1997) antara lain : 1. Disiplin dapat dilakukan secara pribadi
Pendisiplinan dapat dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan dihadapan orang banyak, karena bila hal tersebut dilakukan menyebabkan pegawai yang bersangkutan malu dan tidak menutup kemungkinan akan sakit hati.
2. Pendisiplinan yang bersifat membangun dan motivasi
Dengan menunjukkan kesalahan yang dilakukan pegawai, haruslah disertai dengan memberi petunjuk penyelesaiannya, sehingga pegawai tidak merasa bingung dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan,dan dapat memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.
3. Keadilan dalam menerapkan disiplin
Dalam melakukan tindakan pendisiplinan, hendaknya dilakukan secara adil tanpa pilih kasih serta tidak membedabedakan antar tenaga kerja/ pegawai.
4. Pendisiplinan dilakukan pada waktu pegawai tidak absen Pimpinan hendaknya melakukan pendisiplinan ketika pegawai yang melakukan kesalahan hadir, sehingga secara pribadi ia mengetahui kesalahannya.
5. Setelah pendisiplinan hendaknya dapat bersikap wajar
Hal itu dilakukan agar proses kerja dapat berjalan lancar seperti biasa dan tidak kaku dalam bersikap.
2. Status kepegawaian
a. Pengertian Pegawai (karyawan)
Tenaga atau pegawai didefinisikan sebagai orang yang bekerja pada instansi atau lembaga ataupun organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) dinyatakan bahwa “Pegawai merupakan pekerja, karyawan”. Pegawai memiliki hak dan
kewajiban, hak dari pegawai adalah mendapatkan kompensasi, mendapatkan perlindungan baik secara fisik ataupun secara hukum dari instansi bersangkutan, memiliki jaminan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja. Sedangkan untuk kewajiban
pegawai yaitu menjalankan tugas pokok dari lembaga, mentaati segala peraturan, serta memiliki jiwa pegawai yang berkualitas b. Hak - hak dan Kewajiban Pegawai (karyawan)
Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak di sini adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Mengenai hak-hak bagi pekerja adalah sebagai berikut :
1. Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 s/d 97 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah). 2. Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan (Pasal 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003). 3. Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan
kemampuannya (Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 2003).
4. Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan lagi ( Pasal 9 – 30 Undang-undang No. 13 Tahun 2003).
5. Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung
dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh, atau oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh Majikan (Pasal 150 – 172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003).
Adapun kewajiban pegawai (karyawan) :
Di samping mempunyai hak-hak sebagaimana diuraikan di atas, tenaga kerja juga mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1. Wajib melakukan prestasi / pekerjaan bagi perusahaan 2. Wajib mematuhi peraturan perusahaan
3. Wajib mematui perjanjian kerja 4. Wajib menjaga rahasia perusahaan
Adapun menurut peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagimana telah dimuat di dalam Bab II Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999, ada beberapa keharusan yang harus dilaksanakan yaitu :
1. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, serta melaksanakan perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berhak.
2. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta
memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Menggunakan dan memelihara barang-barang dinas dengan sebaik-baiknya.
4. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil dan atasannya. c. Status Kepegawaian
1. Pegawai
Pegawai adalah orang yang bekerja pada suatu instansi dan mendapatkan gaji setiap bulan. Melapyu S.P Hasibuan, (1999) dalam bukunya MSDM menyatakan bahwa pegawai adalah orang menjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi (balas jasa) yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu, dimana mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh gaji sesuai dengan perjanjian. Menurut (Soedaryono dalam bukunya,Tata Laksana Kantor, 2000) pengertian pegawai adalah seseorang yang melakukan penghidupannya dengan bekerja dalam kesatuan organisasi, baik kesatuan kerja pemerintah maupun kesatuan kerja swasta
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau
kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah (UU No.252.2008).
2. Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut (UU No.252.2008).
3. Pegawai Tidak Tetap (honorer)
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja (UU No.252.2008).
3. Tingkat Pendidikan
a. Konsep Pendidikan
Tilaar, (2002) menyatakan bahwa “hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat
manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”.
Mencermati pernyataan dari Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa dalam proses pendidikan, ada proses belajar dan pembelajaran, sehingga dalam pendidikan jelas terjadi proses pembentukan manusia yang lebih manusia. Proses mendidik dan
dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar
(fundamental), karena di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan hidup manusia.
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi satu ke genarasi yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja et al., 2005).
Dictionary of education dalam bukunya (Hadikusumo, 1996)
menyebutkanbahwa pendidikan ialah proses seseorang
laku lainnya di dalam masyarakat ia hidup, proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol khususnya yang datang dari sekolah, sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan individu yang optimal
Menurut (Djoyonegoro,2000) pengertian pendidikan adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan jenjang pendidikan yang dimiliki, yang berasal dari disiplin ilmu yang diketahui, yang membentuk suatu wawasan pengetahuan luas yang komprehensif dalam membentuk sikap dan karakter dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, makin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seorang pegawai, berarti makin luas wawasan dan pengetahuan yang dimiliki. Pegawai yang mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi akan berbeda dengan pegawai yang mempunyai jenjang pendidikan rendah dalam melaksanakan aktivitas kerjanya.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa:
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses yang di dalamnya seseorang belajar untuk mengetahui, mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan di mana dia hidup. Hal ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh Muhammad ( Saroni,2011) bahwa, “pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan kondisi dalam diri dengan kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini merupakan bentuk survive yang dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.”
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi sehingga cara penekanannya pada kemampuan kognitif, efektif dan psychomotor. Pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis dan terorganisir baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relative lama.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam bekerja adalah melalui pendidikan. Tingkat pendidikan yang ditempuh dan
dimiliki oleh seseorang pada dasarnya merupakan usaha yang dilakukan dapat memperoleh kinerja yang baik. Pengertian pendidikan menurut (Hasbullah,2009) menyatakan bahwa ”Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadianna sesuai nilai-nilai kebudayaan dan masyarakat”. Pendidikan juga merupakan usaha yang dijalankan
oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Pengembangan sumber daya bahwa nilai-nilai kompetensi seseorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan atau penelitian yang berorientasi pada tuntutan kerja aktual dengan penekanan pada pengembangan skill, dan proses kerja yang diterapkan.
b. Tingkat Pendidikan
Buchori (1994) dalam (Ismanto 2007), yang dimaksud dengan tingkat pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang diperoleh secara formal yang dibuktikan dengan ijazah formal, ijazah adalah tanda pengakuan bahwa seseorang telah menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Dengan demikian ijazah dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan seseorang.
Undang - undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Bab IV pasal 14 menjeaskan bahwa jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi
.
1.
Pendidikan DasarPendidikan dasar merupakan jenjang pendidiakan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2.
Pendidikan MenengahPendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah pendidikan umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK), atau bentuk lain yang sederajat.
3.
Pendidikan TinggiPendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidiakan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang di seleggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan system terbuka.
Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini aadalah pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa jenjang pendidikan yang telah baku mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
B. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 No Peneliti Dan judul
Penelitian
Jenis Dan Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1. Vevi Gusriani Vionita
(2013), Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Tata Usaha SMK negeri Kota Payakumbuh
Penelitian Deskriftif Asosiatif Regresi
Tingkat Pendidikan dan Motivasi
kerja berpengaruh terhadap
disiplin kerja pegawai
2. Juni Dwi Astono (2013),
Pengaruh Tingkat
Pendidikan, Pengalaman
Kerja, dan Gaya
Kepemimpinan Terhadap
Disiplin Kerja Karyawan
Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Kalimanntan Tengah Penelitian Deskriftif Regresi-Korelasi
Tingkat Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja
3. Hakim Ayu Fitianingrum
(2012), Pengaruh Tingkat
Pendidikan Dan Kondisi
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor
Sekretariat DPRD Kota Surakarta Penelitian Deskriftif Kuantitatif Regresi
Terdapat Pengaruh antara Tingkat
Pendidikan dengan kinerja
pegawai
4. Maryami Nuryati dan
Bevaola Kusumasari (2015),
Pengaruh Status
Kepegawaian, Insentif, dan Lingkungan Kerja Terhadap
Penelitian Kuantitatif dengan Survei
Status kepegawaian berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja pegawai
Kinerja Pegawai Di Program studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM yogyakarta Regresi 5. Muhammad Saefulloh (2012), Pengaruh Status Kepegawaian Terhadap
Kinerja Perawat Di Ruang
Rawat Inap RSUD
Kabupaten Indramayu
Studi Komparasi
Tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kinerja perawat yang berstatus PNS dengan non PNS
Tabel : Hasil Penelitian sebelumnya
Penelitian yang akan dilakukan tidak jauh berbeda dengan penelitian – penelitian terdahulu yaitu untuk mengetahui pengaruh status kepegawaian dan strata pendidikan terhadap disiplin kerja pegawai. Namun yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah jenis dan metodenya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode cross sectional dan menggunakan analisa regresi.
C. Kerangka Teori
Disiplin merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku
(Aritonang,2005). Adapun indikator yang mempengaruhi kedisiplinan pegawai antara lain (Hasibuan,2000) tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, keadilan, pengawasan melekat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemansiaan. Adapun faktor yang mempengaruhi disiplin menurut (Soejono,2000) antara lain ketepatan waktu, menggunakan peralatan kantor dengan baik, tanggung jawab tinggi, ketaatan pada aturan.
Adapun status kepegawaian dalam penelitian ini adalah terdiri atas status pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (honorer) yang bekerja dalam sebuah organisasi (UU No.252.2008). Strata pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang dibuktikan dengan ijazah formal (Buchori,1994) dalam (ismanto,2007). Adapun jenjang pendidikan formal menurut (UU No.20 Tahun 2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 14 terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menegah, pendidikan tinggi.
D. Kerangka Konsep
Gambar 2.1
Sumber : Hasibuan(2000), Soejono(2000), Tilaar(2002), Aritonang(2005), UU.No20 2003, Malaya S.P Hasibuan (2002)
Status Kepegawaian (X1) Pegawai Tetap Pegawai Honorer Strata Pendidikan (X2) Pendidikan Dasar (SD, MI, SMP, MTS ) Pendidikan Menengah (SMA, MA, SMK, Sekolah Kejuruhan) Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis, Doktor)
Disiplin Kerja (Y) Faktor Indikator Mempengaruhi Disiplin Motivasi Kerja Ketepatan Waktu
Kepemimpinan Tanggung Jawab Komunikasi Taat Peraturan
Lingkungan Kerja Penggunaan
Di dalam konsep penelitian ini variabel status kepagawaian dapat dibedakan atas dua golongan, yang pertama adalah golongan pegawai dengan status sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai yang berstatus non PNS dalam hal ini adalah pegawai honorer. Adapun variabel strata pendidikan dalam penelitian ini adalah pegawai dengan tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan menengah salah satunya adalah sekolah kejuruan, dalam hal ini adalah sekolah perawat kesehatan (SPK). Adapun yang masuk dalam kategori pendidikan tinggi dalam penelitian ini adalah diploma yang terdiri dari diploma keperawatan maupun diploma kebidanan, untuk gelar sarjana antara lain sarjana keperawatan, maupun diploma empat kebidanan yang mana gelar tersebut setara dengan gelar sarjana. Adapun gelar magister antara lain magister keperawatan maupun magister kesehatan.
Kedua variabel bebas yaitu status kepegawaian dan strata pendidikan akan mempengaruhi disiplin kerja pegawai, dalam penelitian ini adalah perawat dan bidan dalam hal penilaian disiplin kerja yang meliputi motivasi perawat dan bidan dalam bekerja, ketepatan waktu kerja pegawai, tanggung jawab pegawai dalam melaksanakan tugas, penggunaan sarana dan prasarana dengan baik, maupun komunikasi pegawai. Sehingga didapatkan hasil bahwa variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependent
E. Hipotesis
Status Kepegawaian
Premis Mayor :
Disiplin kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yang juga sekaligus indikator dari disiplin kerja itu sendiri antara lain, ketepatan waktu pegawai dalam bekerja, rasa tanggung jawab, ketaatan dalam aturan, serta pemanfaatan sarana kantor dengan baik( Soejono, 2000). Premis Minor :
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, berbeda dengan pegawai tidak tetap yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, oleh karena itu seorang pegawai tetap dituntut mempunyai disiplin kerja yang lebih besar daripada pegawai tidak tetap (Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999). Sehingga dapat diketahui bahwa status kepegawaian berpengaruh positif terhadap kinerja ( Maryami Nuryati dan Bevaola Kusumasari, 2015).
Tingkat Pendidikan
Premis Mayor :
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik (Soejono, 2000).
Premis Minor :
Tingkat pendidikan seorang karyawan menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahamannya untuk menjalankan tugas-tugas yang dihadapi secara efisien dan tanggung jawab, semakin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seorang pegawai, berarti makin luas wawasan dan pengetahuan yang dimiliki. Pegawai yang mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi akan berbeda dengan pegawai yang mempunyai jenjang pendidikan rendah dalam melaksanakan disiplin kerja (Djoyonegoro, 2000). Sehingga tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja ( Juni Dwi Astono, 2013).