• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG

GURU DAN DOSEN

A. Kualifikasi Akademik Minimum Undang-Undang Guru Dan Dosen

Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.127

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam bab V Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-Undang Guru dan Dosen menyatakan bahwa:

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan

127

(2)

pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian;

(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:

a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen;

(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.

Untuk dapat memenuhi kualifikasi akademik sebagaimana amanat undang- undang maka dosen harus mengikuti sertifikasi dan memiliki sertifikat, dimana: (1)syarat-syarat untuk mengikuti sertifikat pendidik adalah:128

a. Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;

b. Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan

128

Pasal 47 Bab V Bagian Kesatu (Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

(3)

c. Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan;

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk dapat melaksanakan sertifikasi pendidik tersebut, Undang-undang telah menetapkan bahwa:129

(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;

(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen;

(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

129 Pasal 71 Bagian Kelima (Pembinaan dan Pengembangan) Undang-undang Nomor 14

(4)

Di dalam Undang-undang Guru dan Dosen juga menjelaskan bahwa:130

a. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

b. Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga memuat mengenai Kualifikasi Akademik Minimum tenaga pendidik dan sertifikasi sebagaimana termuat dan penjelasan Undang-Undang tersebut:131

1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.

2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

130

Pasal 80 Bab VII Ketentuan Peralihan Undang-Undang Guru dan Dosen

131

(5)

3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan Pasal 43 ayat (2) : Program sertifikasi bertujuan untuk memenuhi kualifikasi minimum pendidik yang merupakan bagian dari program pengembangan karier oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Sesuai dengan uraian di atas, Teori Perjanjian (Azas Kekuatan Mengikat/

Pacta Sunt Servanda) dan Teori Perlindungan Hukum dapat dipakai untuk

menjelaskan keabsahan kontrak kerja terhadap dosen yang tidak memenuhi kualifikasi akademik minimum Undang-Undang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat bahwa di dalam perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak (Dosen sebagai penerima kerja dan PTS sebagai pemberi kerja) tidak ada jangka waktu berakhir perjanjian kerja dosen tersebut (PKWTT). Bahwa karena tidak adanya jangka waktu berakhir perjanjian tersebut maka si dosen berhak untuk tetap melaksanakan kewajibannya yaitu mengajar dan menerima imbalan sebagai haknya sampai perjanjian itu dibahas kembali secara bersama sama.

Kualifikasi akademik minimum yang disyaratkan Undang-Undang Guru dan Dosen sebagaimana Pasal 45 dan 46, juga memberi perlindungan hukum terhadap dosen tersebut yaitu dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2)

(6)

paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

B. Kontrak Kerja Yang Telah Ada Sebelum Lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen serta Hukum Yang Tidak Berlaku Surut.

Ketentuan Pasal 1233 ayat (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan

dilahirkan, baik karena suatu perjanjian, maupun karena undang-undang”. Jika kita

coba rumuskan secara berlainan, maka dapat kita katakan bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan.132 Dengan membuat perjanjian salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban sebagaimana yang dijanjikan. Ini berarti di antara para pihak yang membuat perjanjian lahirlah perikatan.133

Suatu perjanjian dapat lahir karena berbagai macam kewajiban atau prestasi yang wajib dipenuhi. Tidak saja prestasi yang telah ditentukan yang wajib dipenuhi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan juga prestasi yang ditentukan oleh undang-undang, dan dilakukan secara bertimbal balik, antara kedua belah pihak dalam perjanjian. Dengan demikian perjanjian melahirkan satu atau lebih kewajiban atau prestasi pada salah satu pihak atau lebih, yang pemenuhannya dijamin dengan harta kekayaan masing-masing pihak yang berkewajiban untuk melakukan prestasi tersebut. Berdasarkan konstruksi tersebut, jelaslah bahwa perjanjian adalah sumber perikatan.134

132 Gunawan Widjaya, Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta:Rajawali Pers,2006), hal 27

133

Ibid

(7)

Jika ditarik langsung kepada Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah agung mengenai kontrak kerja dosen tersebut, maka Kontrak kerja tersebut tetap sah dan diakui, karena kontrak kerja tersebut tidak menyalahi aturan yang ada dan tidak melanggar hukum. Kontak tersebut telah memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata.

Dalam istilah hukum, retroaktif atau berlaku surut (Ex Post Facto) yang berarti dari sesuatu yang dilakukan setelahnya adalah suatu hukum yang mengubah konsekuensi hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan atau diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum kriminal, hukum retroaktif dapat diterapkan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang lebih ringan sewaktu dilakukan.

Azas retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat kumulatif:

1. Kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya sama dengan;

2. Peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional; 3. Peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen;

4. Keadaan hukum nasional negara yang bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau kejahatan pelanggaran HAM berat.

(8)

Jadi, azas retroaktif ini tidak bisa digunakan di dalam kontrak kerja yang telah dibuat dosen dengan pihak Universitas sebelum lahirnya Undang-undang Guru dan Dosen.

C.Kontrak Kerja Menurut Penggugat Dan Tergugat Di Dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung

Bahwa pendapat penggugat, tentang ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 46 ayat (2) yang menyebutkan “Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum” :

a. Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; b. Lulusan program doktor untuk program pasca sarjana.

Sama sekali tidak menghilangkan dan atau menghapuskan hak-hak normatif pekerja selaku dosen tetap, apabila pekerja selaku dosen tetap yang bersangkutan di PHK karena semata mata tidak memenuhi kualifikasi Pasal 46 ayat (2) huruf (a) dan huruf (b) dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Bahwa perjanjian/kontrak kerja yang dibuat dan ditandatangani penggugat dan tergugat I, dengan masa kerja selama 15 tahun 2 bulan, yaitu sejak tanggal 01/09/1992 sampai dengan Tanggal 01/11/2007 ternyata telah tidak memenuhi persyaratan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (7) dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian/Kontrak Kerja

(9)

tersebut di atas demi hukum menjadi Perjanjian/Kontrak Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).135

Bahwa benar penggugat setiap tahun menandatangani kontrak kerja, dan tidak menyadari bahwa para tergugat memiliki agenda itikad buruk untuk memanfaatkan kontrak kerja yang ditandatangani penggugat, agar dapat mengelak memberikan hak-hak normatif penggugat, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Adapun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman;

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Dan menurut Pasal 59 ayat (2) menyebutkan : “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap”. Bahwa menurut hukum,

suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan azas kebebasan berkontrak tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan

135

(10)

(dalam kasus ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Bahwa dosen yang bersangkutan tidak pernah menolak untuk memenuhi ketentuan sertifikasi pendidik sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan dosen tersebut dalam persidangan tidak pernah terbukti tidak berminat untuk mencapai kualifikasi akademik sebagai dosen dan tidak pernah terbukti menolak program magister, dan tidak pernah menarik diri dari profesi sebagai dosen tetap maupun dosen tidak tetap. Sedangkan kontrak Kerja Menurut Pihak Tergugat:136 Bahwa berdasarkan sebagaimana ditunjuk tersebut di atas maka gugatan penggugat adalah perihal keberatan terhadap ketentuan, kebijakan, dan hak-hak tergugat II dan turut tergugat I dalam menetapkan “tidak memperpanjang kontrak lagi” dan menetapkan adanya

struktur dan kwalifikasi “dosen tetap” dan “dosen tidak tetap”, dan agar dosen tidak tetap ditetapkan menjadi dosen tetap, sedangkan posita dan petitum gugatan lainnya adalah tentang hak-hak yang timbul dan kedudukan apabila penggugat sebagai dosen tetap sebagaimana di atas antara lain dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah bersifat asumtif dan kondisional artinya didasarkan pada asumsi apabila sebagai dosen tetap (belum terjadi).

Bahwa dengan demikian gugatan penggugat “bukan mengenai hak-hak normatif yang sudah ditetapkan”, melainkan adalah mengenai usulan perubahan

kebijakan tergugat II dan turut tergugat I sebagai penyelenggara perguruan tinggi

(11)

(bukan penyelenggara perusahaan), serta kontrak kerja penggugat putus akibat dari penggugat tidak memenuhi kualifikasi akademik Undang-Undang Guru dan Dosen, dan berdasarkan anjuran Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Bandung.

D.Analisis Yuridis Tentang Hubungan Kerja Penggugat dan Tergugat Dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung

Hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat adalah hubungan kerja yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Undang-Undang Ketenagakerjaan) dan dalam menyelesaikan perselisihan diberlakukan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004. Hubungan kerja antara penggugat dan tergugat adalah hubungan kerja yang pada awalnya adalah PKWT kemudian demi hukum beralih ke dalam PKWTT. Hal ini dibuktikan dengan masa kerja yang berlangsung secara terus menerus sejak 1 September 1985 sampai dengan bulan Juli 2007 atau selama 18 tahun 2 bulan dan sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (1),(2),dan (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa perjanjian kerja waktu tertentu demi hukum beralih menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu jika pelaksanaan PKWT tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang juga berkaitan dengan hal ini adalah Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep.100/VI/2004 serta putusan Mahkamah Konstitusi No.7/PUU/XII/2014

(12)

BAB IV

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGADILI PERKARA PHK PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT) DOSEN UNIVERSITAS KHATOLIK PARAHYANGAN (PUTUSAN MAHKAMAH

AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 048 PK/PDT.SUS/2010)

A. Posisi Kasus (Casus Position)

Andang Handaka Setyadi (Dosen Fak.Tehnik Sipil) mengajukan gugatan kepada Universitas Khatolik Parahyangan. Dimana penggugat mempunyai hubungan kerja sejak tahun 1992 di Universitas Khatolik Parahyangan dengan masa kerja sudah 15 tahun 2 bulan dengan status pekerja Tetap berdasarkan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Pada bulan Juli 2007 kontrak tersebut tidak diperpanjang lagi oleh pihak yayasan UNPAR selaku tergugat I dan diputuskan hubungan kerjanya tanpa memberikan hak-hak normatif penggugat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain uang pesangon yang merupakan hak normatif pekerja tetap. Hak-hak penggugat sebagaimana pekerja tetap, berupa gaji bulanan, THR, uang kesetiaan, uang pesangon (dalam hal PHK) dan lain sebagainya, dari bulan Juli 2007 (setelah PHK) tidak dibayar. Penggugat keberatan atas sikap Universitas yang memberhentikannya sebagai dosen tetap dikarenakan alasan untuk memenuhi kuota kopertis dan keberatan atas status Dosen Luar Biasa, karena sudah diangkat menjadi Dosen Tetap. Penggugat keberatan atas kompensasi yang diberikan kepadanya dikarenakan penggugat merasa kompensasi

(13)

yang diberikannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena tidak ada titik temu pemikiran, maka penggugat menganggap telah terjadi Perselisihan Hubungan Industrial.

Timbulnya Perselisihan Hubungan Industrial ini diawali dengan adanya surat Dekan Fakultas Tehnik Sipil UNPAR No.III/AU/FT/2007-05/308.1 Tanggal 31 Mei 2007 dalam menyikapi terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengenai Pasal 46 ayat (2) (Kualifikasi Akademik Minimum). Penggugat berpendapat bahwa kualifikasi akademik minimum tersebut sama sekali tidak menghilangkan dan atau menghapuskan hak-hak normatif pekerja selaku dosen tetap.

B.Pertimbangan Hukum Penggugat dan Tergugat

Bahwa pendapat penggugat tentang ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 46 ayat (2) yang menyebutkan “dosen memiliki kualifikasi akademik minimum” sama sekali tidak menghilangkan dan atau

menghapuskan hak-hak normatif pekerja selaku dosen tetap, apabila pekerja selaku dosen tetap yang bersangkutan di PHK karena semata-mata tidak memenuhi kualifikasi Pasal 46 ayat (2) huruf (a) dan huruf (b) dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Bahwa benar penggugat menandatangani kontrak kerja, dan tidak menyadari bahwa para tergugat memiliki agenda itikad buruk untuk memanfaatkan kontrak kerja yang ditandatangani penggugat, agar dapat mengelak mmemberikan hak-hak normatif penggugat, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No 13

(14)

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan : “Perjanjian Kerja untuk waktu

tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Bahwa menurut hukum suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan azas kebebasan berkontrak tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan (dalam hal ini Undang-Undang Ketenagakerjaan)

Menurut Termohon :

Bahwa pemohon tidak berminat untuk mencapai kualifikasi akademik sebagai dosen, karena menolak mengikuti program magister, maka termohon kasasi telah menarik diri dari profesi sebagai Dosen tetap maupun Dosen Tidak tetap dan pemohon kasasi memberikan fasilitas kepada termohon kasasi untuk mengambil program S2 di UNPAR atas biaya dan fasilitas pemohon kasasi dengan memberikan beasiswa, namun termohon kasasi tidak bersedia dan oleh karena itu pemohon kasasi menganggap termohon kasasi mengundurkan diri.

Bahwa Perguruan Tinggi Swasta membutuhkan “Dosen Tidak Tetap” yang

memenuhi syarat kwalifikasi akademik, tanpa hal mana perguruan tinggi swasta tidak dapat bertahan menyelenggarakan pendidikan.

(15)

C.Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 048 PK/PDT.SUS/2010

Bahwa tidak benar, dosen adalah pekerja profesional, yang benar adalah : “Dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”, sebagaimana yang disebutkan dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2); kalimat Profesional adalah : “pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi” Dalam pertimbangan hakim, bahwa hubungan

kerja/perjanjian kerja yang dilakukan adalah perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kalimat “berdasarkan peraturan perundang-undangan” adalah hubungan kerja yang diberlakukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan dalam menyelesaikan Perselisihan tersebut diberlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Hubungan kerja antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan Termohon Peninjauan Kembali adalah hubungan kerja dalam PKWTT atau pekerja tetap karena dilakukan secara terus-menerus sejak 1 September 1985 sampai dengan bulan Juli 2007 atau selama 18 tahun 2 bulan sesuai ketentuan

(16)

Pasal 59 ayat (1),(2) dan (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Alasan PHK yang diajukan maka adil dan beralasan hukum karena Pemohon Peninjauan Kembali menghendaki hubungan kerja putus dan Termohon Peninjauan Kembali menyatakan hubungan kerja putus karena kontrak a quo tidak diperpanjang dengan alasan efisiensi sehingga Pemohon Peninjauan Kembali berhak atas Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesua\i ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003.

D. Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 048 PK/PDT.Sus/2010 a. Perjanjian kerja yang dibuat termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak

Tertentu

Perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian yang dilakukan dengan jangka waktu yang telah disepakati dan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.137 Mengenai jangka waktu PKWT diatur dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam membuat suatu kesepakatan kerja tertentu batas maksimal waktu yang boleh diperjanjikan adalah 2 tahun dan dapat diperpanjang atau diperbaharui untuk satu kali saja untuk suatu hal tertentu. Perpanjangan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang sama, dengan catatan jumlah seluruh waktu dalam kesepakatan kerja tertentu tidak boleh melebihi 3 tahun. Walaupun demikian karena alasan-alasan yang mendesak

137

Maimun, Hukum Ketenagakerjaan:Suatu Pengantar,(Jakarta : Pradnya Paramita,2007), hal 44

(17)

untuk jenis pekerjaan tertentu dengan seizin Menteri Tenaga Kerja ketentuan tersebut dikesampingkan.

Perpanjangan adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT berakhir tanpa adanya pemutusan hubungan kerja.138 Sedangkan pembaharuan adalah melakukan hubungan baru setelah PKWT pertama berakhir melalui pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 hari. Dengan berakhirnya jangka waktu yang disepekati PKWT secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum. Jika dilihat dari kasus dari putusan di atas, bahwa para pekerja/dosen tersebut sudah bekerja melebihi masa jangka waktu kerja (PKWT) yang sudah ditetapkan di Undang-undang Ketenagakerjaan. Hal tersebut sudah melanggar dari Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 59, yaitu masa waktu kerja yang melebihi ketentuan dari Undang-undang.

Hakim melihat perjanjian kerja waktu tertentu para pekerja/dosen tersebut batal demi hukum dan berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu dimana para pekerja bukan karyawan kontrak lagi akan tetapi menjadi pekerja tetap139. Hal tersebut dilihat dari Pasal 59 ayat 7, dimana perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

138

Ibid, hal 46

(18)

Dalam pertimbangan-pertimbangan hakim di atas, bahwa pertimbangan hakim selain tertuju ke Pasal 59 juga melihat dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja, PKWT dalam keputusan menteri tersebut adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu140. Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT antara lain terdapat dalam Pasal 3 sampai Pasal 12. Hal-hal yang dituang tersebut antara lain:141

1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 tahun, harus memuat antara lain:

a. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu;

b. Jangka waktunya paling lama 3 tahun;

c. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan maka PKWT tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat pekerjaan selesai;

d. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai;

140

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksana Perjanjian Kerja Tertentu disebutkan PKWT

(19)

e. Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaharuan PKWT;

f. Pembaharuan sebagimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa tenggang 30 hari setelah berakhirnya perjanjian kerja;

g. Selama tenggang waktu 30 hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha;

h. Para pihak dapat mengatur hal lain yang dituangkan dalam perjanjian.

2. PKWT untuk pekerjaan yang sifatnya musiman, hal yang diatur antara lain: a. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya

tergantung pada musim atau cuaca;

b. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu;

c. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk pekerjaan tersebut hanya diberlakukan untuk pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan;

d. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT untuk pekerja/buruh yang melakukan tambahan harus membuat daftar nama pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan;

e. PKWT tidak dapat dilakukan pembaharuan.

3. PKWT untuk pekerja yang berhubungan dengan produk baru, hal diatur antara lain:

(20)

a. PKWT dapat dilakukan dengan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru. Kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;

b. PKWT tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun;

c. PKWT tersebut juga tidak dapat dilakukan pembaharuan;

d. PKWT tersebut hanya boleh diberlakukan bagi pekerja yang melakukan pekerjaan di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

Dalam hal PKWT tidak dipenuhi syaratnya maka PKWT juga dapat berubah menjadi PKWTT. Hal ini diatur dan dapat terjadi bila:142

a. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;

b. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;

c. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;

d. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melebihi masa waktu 30 hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana

(21)

dimaksud dalam Pasal 3 maka PKWT berubah menjadi PWKTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut;

e. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap buruh dengan hubungan PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2),(3) dan (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jika dilihat kedudukan para pekerja/dosen adalah pekerja/dosen tetap.

Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata pada hakikatnya yang memegang peranan penting di dalam hubungan industrial adalah pihak-pihaknya, yaitu pekerja dan pengusaha saja. Hubungan antara pengusaha dan pekerja didasarkan pada hubungan hukum privat. Hubungan itu didasarkan pada hukum perikatan yang menjadi bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas atau lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi fasilitator apabila ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu perselisihan yang tidak dapat mereka selesaikan. Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum administrasi yang diperhatikan ada dua hal, yaitu subjek hukum dalam penyelenggaraan Negara dan sebagaimana peranannya.143

143 Zainal Asikin, Dasar Dasar Hukum Perburuhan(Jakarta : PT.Raja Grafindo

(22)

b. Perlindungan Yang diberikan termasuk dalam ranah hukum Ketenagakerjaan

Di dalam Bab V tentang Dosen Undang-undang Guru dan Dosen bagian ketujuh menjelaskan berbagai perlindungan yaitu :

Ayat (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Organisasi Profesi dan atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas;

Ayat (2) perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

Ayat (3) perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak pidana kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi dan atau pihak lain

Ayat (4) perlindungan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga professional yang meliputi Pemutusan Hubungan Kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas;

Ayat (5) perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja,

(23)

kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan atau resiko lain;

Ayat (6) dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundangan;

Penjelasan pada ayat (4) sangat jelas memperlihatkan bahwa meliputi Pemutusan Hubungan Kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen jelas-jelas menundukkan diri pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, penggantian hak harus didasarkan pada Pasal 59 ayat (1),(2) dan (7) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.

Menurut Pasal 68 Bagian Keempat Undang-undang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri dan pada ayat (2) disebutkan bahwa dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial berupa uang pesangon sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Sesuai dengan uraian di atas, Teori Perjanjian (Azas Kekuatan Mengikat /

Pacta Sunt Servanda) dan Teori Perlindungan Hukum sudah sesuai diterapkan di

dalam amar putusan pertimbangan hakim perkara Dosen melawan Universitas Khatolik Parahyangan. Hal ini terbukti di pengadilan yaitu adanya suatu perjanjian

(24)

tertulis antara guru dan dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak. Kata “hak dan kewajiban” mengandung kekuatan mengikat pada kedua belah pihak yang

telah membuat perjanjian tersebut. Hak dosen tersebut tertuang di dalam kontrak kerja yang dibuat bersama sama dengan pihak Universitas antara lain: gaji bulanan, uang kesetiaan, uang pesangon (dalam hal terjadi PHK) dan lain sebagainya yang diperpanjang terus menerus tanpa jeda hingga bulan juni 2007, sementara kewajiban dari dosen tersebut adalah mengajar dan mentaati seluruh peraturan universitas. Oleh karena itu kedua belah pihak (Dosen dan Universitas) harus mentaati isi kontrak kerja yang telah dibuat dan mengikat kedua belah pihak.

Perlindungan hukum yang diperoleh si dosen dari adanya PHK tersebut adalah sejumlah uang pesangon sebesar 2 (dua) kali sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Sistem Perjanjian kerja yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Swasta dan dosen dapat berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak tertentu (PKWTT). Perjanjian yang dilakukan akan menimbulkan implikasi yang berbeda termasuk hak-hak yang akan diterima seperti uang pesangon apabila perjanjian kerja dosen tersebut didasarkan pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan jika perjanjian kerja itu didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maka uang ganti rugi harus diberikan sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja tersebut.

2. Keabsahan kontrak kerja terhadap dosen yang tidak memenuhi kualifikasi akademik minimum sesuai Undang-undang Guru dan Dosen dapat dikatakan tidak sah, dikarenakan Undang-undang Guru dan Dosen sudah mengatur syarat sesuai dengan kualifikasi akademik minimum sesuai dengan Pasal 45 dan Pasal 46 untuk menjadi seorang dosen/tenaga pengajar. Syarat syarat tersebut harus dipenuhi guna meningkatkan mutu dan kualitas dosen/ tenaga pengajar tersebut.

3. Pertimbangan hakim dalam mengadili perkara Peninjauan kembali Mahkamah Agung Nomor 048 PK/Pdt.Sus/2010 sudah sesuai dengan aturan di dalam

(26)

Undang-undang Ketenagakerjaan. Pertimbangan hakim di dalam putusan tersebut mempersamakan dosen dengan buruh/pekerja dan penyelesaian perselisihan perjanjian kerja tersebut didasarkan pada Pasal 1 ayat (7) Undang-undang guru dan dosen dimana di dalam Pasal tersebut berbunyi : perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru dan dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan “berdasarkan peraturan

perundang-undangan”. Kata “berdasarkan peraturan perundang-undangan” ini nyata dan jelas menunjuk kepada undang-undang ketenagakerjaan, karena hanya ada satu saja peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama secara tertulis dan penyelesaian yang dipakai adalah dengan menggunakan penyelesaian perselisihan buruh.

(27)

B. SARAN

1. Undang-undang Guru dan Dosen seharusnya memuat tentang syarat-syarat kerja di dalam perjanjian kerja antara guru/dosen dengan sekolah/Perguruan Tinggi Swasta termasuk jangka waktu perjanjian tersebut.

2. Sebaiknya pemerintah melakukan pengawasan terhadap dosen dan Perguruan tinggi Swasta dengan cara mendata dosen yang belum memenuhi kualifikasi akademik minimum sesuai dengan amanat Undang-undang guru dan dosen yang memberikan batas waktu 10 tahun untuk dapat memenuhi kualifikasi akdemik minimum tersebut, memberikan pelatihan pelatihan, sertifikasi dan mengajak seluruh dosen untuk menaikkan kualitas ilmunya guna memenuhi Kualifikasi Akademik Minimum agar dapat menjadi seorang dosen/ tenaga pengajar di perguruan tinggi.

3. Pertimbangan hakim dalam memutus perselisihan antara dosen dan Perguruan Tinggi Swasta apabila terjadi kembali permasalahan seperti ini, agar dosen tidak dipersamakan lagi dengan buruh sebab dosen bukan pekerja profesional melainkan pendidik profesional (Pasal 1 ayat (2)) dan cara penyelesaian perselisihannya serta hak-hak yang didapat dosen (setelah terjadi PHK) dengan menggunakan Undang-undang guru dan dosen bukan Undang-undang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Undang-undang Guru dan Dosen perlu direvisi.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian Analisis Pengetahuan Dan Perilaku Merokok Terhadap Kesehatan Remaja Pada Mahasiswa Semester VI Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universidade Da Paz 2014 peneliti

Klasifikasi merupakan salah satu metode dalam data mining untuk mengetahui label kelas dari suatu record..

Pada tindakan siklus II keberhasilannya sudah mencapai target yang diinginkan,dimana dalam pembelajaran pada tindakan siklus II ini juga menerapkan pendekatan

Penelitian ini dilakukan di Desa Rombo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara dengan tujuan untuk memberikan gambaran implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa Rombo

Induk betina dinduksi dengan hormon sintetis merk ovaprim dan siap untuk memijah, kemudian dilakukan striping sebelum dicampur dengan sperma, telur diambil

Rumusan masalah penelitian ini bagaimana: membangun pengalaman menarik (atraktif), membangun pengalaman berkesan (impresif) bagi guru dalam meningkatkan kemampuan

Jika kedua interval degenerate, maka kita mempunyai perkalian bilangan biasa: perkalian dua bilangan positif yang memberikan hasil.

PERHATIAN: Setelah melepaskan kartu ekspansi, Anda harus menggantinya dengan kartu baru atau penutup slot ekspansi agar komponen internal dapat didinginkan dengan benar