• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kabuki adalah salah satu seni pertunjukan teater Klasik jepang. Kabuki juga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kabuki adalah salah satu seni pertunjukan teater Klasik jepang. Kabuki juga"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kabuki adalah salah satu seni pertunjukan teater Klasik jepang. Kabuki juga dapat dikatakan salah satu dari empat jenis drama tradisional Jepang, yaitu Noh, Kyogen, dan Ningyo Joruri. Kata Kabuki berasal dari kata Kabuku atau Kabuki mono yang artinya suatu kebiasaan baru dimana masyarakat Jepang mulai memakai pakaian yang berlebihan atau memakai sesuatu yang mencolok, disertai dengan tingkah laku yang tidak biasa. Fonemena ini muncul sekitar abad ke-17.

Kabuki mencapai puncak artistiknya dengan dipentaskannya drama-drama brilian ciptaan Tsuruya Namoboku IV (1755-1868) dan Kawatake Monkoumi (1866-1893). Melalui gabungan seni peran, tari, dan musik Kabuki menyajikan suatu pertunjukan spektakuler, yang menggabungkan bentuk. Warna, suara, dan dapat dianggap sebagai salah satu tradisi teater besar di dunia. Sama halnya dengan drama yang ada di Indonesia, drama Jepang juga terdiri dari unsure-unsur penting yang membentuknya menjadi sebuah pertunjukan yang sempurna. Menurut Brahim (1968:60), unsure pokok seni drama ada empat, yaitu: lakon, pemain, tempat, dan penonton.

Kabuki sebagai drama yang cukup digemari oleh masyarakat Jepang, juga mempunyai unsur penting dalam pertunjukannya. Secara garis besar unsur-unsur penting dalam Kabuki adalah: (1) pameran kabuki, (2) kostum kabuki, (3)

(2)

Keberadaan dan perkembangan kabuki diawali oleh seorang pendeta bernama okuni dari kuil Izumi No Oyashiro. Tokoh inilah yang oleh para pengamat atau peneliti Kabuki dianggap sebagai perintis Kabuki, sebagai seni pertunjukan teater klasik Jepang. Kemudian rambutnya juga tidak disanggul dan dihiasi dengan berbagai macam aksesoris yang indah, tetapi dihiasi dengan topi yang berbentuk seperti payung yang disebut dengan nurigasa. Lalu untuk menyamai penampilan seperti orang samurai, ia membawa pedang yang diselipkan di Obi-nya. Sebagai aksesoris tambahan, ia menggunakan selempang berwarna merah di dada, disebut karaori. Pada karaori tersebut terdapat hiasan gong kecil yang disebut kane. jika sebelumnya pakaian yang digunakan para penari seperti juga pakaian yang lazim digunakan masyarakat umumnya, maka dalam Kabuki penarinya menggunakan kostum berupa kimono dengan motif bunga-bunga yang indah, dengan warna yang terang dan mencolok. Kemudian rambutnya tertata rapi, disanggul ke atas dan diberi tambahan aksesoris yang menawan.

Berawal dari tarian Nenbutsu-Odori oleh okuni tersebut, lama-lama Kabuki berkembang menjadi suatu jenis hiburan yang waktu itu dianggap bertentangan dengan moral yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain Kabuki tidak semata-mata mempertunjukkan suatu hiburan yang berupa tarian, tatapi juga memunculkan masalah yang mengarah kapada dunia pelacuran. Untuk mencegah meluasnya pengaruh buruk itu, maka pada tahun 1652, pemerintah segera menghapuskan segala macam bentuk pertunjukan di atas penggung. Maka Kabuki mulailah dikembangkan menjadi suatu bentuk teater bukan hanya bentuk tarian yang diiringi musik saja, tetapi juga terdiri dari para aktor professional yang mementaskan suatu cerita tertentu.

(3)

Dapat dikatakan bahwa kostum tidak hanya mewakili karakter tokoh dan peran yang dimainkan, mencerminkan identitas dan satus social tokoh yang bersangkutan, tetapi juga mendukung ketokohannya sekaligus, sehingga kehadiran dan peran yang dijalankannya memperkuat tema cerita. Dapat diartikan kostum adalah pakaian kusus dapat pula merupakan pakaian seragam bagi perseorangan, rombongan, kesatuan dan lain-lain.

Menurut Durban Ardjo Irawati, kostum adalah pakaian dan kostum memiliki pengertian yang mirip tapi ,memiliki arti yang berbeda dan busana bisa dikatakan mengandung arti kostum, hanya kostum bukanlah pakaian yang dipakai sehari-hari. Fungsi kostum merupakan pakaian untuk mengesankan penonton dan untuk menolong pemain dalam mengungkapkan watak dari tokoh yang dibawakan dan kostum adalah bagian dari scenario yang bergerak.

Perkembangan perbedaan kostum Kabuki ini memiliki empat tahap yaitu

pertama pemakaian Eboshi (topi samurai) yang digunakan oleh Ichikawa

Danjuro dihiasi dengan semacam tali kecil yang terbuat dari kumparan benang yang berwarna merah, putih, dan hijau. Sementara Matsumoto Koshiro juga menggunakan Eboshi (topi samurai) yang dihiasi dengan tali kecil yang terbuat dari kumparan benang. Namun tali kecil pada Eboshi yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro itu terdiri dari empat warna yaitu merah, putih, hijau, dan ungu. Kedua, Ichikawa Danjuro memakai Himo (dasi) yang terbuat dari kain sutra yang berwarna putih, sementara itu Matsumoto Koshiro menggunakan Himo yang terbuat dari benang berwarna hijau yang digabungkan dengan cara diilit.

Ketiga, Ichikawa Danjuro menggunakan Juban (baju dalam) yang mempunyai

(4)

Matsumoto Koshiro tidak mempunyai kerah. Empat, Suo (seperangkat pakaian yang terdiri dari pakaian luar dan celana dengan motif berlipat) yang dikenakan oleh Ichikawa Danjuro berwarna coklat kemerah-merahan, sementara Suo yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro berwarna coklat.

Dari uaraian diatas terlihat ada perbedaan dalam segi kostum drama Kabuki menurut Ichikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro, perbedaan tersebut menurut penulis sangat menarik untuk dibahas dalam skripsi ini. Berdasarkan alasan diatas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengambil judul “Perbedaan kostum Kabuki menurut Ichikawa Danjoro dan Matsumoto Koshiro”.

1.2. Perumusan Masalah

Drama Kabuki, awalnya hanyalah merupakan suatu pertunjukan keliling yang dilakukan oleh Okuni dan rombongannya. Pertunjukan yang disajikanpun hanyalah berupa tari-tarian dan kisah pendek, tetapi kemudian drama ini berkemabng pesat dan banyak diminati oleh masyarakat. Melalui gabungan seni, peran, tari dan musik, Kabuki menjadi pertunjukan spektakuler yang menggabungkan bentuk, warna, suara, dan dapat dianggap sebagai salah satu tradisi teater terbesar didunia.

Drama Kabuki tidak dapat lepas dari system masyarakatnya karena Kabuki disusun berdasarkan sesuatu yang hidup dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat pada masa itu. Segala sesuatu yang terjadi pada masyarakat pada zaman itu akan tercermin dalam cerita Kabuki. Drama Kabuki merupakan suatu bentuk komunikasi tentang berbagai hal yang dirasakan oleh masyarakat yang terjadi pada zaman tersebut.

(5)

Yang paling menarik dalam pembahasan ini adalah kostum pertama yang dipakai Ichikawa Danjuro adalah Atsuwa-no-hirosade (pakaian dengan lengan lebar yang dilapisi bantalan tebal, lebih umum disebut Atsuwa). Atsuwa ini dipakai setelah Yomi (baju baja), yang dibawahnya terdapat juban (kerah) dan satu buah pakaian lagi digunakan juga kote ( pelindung setengah tangan kebawah), dan sune-ate (pelindung kaki, melindungi sampai ke mata kaki). Atsuwa ini diikat dengan menggunakan nawa (berupa tali) diantara obi diselipkan pedang yang panjangnya melebihi bahu. Ichikawa tidak menggunakan alas kaki. Wig atau katsura yang dipakai menggunakan gaya furiwake-no-sumi-maegami dan mamakai chikara-gami (kekuatan) ini membentuk seperti sayap kelelawar, berukuran besar sehingga dapat jelas terlihat. Matsumoto Koshiro menggunakan Katsura yang sama dengan yang digunakan oleh Ichikawa Danjuro. Pada katsura Matsumoto Koshiro ini juga ditambahkan dua aksesoris yang sama, yaitu hosho-no-chikara-gami berwarna putih, dan sebuah eboshi yang berwarna hitam yang dihiasi dengan tali kecil yang terbuat dari kumparan benign yang berwarna merah, putih, hijau dan ungu. Maksud dari pemakaian aksesoris seperti ini adalah untuk menunjukkan kekuatan yang dimiliki sang pahlawan.

Hal inii yang menajudi pokok pembahasan bagi penulis. Dalam bentuk pertanyaan permasalahan tersebut adalah:

1. Bagaimana perbedaan kostum Kabuki menurut Ichikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro.

2. Hal-hal apa saja yang berbeda dari kostum Kabuki menurut Ichikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro.

(6)

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Kabuki dianggap sebagai drama yang hebat karena perpaduan Noh, Kyogen, maupun Bunraku, maksudnya adalah dalam Kabuki terdapat unsure-unsur yang diambil dari ketiga drama tersebut, seperti musik, tarian, lelucon dan lakon. Kabuki biasanya dikatakan juga sebagai hasil penyempurnaan dan pengembangan dari ketiganya. Sebelum jauh membahas skripsi ini maka dari penulisan skripsi ini penulis membatasi pembahasannya pada kostum Kabuki Ichikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro dari segi kostum dan pembahasannya lebih diarahkan kepada penjelasan kata-kata yang berkaitan dengan kostum kabuki Icikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro, serta fungsi dari kostum masing-masing, terutama kostum seperti: 1. Eboshi (topi samurai) yang digunakan oleh Ichikawa Danjuro dihiasi dengan semacam tali kecil yang terbuat dari kumparan benang yang berwarna merah, putih, dan hijau. Sementara Matsumoto Koshiro juga menggunakan

Eboshi (topi samurai) yang dihiasi dengan tali kecil yang terbuat dari kumparan

benang. Namun tali kecil pada Eboshi yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro itu terdiri dari empat warna yaitu merah, putih, hijau, dan ungu. Fungsinya untuk membuat pementasan tampak hidup seperti layaknya kejadian nyata. Karena pada dasarnya teater itu merupakan cermin kehidupan yyang dipentaskan di atas panggung. 2. Ichikawa Danjuro memakai Himo (dasi) yang terbuat dari kain sutra yang berwarna putih, sementara itu Matsumoto Koshiro menggunakan Himo yang terbuat dari benang berwarna hijau yang digabungkan dengan cara diilit. Fungsinya untuk memberikan kepraktisan, kemudahan juga keindahan yang lebih bagi sang aktor, dalam berakting supaya dapat memerankan tokoh cerita dengan lebih baik. Hal ini memberikan dampak yang lebih besar, yaitu peran yang

(7)

dibawakan akan lebih hidup, karena pemakaian himo atau dasi ini untuk menunjukan status social seseorang. 3. Ichikawa Danjuro menggunakan Juban (baju dalam) yang mempunyai kerah yang disebut dengan eri (kerah baju), sementara Juban yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro tidak mempunyai kerah. Fungsinya untuk meberikan kepraktisan dan kenyamanan karena juban adalah pakaian dalam. 4. Suo (seperangkat pakaian yang terdiri dari pakaian luar dan celana dengan motif berlipat) yang dikenakan oleh Ichikawa Danjuro berwarna coklat kemerah-merahan, sementara Suo yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro berwarna coklat. Fungsinya untuk menunjukan keperkasaan dan kekuatan yang lebih kokoh, karena warna coklat menggambarkan warna coklat menggambarkan warna tanah, yang seperti melambangkan bumi tempat kita berpijak, diatas kedua kaki kita, tanpa ada rasa takut untuk jatuh karena tanah mempunyai unsur kekuatan.

Supaya dalam pembahasan ini lebih akurat, dalam penulisan bab-bab sebelum pembahasan isi menjelaskan juga unsur-unsur pelengkap Kabuki, penggunaan kostum, awal kostum Kabuki dan perkembangan kostum Kabuki.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Keranka Teori a. Tinjauan Pustaka

Drama kabuki adalah drama yang tidak lepas dari kenyataan hidup masnyarakat karena kabuki tercermin kondisi social masyarakat yang pada masa pemerintahan Tokugawa. Karena itu kabuki mempunyai suatu peranan dan pungsi tersendiri bagi masyarakat khususnya masyarakat golongan social bawah. Tetapi sebelum membicarakan fungsinya ada baiknya kalau mengetahui apa itu kabuki.

(8)

Menurut James Danandjaja (1997:239) kabuki adalah sejenis wayang orang yang merupakan gabungan seni peran, tari, dan musik menjadi suatu pertunjukan spektakuler dan dapat dianggap sebagai salah satu tradisi terbesar didunia. Menurut Yoshida dara kabuki adalah drama yang dihormati sebagai salah satu kebanggaan masyarakat jepang yang terdiri dari tiga unsure yaitu nyanyian, lagu, musik, dan seni peran yang sudah diciptakan dan disempurnakan dari bentuk-bentuk drama yang sebelumnya dan pandangan ini diperkuat lagi oleh pandangan Nakamura (1990:21) yang menjelaskan bahwa drama kabuki merupakan penggabungan dari tiga unsur yaiu nyanyian, tarian, dan seni peran yang menjadi satu kesatuan yang indah.

Menurut Isoji Asoo (1981:186), drama kabuki mulanya berkembang dizaman Edo, sampai permulaan zaman meiji yaitu akhir abat XIX masih tetap popular.

Menurut Cavaye 91983:186), drama kabuki merupakan sebuah teater popular Jepang yang dimulai pada sekitar tahun 1603 dan masih berkembang sampai pada saat ini.

Dalam bukunya yang berjudul drama teori dan pengajarannya, Herman J. Waluyo (1992: 29), mengungkapkan bahwa teater bisa berarti drama, gedung pertunjukan, panggung, grup pemain drama dan dapat juga berarti segala bentuk tontonan yang dipentaskan didepan orang banyak. Pengertiannya ditentukan oleh konteks pembicara. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi yang kedua, teater dirumuskan kedalam tiga pengertian. Pertama, teater adalah gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara dan sebagainya. Kedua, teater adalah ruangan besar dengan deretan kursi-kursi kesamping dan kebelakang untuk

(9)

mengikuti kuliah atau untuk peregaan ilmiah. Ketiga, teater adalah seni drama; sandiwara; pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi.

RUTH M. SHAVER (1996:71), dalam bukunya menyatakan ketidakpedulian yang dilakukan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah ini dapat dilihat jelas pada masyarakat kelas pedagang (Chonin), masyarakat lapisan ini semakin kaya, sebagai akibat dari sistem Sankin Kotai, yang dilakukan oleh Kesogunan Tokugawa diawal pemerintah mereka. Masyarakat seakan-akan melihat pertunjukan kabuki seperti kehidupan sehari-hari.

b. Kerangka Teori

Seperti karya sastra lainnya, drama juga dibangun oleh beberapa unsur-unsur kesusastraan. Unsur yang membangun keutuhan drama, pada dasarnya dapat dibagi atas dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsic adalah unsur dalam sastra yang ikut serta membangun karya sastra itu sendiri (Suroto, 1989:88). Adapun unsur intrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi: latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku pada saat itu, pengetahuan agama, dan lain-lain.

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah itu akan disoroti, Narwani dalam Aryani (2004: 29), dalam bukunya berjudul Drama Teori dan Pengajarannya, ia mengungkapkan:

(10)

Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan diatas pentas. Dengan melihat drama, anda seolah melihat keejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia ini.

Dari pendapat terseebut diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan menyaksikan pertunjukan drama atau teater, kita dapat mengikuti jalan cerita tentang kehidupan manusia. Bahkan tidak dapat menutup kemungkinan apabila kehidupan yang kita saksikan itu adalah pengalaman hidup kita sendiri.

Seperti teater-teater lain pada umumnya, Kabuki juga bertujuan untuk menyampaikan sebuah cerita. Jadi tidak peduli betapa glamour suatu Kabuki itu dipertunjukan yang dilengkapi dengan musik, tarian, dekorasi, panggung serta, efek-efek visual maupun non-visual, pada dasarnya Kabuki hanyalah sebuah proses penyampaian cerita. Untuk itu pemahaman yang baik terhadap inti cerita yang disampaikan, sangatlah penting. Bila hal itu tidak dapat kita lakukan, maka kita tidak dapat menangkap dan menghargai keindahan yang disajikan dalam setiap pertunjukan Kabuki. Seperti yang dikatakan oleh Bowers dalam bukunya

the kabuki Handbook:

However the spectator may delight in the exotic, or the connoisseur may quiver in the subtleties of polished, fragmentary details, the play’s story is what everything is all about.

Oleh karena itu factor yang terpenting atau kekuatan yang utama dari setiap pertunjukan teater termasuk Kabuki adalah para actor atau pemainnya, yang sekaligus menjalankan fungsi sebagai narrator. Kuatnya suatu cerita tidak terlepas

(11)

dari peran serta karakter para pemainnya, dengan kata lain, para actor adalah tulang punggung dari suatu pementasan drama. Dengan pemilihan actor yang tepat dan berpengalaman, maka dapat dimungkinkan terciptanya keberhasilan suatu pementasan yang bermutu. Dengan memahami kehebatan serta keindahan peran dan juga karakter yang dibawakan oleh aktor, penonton akan lebih mudah memahami inti cerita yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, keberhasilan suatu pertunjukan teater, tidak hanya bergantung pada nama besar sutradara, isi cerita yang dipentaskan, tetapi juga kekuatan para pemainnya dalam menjalankan peran yang dimainkan. Dalam hubungannya dengan Kabuki, kenikmatan dan pemahaman penonton tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan para pemainnya menjalankan peran sesuai dengan jalan cerita yang dipentaskan, tetapi juga ditentukan oleh pemahaman bahasa, mengingat Kabuki bukanlah seperti teater modern pada umumnya, melainkan teater yang disampaikan dengan bahasa Jepang lama atau kuno.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan diatas diharapkan:

1. Dapat mengetahui perubahan apa saja yang dilakukan oleh Ichikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro yang terdapat dalam kostum drama Kabuki.

2. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan awal Kostum Kabuki.

3. Mengetahui bagaimana sejarah latar belakang sejarah dari keluarga Ichikawa Danjuro dan Matsumoto Koshiro

(12)

b. Manfaat Penelitian\

1. Menambah Pengetahuan dan wawasan dan Penulis maupun pembaca mengenai Kostum Kabuki.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang apa itu Kabuki 3. Memberikan informasi tentang Kostum Kabuki Ichikawa Danjuro dan

Matsumoto Koshiro kepada masyarakat secara umum dan kepada Mahasiswa jurusan Sastra Jepang secara khusus.

1.6. Metode Penelitian

a. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah mengguanakan studi kepustakaan, dengan mengambil sumbernya dan buku-bukunya yang berhubungan dengan Kabuki yang menjadi buku acuan utama adalah buku pertunjukan Kostum Kabuki.

Penulisan juga memanfaatkan perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, perpustakaan program studi bahasa dan sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, untuk melengkapi data-data penelitian ini.

Penulis menyadari kemampuan yang kurang dalam memahami literature dan penelitian ini dirasakan masih banyak terdapat kekurangan, serta jauh dari pada kesempurnaan.

(13)

Metode yang digunakan dalam pengkajian data ini adalah metode deskriftif Komperatif, yaitu suatu cara dalam penelitian yang mendeskripsikan topik penelitian yang bersangkutan. Data-data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dilakukan analisis terhadap topik tersebut. Mengingat topik bahasan menyangkut kostum yang dipakai oleh Ichikawa Danjuro pada tahun 1895 dengan kostum yang dipakai Matsumoto Koshiro pada tahun 1936, maka digunakan juga metode komperatif untuk melihat persamaan, perbedaan dan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam Kostum Kabuki.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud campur kode yang ditemukan pada hasil menulis teks berita siswa kelas 8 SMP Negeri 1 Mayang dan

Penurunan nilai atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan dianggap telah terjadi jika, dan hanya jika, terdapat bukti yang objektif mengenai penurunan nilai sebagai akibat

Dimulai pada proses pra produksi program “BEAUTY ME”, produser merasa terlalu banyak waktu yang terbuang karena sulitnya menemukan waktu yang cocok dengan narasumber

Implikasinya hasil dari evaluasi dan analisis sistem dalam layanan pendidikan melalui pemanfaatan dana bantuan akan berfungsi sebagai umpan balik bagi sekolah dan lembaga

Semua form tambah data Barang diisi dengan benar kemudian Klik Simpan Nama Barang: (Diisi) Harga Modal(Rp): (Diisi Angka) Harga Jual (Rp): (Diisi Angka) Jumlah Stok:

Perumusan Masalah Pengembangan Penelitian Perencanaan Produksi yang lebih baik Hubungan Tingkat Error dengan Total Cost...

Berdasarkan hasil analisis ragam dengan pemberian bahan organik memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kandungan kalium tersedia di dalam tanah, diperoleh nilai

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, (2005: 2), penggunaan media dalam suatu proses pembelajaran dapat mempertinggi proses pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan