• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.M DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR AKTIVITAS PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : PASCA STROKE DIPANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

BUDI MULIA 2 CENGKARENG TANGGAL 02 – 04 APRIL 2018

DISUSUN OLEH : DINDA ANGRAENI PUTRI

2015750013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis senantiasa dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Tn. M dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aktivitas pada Gangguan Sistem Neurologi : Pasca Stroke di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng pada tanggal 02 – 04 April 2018 “ dengan waktu yang telah ditentukan.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan D III Keperawatan di Institusi Program Studi D III Keperawatan Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam proses penyelesaian dan penyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan, serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan tepat waktu dan tanpa adanya halangan dan kekurangan.

2. Dr. Muhammad Hadi, SKM., M.Kep selaku Dekan Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

3. Ns. Titin Sutini, M.kep., Sp.Kep.An selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. 4. Ns. Lily Herlinah, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pembimbing dan penguji I

yang telah memberikan waktu dan dukungan serta memberikan kritik dan sarannya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

5. Ns. Nurhayati, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku penguji II dan dosen dalam memberikan materi selama perkuliahan dan sekaligus sebagai penguji dalam sidang.

(5)

6. Ns. Nuraenah M.Kep selaku wali akademik yang telah memberikan motivasi dan memberikan ilmu selama perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Seluruh Dosen Institusi beserta staff Program Studi D III Keperawatan Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kepala Panti dan staff di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yang telah memberikan kesempatan untuk penulis dalam melakukan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Kedua orang tua tercinta, kakak dan adik terima kasih atas do’a, perhatian serta keluarga besar penulis yang selalu sabar menghadapi tingkah penulis dan selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis saat penulis mulai jenuh dan lelah serta selalu memberikan dukungan kepada penulis.

10. Teman seperjuangan Karya Tulis Ilmiah yang telah membantu mengingatkan, memotivasi, memberi semangat, dan bekerja sama dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

11. Teman teman seperjuangan angkatan 33 Program Studi D III Keperawatan Falkutas Ilmu Keperawatan yang telah menorehkan kisah selama 3 tahun penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurnaan, oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system neurologi : pasca stroke.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta , 21 Mei 2018

Penulis iii

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ...1 B. Tujuan penulisan ...5 1. Tujuan Umum ...5 2. Tujuan Khusus ...6 C. Lingkup Masalah ...6 D. Metode Penulisan ... 6 E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Proses Penuaan ... 9

B. Konsep Dasar Stroke ... 32

C. Konsep Kebutuhan Dasar pada Manusia ... 47

D. Konsep Proses Keperawatan Lansia dengan stroke... 51

BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Keperawatan ... 81 B. Diagnosa Keperawatan ... 95 C. Perencanaan Keperawatan ... 101 D. Implementasi Keperawatan ... 107 E. Evaluasi Keperawatan ... 113 BAB IV PEMBAHASAN A. Pengkajian Keperawatan ... 116 B. Diagnosa Keperawatan ... 118 C. Intervensi Keperawatan ... 119 D. Implementasi Keperawatan ... 120 E. Evaluasi Keperawatan ... 121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 123 B. Saran ... 124 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan terlebih kesejahteraan yang dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif. (Maryam, 2008)

Menurut Pusat Data informasi kementrian kesehatan RI (2013) UHH di Indonesia tahun 2010-2015 berada pada usia 70,7 tahun, angka ini diprediksi akan meningkat pada tahun 2015-2020 menjadi 71,7 tahun. Saat ini jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun atau lebih 12% dari jumlah populasi lanjut usia terbesar dimana pada tahun 2015 berjumlah 508 juta. Menurut Biro Pusat Statistik pada tahun 2015 di Indonesia, terdapat 24.446.290 jiwa penduduk lanjut usia atau setara dengan 10,0% dari seluruh penduduk di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk diperkirakan pada tahun 2020-2025, indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika serikat, dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun. (Nugroho, 2008)

(8)

Berdasarkan BPS, Susenas (2014), prevelensi lansia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan terdapat empat provinsi dengan proporsi lansia terbesar yaitu Yogyakarta 13,05 %, Jawa Tengah 11,11 %, Jawa Timur 10,96 % dan Bali 10,05 %. Sementara itu terdapat tiga provinsi dengan proporsi terkecil yaitu Papua 2,43 %, Papua Barat 3,62 %, dan Kepulauan Riau 3,75 %.

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia. Menjadi tua tidak berlangsung secara tiba-tiba, namun melalui tahapan tumbuh kembang mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, sampai lanjut usia. Semua orang akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap. Menurut Undang-undang Pasal ayat 1 ayat (2), (3), (4), No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (Maryam, 2008)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, sertam tidak mudah menerima hal/ide baru. (Nugroho,2008)

(9)

lanjut usia rentan terhadap penyakit dan kematian. Perubahan akibat proses menua mengakibatkan menurunnya fungsi sistem neurologi pada lanjut usia, sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respons motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia salah satu penyakit yang diderita lansia pada sistem neurologi yaitu stroke. (Azizah, 2008)

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Darmojo (2009), stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasikan klinik gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologik. Berdasarkan keadaan patologis stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke non haemoragik (iskemik) dan stroke haemoragik. Kondisi yang menjadi penyebab stroke pada lansia adalah menurunya sistem neurologi karena usia yang semakin bertambah mengakibatkan disfungsi serta kematian sel-sel dan jaringan di otak sehingga otak tidak mendapatkan pasokan darah yang adekuat. Tanda dan gejala yang biasanya muncul pada lansia yang mengalami stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) yang timbul secara mendadak, bicara pelo (ksatria) dan penurunan kesadaran (latergi, stupor atau koma). Lansia yang mengalami stroke mengakibatkan terganggunya kebutuhan dasar seperti, gangguan aktivitas atau mobilitas fisik disebabkan kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak dan juga mengganggu kemampuan melakukan perawatan sehari-hari, seperti ketidakmampuan makan karena kelemahan pada nervus fagus dan ketidakmampuan mandi, toileting. Gangguan komunikasi disebabkan adanya gangguan pada sirkulasi serebral diotak biasanya ditandai dengan bicara pelo dan bicara tidak jelas, pada gangguan

(10)

eliminasi terjadi karena menurunnya saraf yang mengontrol spincter urinarius berkurang sehingga klien dengan stroke tidak dapat mengontrol untuk buang air. (Kushariyadi, 2010)

Di seluruh bagian dunia pada tahun 2010 di Amerika Serikat, stroke berada di urutan ketiga teratas sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Kasus penderita stroke di negara tersebut mencapai 700 ribu orang per tahun. Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-64 tahun. Berdasarkan Rikesdas 2013, prevalensi stroke di Indonesia tahun 2013 meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu dari 0,83% menjadi 1,2%. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan menurut survei Kementrian Kesehatan RI tahun 2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di Rumah Sakit Pemerintah di seluruh Indonesia. Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia untuk kategori penyakit tidak menular (PTM), data kematian akibat PTM 59,5% pada tahun 2007 (Yastroki, 2010).

Dari uraian prevalensi diatas terlihat kasus stroke pada lansia terus meningkat. Ini dikarenakan kecenderungan stroke pada orang lanjut usia terjadi sebenarnya karena gaya hidup orang lanjut usia pada saat masih muda. Perawat perlu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. Cara yang paling penting untuk menurunkan morbiditas, imobilitas dan disabilitas yang berhubungan dengan stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang pertama kali dan terjadinya stroke berulang. Dari aspek promotif memberikan pendidikan kesehatan merupakan suatu komponen yang sangat penting. Pendidikan kesehatan ditunjukan kearah gaya hidup sehat, seperti mengurangi merokok yang berisiko tinggi terhadap terjadinya penyakit kardiovaskular, diet rendah lemak, garam, gula serta memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri. Aspek preventif dengan cara memonitor tanda-tanda vital secara rutin, latihan secara teratur seperti senam

(11)

stroke yang menjadi suatu komponen penting dari jadwal lansia. Menganjurkan menjaga personal hygiene dapat juga berperan sebagai pencegahan untuk mencegah terjadinya gangguan perawatan diri. Aspek kuratif yaitu dengan berkolaborasi pemberian obat-obatan seperti antihipertensi, antikoagulan serta antikonvulsan dan membantu dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri sehari-hari. Aspek rehabilitatif yaitu dengan melakukan latihan –latihan fisik tertentu, seperti fisioterapi manual seperti melakukan Range Of Motion (ROM) ekstremitas secara berkelanjutan. (Stanley, 2012)

Berdasarkan uraian di atas dalam mewujudkan peran perawat untuk meningkat mutu derajat kesehatan penulis tertarik untuk mempelajari lebih dalam mengenai pemenuhan kebutuhan dasar pada lansia dan, dengan masalah sistem neurologi: stroke. Maka penulis mengambil judul karya tulis ilmiah “Asuhan Keperawatan Lansia TN.M dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aktivitas Pada Gangguan Sistem Neurologi: Stroke di panti sosial tresna werdha budi mulia 2 cengkareng.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Tersusunnya karya ilmiah yang menguraikan / mendeskripsikan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan pemenuhan kebutuhan dasar aktivitas pada gangguan sistem neurologi: pasca stroke.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke.

b. Mampu menganalisa data untuk menentukan masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke

(12)

c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke

d. Mampu melaksanaan tindakan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke

e. Mampu melakukan evaluasi pada lansia dengan gangguan sistem neurologi: pasca stroke

f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus sistem neurologi: pasca stroke

g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat serta dapat mencari solusinya.

h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan asuhan keperawatan.

C. Ruang Lingkup

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis hanya membahas asuhan keperawatan pada lansia TN.M dengan pemenuhan kebutuhan dasar aktivitas pada gangguan sistem neurologi: pasca stroke

D. Metode Penulisan

Metode dalam karya tulis ini menggunakan metode deskripsi dan studi kepustakaan dan deskriptif .

1. Metode Deskriptif

Suatu metode penulisan ilmiah dengan menguraikan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2. Studi Kepustakaan

Mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan judul karya tulis ilmiah ini seperti buku, jurnal, dan media internet.

E. Sistematika Penulisan

(13)

1. BAB I : PENDAHULUAN

Membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan seperti tujuan umum dan tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan, serta sistematika penulisan.

2. BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Membahas tentang konsep dasar stroke terdiri dari pengertian, patofisiologi yang mencakup etimologi, proses, faktor resiko, manifestasi klinik dan komplikasi, penatalaksanaan terapi dan tindakan medis. Membahas asuhan keperawatan gerontik yang terdiri dari konsep gerontologi dan konsep proses keperawatan gerontik. Dimana konsep gerontologi terdiri dari pengertian, tujuan, batasan lanjut usia, teori menua, perubahanyang terjadi pada lansia dan tahap perkembangan lansia. Di dalam tahap proses keperawatan gerontik terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada lansia dengan pasca stroke.

3. BAB III : TINJAUAN KASUS

Membahas tentang uraian kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada lansia dengan stroke yang penulis kelola.

4. BAB IV : PEMBAHASAN

Membahas tentang kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus yang dikelola oleh penulis mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selain itu akan dibahas juga faktor pendukung dan penghambat dari asuhan keperawatan yang diberikan.

(14)

5. BAB V : PENUTUP

Membahas tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang asuhan keperawatan gerontik Tn.M dengan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar aktivitas pada gangguan sistem neurologi: pasca stroke dan permasalahan yang timbul. Saran berisi tentang masukan dari penulis yang berkaitan dengan asuhan keperawatan lansia pada klien dengan stroke yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta kualitas perawatan yang baru dilakukan.

(15)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR

I. Konsep Dasar Proses Penuaan a. Pengertian

Menurut Depkes RI (2001), Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjunya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu tertentu, tetapi dimulai sejak pemulaan kehidupan (Kushariyadi, 2010)

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penuaan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

Gerontology adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia. Keperawatan gerontik atau keperawatan gerontology adalah praktik perawatan yang berkaitan

(16)

dengan penyakit pada proses menua yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan pelayanan (dirumah sakit, rumah dan panti) dengan menggunakan pengetahuan, keahlian dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal para lansia secara komprehensif. Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008)

b. Tujuan gerontik

1) Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan.

2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.

3) Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu.

4) Memelihara kemandirian secara maksimal dengan mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan.

5) Tetap memberikan bantuan moral dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang (Maryam, 2008)

c. Batasan Lanjut Usia

WHO (1999) dalam Azizah 2011, menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun,

(17)

dan usia sangat tua (Very old) diatas 90 tahun. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia di kelompokkan menjadi usia dewasa muda (eldery adulthood) 18 atau 25 – 29 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas 25 – 60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (genatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang di bagi lagi dengan 70 -75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 (very old). Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Azizah, 2011).

d. Teori-Teori Proses Menua

Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu teori penuaan secara biologis dan teori penuaan psikososial.

1) Teori Biologis

Teori Biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bawha proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktular sel/organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis.

a) Teori Genetik

Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Setiap spesies-spesies mempunyai di dalam nuclei(inti sel) suatu jam yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam berhenti akan meninggal

(18)

dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katasterfal.

b) Teori Non Genetik

1) Teori menurunan sistem imun tubuh (Auto Immune Theory) Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri (self recognition). Jika miutasi yang rusak membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari penigkatan penyakit auto imun pada lanjut usia.

2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (Free Radical Theory)

Radikal bebas dianggap sebagi penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel radikan bebas yang terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat lingkungan seperti : asap kendaraan bermotor, asap rokok, jat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.

3) Teori menua akibat metabolisme

Bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori menyebabkan kegemukan dan memperpendek umur.

4) Teori Rantai Silang

Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, asam nukleat (molekul kolagen) beraksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan

(19)

pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis dan kehilangan fungsi pada proses menua.

2) Teori Psikologis

a) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Seorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense Of Integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usai.

b) Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat. Keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.

c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertembahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut

(20)

usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda(triple loss), yakni :

1. Kehilangan peran (loss of role)

2. Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationship)

3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social moes and values) (Azizah, 2011)

e. Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Tugas perkembangan lansia meliputi :

1) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan. Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan

mencegah penyakit dengan pola hidup sehat.

2) Menyesuaikan terhadap masa pada pensiun dan penurunan pendapatan.

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini biasanya diantisipasi, seseorang dapat berencana ke depan untuk berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela, mencari minta dan hobi baru, dan melanjutkan pendidikannya. Meskipun kebanyakan lansia diatas garis kemiskinan, sumber financial secara jelas mempengaruhi permasalahan dalam pensiun.

Sekarang ini orang yang pensiun akan mempunyai ketergantungan sosial, financial, selain juga kehilangan prestise,

(21)

kewibawaan, peranan-peranan sosial, dan sebagainya, yang akan merupakan stress bagi orang-orang tua tadi. Untuk menghadapi masa pensiun, dengan stress yang sekecil mungkin timbul suatu pemikiran dalam rangka masa persiapan pensiun tadi, yaitu mengadakan pensiun bertahap apa yang disebut “stepwise employment plan”. Ini dikerjakan secara bertahap mengurangi jam dinas sambil memberikan persiapan-persiapan pengaturan kearah macam pekerjaan yang akan dijalankan seusai pensiun. Hal ini dapat membantu lansia untuk beradaptasi dan menyesuaikan terhadap masa pensiun relative lebih mudah.

3) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan dengan kematian pasangan, teman dan kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya sangat berarti bagi dirinya. Dengan membantu lansia melalui proses berduka, dan dapat membantu mereka menyesuaikan diri terhadap kehilangan.

4) Menerima diri sendiri sebagai lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampiuannya sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka poada resiko yang besar.

5) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya, kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah kerumah yang lebih kecil untuk seorang diri. Beberapa masalah kesehatan lain mungkin mengharuskan

(22)

lansia untuk tinggal dengan keluarga atau temannya. Perubahan rencana kehidupan bagi lansia mungkin membutuhkan periode penyesuaian yang lama selama lansia memerlukan bantuan dan dukungan professional perawatan kesehatan dan keluarga.

6) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah keterbalikan peran, ketergantungan, konflik, perasaan bersalah, dan kehilangan memerlukan pengenalan resolusi.

7) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minta baru untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relative mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas., mungkin menemui kesuliltan bertemu orang baru selama pensiun. (Azizah, 2011).

f. Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut 1) Perubahan fisik dan fungsi

a) Sel

(1) Jumlah sel menurun/lebnih sedikit (2) Ukuran sel lebih besar

(3) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang (4) Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun

(23)

(6) Mekanisme perbaikan sel terganggu

(7) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%

(8) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar b) Sistem Neurologi

(1) Kehilangan dan poenyusutan neuron (2) Penurunan intelektual

(3) Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional.

(4) Defisit fungsional mobilisasi c) Sistem Persyarafan

(1) Menurunnya hubungan persyarafan

(2) Berat otak menurun 10-20% (sel satraf otak setiap orang berkurang setiap harinya)

(3) Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stress

(4) Saraf panca indra mengecil

(5) Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitive terhadap perubahan suhu dan rendahnya ketahanan terhadap dingin (6) Kurang sensitive terhadap sentuhan

(7) Deficit memori d) Sistem Pendengaran

(24)

(1) Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tingg, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun

(2) Membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis

(3) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin

(4) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lansia yang mengalami ketegangan/stress

(5) Rinirtus (bising yang mendengungkan, bernada tinggi atau rendah, bisa terus-menerus atau intermiten

(6) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar)

e) Sistem Penglihatan

(1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang.

(2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola)

(3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan

(4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap (5) Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopi, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa

(25)

(6) Lapang pandang menurun, luas pandangan menurun (7) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala.

f) Sistem Kardiovaskular

(1) Katup jantung menebal dan menjadi kaku (2) Elastisitas dinding aorta menurun

(3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200 – umur)

(4) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun) (5) Kehilangan elastisitas pemburuh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)

(6) Kinerja jantung lebih rentan terhdap kondisi dehidrasi dan pendarahan

(7) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. Sistole normal ± 170 mmHg diastole ± 95 mmHg.

(26)

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termosfat, yaitu menetapkam suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi berbagai faktor yang memengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:

(1) Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ± 35º C ini akibat metabolisme yang menurun (2) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah.

(3) Keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivtas otot.

h) Sistem Pernapasan

(1) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.

(2) Aktivitas silia menurun.

(3) Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun. (4) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang.

(5) Berkurangnya elastisitas bronkus.

(6) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.

(7) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.

(27)

(9) Sensitivitas terhadap hipoksia dan hipoerkarbia menurun.

(10) Serig terjadi emfisema senilis.

(11) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasanm menurun seiring pertambahan usia.

i) Sistem Pencernaan

(1) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disesase yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk.

(2) Indera pengecap menurun, adanya iritasi selaput lender yang kronis, atrofi indra pengecap (± 80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit.

(3) Eso fagus melebar.

(4) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, mobilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.

(5) Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi.

(6) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu, terutama karbohidrat).

(7) Hati semakin mengecil dan tempoat menyimpanan menurun, aliran darah berkurang.

(28)

Wanita

(1) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil. (2) Ovaria menciut, uterus mengalami atrofi. (3) Atrofi payudara.

(4) Atrofi vulva.

(5) Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.

Pria

(1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur.

(2) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik, yaitu :

(a) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.

(b) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual.

(c) Tidak perlu cemas karena prosesnya lamiah.

(d) Sebanyak ± 75 % pria usia di atas 65 tahun mengalami pembesaran prostat.

k) Sistem Genitourinaria

Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang di sebut nefron

(29)

(tepatnya di glomerulus). Mengecilkan nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang. Akibatnya kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, proteinuria (biasanya +1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meingkat.

Keseimbang elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda. Renal Plasma Flow (RPF) dan Glumerular Filtration Rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.

Vesika urinaria otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.

Pembesaran prostat. Kurang lebih 75 % dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.

Vagina seseorang yang semakin menua, kebutuhan seksual masih ada. Tidak ada batasan umur tertentu kapan fungsi seksual seseorang berhenti. Frekuensi hubungan seksual cenderung menurun secara bertahap setiap tahun, tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikamatinya berjalan terus sampai tua.

l) Sistem Endokrin

Kelenjer Endokrin adalah kelenjer buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan

(30)

berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah :

(1) Estrogen, progesteron dan testoterone yang memelihara alat reproduksi dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.

(2) Kelenjer Prankeas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula darah).

(3) Kelenjer adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjer yang berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjer endokrin dalam tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik, dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjer anak ginjal ini berkurang pada lanjut usia. (4) Produksi hampir semua hormon menurun.

(5) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.

(6) Hipofosis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi. ACTH, TSH, FSH dan LH.

(7) Aktivitas tiroid, BMR (Basal Metabolic Rate) dan daya pertukaran zat menurun.

(8) Produksi aldosteron menurun. (9) Sekresi hormone kelamin menurun. m) Sistem Integumen

(1) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

(31)

(2) Permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik (Karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidemis).

(3) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau noda coklat.

(4) Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, timbulnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis. (5) Respons terhadap trauma menurun.

(6) Mekanisme proteksi kulit menurun : (a) Produksi serum menurun

(b) Produksi vitamin D menurun (c) Pigmentasi kulit terganggu

(7) Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu. (8) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

(9) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.

(10) Pertumbuhan kuku lebih lammbat. (11) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.

(12) Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

(13) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.

(14) Jumlah dan fungsi kelenjer keringat berkurang. n) Sistem Muskuloskeletal

(32)

(1) Tulang kehilangan dentitas (cairan) dan semakin rapuh. (2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.

(3) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.

(4) Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus.

(5) Kifosis.

(6) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari peregelangan terbatas.

(7) Gangguan jalan-berjalan.

(8) Kekakuan jaringan penghubung.

(9) Diskusi intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).

(10) Persendian membesar dan menjadi kaku. (11) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

(12) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lambat, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami). (13) Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digunakan oleh lemak, kalogen dan jaringan perut).

(14) Aliran darah ke otak berkurang sejalan dengan proses menua.

(33)

(15) Otot polos tidak begitu berpengaruh. 2) Perubahan Mental

a) Di bidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu.

b) Yang perlu dimenegerti adalah sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap usia lanjut. Yaknik keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat. c) Mengharapkan tetap di beri peranan dalam masyarakat. d) Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa.

e) Jika meningalpun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga.

f) Kenangan (memori)

Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yang lalu dan mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk (bisa kearah demensia)

g) Intelegentia Quotion (IQ), IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. Penampilan, persepsi dan keteramilan, psikomotor berkurang. Terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan faktor waktu (Nugroho, 2008)

3) Perubahan Psikososial

(34)

a) Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan atau persaingan. Dalam kenyataannya pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stress psikososial. Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peran dalam pekerjaan. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, Orang tersebut secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak waktu luang yang ada dirumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani. Meskipun bahwa pekerjaan yang pensiun karena lasan kesehatan, masalah-masalah yang berputar disekitar pensiun berkaitan erat dengan pertimbangan atas jabatan dan keadaan keuangan.

Menurut Budi Darmojo dan Martono (2004), bila seorang pensiun (puma tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain :

(1) Kehilangan Financial (besar penghasilan semua) Pada umumnya, dimana pun pemasukan uang pada seorang yang pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat kaya dengan tabungan yang melimpah.

2) Kehilangan Status

Terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut mempunyai jabatan dan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan fasilitasnya.

(35)

Mereka akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan teman sejawat yang sebelumnya tiap hari dijumpainya, hubungan sosialnya pun akan hilang atau berkurang.

4) Kehilangan Kegiatan atau Pekerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur dilakukan setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun-tahun telah dikerjakan akan hilang.

b) Perubahan Aspek Kepribadian

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsin kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan prilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psokomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti geraka, tindakan, koordinasi yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia mengalami perubahan kepribadian. Menurut Kuntjoro (2002), kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi 5 tipe kepribadian yaitu tipe kepribadian konstruktif (construction personality), mandiri (independent personality), tipe kepribadian tergantung (dependent personality), bermusuhan (hostile personality), tipe kepribadian defensive, dan tipe kepribadian kritik dari (self hate personality).

(36)

c) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia, misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau terasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul prilaku agresif seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila bertemu orang lain sehingga prilakunya seperti anak kecil.

d) Perubahan Minat

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan makin berkurang. Ketiga minat terhadap uang makin meningkat, terakhir kebutuhan terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi tinggi pada diri lansia untuk selalu menjadi kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.

(37)

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi atau pendapatan dan peran sosial. 4) Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupannya. Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari. Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan akhirnya di hadapkan pada tantangan akhir yaitu kematiaan. Harapan memungkinkan individu dengan keimanan spriritual atau religius untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.

Satu hal pada lansia yang dapat diketahui sedikit berbeda dari orang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung

(38)

tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian. Pada tahan perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian (Sense of Awareness of Mortality).

2. Konsep Dasar Stroke a. pengertian

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian dari otak (Black Hawks, 2009).

Menurut WHO dalam Tarwoto dkk 2008 stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak.

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat atau tiba-tiba dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah keotak.

Stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskular insuffiency,trombosis, emboli atau perdarahan (Widagdo, 2008). Dapat disimpulkan bahwa stroke adalah penyakit yang terjadi pada sistem persyarafan dimana aliran darah dan oksigen ke otak terhambat. b. klasifikasi

berdasarkan kelainan patologis klasifikasi stroke dibagi menjadi dua : 1) Stroke Hemoragik

(39)

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid, pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu, perdarahan otak di bagi 2 yaitu:

a) Perdarahan intra serebral

Perdarahan intra serebral adalah perdarahan dari salah satu arteriotak ke dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat mirip dengan stroke iskemik. Diagnosis perdarahan intraserebral bergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke iskemik.

b) Perdarahan ekstra serebral (subrachnoid) Perdarahan subrachnoid dicirikan oleh perdarahan arteri diruang antara dua meningen yaitu diameter dan arachionea. Gejala yang terlihat jelas penderita tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan biasanya terjadi kehilangan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan neuroimaging dan lumbal puncture.

2) Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)

Disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis dari arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu embolus dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut diaretri otak.

(40)

Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan dengan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.

b) Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada prosesoklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.

Emboli serebri selain oklusi trombotik pada tempat arteriosklerosis arteri serebral, infak iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang ditimbul dari lesiatheromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan di bawa ketempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan berhenti, mengakibatkan infak jaringan otak distal.

c) Hipoperfusi sistemik pengurangan perfusi sistemik dapat mengakibatkan kondisi iskemik karena kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau hipovolemik. Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung (Laode, 2012).

(41)

c. Etiologi

penyebab stroke pada lansia disebabkan karena menurunya fungsi pembuluh darah pada sistem neurologi akibat usia yang semakin bertambah. Aliran darah ketak bisa menurun dengan beberapa cara. Pecahnya arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah. Perdarahan lazimnya besar, tunggal dan merupakan bencana. Perdarahan akibat dari aneurisma kongenital, arterivenosa, atau kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infak otak (infak hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vaskulitik jarang terjadi. Iskemik terjadi ketika suplai darah kebagian dari otak terganggu atau tersumbat total. Kemampuan bertahan yang utama pada jaringan otak yang iskemik bergantung pada lama waktu kerusakan ditambah dengan tingkatan gangguan dari metabolisme otak. Iskemia biasanya terjadi karena trombosis atau emboli. Stroke yang terjadi karena trombosis lebih sering terjadi dibandingkan karena embolik (Black, 2014)

d. patofisiologi

infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatan sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ketak dapat berubah (makin lambat atau cepat) gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagi emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan

(42)

otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak faal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture ateriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebral vaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral, perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4 sampai 6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60cc maka resik kematian sebesar 93% pada oerdarahan dalam dan 71% pada perdarahan. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc yang terdapat dipons sudah berakibat fatal (Muttaqin, 2008).

(43)

e. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhi, arteri serebral yang tersumbat oleh trombus atau embolus dapat memperlihatkan tanda dan gejala sebagai berikut :

1) Peringatan dini atau Awal

Beberapa jenis stroke mempunyai tanda-tanda peringatan dini yang dikenal dengan sebutan serangan iskemik jangka pendek atau Transient Ischemic Attack (TIA). Manifestasi dari iskemik stroke yang akan terjadi termasuk hemiparesis transien (tidak permanen). Kehilangan kemampuan berbicara dan kehilangan sensori setengah/hemisensori. Manifestasi-manifestasi dari stroke karena trombosis berkembang dalam hitungan menit kentungan jam sampai hari. Serangan yang lambat terjadi karena ukuran trombus terus meningkat. Pertama-tama terjadi sumbatan sebagian dipembuluh darah yang terkena kemudian menjadi total. Kebalikan dari stroke trombotik, yaitu manifestasi dari stroke emboli terjadi tiba-tiba dan tanpa peringatan awal.

Stroke Hemoragik juga terjadi sangat cepat, dengan manifestasi berkembang hanya dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Manifestasi yang paling sering terjadi termasuk sakit kepala yang berasal dari bagian belakang leher, vertigo, atau kehilangan kesadaran arena hipotensi (sinkope), parastesia, paralisis sementara, epistaksis, dan perdarahan pada retina.

2) Gangguan khusus setelah stroke

Manifestasi stroke dapat berhubungan dengan penyebabnya dan bagian otak yang bagian perfusinya terganggu. Arteri serebral bagian tengah adalah bagian yang paling terkena stroke iskemi. Gangguan yang terjadi pada klien juga bermacam-macam, bergantung pada apakah bagian otak yang terkena adalah bagian dominan atau non dominan. Tingkatan

(44)

penurunan fungsi dapat juga bervariasi dari hanya gangguan yang kecil sampai kehilangan fungsi tubuh yang serius.

a) Hemiparesis dan hemiplagia

Hemiparesis (kelemahan) atau hemiplegia (paralisis) dari satu bagian dari tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan (saraf motorik) dari korteks bagian depan. Hemiplegia menyeluruh bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah dan lidah, juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang terjadi pada bagian otak sebelah kanan akan menyebabkan hemiplegia bagian kiri tubuh (Sinistra) dan sebaliknya karena jaringan saraf berjalan bersilangan dalam jalur piramid dari otak ke saraf spinal.

b) Afasia

Afasia adalah penurunan kemampua berkomunikasi. Afasia bisa melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari komunikasi termasuk berbicara, membaca, menulis, dan memahami pembicaraan. Pusat primer bahasa biasanya terletak di bagian kiri belahan otak dan dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri serebral. Beberapa tipe afasia yang berbeda bisa terjadi. Afasia wernick (sensori atau penerima) memengaruhi pemahaman berbicara sebagai hasil dari infark pada globus temporal pada otak. Afasia broca (ekspresi atau motorik) memengaruhi produksi bicara sebagai hasil dari infark pada globus frontal pada otak. Cabang dari arteri serebral tengah yang menyuplai kedua area tersebut. Afasia global memengaruhi baik komprehensif berbicara dan produksi bicara.

c) Disatria

Disatria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Ini adalah hal yang

(45)

penting untuk membedakan antara disatria dan afasia. Klien dengan disatria paham dengan bahasa yang diucapkan seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam melafalkan kata dan tidak jelas dalam pengucapannya. Tidak ada bukti bahwa terdapat gangguan dalam kemampuan struktur atau pembentukan kalimat.

Klien dengan disatria dapat memahami bahasa verbal dan dapat membaca dan menulis (kecuali terdapat kelumpuhan tangan yang dominan, tidak memiliki tangan, atau cedera tangan) hal ini bisa mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan pada otot bibir, lidah, dan laring, atau karena kehilangan sensasi. Selain gangguan berbicara, klien dengan disatria sering juga mengalami gangguan dalam mengunyah dan menelan karena kontrol otot yang menurun. d) Disfagia

Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan beberapa fungsi dari saraf kranial (SK). Mulut harus terbuka (SK V), lidah harus tertutup (SK VII), dan lidah harus bergerak (SK XII). Mulut harus bisa merasakan jumlah dan kualitas gumpalan makanan yang ditelan (SK dan VII) dan harus bisa mengirimkan pesan kepusat menelan (SK V dan IX). Selama aktivitas menelan, lidah menyegerakan gumpalan makanan ke arah orofaring. Faring akan terangkat dan glotis menutup. Gerakan otot faringal akan mengirim makanan dari faring ke esofagus. Kemudian dengan gerakan peristaltik mendorong makanan ke dalam perut. Stroke yang terjadi di daerah vertebrobasiral mengakibatkan terjadinya disfagia.

e) Apraksia

Apraksia adalah kondisi yang memengaruhi integritas motorik kompleks. Hal ini bisa betakibat terjadinya stroke dibeberapa bagian otak.klien dengan apraksia mungkin bisa merasakan atau mengonseptualisasikan isi pesan yang dikirim keotot. Namun, pola

(46)

atau skema motorik penting untuk mengantarkan pesan impuls tidak dapat diperbaiki.

Oleh sebab itu, akurasi dari “instruksi” dari otak tidak sampai kebagian tangan dan kaki. Sehingga gerakan yang diinginkan tidak akan terjadi. Apraksia memiliki rentang dari gangguan yang sangat sederhana sampai yang kompleks. Sebagai contoh, klien mungkin memliki tingkat kesulitan menulis yang lebih rendah dibandingkan berbicara dan sebaliknya.

f) Perubahan penglihatan

Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan di kontrol oleh beberapa bagian dalam otak. Stroke pada globus periferal atau temporal bisa menggnggu jaringan penglihatan dari saluran optik ke korteks oksipital dan menganggu ketajaman penglihatan. Persepsi kedalaman dan penglihatan pada garis horizontaldan vertikal bisa juga terganggu. Pada klien dengan hemiplegia, dapat menyebabkan masalah pada penampilan motorik dalam cara berjalan dan berdiri. Klien mungkin merasakan atau tidak merasakan kesulitan dalam hal resepsi, tetap hal tersebut bisa menyebabkan mereka rentan kecelakaan dan perilaku mereka akan tampak aneh. Gangguan penglihatan akan memengaruhi kemampuan klien kutuk mempelajari kembali keterampilan motorik. Infrak yang mempengaruhi kemampuan klien untuk mempelajari kembali keterampilan motorik. Infrak yang memengaruhi fungsi SK, III, IV, dan VI bisa menghasilkan kelumpuhan pada saraf cranial dan memngakibtkan diplopia.

g) Hemianopia homonimus

Hemianopia homonimus adalah kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang sama dari lapang pandang dari setiap mata jadi, klien hanya bisa melihat setengah dari penglihatan normal. Contohnya, klien mungkin bisa melihat dengan jelas pada garis

(47)

tengah pada satu bagian mata tapi tidak dapat melihat bagian tersebut pada mata yang lain. Klien dengan hemianopia homonimus idap dap melihat melewati garis tengah tanpa memutar kepala ke sisi bagian tersebut.

h) Sindrom Homer

Sindrom Homer adalah paralisis pada saraf simpatik ke mata yang menyebabkan tenggelamnya bola mata, ptosis bagian atas kelopak mata, bagian bawah kelopak mata sedikit terangkat, pupil mengecil, dan air mata kurang.

i) Agnosia

Agnosia adalah gangguan pada kemampuan mengenali benda melalui indra. Tipe yang paling denting terjadi adalah agnosia pada indra penglihatan dan pendengaran. Agnosia bisa terjadi karena sumbatan pada arteri serebral tengah atau posterior yang menyuplai globus temporal atau oksipital.

j) Negleksi unilateral

Negleksi unilateral adalah ketidakmampuan seseorang untuk merespon stimulus pada bagian kontralateral dari bagian infark serebral. Klien dengan cedera pada lobus temporoparietal, lobus parietal interior, lobus frontal lateral,girus singulatum, thalamus, dan stratum sebagai akibat dari sumbatan pada arteri serebral bagian tengah berisiko mengalami negleksi. Oleh karena dominasi dari belahan otak bagian kanan dalam mengarahkan perhatian, negleksi paling sering terlihat pada klien dengan kerusakan pada belahan otak bagian kanan.

Manifestasi klinis dari kondisi ini termasuk kegagalan dalam (1) memberikan perhatian pada satu sisi bagian tubuh, (2) melaporkan atau merespon stimulus pada satu sisi bagian tubuh, (3) menggunakan salah satu ekstremitas , dan (4) mengarahkan kepala atau mata karah satu sisi. Pada klien dengan negleksi unilateral biasanya disertai

(48)

dengan rasa tidak percaya keberadaan atau kepemilikan akan benda tersebut. Sebagai contoh, klien dengan negleksi unilateral biasanya diserta dengan rasa tidak percaya pada posisi alat gerak tubuh atau tidak percaya keberadaan atau kepemilikan alat benda tersebut. Sebagai contoh, klien dengan negleksi unilateral mungkin tidak percaya bahwa lengannya atau mungkin menyangkal bahwa anggota gerak tubuhnya lumpuh padahal hal tersebut Bener terjadi.

k) Penurunan sensorik

Beberapa tipe dari perubahan sensoris dapat terjadi karena stroke pada jalur sensoris dari lobus parietal yang disuplao oleh arteri serebral anterior atau bagian tengah. Penurunan itu terjadi pada bagian sisi kontralateral tubuh dan biasanya disertai dengan hemiplagia atau hemiparesis. Kondisi hemiparesis (kehilangan sensasi pada bagian satu sisi tubuh) biasanya tidak lengkap dan mungkin tidak dirasakan oleh klien. Sensasi pada permukaan seperti nyeri, sentuhan, tekanan, dan suhu bisa berpengaruh dalam tingkat yang berbeda-beda. Parastesia bisa digambarkan sebagai rasa nyeri terbakar yang persisten; perasaan keberatan, kebas, kesemutan, atau rasa tertusuk; atau rasa sensasi yang meningkat. Gangguan pada propriosepsi (kemampuan untuk menerima hubungan antara bagian tubuh dengan lingkungan luar) dan gangguan rasa bagian postural bisa terjadi dengan kondisi penurunan rasa pada sendi otot. Hal ini bisa berdampak sangat serius pada kemampuan klien untuk bergerak karena kurangnya kontrol keseimbangan dan gerakan yang tidak sesuai. Klien berisiko tinggi jatuh karena kecenderungan kesalahan posisi kaki pada saat berjalan.

l) Perubahan perilaku

Berbagai macam dari bagian-bagian otak yang membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks serebral berfungsi untuk menerjemahkan stimulus. Bahkan temporal dan limbik memodifikasi atau mengontrol

(49)

respons emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar hipofisis mengoordinasi korek motorik dan area bicara. Otak dapat dikatakan sebagai pengontrol emosi. Ketika otak tidak berfungsi sebagaimana mestinya, reaksi dan respons emosi menghambat fungsi kontrol tersebut.

Perubahan perilaku stroke adalah hal yang sering terjadi. Orang dengan stroke pada bagian belahan otak serebral kiri, atau dominan, biasanya lambat, waspada, dan tidak teratur. Orang dengan stroke pada belahan otak bagian serebral kanan, atau mendominan, biasanya impulsif, estimasi terlalu tinggi pada kemampuan mereka, dan memiliki penurunan rentang perhatian yang akan meningkatkan terjadinya resik cedera. Infak pada lobus frontal yang terjadi dari stroke pada arteri serebral anterior atau media dapat mengarah pada gangguan dalam ingatan, penilaian, pemikiran abstrak, pemahaman, kemampuan menahan diri, dan emosi.

m) Inkontenensia

Stroke bisa menyebabkan disfungsi pada sistem pencernaan dan perkemihan. Salah satu tipe neurologi perkemihan adalah tidak dapat menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirim pesan kondisi kandung kemih yang penuh ketak, tapi otak tidak mengartikan pesan ini dengan benar dan tidak meneruskan pesan untuk tidak mengeluarkan urine ke kandung kemih. Hal ini mengakibatkan kondisi sering berkemih, merasa sangat ingin buang air kecil, dan inkontenensia. Terkadang klien dengan tipe neurologi pada pencernaan mengalami kesulitan dalam buang air besar.

Penyebab lain dari inkontenesia bisa karena kehilangan ingatan sementara, tidak ada perhatian, faktor-faktor emosional,

(50)

ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan pada mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi serta tingkat keparahan disfungsi tersebut bergantung pada luas dan lokasi infark (Black, 2014).

f. Faktor Resiko 1) Hipertensi

Merupakan faktor resik utama. Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memicu kekakuan dinding pembuluh darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan memacu munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen/diameter pembuluh darah dan terlepas. Plak yang tidak stabil akan mudah ruptur/pecah dan terlepas. Plak yang terlepas meningkatkan resik tersubatnya pembuluh darah otak yang lebih kecil.

2) Diabetes Mellitus

Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi arteriosklerosis, terjadi arteriosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyebabkan iskemia, iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.

3) Merokok

Merokok memacu peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah.

4) Displidemia

Profil lemak seseorang ditemukan oleh kadar kolesterol darah, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida dan Lp(a). Kolesterol dibentuk didalam tubuh, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL disebut kolesterol jahat yang membawa kolesterol dari hati ke dalam sel.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Itu pertan- yaan yang direnungkan Jasmine Bell ketika ia menon- ton pesepak bola di depannya berkutat melakukan plié, menekuk lutut ke arah luar dengan telapak kaki rata di

Agama Buddha mempunyai arti ajaran yang dirumuskan di dalam empat kebenaran yang mulia (Catur Arya Satyani), 20 di mana ajaran tersebut disampaikan oleh Buddha Gautama kepada

Pada lengan tangan biasanya menggunakan kelat bahu dan pada patung ini tidak, juga pergelangan tangan orang Jawa biasanya memakai gelang keroncong, tetapi pada patung ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai nutritif dan kecernaan nutrien in vitro rumput raja (Pennisetum purpureophoides) yang diensilase dengan penambahan aditif

Kemudian perlunya kerjasama yang menyertai orang- orang untuk berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain menjadi keberkahan bagi kita,” papar Ustad El Ayubi Sementara itu, Guru

1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis

Oleh karena itu, model yang digunakan untuk memprediksi konvergensi bersyarat menunjukkan bahwa daerah dengan pendapatan per kapita awal yang lebih rendah akan menghasilkan tingkat

Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan Mengenai Pemanfaatan Informasi Laporan Realisasi Anggaran di Lingkungan Pemerintahan Studi kasus Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan