• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPS

Hakikat Pembelajaran IPS

Arah mata pelajaran IPS menurut KTSP Standar Isi 2006 dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Menurut Soemantri dalam Sapriya (2009:19) IPS merupakan penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu – ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. IPS pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan tingkat kecerdasan dan minat peserta didik.

Zuraik dalam Ahmad Susanto (2013:137) mengemukakan bahwa IPS merupakan harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang baik di mana para anggotanya benar – benar berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga oleh karenanya diciptakan nilai – nilai. Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan dasar dan ketrampilan sebagai media pelatihan bagi siswa sebagai warga negara sedini mungkin. Karena pembelajaran IPS tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan semata , tetapi harus berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, sikap, dan

(2)

kecakapan – kecakapan dasar siswa yang berpijak pada kenyataan kehidupan sosial kemasyarakatan sehari – hari dan memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sehari – hari dan memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sosial siswa di masyarakat. Sejalan dengan pemikiran teori di atas, Banks dalam Ahmad Susanto (2013:141) berpendapat bahwa pendidikan IPS merupakan bagian dari kurikulum di sekolah yang bertujuan untuk membantu mendewasakan siswa supaya dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai – nilai dalam rangka berpartisipasi di dalam masyarakat, negara, dan bahkan di dunia. Banks menekankan begitu pentingnya pembelajaran IPS diterapkan di sekolah – sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi, terutama di sekolah dasar dan menengah.

“Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu – ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk menguasai pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. (Sapriya, 2009:12) Untuk jenjang SD/MI, pengorganisasian materi mata pelajaran IPS menganut pendekatan terpadu (integreted), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata (factual/real) peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat pengembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilakunya. Dalam dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan isu sosial. Dari ketetentuan ini maka secara konseptual, materi pelajaran IPS di SD belum mencangkup dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial.”

Berdasarkan beberapa definisi yang sudah dipaparkan, maka pembelajaran IPS di sekolah dasar merupakan bidang studi yang mempelajari manusia dalam semua aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat. Dengan demikian, peranan IPS sangat penting untuk mendidik siswa mengembangkan pengetahuan,

(3)

sikap, dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam kehidupannya kelak sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang baik.

Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPS di SD

Mata pelajaran IPS di SD berfungsi untuk menguasai konsep dan manfaat IPS dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah. Secara rinci, Djahiri dalam Ahmad Susanto (2013:149) merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah, sebagai berikut :

1. Mampu memberikan pembekalan pengetahuan pengetahuan tentang manusia dan seluk beluk kehidupannya dalam astagatra kehidupan.

2. Membina kesadaran, keyakinan, dan sikap tentang pentingnya hidup bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan, bertanggung jawab, dan manusiawi.

3. Membina keterampilan hidup bermasyarakat dalam negara Indonesia yang berlandasan Pancasila.

4. Membina perbekalan dan kesiapan siswa untuk belajar lebih lanjut dan atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Tujuan pembelajaran IPS yang sejalan dengan Djahiri, KTSP Standar Isi 2006 menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran IPS yaitu :

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis dan logis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan

kemanusian,

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja dama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Berdasarkan tujuan yang sudah diuraikan, dengan mempelajari kondisi masyarakat seperti yang dimuat dalam pembelajaran IPS, maka siswa akan dapat mengamati dan mempelajari norma – norma atau peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat.

(4)

Ruang Lingkup IPS

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Adapun ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD/MI tercantum dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi meliputi (a) manusia, tempat, dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (c) sistem sosial dan budaya, dan (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan siswa yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Secara rinci, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS untuk SD/MI kelas 4 Semester 2 sebagai berikut.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS untuk SD/MI kelas 4 Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2) Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya 2.2 Mengenal pentingnya koperasi

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat

2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan

transportasi serta pengalaman menggunakannya

2.4 Mengenal permasalahan sosial daerahnya.

(5)

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan oleh para ahli ataupun yang telah tercantum dalam Permendiknas, maka mengenai Mata Pelajaran IPS di SD menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan potensi/kemampuan siswa serta agar menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sehingga dapat berpatisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan baik sebagai individu maupun sebagai warga negara.

2.1.2 Pendekatan Project Based Learning

Project based learning atau pendekatan pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Pendekatan pembelajaran ini menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas nyata.

Intel Corporation dalam Hosnan (2014:319) mendefinisikan project based learning sebagai “an instructional model that involves students in investigations of compelling problems that culminate in authentic products”. Pendekatan dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam penyelidikan masalah menarik kemudian akan diakhiri dengan hasil produk yang otentik.

Sejalan dengan pemikiran teori di atas, definisi project based learning menurut B. Baron dalam Hosnan (2014:320) adalah pendekatan pembelajaran secara konstruktif untuk pedalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya. Dalam pendekatan project based learning, siswa mengembangkan sendiri wawasan mereka bersama rekan kelompok maupun secara individual, sehingga secara otomatis akan mengembangkan pula kampuan riset mereka. Mereka didorong untuk aktif dalam memecahkan masalah, pengambilan keputusan, dan aktivitas lainnya.

(6)

Thomas J.W. Moursund, et al. dalam Herminarto Sofyan (2006: 298)

menyebutkan bahwa project based learning adalah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dalan suatu proyek. Hal ini memungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri untuk membangun pembelajarannya sendiri dan kemudian akan mencapai puncaknya dalam suatu hasil yang realistis, seperti karya yang dihasilkan siswa sendiri.

Mengacu pada beberapa definisi yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa project based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas peserta didik untuk memecahkan masalah dengan menerapkan ketrampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Pendekataan ini memperkenankan peserta didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam mengkrontruksikan produk yang bersumber dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah – langkah Pendekatan Project Based Learning

Dalam pengaplikasian pendekatan project based learning dalam proses pembelajaran terdapat 6 langkah menurut Kurinasih, Imas dan Berlin Sani (2014:85) yaitu :

1. Penentuan proyek

Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik proyek berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru. Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan proyek yang akan dikerjakannya, baik secara kelompok maupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang tugas dari tugas yang diberikan guru.

2. Perancangan langkah – langkah penyelesaian proyek

Peserta didik merancang langkah – langkah kegiatan penyelesaian proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan proyek ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung tugas proyek, pengintegrasian berbagai kemungkinan penyelesaian tugas proyek,perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat

(7)

mendukung penyelesaian tugas proyek dan kerja sama antara anggota kelompok.

3. Menyusun jadwal pelaksanaan proyek

Melalui dampingan guru peserta didik dapat melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya. Berapa lama proyek itu harus diselesaikan tahap demi tahap.

4. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru

Langkah ini merupakan langkah pengimplementasian rancangan proyek yang telah dibuat. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan proyek, diantaranya adalah dengan (a) membaca, (b) meneliti, (c) observasi, (d) interview, (e) merekam, (f) berkarya seni, (g) mengunjungi objek proyek, atau (h) akses internet. Guru bertanggung jawab memonitor aktivitas peserta didik dalam melakukan tugas proyek , mulai proses hingga penyelesaian proyek. Pada kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas proyek.

5. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek

Hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, karya seni, atau karya teknologi/prakarya dipresentasikan dan/atau dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam bentuk pameran produk pembelajaran.

6. Evaluasi proses dan hasil proyek

Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Proses refleksi pada tugas proyek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.

Susunan langkah yang sejalan diungkapkan oleh Ridwan (2014:227) bahwa pendekatakan project based learning memiliki tahapan pembelajaran sebagai berikut :

1. Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan kompetensi yang akan dicapai.

2. Peserta didik mengidentifikasi permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji. Pertanyaan juga dapat diajukan oleh guru.

3. Kelompok membuat rencana proyek terkait dengan penyelesaian masalah yang diidentifikasi.

4. Kelompok membuat proyek atau karya dengan memahami konsep atau prinsip yang terkait dengan materi palajaran.

5. Guru atau sekolah memfasilitasi pameran atas pekerjaan/karya yang dihasilkan oleh peserta didik.

(8)

Selain langkah – langkah diatas, menurut Daryanto (2014:23) pendekatan project based learning dilaksanakan dalam 6 tahap sebagai berikut:

1. Penentuan pertanyaan mendasar

Pembelajaran dimuai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.

2. Mendesain perencanaan proyek

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun jadwal

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain : membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, membimbing pesrta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan meminta peserta didik untuk membuat penjelasan tentang pemilihan suatu cara.

4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek

Pengajar bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Montoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

5. Menguji hasil

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing – masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi pengalaman

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.

(9)

Berdasarkan langkah – langkah yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa langkah – langkah pendekatan project based learning adalah sebagai berikut :

1. Menentukan tema tentang perkembangan teknologi dan permasalahan sosial. 2. Mengidentifikasi permasalahan tentang perkembangan teknologi dan

permasalahan sosial.

3. Membuat langkah – langkah penyeselesaian proyek berupa laporan tentang perkembangan teknologi dan permasalahan sosial.

4. Mengumpulkan data tentang perkembangan teknologi dan permasalahan sosial dari berbagai sumber.

5. Mengolah data tentang perkembangan teknologi dan permasalahan sosial. 6. Menyusun laporan tentang teknologi perkembangan teknologi dan

permasalahan sosial sesuai tema.

7. Mempresentasikan hasil proyek tentang teknologi perkembangan teknologi dan permasalahan sosial.

8. Merefleksi proses dan hasil proyek tentang perkembangan teknologi dan permasalahan sosial.

Kelemahan dan Kelebihan Pendekatan Project Based Learning

Pendekatan project based learning memiliki hambatan yang dikemukakan oleh Kurinasih, Imas dan Berlin Sani (2014:84) sebagai kekurangan pendekatan, yaitu :

1. Pembelajaran berbasis proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.

2. Membutuhkan biaya yang cukup banyak.

3. Banyak isntruktut yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana instruktur memegang peran utama di kelas.

4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.

5. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.

6. Ada kemungkinan peserta didik kurang aktif dalam kerja kelompok.

7. Ketika topik yang diberikan kepada masing – masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

(10)

Kelebihan menggunakan pendekatan project based learning dalam proses pembelajaran menurut Kurinasih, Imas dan Berlin Sani (2014:84) yaitu :

1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.

2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem yang kompleks.

4. Meningkatkan kolaborasi.

5. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktekkan ketrampilan komunikasi.

6. Meningkatkan ketrampilan peserta didik dalam mengelola sumber.

7. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber – sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

8. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.

9. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimilki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.

10. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

2.1.3 Minat Belajar

“Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.” Slameto (2003:180) Definisi minat tidak nampak pada kehidupan sehari – hari. Namun rasa lebih suka itu akan nampak melalui aktivitas yang dilakukan. Hal ini diperkuat oleh pandangan Slameto yang menjelaskan bahwa minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.

Minat belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas nampak pada keikutsertaan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Seperti terlibat memberikan pertanyaan kepada guru ketika guru memberikan penjelasan kurang jelas, dan terlibat dalam pembelajaran yang dilakukan.

Menurut W.S Winkel (2007:212) minat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan

(11)

tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Kecenderungan yang dimaksud adalah suatu perbuatan atau tindakan atau sikap untuk dapat tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang, sesuatu barang atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu dalam hal ini yang berkaitan dengan mata pelajaran. Sejalan dengan Winkel, menurut Sadiman (2007:77) “Minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri – ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan – keinginan atau kebutuhan – kebutuhan sendiri. Oleh karena itu apa saja yang dilihat seseorang tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.” Hal ini menunjukkan bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seseorang terhadap sesuatu objek, biasanya disertai dengan perasaan senang, karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu. Bernard dalam Ahmad Susanto (2013:57) menyatakan bahwa minat timbul tidak secara tiba – tiba, tetapi timbul akibat partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar. Jadi jelas bahwa minat akan selalu terkait dengan persoalan kebutuhan dan keinginan.

Berdasarkan beberapa definisi minat belajar yang sudah dipaparkan, maka minat merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang tanpa adanya keterpaksaan sehingga menimbulkan perasaan senang, ketertarikan, keterlibatan, dan perhatian secara efektif karena terdapat manfaat yang didapatkan dari suatu objek.

Ciri-ciri Minat Belajar

Siswa yang berminat belajar menurut Slameto (2003:58) mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

1. Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.

2. Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang dinikmati.

3. Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati. 4. Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya. 5. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.

Minat belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:132) dapat diekspresikan peserta didik melalui :

(12)

2. Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan yang diminati.

3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain .

Sardiman, (2007: 83) mengemukakan ciri-ciri seseorang yang memiliki minat tinggi yaitu berupa :

1. Tekun dalam menghadapi tugas .

2. Ulet jika menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). 3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah. 4. Lebih senang bekerja mandiri.

5. Dapat mempertahankan pendapatnya jika sudah yakin akan sesuatu. 6. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

7. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Berdasarkan uraian ciri – ciri minat belajar menurut para tokoh, dapat diketahui aspek - aspek minat belajar, yaitu :

1. Perasaan senang

Perasaan senang yang dimaksud adalah dengan melihat aktivitas yang dilakukan siswa. Aktivitas siswa akan menimbulkan keterlibatan siswa untuk berpartisispasi pada setiap kegiatan belajar. Aktivitas dan keterlibatan siswa muncul tanpa adanya keterpaksaan sehingga siswa akan merasa bangga dan puas dengan apa yang didapat dari kegiatan pembelajaran.

2. Ketertarikan siswa

Siswa akan cenderung merasa tertarik dengan bahan pelajaran dan tertarik dalam memecahkan/menyelesaikan soal – soal pelajaran. Bahan pelajaran/materi yang disampaikan guru membuat siswa ingin mengetahui lebih dalam dan mempelajarinya disetiap kesempatan entah itu di sekolah atau dirumah. Hal ini dilakukan siswa karena dianggap menguntungkan bagi dirinya. Siswa juga tidak akan merasa patah semangat dan tidak mudah putus asa ketika menghadapi tugas yang berisi masalah/soal yang sulit. Siswa akan selalu berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Perhatian dalam belajar

Perhatian merupakan aktivitas yang memerlukan konsentrasi dengan mengesampingkan yang lain. Siswa yang memiliki minat maka dengan sendirinya memperhatikan objek tersebut. Perhatian siswa pada objek akan

(13)

terllihat dari keikutsertaan siswa dalam mengikuti pelajaran dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Perhatian belajar siswa juga akan terlihat dari siswa mengikuti petunjuk guru dalam pembelajaran. Siswa yang memiliki perhatian belajar yang tinggi cenderung mengacuhkan temannya yang malah bermain/gojek ketika pelajaran hingga melaporkan teman tersebut karena dianggap menganggu konsentrasi siswa. Fokus siswa tersebut mampu membuat siswa lebih teliti dan cermat dalam mengerjakan tugas ataupun menerima materi.

4. Kesadaran akan adanya manfaat pembelajaran siswa

Minat akan muncul jika memiliki keuntungan/manfaat dalam diri siswa. Siswa akan merasa pembelajaran yang dilakukan bermanfaat bagi kehidupan sehari –hari serta siswa dpat menerapkan materi tersebut dengan kehidupan sehari – hari. Siswa juga akan memaanfaatkan sumber alat dan media yang ada untuk mendukung pembelajarannya.

5. Keterlibatan siswa

Keterlibatan siswa dapat terlihat dari keikutsertaan siswa di setiap kegiatan belajar guna memperoleh hasil yang maksimal dan nilai pelajaran yang memuaskan. Siswa akan mencari materi pelajan selain di sekolah dengan memanfaatkan sumber belajar di luar sekolah guna mencari informasi untuk menunjang materi pelajaran agar memperoleh hasil yang maksimal.

Berdasarkan pada aspek minat belajar yaitu : perasaan senang,ketertarikan siswa,perhatian dalam belajar,manfaat bagi siswa,dan keterlibatan siswa, kemudian didasarkan pada langkah-langkah pendekatan Project Based Learning maka diperoleh indikator minat sebagai berikut :

1. Senang menyimak tema.

2. Tertarik mengidentifikasi masalah.

3. Terlibat dalam menentukan langkah proyek dan memilih sumber dan alat proyek.

4. Tertarik untuk mengumpulkan informasi

5. Fokus menyeleksi informasi yang terkait untuk proyek 6. Fokus menyusun proyek

(14)

7. Senang dengan aktivitas presentasi di kelas

8. Muncul kesadaran adanya manfaat proyek bagi siswa.

Wardani, Naniek Sulistya dkk (2012:47) mendefinisikan pengukuran sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen. Instrumen untuk mengukur minat belajar menggunakan skala pengukuran. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2012:135). Macam-macam skala pengukuran dapat berupa (Sugiyono, 2012:136-142) :

1. Skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atan pernyataan. Jawaban setiap instrumen pada skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang berupa kata-kata antara lain : Sangat setuju sampai sangat tidak setuju, selalu sampai tidak pernah, dan sebagainya. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya:

1) Setuju/selalu/sangat positif 5

2) Setuju/sering/positif 4

3) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral 3

4) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif 2

5) Sangat tidak setuju/tidak pernah 1

Instrumen yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

2. Skala Guttman.

Skala pengukuran tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah” dan sebagainya. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda dan checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor satu dan tidak setuju diberi skor nol. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.

Contoh : Bagaimana pendapat anda bila orang itu menjabat pimpinan di perusahaan ini?

(15)

a. Setuju. b. Tidak setuju.

Peryataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala pengukuran interval dikotomi.

Contoh : Apakah tempat kerja anda dekat dengan Jalan Protokol ? a. Ya

b. Tidak 3. Rating Scale.

Data yang diperoleh pada rating scale merupakan data berupa angka kemudian ditafsirkan dalam penelitian kualitatif. Dalam skala model ini responden tidak menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif (berupa angka) yang telah disediakan.

Contoh : Seberapa baik data ruang kerja anda di perusahaan A ? Berilah jawaban dengan angka

4 bila tata ruang itu sangat baik. 3 bila tata ruang itu cukup baik. 2 bila tata ruang itu kurang baik. 1 bila tata ruang itu sangat tidak baik. 4. Semantic Deferential.

Skala ini dinyatakan dalam bentuk satu garis kontinum yang jawaban paling positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai seseorang.

Contoh : Beri nilai gaya kepemimpinan Manager anda

Bersahabat 5 4 3 2 1 Bermusuhan

Tepat janji 5 4 3 2 1 Ingkar janji

Demokratis 5 4 3 2 1 Otoriter

Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela

Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi

Responden yang memberi jawaban angka 5, berarti persepsi responden sangat positif, angka 3 berarti netral dan angka 1 berarti sangat negatif.

Berdasarkan uraian tentang macam skala pengukuran tersebut, penelitian ini menggunakan skala pengukuran Guttman, karena variabel minat belajar siswa membutuhkan jawaban yang tegas dan konsisten agar dapat diketahui dengan jelas tingkat minat belajar siswa.

4

3 5

1 3

(16)

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan ini dilaksanakan oleh Djehan Mulyani dengan judul skripsi “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) Pada Siswa Kelas V Di SD Islam Al-Syukro Universal”. Adapun hasil dari penelitiannya adalah diketahui adanya kemampuan hasil belajar siswa. Peningkatan kemampuan hasil belajar dapat dilihat dari teknik analisis data yang dilakukan secara kuantitatif indikator keberhasilan penelitian ini dilihat dari ketuntasan belajar siswa sebanyak 75%, dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 65. Dari hasil penelitian, pada siklus pertama ketuntasan belajar yang dicapai sebanyak 70%, dan siklus kedua sebanyak 97%.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan Djehan dapat dilihat kelebihannya dalam kemampuan hasil belajar yang meningkat dengan pendekatan Project Based Learning meliputi kemampuan menjawab soal sesuai konteks permasalahan, dapat mengungkapkan situasi atau permasalahan dengan menggunakan bahasa matematika dan mampu menjawab soal IPS aplikasi (situation), Kemampuan memfokuskan pertanyaan dan menemukan konsep yang digunakan untuk penyelesaian (focus), Kemampuan untuk memberikan kejelasan lebih lanjut baik definisi atau keterkaitan konsep (clarity). Hal ini juga berdampak pada tiap-tiap aspek aktivitas siswa yang mengalami peningkatan dari kategori baik menjadi kategori sangat baik, dan kategori cukup baik menjadi baik. Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan Project Based Learning. Sebagian besar siswa merasa senang, lebih semangat, tertarik dengan materi, lebih mudah menyelesaikan soal karena membuat siswa berpikir lebih sistematis, dan terperinci dalam menyelesaikan masalah. Namun dalam penelitian ini, terdapat kelemahan dalam masalah efisien waktu yang digunakan untuk penggalian informasi dan pemecahan masalah.

Penelitian lain dilaksanakan oleh Veronica Yasinta dengan judul skripsi “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Metematika Bagi Siswa Kelas 4 Melalui Project Based Learning dengan Pendekatan Kontekstual di SD Negeri 01

(17)

Gandulan Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika melalui Project Based Learning dengan pendekatan kontekstual di kelas IV SD Negeri 01 Gandulan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan variabel terikat hasil belajar dan variabel bebas pendekatan kontekstual dan Project Based Learning. Subjek penelitian sebanyak 21 siswa. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan butir soal tes. Analisis data menggunakan SPSS:16,0. Dalam penelitian ini dapat dilihat keberhasilan penerapan Pendekatan Kontekstual Melalui Project Based Learning. Hasil yang diperoleh oleh siswa dalam pra siklus 11 siswa (52,38%) belum tuntas KKM dan 10 siswa (47,62%) sudah mencapai KKM. Dan setelah adanya penelitian pada siklus I dengan menerapkan Pendekatan Kontekstual Melalui Project Based Learning siswa mengalami peningkatan, 5 siswa (23,8%) belum tuntas KKM dan 16 siswa (76,2%) siswa sudah tuntas KKM. Dan hasil dari siklus II hasil yang diperoleh 2 siswa (9,5%) belum tuntas KKM dan 19 siswa (90,5%) tuntas KKM. Meningkatnya hasil belajar sangat signifikan dari hasil belajar pra siklus, siklus I, dan siklus II. Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pendekatan kontekstual melalui Project Based Learning dalam mata pelajaran Matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD N 01 Gandulan Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.

Kelebihan dalam penelitian ini adalah siswa lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang ada pada materi tersebut. Siswa juga lebih aktif untuk mencari tahu pemecahan dari masalah pada materi tersebut dengan menggunakan proyek yang siswa buat. Siswa dapat lebih kritis dalam menganalisa materi, siswa dapat lebih perhatian dengan guru dan menimbulkan ketertarikan siswa dengan berani menanyakan materi yang belum diketahui. Kelemahan penelitian ini terletak pada fokus guru yang memonitoring siswa yang tidak menyeluruh. Karena fokus guru yang terbagi – bagi menyebabkan beberapa siswa kurang konsentrasi.

(18)

Penelitian lain dilaksanakan oleh Ivo Aulia Putri Yatni dengan judul skripsi “Implementasi Project Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sumber Daya Alam Kelas IV di SDN 2 Cibodas Tahun Pelajaran 2012 / 2013 Kabupaten Bandung Barat”. Adapun peningkatan hasil penelitian dalam siklus I adalah 79,31 dan pada siklus II adalah 85,76. Persentasi ketuntasan belajar siswa pun mengalami peningkatan,pra siklus persentase ketuntasan belajar mencapai 48 % dan setelah siklus I mencapai 76%, siklus II mencapai 94%.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan Ivo, terdapat kelebihan untuk menimbulkan keterlibatan siswa dalam mencari informasi dan penyelesaian proyek. Siswa membuat proyek bersama teman sekelompok dan bertukar fikiran sehngga menuangkan ide kreatif dengan memodifikasi pendapat yang berbeda. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada penelitian ini adalah pengalokasian waktu pembelajaran utnuk menyelesaikan suatu proyek.

Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya, maka peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yang sama walaupun dengan variabel terikat yang berbeda. Meskipun demikian, pendekatan yang dipakai peneliti sebelumnya memiliki karakteristik untuk meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengerjakan soal, menimbulkan rasa senang dalam kegiatan belajar mengajar, dan menimbulkan keterlibatan siswa sehingga siswa aktif di setiap kegiatan belajar dimana hasil tersebut berkaitan dengan indikator minat belajar siswa. Disamping itu fokus penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan minat belajar siswa dengan penggunaan pendekatan berbasis proyek terhadap siswa kelas 4 SDN Sidorejo Lor 07.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPS yang berlangsung selama ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran IPS melalui ceramah dan siswa mendengarkan.

(19)

Kadang-kadang saja di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, adalah diam mendengarkan, bermain sendiri, mengantuk, tidak segera dapat peduli dengan situasi yang ada baik yang diadakan oleh guru atau siswa yang lain, sehingga siswa cenderung untuk pasif ketika pembelajaran. Kondisi ini menunjukkan bahwa minat belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS menurun, karena minat sendiri adalah suatu kecenderungan, ketertarikan, perhatian, dan rasa senang terhadap suatu aktifitas/objek.

Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar kompetensi yang diharapkan dalam KTSP 2006 dapat tercapai. Suatu pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat memecahkan masalah dengan melakukan penyelidikan/investigasi dan dapat menemukan sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa berpartisipasi aktif dan dapat meningkatkan minat belajar siswa adalah pendekatan project based learning.

Project based learning diawali dengan guru bersama siswa menentukan tema/topik yang akan digunakan dalam pembuatan proyek. Kegiatan selanjutnya yaitu mengidentifikasi permasalahan/pertanyaan yang terkait dengan tema/topik. Setelah itu siswa diminta membentuk 5 kelompok yang terdiri dari 4 siswa tiap kelompok secara heterogen. Setiap kelompok membuat rancangan langkah – langkah penyeselesaian proyek serta menyusun jadwal pelaksanaan proyek. Masing-masing kelompok diminta untuk keluar kelas guna mengamati dan mengumpulkan informasi tentang suatu masalah. Selama penyelesaian proyek siswa difasilitasi dan monitoring guru. Kemudian siswa akan mengolah data dan menyusun laporan berdasarkan apa yang sudah mereka kerjakan. Hasil laporan yang sudah dibuat akan dipresentasikan/dipublikasikan di depan kelas

Langkah terakhir adalah guru memberikan kesimpulan dan refleksi pada akhir pembelajaran. Dalam pendekatan project based learning ini menggunakan penilaian skala sikap, karena yang diteliti adalah minat belajar siswa. Penilaian

(20)

diambil dengan cara observasi dengan cara observer mengamati setiap aktifitas yang dilakukan oleh siswa, dan kemudian diukur menggunakan instrumen non tes berupa angket minat belajar untuk mengukur minat belajar siswa. Skor pencapaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Untuk itu, perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali dengan pendekatan project based learning dengan kompetensi dasar yang sama sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai lebih meningkat dan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS dapat meningkat. Penjelasan lebih rinci disajikan dalam kerangka berfikir tentang minat belajar terhadap IPS dengan pendekatan project based learning.

(21)

Fokus menyeleksi informasi yang terkait dengan subtema

Senang menyimak tema permasalahan sosial

Terlibat membuat langkah proyek, memilih sumber dan alat proyek Tertarik mengidentifikasi masalah sosial

Tertarik untuk mengumpulkan informasi sesuai subtema

Fokus menyusun laporan masalah sosial sosial

Senang dengan aktivitas presentasi masalah sosial di kelas

Muncul manfaat proyek bagi siswa

Minat belajar IPS rendah Pembelajaran Inovasi 2. Mengidentifikasi permasalahan sosial 1. Menyimak tema permasalahan sosial 3. Membuat langkah penyelesaian proyek subtema 4. Mengumpulkan informasi sesuai subtema 5. Menyeleksi informasi yang terkait dengan subtema

6. Menyusun laporan pemecahan masalah sosial

7. Mempresentasikan laporan masalah sosial di kelas

SKOR MINAT

8. Merefleksi aktivitas pembelajaran berbasis proyek masalah sosial

ANGKET MINAT

1. Aspek Perasaan senang

2. Aspek Ketertarikan

3. Aspek Perhatian belajar

4. Aspek Manfaat

5. Aspek Keterlibatan

Indikator Minat

Gambar 2.1

(22)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan dari kerangka berpikir maka hipotesis penelitian ini adalah “Peningkatan minat belajar IPS diduga dapat diupayakan melalui pendekatan Project Based Learning siswa kelas 4 SDN Sidorejo Lor 07 Kota Salatiga semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.”

Referensi

Dokumen terkait

Setelah m Setelah mengamati engamati teks visual teks visual, siswa ma , siswa mampu menuli mpu menuliskan gagasa skan gagasan pokok dari n pokok dari teks visua teks visual yang

yang terlalu pendek kurang dari 85 hari akan memperpendek panjang laktasi yang berakibat kepada berkurangnya jumlah produksi susu pada laktasi yang sedang berjalan

Semua proses LNG dirancang untuk erat mendekati kurva pendinginan gas yang dicairkan, dengan menggunakan refrigeran multikomponen khusus campuran yang akan cocok

Keempat adalah waktu (time) yang merupakan tahap dimana siswa diberi waktu yang cukup untuk mata pelajaran yang diinginkan baik waktu yang diberikan secara tetap oleh pihak

Simpulan hasil penelitian ini : 1) Proses pembelajaran dengan menerapkan model project based learning dimana langkah-langkahnya meliputi identifikasi, perumusan, rancangan

Mengingat laju pertumbuhan 6,06 persen (c to c) belum mencapai target pemda sebesar 7,1 – 7,4 persen, serta memperhatikan kontribusi belanja pemerintah terhadap PDRB yang

Rosmadewi, A.N., 2010, Studi Kemampuan Adsorpsi Zeolit Alam Terimobilisasi Dithizon terhadap Ion Logam Cd(II) bersama-sama Ion Logam Mg(II) dan Cu(II), Skripsi, Jurusan

Jadi kata santri adalah orang yang sedang belajar pada seseorang (guru). Maka istilah santri sama dengan istilah murid. Kajian teoretis di atas mengandung permasalahan