PENYULINGAN UAP DAN AIR (Water and Steam Destillation)
Oleh:
VERONIKA IDANG
NIM. 120 500 038
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2015
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Veronika Idang
Tempat/Tanggal lahir : Long Daliq, 5 Januari 1990 Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Jurusan : Teknologi Pertanian
Universitas/PT : Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Semester : VI (Enam)
Alamat Kos : Jl. Harapan Baru, Samarinda Seberang
Menyatakan telah melaksanakan penelitian karya ilmiah dengan judul :
”Rendemen Dan Kualitas Minyak Atsiri Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less) Dengan Metode Penyulingan Uap dan Air (Water and Steam
Destillation)” dengan Dosen Pembimbing Firna Novari S. Hut. MP dan PLP
Pendamping Farida Aryani, S. Hut. MP dari tanggal 6 Februari – 30 Juni 2015.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Samarinda, 22 Juni 2015
Mahasiswa yang bersangkutan
Veronika Idang NIM. 120500038
Judul Karya Ilmiah : Rendemen dan Kualitas Minyak Atsiri Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less) Dengan Metode Penyulingan Uap dan Air (Water and Steam Destillation)
Nama : Veronika Idang
NIM : 120 500 038
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Jurusan : Teknologi Pertanian
Lulus Ujian Pada Tanggal: ... Pembimbing,
Firna Novari, S. Hut, MP NIP. 19710717 199702 2 001
Penguji II,
Abdul Rasyid Z,S.Hut, MP NIP. 19750827 199903 1 001 Penguji I,
Ir. Iskandar, MP NIP. 19591119 198710 1 001
Menyetujui,
Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Eva Nurmarini, S. Hut.,MP NIP. 19750808 199903 2 002
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Hamka, S. TP. M, Sc NIP. 19760408 200812 1 002
ABSTRAK
VERONIKA IDANG. Rendemen Dan Kualitas Minyak Atsiri Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less) Dengan Metode Penyulingan Uap dan Air
(Water and Steam Destillation) (di bawah bimbingan Firna Novari).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya untuk pemanfaatan kekayaan alam hasil hutan non kayu di Indonesia khususnya daun beluntas, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis dari bahan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rendemen dan kualitas minyak atsiri dari sifat fisikanya dengan metode penyulingan uap dan air (Water and Steam Destillation).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas minyak atsiri dari tanaman daun beluntas dengan menggunakan metode uap dan air (Water and Steam Destillation), sehingga dapat menjadi pertimbangan pemanfaatan daun beluntas (Pluchea indica Less) sebagai bahan baku minyak atsiri di masa yang akan datang.
Pada penelitian ini menggunakan perbedaan perlakuan bahan baku daun beluntas yaitu perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dengan penjemuran selama 2 hari dan perlakuan kering udara dengan penjemuran selama 4 hari yang bisa mempengaruhi rendemen maupun kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.
Nilai rata-rata rendemen perlakuan di bawah sinar matahari selama 2 hari lebih besar yaitu 0,208 % dibandingkan nilai rata-rata rendemen perlakuan kering udara selama 4 hari yaitu 0,162 %, dan hasil pengujian kualitas untuk perlakuan di bawah sinar matahari yaitu warna bening kekuningan (tua), bau khas beluntas (sedang), kelarutan dalam alkohol 1:5 jernih, nilai rata-rata berat jenis 0,945 dan nilai rata-rata indeks bias 1,497. Sedangkan hasil pengujian kualitas dengan perlakuan kering udara yaitu warna bening kekuningan (muda), bau khas beluntas (menyengat), kelarutan dalam alkohol 1:3 jernih, nilai rata-rata berat jenis 0,950 dan nilai rata-rata indeks bias 1,496.
Kata kunci: Minyak atsiri, penyulingan uap dan air (Water and Steam
Veronika Idang lahir pada tanggal 05 Januari 1990 di Long Daliq Kecamatan Long Iram, Kabupaten Kutai Barat. Merupakan anak ketiga dari Bapak Aloysius Lahang dan Ibu Hendrika Hiroh.
Tahun 1996 memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri 013 Long Daliq, Kecamatan Long Iram, Kabupaten Kutai Barat dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Katolik 3 WR Supratman Tering, dan lulus pada tahun 2005. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Sendawar Long Iram, dan lulus pada tahun 2008. Kemudian bekerja sebagai karyawan perpustakaan di SDN 08 Keliwai Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2008 selama tiga tahun.
Kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2012. Pada tahun pertama mengikuti kegiatan perkuliahan sampai tahun ketiga, pernah mengikuti paduan suara serta mengikuti kegiatan kemahasiswaan yang lainnya.
Pada tanggal 2 Maret – 2 Mei 2015 mengikuti program PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Balai Besar Kerajinan dan Batik Kota Yogyakarta.
Sebagai syarat memperoleh predikat Ahli Madya Kehutanan, Penulis melakukan penelitian dengan judul Rendemen dan Kualitas Minyak Atsiri Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less) Dengan Metode Penyulingan uap dan Air (Water and Steam Destillation).
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sehingga tersusunnya karya ilmiah ini. Karya ilmiah disusun berdasarkan kegiatan dan hasil yang dilakukan di Laboratorium SKAP (Sifat Kayu dan Analisis Produk) selama penelitian berlangsung dan merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat sebutan Ahli Madya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dosen Pembimbing, yaitu Ibu Firna Novari, S. Hut, MP.
2. Ibu Farida Ariyani, S. Hut, MP. selaku PLP Pendamping
3. Kepala Laboratorium Sifat Kayu dan Analisis Produk Ir. Wartomo, MP.
4. Bapak Ir. Iskandar, MP dan Bapak Abdul Rasyid Z. S. Hut, MP selaku Dosen Penguji
5. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Ibu Eva Nurmarini,S.Hut.MP
6. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, yaitu Bapak Hamka,S.TP.M,Sc
7. Bapak Ir.H. Hasanudin, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
8. Seluruh anggota keluarga terutama Ayah, Ibu, Kakak dan Adik tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara material maupun doa sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik dan tepat waktu. 9. Rekan – rekan mahasiswa yang turut serta membantu dalam pelaksanaan
penelitian sehingga dapat selesai tepat waktu.
Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, Penulis menyadari masih banyak dapat kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan ini, namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Penulis
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. Pengertian Minyak Atsiri ... 4
B. Metode Pengolahan Minyak Atsiri... 6
C. Kegunaan Minyak Atsiri ... 11
D. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Atsiri... 12
E. Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Minyak Atsiri... 15
F. Kualitas Minyak Atsiri... 16
G. Risalah Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less) ... 19
BAB III. Metode Penelitian... 24
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 25
C. Prosedur Penelitian ... 26
D. Perhitungan dan Pengolahan Data ... 32
E. Pengujian Kualitas ... 34
BAB IV. Hasil dan Pembahasan ... 36
A. Hasil Penelitian ... 36
B. Pembahasan ... 37
BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 44
A. Kesimpulan ... 44
B. Saran... 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Nomor Tubuh Utama Halaman
1. Daun Beluntas ... 21
2. Batang Beluntas ... 21
3. Bunga Beluntas ... 22
4. Proses Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari ... 27
5. Proses Penjemuran dengan Cara Diangin-anginkan ... 28
6. Proses Penyulingan Minyak Atsiri Daun Beluntas... 30
7. Proses Pemisahan Air dan Minyak Hasil Penyulingan... 31
8. Proses Penimbangan Minyak Atsiri ... 31
9. Proses Pemurnian dengan MgSO4 ... 32
10. Minyak Daun Beluntas Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari (a), dan Minyak Daun Beluntas Penjemuran Kering Udara (b)... 40
Lampiran 11. Tanaman Beluntas ... 51
12. Proses Pengambilan Bahan Baku ... 51
13. Proses Pemetikan Bahan Baku ... 52
14. Proses Penimbangan Bahan Baku ... 52
15. Hasil Penjemuran Kering Udara... 53
16. Hasil Proses Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari ... 53
17. Proses Pemasukan Bahan Baku Ke Dalam Ketel ... 54
18. Proses Pengujian Berat Jenis ... 54
19. Pengujian Indeks Bias ... 55
21. Pengujian Kelarutan Alkohol 95% 1 : 5 (a), dan Kelaruran
DAFTAR TABEL
Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Tahapan Penelitian... 24 2. Nilai Rata-rata Rendemen Minyak Atsiri Daun Beluntas (Pluchea
indica Less) ... 36 3. Nilai Pengujian Kualitas Minyak Atsiri Daun Beluntas (Pluchea
indica Less) dengan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari ... 36 4. Nilai Pengujian Kualitas Minyak Atsiri Daun Beluntas (Pluchea
indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Kering Udara ... 37
Lampiran
5. Data Perhitungan Nilai Moisture Factor Daun Beluntas (Pluchea Indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar
Matahari dan Perlakuan Penjemuran Kering Udara... 49 6. Data Perhitungan Nilai Rendemen Minyak Atsiri dari Daun Beluntas
(Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Perjemuran Di bawah
Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara... 49 7. Data Perhitungan Berat Jenis Minyak Atsiri dari Daun Beluntas
(Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah
Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara... 49 8. Data Perhitungan Indeks Bias Minyak Atsiri dari Daun Beluntas
(Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah
Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara... 50 9. Data Perhitungan Kelarutan dalam Alkohol Minyak Atsiri Daun
Beluntas (Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Perlakuan Penjemuran Kering
Udara ... 50 10. Data Pengujian Warna dan Bau Minyak Atsiri dari Daun Beluntas
(Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah
Sinar Matahari dan Perlakuan Penjemuran Kering Udara ... 50
Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar dan beragam untuk
dapat menambah devisa negara yang dengan sendirinya akan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pemanfaatan kekayaan alam Indonesia salah satunya adalah untuk meningkatkan pemanfaatan hasil hutan non kayu.
Banyaknya kekayaan hayati Indonesia menjadikan semakin berkembangnya ide-ide untuk meningkatkan nilai jual produk tanaman, salah
satu diantaranya adalah tanaman penghasil minyak atsiri (Essential oil). Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor non-kayu yang memiliki peluang pasar dan sangat dibutuhkan keberadaannya oleh berbagai bidang industri, maka dari itu produksi minyak atsiri mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut disebabkan karena kegunaan minyak atsiri yang sangat luas
dan spesifik.
Indonesia memiliki potensi sebagai salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, sereh wangi, cendana, pala, kenanga dan daun cengkeh. Sebelum Perang Dunia II Indonesia pernah menjadi negara produsen
penghasil minyak atsiri nomor satu diantara negara-negara berkembang. Hampir semua tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari (Lutony dan Rahmayati, 2000).
Setiap tahun konsumsi minyak atsiri atau minyak terbang dunia beserta turunannya naik sekitar 8 – 10 %. Itu tak hanya terjadi di Indonesia, salah satu sumber minyak atsiri dunia, tetapi berlaku pula di negara-negara produsen lain
seperti India, Thailand, dan Haiti. Pemicu kenaikan itu antara lain meningkatnya kebutuhan minyak asiri untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan. Selain
itu kecenderungan konsumen untuk berpindah dari pola mengkonsumsi bahan-bahan mengandung senyawa sintetik ke bahan-bahan alami turut mendongkrak permintaan minyak asiri. Apalagi produk-produk olahan minyak asiri belum dapat digantikan oleh bahan sintetis (Trubus Info Kit, 2009).
Secara fisik, tanaman yang menghasilkan minyak atsiri mempunyai ciri-ciri yaitu mengeluarkan bau tertentu. Pada umumnya minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman tersebut dapat diambil dari daun, ranting, bunga, buah dan kulit batang. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai bahan wewangian, penyedap makanan, bahan baku kosmetik dan obat-obatan. Dengan mengenal tanaman yang mengandung minyak atsiri akan mempermudah
mengidentifikasikan penggunaan minyak atsiri tersebut, karena minyak yang dihasilkan dari tanaman yang berbeda akan menghasilkan kualitas dan jenis yang berbeda pula. Kualitas minyak atsiri atau faktor-faktor yang menentukan mutu minyak atsiri adalah sifat-sifat fisik dan kimia minyak atsiri.
Indonesia memiliki cukup banyak jenis tanaman yang memiliki kandungan minyak atsiri salah satunya adalah tanaman beluntas (Pluchea indica Less). Tanaman ini walau cukup dikenal oleh masyarakat tetapi belum banyak orang tahu tentang daun beluntas yang memiliki kandungan minyak atsiri.
Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
rendemen dan kualitas minyak atsiri dari sifat fisikanya.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan informasi tentang kualitas minyak atsiri dari tanaman beluntas (Pluchea indica Less) dengan menggunakan metode penyulingan uap dan air
(Water and Steam Destillation), sehingga dapat menjadi pertimbangan pemanfaatan daun beluntas sebagai bahan baku minyak atsiri di masa yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Minyak Atsiri
Menurut Ketaren (1985), minyak yang terdapat dalam alam dibagi
menjadi beberapa golongan yaitu minyak mineral (mineral oil), minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan (Edible fat) dan minyak atsiri (essential oil).
Minyak atsiri adalah zat yang berbau wangi yang merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman. Minyak atsiri mudah
menguap pada suhu kamar tanpa mengelami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren,1985)
Menurut Gunawan & Mulyani, 2004, minyak atsiri adalah zat berbau
yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap,
minyak eteris, minyak essential karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi.
Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk.
Menurut Doyle dan Mungall, 1980. Minyak atsiri adalah minyak yang
mudah menguap pada temperatur kamar tanpa mengalami dekomposisi, tetapi minyak atsiri dapat rusak karena penyimpanan jika minyak atsiri dibiarkan lama. Minyak atsiri akan mengabsorpsi oksigen dari udara sehingga akan berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia
minyak atsiri tersebut akan berubah. Minyak atsiri tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, dan berbau harum sesuai dengan tanaman
penghasilnya
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris, minyak esensial, minyak terbang adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, hasil destilasi minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi (Ma’mun, 2006).
Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan. Campuran uap
air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan karena kedua bahan tidak dapat saling melarutkan (Sastrohamidjojo, 2004).
Minyak atsiri disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan dalam hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap yang rendah dimiliki oleh persenyawaan yang memiliki titik didih tinggi (Guenther, 2006).
Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak atsiri memiliki komponen volatil pada beberapa tumbuhan dengan karakteristik tertentu. Komponen aroma dari minyak atsiri cepat
berinteraksi saat dihirup, senyawa tersebut berinteraksi dengan sistem syaraf pusat, kemudian sistem ini akan menstimulasi syaraf-syaraf pada otak di bawah kesetimbangan (Buckle, 1999). Di Indonesia, penggunaan minyak
atsiri bisa melalui berbagai cara, antara lain:
1. Melalui mulut atau dikonsumsi (oral), antara lain berupa jamu yang mengandung minyak atsiri atau bahan penyedap makanan (bumbu). 2. Pemakaian luar (topical/external use), antara lain pemijatan lulur, obat
luka/memar, parfum/pewangi.
3. Pernapasan (inhalasi atau aromaterapi), antara lain wangi-wangian (perfum) atau aromatika untuk keperluan aromaterapi.
4. Pestisida nabati, antara lain sebagai pengendali hama lalat buah, pengusir (repelent) nyamuk dan anti jamur.
5. Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri misalnya dalam bahasa Inggris volatile oil, etherial oil, essential oil dalam
bahasa Indonesia disebut minyak terbang atau minyak kabur. Karena
minyak atsiri mudah menguap bila dibiarkan ditempat terbuka (Lutony dan Amayati. 2000).
B. Metode Pengolahan Minyak Atsiri
Menurut Harris (1987), pengolahan atau pengambilan minyak atsiri
dari tanaman dapat diperoleh melalui 3 cara,yaitu : 1. Metode Pengempaan (Pressing)
Pengambilan minyak atsiri dengan cara pengempaan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah tanaman pada
proses pengempaan sel-sel yang mengandung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir ke permukaan bahan. Campuran minyak dan air disaring kemudian dilakukan pemisahan antara air terhadap minyak pengambilan minyak atsiri secara pengempaan dilakukan dengan mengempa bahan tanaman pada sebuah alat pres.
2. Metode Ektraksi Menggunakan Pelarut (Solvent)
Ektraksi minyak atsiri secara komersial umumnya dilakukan dengan pelarut menguap (Solvent extraction). Ektraksi merupakan proses pemisahan suatu zat dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Prinsip ektraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan
minyak atsiri di dalam bahan pelarut organik (bahan kimia organik mengandung karbon) yang mudah menguap dalam suatu wadah yang disebut ekstraktor (Guenther, 1987).
Proses ekstraksi ini digunakan khusus untuk mengektraksi minyak
bunga-bungaan dalam rangka mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi. Bila dipisahkan dengan metode lain, maka minyak atsiri yang terkandung akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam pelarut organik (Guenther, 1987).
Pada proses pengambilan minyak atsiri dengan ekstraksi menggunakan pelarut, bahan-bahan minyak yang akan diambil minyaknya ditambah dengan bahan atau zat pelarut (Solvent) yang dapat mengikat minyak yang terdapat dalam bahan. Zat Solvent yang
bercampur dengan minyak atsiri tersebut selanjutnya akan dipisahkan untuk diambil minyak atsirinya. pelarut yang dapat digunakan salah
satunya adalah etanol metode ini relatif mahal karena menggunakan bahan-bahan pelarut kimia etanol (Rusli, 2010).
3. Metode Penyulingan
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen berupa cairan atau padatan dari berbagai macam zat berdasrakan titik uap atau perbedaan kecepatan menguap bahan (Rusli, 2010). Tujuan penyulingan
yaitu memisahkan jenis zat yang berbeda.
Dari ketiga metode ini, penyulingan merupakan metode yang paling sering digunakan dalam pengolahan minyak atsiri dengan cara penyulingan ada 3 metode yang digunakan, yaitu: (Rusli, 2010).
a. Penyulingan Dengan Air ( Water Destillation)
Prinsip kerja penyulingan dengan air adalah sebagai berikut; Bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air
mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan
mengambang/mengapung di atas air atau terendam seluruhnya atau tergantung pada berat jenis dan kuantitas bahan yang akan diproses air dapat dididihkan dengan api secara langsung.
Sejumlah bahan tanaman ada kalanya harus diproses dengan penyulingan air contoh (bunga mawar, bunga-bunga jeruk) sewaktu
terendam dan bergerak bebas dalam air mendidih.
Sedangkan bila bahan tersebut diproses dengan penyulingan uap maka akan menyebabkan terjadinya pengumpulan hingga uap
tidak dapat menembusnya penyulingan air ini tidak ubahnya bahan tanaman direbus secara langsung.
Kualitas minyak atsiri yang dihasilkan cukup rendah, kadar minyaknya sedikit, terkadang terjadi proses hidrolisis ester, dan produk minyaknya bercampur dengan hasil sampingan.
b. Penyulingan Dengan Uap dan Air (Water and Steam Destillation) Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap air ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan.
Bagian bawah alat penyulingan diisi air sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan penyulingan minyak aitsiri dengan cara ini memang sedikit lebih maju dan produksi minyaknya pun relatif lebih baik. Prinsip
kerja dari penyulingan macam ini adalah sebagai berikut; Ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Bahan baku diletakkan di atas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Maka cara
penyulingan semacam ini disebut; penyulingan tidak langsung (indirect destillation).
Air yang menguap akan membawa partikel-partikel minyak aitsiri dan dialirkan melalui pipa ke alat pendingin sehingga terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak atsiri tersebut akan
mencair kembali. Selanjutnya, dialirkan ke alat pemisah untuk memis ahkan minyak atsiri dari air.
Cara ini paling sering dilakukan oleh para petani atsiri dan alat-alatnya pun dapat dibuat sendiri oleh para petani atsiri. Produk minyak
yang dihasilkannya cukup bagus, bahkan kalau pengerjaanya dilakukan dengan baik produk minyaknya pun dapat masuk dalam
kategori ekspor.
c. Penyulingan Langsung Dengan Uap (Steam Destillation)
Cara ketiga dikenal sebagai penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan perangkatnya mirip dengan kedua alat penyuling sebelumnya hanya saja tidak ada air di bagian bawah alat.
Uap yang digunakan lazim memiliki tekanan yang lebih besar dari pada tekenan atmosfer dan dihaslkan dari hasil penguapan air yang berasal dari suatu pembangkit uap air. Uap air yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penyulingan. Penyulingan minyak atsiri secara langsung dengan uap memerlukan biaya yang cukup
besar.
Karena harus disiapkan dua buah ketel, dan sebagian besar peralatan terbuat dari stainless steel (SS) dan mild steel (MS). Walaupun memerlukan biaya yang besar, kualitas minyak atsiri yang
dihasilkan memang jauh lebih sempurna.
Prinsip kerja penyulingan seperti ini hampir sama dengan cara menyuling dengan air dan uap (indirect distillation), namun antara ketel uap dan ketel penyulingan harus terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi
bahan baku.
Partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi proses pengembunan, sehingga uap yang bercampur minyak akan
mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya, dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air. Kualitas produk
minyak yang dihasilkan jauh lebih sempurna dibandingkan dengan kedua cara lainnya, sehingga harga jualnya pun lebih tinggi.
C. Kegunaan Minyak Atsiri
Minyak atsiri dalam industri digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, ”flavoring agent” dalam bahan pangan atau makanan dan sebagai bahan pencampur rokok kretek (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses destilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air.
Berbicara mengenai minyak atsiri, tidak bisa lepas dari bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan paling umum adalah
sebagai pengharum, baik itu sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi cita rasa pada makanan maupun produk rumah tangga lainnya. Tidak begitu banyak atau hanya berapa jenis minyak atsiri yang populer digunakan sebagai bahan terapi terhadap suatu jenis penyakit atau lebih populer dengan istilah aroma terapi (Ketaren,
1985).
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti
hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu komponen yang
persentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut (Agusta, 2000).
Menurut Guenther (1987), minyak atsiri atau sering disebut minyak
terbang banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau penyedap (flavour). Selain itu minyak atsiri banyak digunakan dalam bidang kesehatan. Beberapa macam industri yang menggunakan minyak atsiri dan senyawa aromatik atau campuran keduanya adalah:
1. Bahan perekat
2. Industri makanan ternak 3. Industri kue dan roti 4. Industri makanan kaleng 5. Industri bumbu
Mengingat banyaknya kegunaan dan industri yang memanfaatkan minyak atsiri, maka pengusahaan minyak atsiri merupakan suatu sektor yang dapat menunjang perekonomian suatu negara.
D. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Atsiri
Permasalahan yang dihadapi Indonesia di dalam pengembangan minyak atsiri sangat komplek. Akibatnya sangat beralasan jika sebagian besar mutu minyak atsiri yang dihasilkan menjadi rendah. Menurut Luqman dan Rahmawati (1994), ada beberapa faktor yang mengpengaruhi mutu minyak atsiri, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri,
yaitu :
1. Pengadaan Bahan Baku
Pengadaan bahan baku merupakan langkah paling awal yang perlu diperhatikan agar minyak atsiri yang diproduksi bermutu tinggi.
Adapun permasalahan yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku antara lain meliputi pemilihan lokasi, cara pengolahan lahan. Kebanyakan
tingkat pengetahuan produsen bahan baku minyak atsiri masih kurang, terutama dalam hal pemilihan lokasi yang betul-betul ideal bagi pertumbuhan tanaman minyak atsiri. Pemilihan lokasi seharusnya dengan persyaratan tumbuh yang dikehendaki oleh tanaman minyak atsiri yang akan dibudidayakan. Para produsen bahan baku minyak atsiri juga sering melakukan kesalahan dalam pengolahan lahan. Misalnya saja lahan yang seharusnya dipajak atau dicangkul pada kedalaman 50 cm, ternyata hanya diolah sampai kedalaman 25 cm. Atau lahan yang seharusnya diberi pupuk dasar terlebih dahulu sebelum penanaman, ternyata tidak pernah di beri pupuk dasar.
2. Penanganan Pascapanen
Penanganan pascapanen dari bahan tanaman yang akan diambil minyak atsirinya berkaitan erat dengan mutu dan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Penanganan pascapanen masing-masing bahan
tanaman penghasil minyak atsiri tidaklah sama. Misalnya, bunga kenanga tidak baik mendapat perlakuan penundaan penyulingan sampai lebih dari satu malam setelah bunga di panen, hasil panen akar wangi dianjurkan tidak langsung diproses tetapi dibiarkan dahulu dalam keadaan kering selama beberapa waktu (lebih dari satu bulan), daun
nilam sebaliknya dikering anginkan selama 2-3 hari.
Bahan tanaman pun harus dikemas secara hati-hati sehingga bagian tanaman tidak patah atau rusak. Cara penyimpanan harus dilakukan secara benar, ruang penyimpanan pun sebaiknya memenuhi
persyaratan. Kesalahan penanganan pascapanen bahan tanaman yang akan diambil minyak atsirinya akan berakibat sangat fatal terhadap mutu
minyak maupun rendemennya. 3. Proses Produksi
Seperti halnya kesalahan yang dilakukan dalam pengadaan bahan baku dan penanganan pascapanen, kesalahan didalam proses produksi atau pengolahan pun akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu dan rendemen minyak atsiri yang dihasikkan. Dalam kaitanya dengan proses produksi minyak atsiri, kesalahan yang menurunkam mutu serta rendemen terletak pada kondisi peralatan yang digunakann atau karena faktor yang lainya. Sebagai contoh, bahan tanaman yang seharusnya diolah melalui model penyulingan dengan uap, ternyata diproses melalui
penyulingan dengan air, lama waktu penyulingan yang semestinya berlangsung selama 24 jam ternyata hanya dsuling dalam waktu 8 jam.
Penanganan terhadap minyak atsiri yang dihasilkan juga perlu diperhatikan, misalnya minyak atsiri yang seharusnya dikemas dalam
kemasan yang terbuat dari kaca atau gelas ternyata hanya dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari logam berkarat, kemasan yang dipakai seharusnya berwarna gelap malah digunakan kemasan yang berwarna terang atau tembus.
4. Tata Niaga
Rantai tata niaga sangat berpengaruh terhadap mutu minyak asiri. Kenyataan membuktikan, selama ini umumnya rantai tata niaga minyak asiri sangat panjang. Padahal kondisi seperti ini menurunkan mutu
minyak, sedangkan harga menjadi rendah akibat terlalu banyak pihak yang terlibat di dalamnya.
5. Bentuk Pengusahaan
Hampir seluruh kegiatan usaha produksi minyak asiri di Indonesia dalam bentuk industri skala kecil. Industri kecil ini sesungguhnya mempunyai potensi yang sangat besar dalam proses pembangunan sebab disamping merupakan jenis usaha bersifat padat karya (dapat diandalkan sebagai penyerap tenaga kerja sekaligus sebagai sumber pendapatan bagi mereka yang terlibat di dalamnya), juga dapat berperan nyata sebagai penopang kelancaran dan kemajuan industri skala besar. E. Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Minyak Atsiri
Harris (1987), menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri adalah perbandingan antara hasil minyak atsiri dengan bahan tanaman yang diolah.
Menurut Guenther (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen adalah ketelitian dan kerapian dalam membuat alat penyulingan dan dalam pelaksanaan proses penyulingan.
Lebih lanjut menurut Harris (1987), bahwa faktor-faktor yang juga
mempengaruhi rendemen, yaitu : 1. Perlakuan Pendahuluan .
Perlakuan sebelum penyulingan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri umumnya adalah perlakuan pengecilan ukuran
bahan baku dan penurunan kadar air bahan dengan cara pengeringan, pelanyuan atau fermentasi.
2. Jenis Bahan Baku yang Disuling
Dalam hal ini bisa berupa kulit, bunga, daun, buah dan sebagainya. Jika penyulingan menggunakan bahan berupa daun, tentu
akan dihasilkan rendemen yang lebih besar dari pada menggunakan bahan baku berupa kulit.
3. Peralatan yang Digunakan
Dari segi ini, misalnya pada penggunaan alat pemanas berupa kompor, tentu akan memberikan panas yang tidak stabil. Hal ini juga didukung oleh pendapat Guenther (1987), yang menyatakan bahwa suhu
dan tekanan dapat mempengaruhi rendemen minyak atsiri yang disuling. 4. Ketelitian Dalam Pelaksanaan Penyulingan.
Keterampilan dan ketelitian seseorang dalam melakukan proses penyulingan juga turut mempengaruhi nilai rendemen yang akan dihasilkan. Misalnya ketelitian sesorang pada saat pemisahan air dan minyak menggunakan pipet tetes tidak hati-hati (Harris, 1987). juga
menambahkan bahwa rendemen minyak atsiri juga dipengaruhi oleh keadaan bahan baku yang diolah.
F. Kualitas Minyak Atsiri
Mutu minyak atsiri didasarkan atas kriteria atau bahasan yang
dituang di dalam standar mutu. Dari sifat fisik dapat diketahui keaslian minyak atsiri tersebut dapat dilihat dari penampakkan warna serta bau atau aroma, sedangkan dari sifat kimia dapat diketahui secara umum komponen kimia yang terdapat di dalamnya (Wendrawan, 2010).
Komposisi kimia minyak atsiri akan menentukan nilai harga dan
kegunaan minyak tersebut, adapun kualitas minyak atsiri meliputi: 1. Bau
Minyak atsiri berbau khas tanaman penghasilnya, dan bau dari minyak atsiri tersebut cepat berinteraksi saat dihirup. Senyawa-senyawa
yang berbau harum dari minyak atsiri suatu tumbuhan telah terbukti dapat mempengaruhi aktivitas lokomotor (Buchbauer, 1991).
2. Warna
Warna minyak atsiri yang baru disuling biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan, tetapi ada juga beberapa minyak berwarna kemerah-merahan, hijau, coklat, biru. Minyak atsiri apabila dibiarkan lama di udara dan terkena sinar matahari maka warna minyak dapat menjadi gelap, bau berubah, minyak menjadi lebih kental dan akhirnya membentuk resin (Ketaren, 1985).
Warna minyak atsiri dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang diekstrak serta metode penyulingannya. Minyak dengan kualitas yang bagus memiliki tingkat kecerahan warna yang cukup tinggi. Pengujian
warna dapat dilakukan dengan pengamatan melalui indra mata. (Ketaren, 1985).
3. Kelarutan Dalam Alkohol
Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol pada perbandingan dan
konsentrasi tertentu. Dengan demikian, jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah minyak atsiri secara sempurna dapat diketahui (Ketaren, 1985).
Menurut Guenther, (1987), kelarutan minyak dalam alkohol
ditentukan dengan mengamati daya larut minyak dalam alkohol. Uji
kelarutan alkohol adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui derajat keasilan minyak atsiri yang diuji. Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol dengan perbandingan dan konsentrasi tertentu. Dengan demikian dapat diketahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk
melarutkan sejumlah minyak atsiri secara sempurna. Selain larut dalam alkohol, minyak atsiri dapat larut di dalam pelarut organik lainnya (Wendrawan, 2010).
4. Berat Jenis
Berat jenis adalah membandingkan antara kerapatan minyak pada suhu 240C terhadap kerapatan air pada suhu yang sama. Berat jenis ditentukan dengan menggunakan mikropipit. Mikropipet sering digunakan dalam penetapan berat jenis karena selain praktis dan tepat penggunaannya juga hanya menggunakan sejumlah kecil contoh minyak. Berat jenis suatu senyawa organik dipengaruhi oleh bobot molekul, polaritas, suhu, dan tekanan. Secara umum nilai berat jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696 – 1,188 (Guenther, 1987).
Penentuan berat atau bobot jenis minyak atsiri adalah salah satu cara analisa yang dapat menggambarkan kemurnian minyak (Ketaren, 1985).
5. Indeks Bias
Indeks bias minyak atsiri adalah perbandingan antara sinus sudut jatuh dan sinus sudut bias jika seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu jatuh dari udara ke minyak dengan sudut tertentu. Alat untuk mengukur indeks bias adalah refraktometer (Guenther, 1987).
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di
dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut dalam suhu tertentu.
Guenther (1987), menyatakan pada saat penentuan indeks bias minyak harus dijaga dan harus dijauhi dari cuaca panas dan lembab
sebab udara dapat berkondensasi pada permukaan prisma yang dingin. Akibat akan timbul kabut pemisah antara prisma gelap dan terang
sehingga tidak terlihat jelas. Jika minyak mengandung air maka garis pembatas akan kelihatan lebih tajam, dan nilai indeks biasnya akan menjadi rendah.
Penentuan indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak (Ketaren,1985). Semakin banyak kandungan airnya,
maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini disebabkan oleh sifat air yang mudah membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias kecil.
Menurut Guenther (1990), indeks bias dipengaruhi oleh panjang
rantai karbon serta jumlah ikatan rangkap.
G. Risalah Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less).
Tanaman beluntas (Pluchea indica Less) umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai
tanaman pagar. Daun beluntas mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flavonoid dan tanin (Dalimartha, 1999). Klasifikasi tanaman daun beluntas adalah sebagai berikut: (Ardiansyah dkk.,2003).
Klasifikasi Ilmiah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Pluchea
Risalah tanaman beluntas adalah sebagai berikut : 1. Daun Beluntas
Tanaman beluntas memiliki daun yang bertangkai pendek, daunnya berbentuk menyerupai bulat telur, pada bagian ujung daun berbentuk runcing serta posisi daun yang letaknya berselang-selang. Permukaan daun tersapat bulu halus, panjang daun beluntas biasanya antara 3,8 sampai dengan 6,4 cm, memiliki lebar antara 2-4 cm. Daun beluntas memiliki tulang-tulang yang menyirip, tepi daun bergerigi,
berwanra hijau terang atau kekunungan, dan setelah tua hijau kotor pucat
karena diselimuti bulu bila diremas mengeluarkan bau harum (Ardiansyah dkk., 2003).
Salah satu tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat
Indonesia sejak dahulu, yaitu tanaman beluntas (Pluchea indica Less). Nama daerah: beluntas (Melayu), baluntas, baruntas (Sunda), luntas (Jawa), baluntas (Madura), lamutasa (Makasar), lenabou (Timor), sedangkan nama asing untuk tanamanm beluntas adalah Luan Yi (Cina), Phatpai (Vietnam), dan Marsh fleabane (Inggris) (Dalimartha, 1999). Spesies : Pluchea indica Less
Gambar 1. Daun Beluntas 2. Batang Beluntas
Tanaman beluntas memiliki batang kayu, batang bulat dan berdiri tegak serta mempunyai banyak cabang. Bila berumur masih muda batang tanaman ini berwarna ungu, kemudian warnanya akan berubah menjadi putih kotor bila umurnya sudah tua.
3. Bunga Beluntas
Bunga majemuk dengan bentuk malai rata, keluar dari ketiak daun
dan ujung tangkai. Bunga berbentuk bonggol, bergagang ataupun duduk, berwarna putih kekuningan sampai ungu (Ardiansyah dkk., 2003).
Cabang bunga sangat banyak sehingga membentuk rempuyung cukup besar antara 2,5-12,5 cm. Bunga berbentuk bonggol, bergagang atau duduk. Bentuknya seperti silinder sempit dengan panjang 5-6 mm. Panjang daun pembalut sampai 4 mm. Daun pelindung bunga tersusun dari 6-7 helai. Daun pelindung yang terletak di dalam berbentuk sudut dan di luar berbentuk bulat telur (Ardiansyah dkk., 2003).
Daun pelindung berbulu lembut, berwarna ungu dan pangkalnya ungu muda. Kepala sari menjulur dan berwarna ungu. Tangkai putik pada bunga betina lebih panjang (Susetyarini, 2007).
4. Buah dan Biji
Buah kecil, keras, warna coklat, biji coklat keputih-putihan. Perbanyakan dengan biji atau stek (Ardiansyah dkk., 2003).
5. Akar Beluntas
Tanaman beluntas mempunyai jenis akar yang bercabang dan termasuk golongan akar tunggang (Ardiansyah dkk., 2003).
6. Kandungan Daun Beluntas
Kandungan senyawa fitokimia pada daun beluntas mempunyai beberapa aktivitas biologis, salah satunya sebagai antioksidan. Senyawa fitokimia pada tanaman terdistribusi dengan kadar yang berbeda pada setiap bagian. Perbedaan kadar senyawa fitokimia pada daun dan buah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan daun atau kematangan, kondisi
tanah, pemberian pupuk serta stres lingkungan baik secara fisik, biologi maupun kimiawi. Kandungan dan kadar senyawa fitokimia yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas antioksidannya (Ardiansyah dkk., 2003).
A. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian dan perhitungan rendemen minyak atsiri dari tanaman daun beluntas dengan metode penyulingan uap dan air, melalui dua perlakuan dan dua kali ulangan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Hasil Nilai Rata-rata Rendemen Minyak Atsiri Daun Beluntas (Pluchea indica Less).
No Perlakuan Nilai rata-rata rendemen
1 Pengeringan di bawah sinar matahari 0,208 %
2 Pengeringan kering udara 0,162 %
Selanjutnya hasil penelitian tentang kualitas minyak atsiri dari daun beluntas dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari yang meliputi warna, bau, kelarutan dalam alkohol, berat jenis, dan indeks bias, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Nilai Pengujian Kualitas Minyak Atsiri Daun Beluntas (Pluchea
Indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari.
No Pengujian Hasil
1 Bau Khas beluntas (sedang)
2 Warna Bening kekuningan (tua)
3 Kelarutan Dalam Akohol 1:5 jernih
4 Berat Jenis 0,945
5 Indeks Bias 1,497
Selanjutnya hasil penelitian tentang kualitas minyak atsiri dari daun
beluntas dengan perlakuan penjemuran kering udara yang meliputi warna, bau, kelarutan dalam alkohol, berat jenis dan indeks bias, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Nilai Pengujian Kualitas Minyak Atsiri Daun Beluntas (Pluchea
Indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Kering Udara.
No Pengujian Hasil
1 Warna Bening kekuningan (muda)
2 Bau Khas beluntas (menyengat)
3 Kelarutan Dalam Akohol 1:3 jernih
4 Berat Jenis 0,950
5 Indeks Bias 1,496
B. Pembahasan
Dalam pengujian mutu minyak daun beluntas ini menggunakan dua macam perlakuan yang berbeda, yaitu minyak daun beluntas yang dihasilkan dari perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dan perlakuan
penjemuran kering udara atau di dalam ruangan.
Dari Tabel. 2 terlihat bahwa nilai rata-rata rendemen minyak atsiri daun beluntas yang dihasilkan dari perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari adalah sebesar 0,208 % dan perlakuan penjemuran kering udara adalah sebesar 0,162 %.
Hal ini menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri yang di dapat dari bahan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari lebih besar dibandingkan dengan rendemen yang di dapatkan dari bahan baku perlakuan kering udara. Hal ini disebabkan karena daun beluntas yang sudah dijemur di bawah matahari secara langsung, sebagian air sudah
menguap dalam proses penjemuran di bawah sinar matahari tersebut sehingga minyak yang dihasilkan lebih banyak pula. Sedangkan penjemuran daun beluntas dengan cara diangin-anginkan dalam ruangan atau kering udara masih mengandung air yang cukup besar yang terlihat pada proses
karena daerah pertumbuhan daun beluntas dan juga iklim, sehingga mempengaruhi hasil rendemen yang diperoleh.
Menurut Harris (1998), faktor rendahnya rendemen juga disebabkan
karena jenis bahan baku yang di suling seperti jenis bahan baku beluntas, minyak kayu putih, kenanga dan banyak jenis bahan baku yang lainnya. Dan lama atau tidaknya penyulingan berpengaruh terhadap nilai rendemen, misalnya semakin lama disuling rendemen minyak akan semakin naik, sedangkan waktu penyulingan yang kurang mengakibatkan nilai rendemen rendah, karena penguapan dan panas di dalam ketel belum maksimal sehingga sedikit uap yang berhubungan dengan sel-sel minyak lama jaringan bahan, hasilnya minyak yang terekstraksi sedikit. Serta kepadatan bahan baku di dalam ketel juga mempengaruhi rendemen minyak atsiri,
semakin tinggi kepadatan bahan dalam ketel, maka kecepatan penyulingan semakin rendah sehingga proses hidrodifusi berjalan lambat.
Ma’mun (2006), menyatakan semakin besar massa bahan maka hambatan yang dialami uap air juga semakin besar, akibatnya kecepatan
penyulingan rendah. Uap air tidak dapat menembus pori – pori bahan baku dengan maksimal pada massa bahan baku yang lebih banyak.
Pengujian kualitas minyak atsiri dari daun beluntas yang disajikan dalam Tabel 3. dan Tabel 4. dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dan pengeringan kering udara menunjukkan beberapa karakteristik,
seperti : 1. Uji Warna
Uji warna dilakukan dengan cara organoleptik, yaitu dengan cara dilihat menggunakan indra pengelihatan (mata).
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sampel minyak daun beluntas yang di hasilkan dari perlakuan penjemuran di
bawah sinar matahari maupun yang dihasilkan dari perlakuan penjemuran kering udara memiliki warna khas minyak daun beluntas yaitu warna minyak atsiri dari perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari berwarna bening kekuningan (tua) sedangkan warna minyak atsiri dari perlakuan penjemuran kering udara berwarna bening kekuningan (muda). Dilihat dari warna minyak atsiri dari daun beluntas ini ternyata minyak yang berasal dari daun yang dikering udarakan memiliki tingkat kecerahan yang lebih bila di bandingkan dengan minyak dari daun yang di jemur di bawah sinar matahari. Menurut Ketaren 1985 minyak dengan kualitas yang bagus memiliki tingkat kecerahan warna yang cukup tinggi
sehingga minyak yang berasal dari daun yang dikering udarakan lebih bagus bila di bandingkan dengan minyak yang dijemur di bawah sinar matahari.
Menurut (Ketaren 1985), intensitas warna ditentukan oleh
banyak/sedikitnya kandungan pigmen warna tertentu di dalam tanaman. Warna minyak atsiri yang baru disuling biasanya tidak berwarna atau berwarna bening kekuning-kuningan, tetapi ada juga yang berwarna kemerah-merahan, hijau, dan coklat, tergantung dari jenis tanaman yang diekstrak.
2. Uji Bau
Uji bau dilakukan dengan cara organoleptik, yaitu dicium menggunakan indra pencium (hidung).
Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa minyak atsiri yang dihasilkan dari daun beluntas perlakuan penjemuran di bawah sinar
matahari adalah berbau atau beraroma khas daun beluntas (sedang). dan perlakuan penjemuran dalam ruangan atau kering udara adalah berbau khas daun beluntas (menyengat).
Dari hasil uji bau ini, ternyata minyak atsiri dari daun yang dikering udarakan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan minyak dari daun
yang dijemur di bawah sinar matahari karena baunya lebih tajam dan menyengat sesuai bau khas beluntas. (Buchbauer 1991), menyatakan
bahwa minyak atsiri berbau khas dari tanaman penghasilnya.
a
b
Gambar 10. Minyak Daun Beluntas Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari (a), dan Minyak Daun Beluntas Penjemuran Kering Udara (b).
3. Berat Jenis
Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan
antara kerapatan minyak pada suhu 240 C terhadap kerapatan air pada suhu yang sama. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,696 -1,188. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri Guenther, 1987.
Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa nilai rata-rata berat jenis minyak daun beluntas yang dihasilkan dari penjemuran di bawah sinar matahari adalah 0,945 sedangkan minyak daun beluntas penjemuran kering udara adalah 0,950. Kedua nilai berat jenis dari perlakuan yang berbeda ini masih memenuhi kisaran nilai berat jenis minyak atsiri secara umum yaitu 0,696 – 1,188. Nilai berat jenis minyak di
tentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya. 4. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu pengujian indeks bias ini menggunakan alat refraktometer.
Dari hasil penelitian dan perhitungan dapat diketahui indeks bias dari minyak daun beluntas yang dihasilkan dari pengeringan di bawah sinar matahari adalah 1,497 dan indeks bias untuk minyak dari daun beluntas pengeringan kering udara adalah 1,496. Maka dapat dilihat nilai indeks bias dari perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari sedikit lebih tinggi di bandingkan penjemuran kering udara.
Dari uji indeks bias ini, ternyata minyak atsiri dari daun beluntas yang dijemur di bawah sinar matahari memiliki kualitas yang baik
dibandingkan minyak atsiri dari daun beluntas yang di jemur kering udara karena minyak atsiri dengan nilai indek bias yang besar lebih bagus
dibandingkan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.
Indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak (Ketaren 1985), semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini disebabkan oleh sifat air yang mudah membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias kecil.
5. Kelarutan dalam alkohol 95 %
Pengujian kelarutan minyak atsiri dari daun beluntas dilakukan dengan menggunakan alkohol 95% dengan perbandingan tertentu sampai
didapatkan hasil yang jernih.
Proses penambahan alkohol dilakukan dalam tabung reaksi yang telah berisi minyak dari daun beluntas 1 ml. dan setiap penambahan alkohol dikocok, kemudian diamati kejernihannya. Minyak dari daun
beluntas dengan pengeringan di bawah sinar matahari diperoleh hasil perbandingan 1:5 ml dan minyak larut jernih, artinya pada penambahan alkohol ke lima kali larutan minyak atsiri menjadi jernih. Sedangkan minyak dari daun beluntas hasil pengeringan kering udara diperoleh hasil perbandingan 1:3 ml dan minyak jernih, artinya pada penambahan alkohol
ke tiga kali larutan minyak menjadi jernih.
Dilihat dari nilai perbandingan di atas, minyak yang dihasilkan dari daun yang dikering udarakan ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dari minyak yang di hasilkan dari penjemuran di bawah sinar matahari
karena penambahan alkoholnya lebih sedikit untuk menghasilkan minyak yang jernih. Uji kelarutan alkohol adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui derajat keaslian minyak yang di uji Guenther, (1987).
Banyaknya minyak atsiri yang larut dalam alkohol dan jarang yang dapat larut dalam air, maka kelarutan dapat mudah diketahui dengan menggunakan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi tertentu.
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian minyak atsiri daun beluntas dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dan perlakuan penjemuran kering udara dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dari perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu 0,208% lebih tinggi dibandingkan perlakuan
penjemuran kering udara yaitu 0,162%.
2. Hasil uji kualitas warna minyak atsiri daun beluntas dari perlakuan penjemuan di bawah sinar matahari berwarna bening kekuningan (tua) sedangkan perlakuan penjemuran kering udara berwarna bening kekuningan (muda).
3. Hasil uji kualitas bau minyak atsiri daun beluntas dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari berbau khas daun beluntas (sedang) dan perlakuan penjemuran kering udara berbau khas daun beluntas (menyengat).
4. Hasil uji berat jenis minyak atsiri daun beluntas dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu 0,945 sedangkan perlakuan penjemuran kering udara yaitu 0,950.
5. Hasil uji kelarutan dalam alkohol minyak atsiri daun beluntas dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu 1:5 ml dan perlakuan penjemuran kering udara yaitu 1:3 ml.
6. Hasil uji indeks bias minyak atsiri daun beluntas dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu 1,497 dan perlakuan
penjemuran kering udara yaitu 1,496 nilai indeks bias perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dan perlakuan penjemuran kering
udara tidak jauh berbeda.
7. Dari uji kualitas minyak atsiri dengan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari dan perlakuan kering udara, di mana perlakuan penjemuran kering udara dengan uji warna, uji bau, uji kelarutan dalam alkohol memiliki kualitas yang baik di bandingkan perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari. Sedangkan uji indeks bias penjemuran matahari yang memiliki kualitas baik. Dan uji berat jenis dengan kedua perlakuan masih memenuhi kisaran nilai berat jenis minyak atsiri secara umum yaitu 0,696 – 1,188.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian kualitas minyak atsiri dari daun beluntas ada beberapa saran yang penulis sampaikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan pengamatan untuk mendapatkan rendemen minyak atsiri
yang lebih tinggi, maka disarankan menggunakan metode penjemuran bahan baku daun beluntas di bawah sinar matahari.
2. Untuk mendapatkan kualitas minyak atsiri daun beluntas yang baik, di sarankan menggunakan metode penjemuran kering udara.
3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian minyak atsiri
yang dihasilkan dari daun beluntas yaitu seperti meliputi: Putaran optik, bilangan asam dan bilangan ester agar dapat lebih melengkapi data tentang kualitas minyak atsiri dari daun beluntas ini.
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. (Bandung : Penerbit ITB Bandung)
Ardiansyah. 2003. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica Less).
Buchbauer, G. 1991. Aromatherapy: evidence for sedative effect of the essential oil of lavender. Z Naturforchung 46c: 1067-1072.
Buckle, J. 1999. Use of Aromatherapy as Comple-mentary Treatment for Chronic Pain. J. Alternative Therapies; 5, 42-51.
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Trubus Agriwidya :Jakarta.
Doyle, M. P., and Mungall, W.S.. 1980. 11 Exper-imental OrganicChemistry ~~, John Wiley & Sons Inc., New Yor-k, 10-17
Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Famakognosi). Jilid I. Penebar
Guenther, E. 1987. “Minyak Atsiri Jilid I”, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IV A. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri,.UI-Press. Jilid 1. Jakarta.
Hariss, R. 1987. “Perhitungan Rendemen”, Penebar Swadaya, Jakarta Harris, R. 1987. “Tanaman Minyak Atsiri”, Penebar Swadaya, Jakarta.
Ketaren, S. 1985. ” Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”, Balai Pustaka Jakarta. Luqman, T. U., Rahmawati, Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri.
Penerbit Swadaya. Jakarta
Lutony, T. L., dan Rahmayati. Y. (2000). Produksi dan Perdagangan Minyak
Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. 2 hal.
Ma’mun, H. 2006. Syakir, Prospek Pengembangan Jenis Minyak Baru Atsiri baru dan Potensi pasar ,Prosiding, Komferensi Nasional Minyak Atsiri Solo 18-20 september 18-2006
Rusli, M. S. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: Agromedia Pustaka.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21396/2/Referen ce.pdf. ( 10 Desember 2014).
Susetyarini, E. (2007). Pengaruh Dekok Daun Beluntas terhadap Ld 50 (Toksisitas Akut) Laporan Penelitian Pengembangan Ipteks, Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah, Malang.
Trubus Info Kit. Volume 7. 2009. Minyak Asiri. Trubus. Depok.
Tabel 5. Data Perhitungan Nilai Moisture Factor Daun Beluntas (Pluchea indica less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara
Tabel 6. Data Perhitungan Nilai Rendemen Minyak dari Daun Beluntas (Pluchea
indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Penjemuran kering Udara
Tabel 7. Data Perhitungan Berat Jenis Minyak Atsiri dari Daun Beluntas (Pluchea
indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara
Perlakuan ulangan berat botol kosong berat botol + Sampel bb berat sampel bb berat botol + Sampel bkt berat sampel bkt Nilai MF Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari I 62,5332 66,9291 4,3915 66,3990 3,8658 0,8803 II 44,6530 49,5122 4,8592 48,9670 4,3140 0,8878 Rata-rata Mf 0,8841 Penjemuran Kering Udara I 62,5346 66,9034 4,3688 65,9072 3,3726 0,7719 II 44,6528 48,8075 4,1547 47,7198 3,0670 0,7382 Rata-rata Mf 0,7551
Perlakuan ulangan berat
minyak (gr) berat bahan (gr) rendemen(%) rata-rata rendemen% Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari I 2,9825 1635,59 0,1823 0,2077 II 3,8119 1635,59 0,2330 Penjemuran Kering Udara I 2,1529 1396,94 0,1541 0,1622 II 2,3774 1394,94 0,1702
Perlakuan ulangan berat minyak (gr) berat air berat jenis rata-rata Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari I 0,9122 0,9705 0,9399 0,9448 II 0,9191 0,9678 0,9497 Penjemuran Kering Udara I 0,9219 0,9705 0,9499 0,9498 II 0,9678 0,9678 0,9496
Tabel 8. Data Pengujian Indeks Bias Minyak Atsiri dari Daun Beluntas (Pluchea
indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara
Tabel 9. Data Pengujian Kelarutan dalam Alkohol Minyak Atsiri dari Daun Beluntas (Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara
Perlakuan Perbandingan keterangan
Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari 1 :5 jernih
Penjemuran Kering Udara 1 :3 jernih
Tabel 10. Data Pengujian Warna dan Bau Minyak Atsiri dari Daun Beluntas (Pluchea indica Less) dengan Perlakuan Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari dan Penjemuran Kering Udara
Perlakuan ulangan nilai indeks bias rata-rata
Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari I 1,497 1,497
II 1,497
Penjemuran Kering Udara I 1,496 1,496
II 1,496
Perlakuan warna bau
Penjemuran Di Bawah Sinar Matahari bening
kekuningan (tua) khas beluntas (sedang) Penjemuran Kering Udara
bening kekuningan
(muda)
Gambar 11. Tanaman Daun Beluntas
Gambar 13. Proses Pemetikan Bahan Baku
Gambar 15. Hasil Penjemuran Kering Udara
Gambar 17. Proses Pemasukan Bahan Baku Dalam Ketel
Gambar 21. Pengujian Kelarutan Alkohol 95% 1:5 (a), dan Kelarutan Alkohol 95% 1 : 3 (b)