• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 36/PUU-X/2012 Tentang Kontrak Kerja Sama dan Badan Pelaksana Migas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 36/PUU-X/2012 Tentang Kontrak Kerja Sama dan Badan Pelaksana Migas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 36/PUU-X/2012

Tentang

“Kontrak Kerja Sama dan Badan Pelaksana Migas”

I. PEMOHON

1. Pemohon 1, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diwakili oleh Prof. Dr. H.M Din Syamsuddin, MA dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah;

2. Pemohon 2, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, diwakili oleh Ir. Rahmat Kurnia. M.Si dalam kedudukannya sebagai Ketua;

3. Pemohon 3, Pimpinan Pusat Persatuan Ummat Islam;

4. Pemohon 4, Pimpinan Pusat Syarikat Islam Indonesia, diwakili oleh H. Muhammad Mufti dalam kedudukannya sebagai Presiden Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam Indonesia;

5. Pemohon 5, Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, diwakili oleh Drs. Djauhari Syamsuddin dalam kedudukannya sebagai Ketua UmumPP Syarikat Islam;

6. Pemohon 6, Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia, diwakili Drs. H. Imam Suhardjo HM oleh dalam kedudukannya sebagai Sekretaris Jenderal;

7. Pemohon 7, Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, diwakili oleh KH Abdullah Djaidi dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum PP Al Irsyad Al Islamiyah;

8. Pemohon 8, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, diwakili oleh H. Muhtadin Sabili dalam kedudukannya sebagai Ketua PB Pemuda Muslimin Indonesia;

9. Pemohon 9, AL Jami’yatul Washliyah, diwakili oleh Drs. HA. Aris Banadji dalam kedudukannya sebagai Ketua;

10. Pemohon 10, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK), diwakili oleh Lieus Sungkharisma dalam kedudukannya sebagai koordinator;

11. Pemohon 11, K.H. Achmad Hasyim Muzadi; 12. Pemohon 12, Drs. H. Amidhan;

(2)

13. Pemohon 13, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat; 14. Pemohon 14, Dr. Eggi Sudjana. SH, M.Si; 15. Pemohon 15, Marwan Batubara;

16. Pemohon 16, Drs. Fahmi Idris;

17. Pemohon 17, MH Moch. Iqbal Sullam; 18. Pemohon 18, Drs. H. Ichwan Sam; 19. Pemohon 19, Ir. H. Salahuddin Wahid; 20. Pemohon 20, Nirmala Chandra Dewi M, SH; 21. Pemohon 21, HM. Ali Karim OEI, SH.; 22. Pemohon 22, Adhi Massardi;

23. Pemohon 23, Ali Mochtar Ngabalin; 24. Pemohon 24, Hendri Yosodiningrat, SH; 25. Pemohon 25, Laode Ida;

26. Pemohon 26, Sruni Handayani;

27. Pemohon 27, Juniwati T. Masgehun S; 28. Pemohon 28, Nuraiman;

29. Pemohon 29, Sultana Saleh Marlis; 30. Pemohon 30, Fauziah Silvia Thalib;

31. Pemohon 31, King Faisal Sulaiman, SH. LL.M; 32. Pemohon 32, Soerasa, BA;

33. Pemohon 33, Mohammad Hatta; 34. Pemohon 34, Sabil Raun;

35. Pemohon 35, Edy Kuscahyanto, S.SI; 36. Pemohon 36, Yudha Ilham, SH; 37. Pemohon 37, Joko Wahono;

38. Pemohon 38, Dwi Saputro Nugroho; 39. Pemohon 39, A.M Fatwa;

40. Pemohon 40, Hj. Elly Zanibar Madjid Jamilah.

Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai Para Pemohon

II. POKOK PERKARA

Pengujian UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (yang selanjutnya disebut UU Migas) terhadap UUD 1945.

(3)

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah :

1. Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 “ Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenanganya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”

2. Pasal 10 ayat (1) huruf a UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi.

IV.KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING)

1. Bahwa Pemohon dalam Perkara No. 36/PUU-IX/2012 ini berjumlah 42 Pihak. Pihak tersebut terdiri dari 10 pihak yang terkualifikasi sebagai Persyarikatan, ormas atau badan hukum, dan 32 Pihak yang terkualifikasi sebagai perorangan, yang selanjutnya di sebut PARA PEMOHON;

2. Bahwa Pemohon I sampai dengan Pemohon X adalah subjek hukum yang telah berbadan hukum di Indonesia yang umumnya mempunyai tujuan untuk mewujudkan terbentuknya tatanan masyarakat madani atau masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (mujtama’ al-madani), yang dilakukan melalui berbagai usaha-usaha pembinaan, pengembangan, advokasi dan pembaruan kemasyarakatan di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, peran politik kebangsaan, dan sebagainya. Pengajuan permohonan pengujian terhadap pasal-pasal a quo dalam UU Migas merupakan mandat organisasi dalam melakukan upaya-upaya perwujudan masyarakat madani atau masyarakat Islam yang

(4)

sebenar-benarnya melalui penegakan konstitusi. Hal ini tercermin di dalam Anggaran Dasar dan/atau akta pendirian.

3.

Bahwa Pemohon I sampai dengan Pemohon XLII merupakan warga Negara Indonesia, yang mendapatkan kerugian konstitusional akibat berlakunya UU a quo. Hal tersebut dikarenakan UU a quo adalah UU yang menguasai hajat hidup PARA PEMOHON dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI Yang diujikan, adalah :

A. NORMA UU MIGAS 1. Pasal 1 angka 19

Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

2. Pasal 1 angka 23

Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi

3. Pasal 3 huruf b

Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas dan Gas Bumi bertujuan:...(b) menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian usaha dan mengolahan, pengangkutan, penyimpangan dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan

4. Pasal 4 ayat (3)

Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 23

5. Pasal 6

(5)

angka 19 dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 19; (2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan: (a). Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik peyerahan; (b). Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana; (c). modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap

6. Pasal 9

(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Angka 2 dapat dilaksanakan oleh: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Koperasi; usaha kecil; dan badan usaha swasta; (2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu

7. Pasal 10

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan usaha hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir; (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan usaha Hulu

8. Pasal 11 ayat (2)

Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

9. Pasal 13

(1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap hanya diberikan 1 (satu) wilayah kerja; (2) dalam hal badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja.

10. Pasal 44

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

(6)

angka 1 dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3); (2). Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.; (3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama; b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama; c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan; d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c; e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran; f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu:

a. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”;

b. Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 ”Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”.

c. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”

(7)

d. Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 ”Perlindungan, Pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”

b. Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena :

1. Pasal 1 angka 19 UU Migas telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pemaknaan kontrak lainnya tersebut. hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan frasa yang multitafsir tersebut, maka kontrak kerja sama akan dapat berisikan klausul-klausul yang tidak mencerminkan sebesa-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dimanahkan didalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945. Selain itu frasa “dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama” menunjukan adanya penggunaan sistem kontrak yang multitafsir dalam pengendalian pengelolaan migas nasional;

2. Lahirnya Badan Pelaksana Migas (BP Migas) adalah atas perintah Pasal 4 ayat (3) UU Migas yang menyatakan ”Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 23” menjadikan konsep Kuasa Pertambangan menjadi kabur (obscuur);

3. BP Migas yang bertugas mewakili negara untuk menandatangani kontrak, mengontrol dan mengendalikan cadangan dan produksi migas sebagaimana dinyatakan didalam Pasal 44 UU Migas, hal ini jelas jelas mereduksi makna NEGARA dalam frasa ”dikuasai negara” yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 sistem yang dibangun oleh Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 44 UU Migas menjadikan seolah-olah BP Migas sama dengan NEGARA, ini jelas berbeda dengan makna maka pengelolaan sebagaimana yang dikehendaki Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945;

(8)

4. Kehadiran BP Migas menbonsai telah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 dan menjadikan makna ”dikuasai negara” yang telah ditafsirkan dan diputuskan oleh Mahkamah menjadi kabur dikarenakan tidak dipenuhinya unsur penguasaan negara yakni mencakup fungsi mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi secara keseluruhan, hanya menjadi sebuah ilusi konstitusional;

5. Pasal 3 huruf b UU Migas menunjukan bahwa walaupun Mahkamah telah memutus Pasal 28 ayat 2 tentang penetapan ”Harga Bahan Bakar Minyak dan Harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.” tetapi Pasal 3 huruf b yang merupakan jantung dari UU a quo belum dibatalkan secara bersamaan dengan putusan Mahkamah No. 002/PUU-I/2003, Pasal tersebut mengakomodir gagasan liberalisasi migas yang sudah tentu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 Ayat (2);

6. Frasa ”dapat” didalam Pasal 9 jelas telah bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), dikarenakan Pasal ini menunjukan bahwa Badan Usaha Milik Negara hanya menjadi salah satu pemain saja dalam pengelolaan Migas. Jadi, BUMN harus bersaing dinegaranya sendiri untuk dapat mengelola migas. Konstruksi demikian dapat melemahkan bentuk penguasaan negara terhadap sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak;

7. Pasal 10 UU Migas mengurangi kedaulatan negara atas penguasaan sumber daya alam (dalam hal ini Migas) dikarenakan Badan Usaha Milik Negara harus melakukan pemecahan organisasi secara vertikal dan horizontal (unbundling) sehingga menciptakan manajemen baru yang mutatis mutandis akan menentukan cost dan profitnya masing-masing. Korban dari konsepsi ini adalah adanya persaingan terbuka dan bagi korporasi asing adalah suatu lahan investasi yang menguntungkan, namun merugikan bagi rakyat. Sehingga nafas Mahkamah melalui Putusan MK. No. 002/PUU-I/2003 yang tidak mengizinkan adanya suatu harga pasar yang digunakan untuk harga minyak dan gas menjadi tidak terealisasi dikarenakan mau tidak mau sistem yang terbangun dalam Pasal 10, dan Pasal 13 bertentangan

(9)

dengan Pasal 33 UUD 1945 dan tentunya Putusan MK No. 002/PUU-I/2003;

8. Pasal 11 ayat (2) UU Migas jelas bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, Pasal 11 ayat (2) UUD 1945, Pasal 20A ayat (1).

VII. PETITUM

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 1 angka 19, Pasal 3 huruf b, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

5. Atau menjatuhkan putusan alternatif, yaitu:

6. Menyatakan undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi bertentangan dengan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara keseluruhan.

7. Atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Perubahan terdapat pada:

1. Penjelasan tentang Kerugian Konstitusional Para Pemohon; 2. Alasan Pokok-Pokok Permohonan;

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel 12 perhitungan azimut dan selisih azimut didapatkan dari azimut hasil perhitungan pengamatan yang terbaik dan koreksi refraksi ditinjau dari suhu yang

dapat dalam mekanisme perdagang an yang dibentuk oleh FLO. Pertama, terkait dengan minimum price. Minimum price merupakan mekanisme yang diatur oleh FLO untuk menjamin

➢ Akuntansi dalam arti luas akuntansi adalah proses identifikasi, pengukuran, dan komunikasi dari informasi- informasi ekonomi untuk menghasilkan pertimbangan dan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang paling menghambat permintaan gigi tiruan pada lansia Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera

Mengenai masalah yang ditanyakan oleh mahasiswa yaitu dana kemahasiswaan dan tindaklanjut dari ToR yg sudah diajukan, menyoroti seperti apa follow upnya, dan nanti sebelum

Peningkatan kekuatan lentur ini menunjukkan perubahan pada interface antara serat dan matrik, karena kekuatan komposit adalah gabungan antara kekuatan matrik dan serat,

- diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. b) Aset Tetap dapat diperoleh dari dana yang bersumber dari pendapatan fungsional maupun sumber dana lainnya yang

Probolinggo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,