• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ISOLASI PROTOPLAS PADA JERUK SIAM (Study on Protoplast Isolation of Siam Citrus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI ISOLASI PROTOPLAS PADA JERUK SIAM (Study on Protoplast Isolation of Siam Citrus)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ISOLASI PROTOPLAS PADA JERUK SIAM (Study on Protoplast Isolation of Siam Citrus)

1 2

Ali Husni, M. Kosmiatin, I. Mariska , dan C. Martasari 1

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN

2

BALAI PENELITIAN TANAMAN JERUK DAN BUAH SUBTROPIKA

ABSTRAK

Salah satu masalah yang dihadapi dalam agribisnis jeruk masa kini dan masa mendatang di Indonesia adalah kalah bersaingnya produk yang dihasilkan dengan jeruk impor. Kecenderungan pasar dunia akan buah jeruk segar saat ini adalah tidak berbiji, mudah dikupas dan warna yang menarik. Jeruk siam Banjar merupakan jeruk lokal komersial Indonesia yang rasanya manis tetapi tidak sesuai dengan tipe jeruk yang dibutuhkan pasar dunia dengan biji yang relatif banyak (15-20 biji per buah) dan warna tidak menarik sehingga kalah bersaing. Salah satu cara yang dapat dilakukan secara efisien dan efektif adalah membuat tanaman jeruk lokal tipe baru tanpa biji dengan warna menarik dan mudah dikupas. Untuk mempercepat perolehan sifat yang diinginkan secara efisien dan efektif maka teknologi fusi protoplas dapat digunakan untuk memasukkan sifat baik dari jeruk Satsuma (tanpa biji) ke jenis jeruk siam lokal sehingga diperoleh buah jeruk lokal yang sesuai dengan tuntutan pasar. Dari hasil introgresi gen tersebut diharapkan akan diperoleh jeruk lokal tipe baru dengan rasa yang manis, tanpa biji, bertipe Mandarin, dan mudah dikupas. Penelitian dilakukan di Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian dimulai pada bulan Maret hingga Desember 2006. Tahap awal fusi adalah induksi kalus embriogenik dengan sistem regenerasi yang solid, isolasi protoplas dengan densitas yang tinggi untuk dapat dilakukan fusi sedangkan tahap akhir adalah kultur fusan. Induksi kalus jeruk siam dilakukan dengan mengkulturkarkan embrio dan nuselus muda p a d a f o r m u l a s i m e d i a M S + B A 3 m g / l + e k s t r a k m a l t 5 0 0 m g l + S u k r o s a 3 % ; MS+vitaminMorrel+BA3mg/l+Sukrosa3%; MS+2,4-D2 + casein hidrolisat 200mg/l. Isolasi protoplas dilakukan dengan mencoba beberapa formulasi enzim macerozim, sellulase dan atau pektiolase yang dapat menghasilkan densitas protoplas tertinggi. Hasil studi menunjukkan respon yang cukup baik pada jeruk siam Banjar dimana media dengan penambahan 2,4-D memberikan persentase induksi kalus yang tertinggi tetapi kalusnya kompak. Kalus yang diinduksi pada media dengan penambahan BA 3 mg/l penampakannya lebih embriogenik yang ditujukkan dengan struktur globular. Isolasi protoplas dengan densitas tinggi diperoleh dari kombinasi enzim selulase 0,5% dan macerozym 0,5% yang dicuci dengan larutan CPW + Mannitol 0,5M dan dimurnikan pada larutan sukrosa 25%+Mannitol 13%.

(2)

ABSTRACT

One problem faced in citrus agribusiness of present time and in the future in Indonesia is that our citrus products lose competition with the import ones. Nowadays, world market of fresh citrus has tendencies to citrus which are seedless, easy to be peeled off and have interesting color. Siam citrus of Banjar is one of local commercial citrus in Indonesia which has sweet taste, however, it doesn't suitable with world market requirement because of its relatively plenty of seeds (15-20 seeds per fruit) and no interesting color. One way that can be conducted efficiently and effectively was by making new types of local citrus plant which are seedless, easy to be peeled off and have interesting color. In order to accelerate the required characteristic gain efficiently and effectively, protoplast fusion technology could be used to input good characteristic of Satsuma citrus (seedless) into local siam citrus, so that it would be obtained local citrus which was suitable with market demands. From the gene introgresi result, it was expected to gain new types of local citrus which were sweet, seedless, has mandarin type and easy to be peeled off. Early stage of fusion was embryonic callus induction with solid regeneration system, protoplast isolation with high density to conduct fusion and the final stage was fusan culture. Callus induction of Siam citrus was conducted by culturing embryo and young nucellus on media formulations MS + BA 3 mg/l + malt extract 500 mg + sucrose 3%; MS + vitamin Morrel + BA 3mg/l + sucrose 3%; MS + 2,4-D2 + casein hydrolisat 200 mg/l. Protoplast isolation was conducted by testing several formulation of macerozim enzyme, cellulose, or pectiolase which can produce the highest protoplast density. The study result showed a quite good response on Siam Banjar where media with addition of 2,4-D gave the highest callus induction percentage but the callus was compact. Callus induced in media with addition of BA 3 mg/l had more embryogenic performance, indicated with globular structure. Protoplast fusion with high density was reached by cellulose enzime combination 0.5% and macerozym 0.5% that was washed by CPW+Mannitol 0,5M solution and was purified by sucrosa 25%+Mannitol 13% solution.

Keywords : Siam citrus, isolation, protoplast.

PENDAHULUAN

Jeruk merupakan salah satu jenis tanaman buah-buahan yang banyak disukai baik di dalam negeri maupun di luar negeri karena banyak mengandung gizi dan vitamin C yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Selain digunakan untuk konsumsi buah segar dan minuman sari buah segar, buah jeruk juga banyak digunakan untuk industri produk buah kalengan, minuman, pectin, citric acid, seed oil, peel oil, essential oil, citrus alcohol, citrus wines and brandies, citrus jams, jeli dan gel yang dapat digunakan sebagai campuran dalam industri makanan dan farmasi. Berdasarkan banyaknya kegunaan yang dapat diambil dari buah jeruk tersebut maka kebutuhan pasar dunia akan buah jeruk terus

(3)

Buah jeruk selalu tersedia sepanjang tahun di belahan bumi ini mulai dari benua Amerika, Eropa, Afrika dan Asia karena adanya perbedaan waktu periode pemasakan buah. Oleh karena itu produk buah jeruk yang dihasilkan dari setiap negara produsen memerlukan daya saing yang sesuai dengan permintaan dan persyaratan pasar. Trend kebutuhan pasar dunia akan buah jeruk keprok/siam segar saat ini adalah perlu memenuhi kategori buah yang tidak berbiji (seedless), mudah dikupas (easy peeling) dan mempunyai tipe Mandarin dengan warna yang menarik (pigmented). Menurut Sudarwo (2003) agar produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasaran global sangat tergantung kepada kemampuan menumbuhkan keunggulan biaya (harga) dan keunggulan diferensiasi (produktifitas).

Jeruk Siam Banjar adalah salah satu jenis jeruk lokal komersial yang cukup populer di Indonesia. Jeruk jenis ini rasanya cukup manis tetapi belum sesuai dengan kategori yang diinginkan pasar dunia untuk konsumsi dalam keadaan segar. Jeruk ini masih mempunyai biji yang relatif banyak (15-20 biji per buah) dan warna serta kulit yang belum begitu menarik sehingga kalah bersaing dengan jeruk produk negara lain. Hal ini terbukti dengan maraknya buah impor jeruk di pasar lokal mulai dari kaki lima, toko dan supermarket yang menekan produk jeruk lokal sehingga menjadi terpuruk yang mengakibatkan kerugian bagi petani jeruk.

Untuk menghindari tekanan buah jeruk impor tersebut maka diperlukan sentuhan inovasi teknologi terhadap jeruk lokal tersebut untuk meningkatkan kualitas buah sehingga dapat diterima dan bersaing di pasar global. Salah satu cara yang dapat dilakukan secara efisien dan efektif adalah membuat tanaman jeruk lokal tipe baru yang seedless (parthenocarpy) dan pigmented sehingga dihasilkan jeruk yang tidak menghasilkan biji dan mempunyai warna yang menarik. Menurut Falavigna dan Rotino (2005), tidak terbentuknya biji dalam buah dapat meningkatkan produktivitas dan mutu buah seperti pada tanaman pisang, terung, anggur dan semangka.

Untuk mendapatkan buah jeruk manis lokal yang sesuai dengan tuntutan pasar secara efisien dan efektif dapat digunakan dengan cara mengintrogresikan sifat seedless dan pigmented dari spesies jeruk lain seperti Satsuma. Satsuma adalah jeruk introduksi yang termasuk tipe Mandarin yang mempunyai sifat parthenocarpy yang tinggi (seedless), mudah dikupas (easy peeling) dan pigmented, tetapi rasanya kurang manis (Spiegel-Roy dan Goldschmidt, 1996). Dari hasil introgresi gen tersebut diharapkan akan diperoleh jeruk lokal tipe baru dengan rasa yang manis, berbuah tipe Mandarin, kulit mudah dikupas dan mempunyai biji sedikit.

(4)

Untuk mempercepat memperoleh sifat yang diinginkan, maka teknologi fusi protoplas dapat digunakan untuk memasukkan sifat baik dari jeruk jenis Satsuma ke jeruk manis lokal jenis siam Banjar. Peluang keberhasilan penggunaan teknologi ini untuk merakit jeruk siam lokal tipe baru akan sangat tinggi apabila metoda isolasi protoplas dan sistim regenerasi kalus melalui jalur embriogenesis somatik dikuasai. Melalui fusi protoplas dapat dilakukan penggabungan sifat genetik dari dua spesies atau genus yang berbeda (Millam et al., 1995; Waara dan Glimelius, 1995; Purwito, 1999; Husni et al., 2004). Penggabungan genetik dari jeruk jenis Satsuma ke jeruk lokal jenis siam secara konvensional susah dilakukan karena adanya kendala perbedaan masa berbunga dari ke dua jenis jeruk tersebut. Selain itu, persilangan secara konvensional akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Dengan melakukan fusi protoplas, kendala tersebut dapat diatasi sehingga selain dapat mentransfer gen-gen yang belum teridentifikasi, fusi protoplas juga mampu memodifikasi dan memperbaiki sifat-sifat yang diturunkan secara poligenik (Millam et al., 1995; Waara dan Glimelius, 1995; Purwito, 1999) dan memungkinkan diperolehnya hibrida-hibrida dengan tingkat heterosigositas yang tinggi (Mollers et al., 1992; Waara dan Glimelius, 1995). Dengan demikian, tanaman hasil fusi protoplas dapat berupa tanaman dengan sifat-sifat gabungan dari kedua tetuanya yang sulit diperoleh secara konvensional.

Aplikasi teknik in vitro dalam pemuliaan tanaman dilakukan pada tingkat sel, untuk mendapatkan hasil sesuai dengan harapan, teknik regenerasi yang berasal dari satu sel mutlak harus dikuasai. Dalam fusi protoplas sumber protoplas harus dipilih dari populasi sel yang mudah larut dinding selnya, selnya muda dengan kemampuan regenerasinya masih tinggi. Protoplas yang diisolasi dari populasi sel embriogenik diharapkan juga membawa sifat tersebut pada protoplas yang disiolasi sehingga protoplas dapat beregenerasi kembali setelah dikulturkan atau difusikan (Husni, 2002).

Studi ini dilakukan untuk mengetahui induksi kalus embriogenik dan regenerasi dari jeruk lokal Siam Banjar serta menguasai teknik isolasi protoplasnya.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian dimulai pada bulan Maret hingga Desember 2006.

(5)

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah jeruk lokal jenis siam Banjar. Eksplan yang dikulturkan untuk induksi kalus dan regenerasinya adalah embrio dan nuselus muda. Kalus embriogenik yang terbentuk digunakan untuk isolasi protoplas.

Metode

Studi dilakukan dalam 2 tahap kegiatan yaitu: 1). Produksi kalus embriogenik dan regenerasinya; dan 2) Isolasi protoplas dari kalus embriogenik.

Produksi Kalus Embriogenik dan Regenerasinya

Sumber eksplan yang digunakan untuk menghasilkan kalus embriogenik adalah nuselus dan embrio yang diisolasi dari buah muda jeruk Siam Banjar umur 30-90 hari setelah anthesis.

Bahan sterilan yang digunakan untuk sterilisasi eksplan adalah alkohol 96% selama 5 menit kemudian dibakar sebanyak dua atau tiga kali.

Isolasi eksplan dilakukan dalam kondisi steril di dalam laminar flow di bawah mikroskop. Isolasi dilakukan dengan cara mengupas buah dan mengeluarkan bijinya. Kemudian nuselus dan embrio diisolasi secara hati-hati dan dikultur dalam media perlakuan.

Media dasar kultur yang digunakan untuk induksi kalus embriogenik adalah MS + 3 mg/l BA + 500 mg/l Ekstrak Malt + 5% sukrosa (Carimi and DePasquale, 2003); MS+vitamin Morrel+BA 3mg/l+Ekstrak malt 500 mg/l+Sukrosa3%; MS+2,4-D2 +casein hidrolisat 200 mg/l (Husni, 2006). Kemasaman media diatur dengan menambahakan 0,1 N Na OH sehingga menjadi 5,6 - 5,8. Untuk memadatkan media dilakukan dengan penambahan 8 g/l agar. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 20 menit.

Eksplan jeruk siam Banjar di kulturkan dalam 20 botol media yang terdiri dari 5 eksplan setiap botol. Semua kultur disimpan di dalam ruang kultur selama 16 jam dengan suhu 25-27°C. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan cara menghitung eksplan yang steril dan yang kontaminasi, menghitung eksplan yang dapat membentuk kalus embriogenik dan kalus yang dapat menghasilkan embrio somatik.

(6)

Kalus embriogenik yang diperoleh disubkultur pada media regenerasi yaitu media MS0 (tanpa penambahan zat pengatur tumbuh) yang dipadatkan dengan beberapa konsentrasi phytagel (2,5;3,0;4,0 g/l) sebagai perlakukan. Untuk menginduksi terjadinya kalus embriogenik sekunder dilakukan subkultur kalus embriogenik primer ke media yang sama setiap 4 minggu (Husni, 2005).

Isolasi Protoplas dari Kalus Embriogenik

Isolasi protoplas dilakukan dengan menggunakan kalus embriogenik yang berhasil diinduksi baik dari eksplan nuselus dan embrio muda. Isolasi pertama dilakukan dengan menginkubasi kalus pada larutan kombinasi enzim P (selulase, macerozim, pektiolase) dan enzim S (selulase, macerozim) dengan penambahan 0,7 M manitol, 24,5 mM CaCl2, 0,92 mM NaH2PO4, dan 6,15 mM MES yang disterilisasi dengan millifor 0,22 mikron. Inkubasi dilakukan semalam (± 18 jam) kemudian dilakukan pencucian protoplas dengan mensentrifugasi suspensi enzim dan kalus kemudian larutan enzim dibuang. Pelet yang dihasilkan diresuspensi dengan larutan pencuci larutan pencuci (0,5 M manitol + 0,5 mM CaCl2 dalam CPW).

Isolasi kedua dilakukan dengan menggunakan formulasi enzim terbaik yang menghasilkan protoplas yang tidak pecah kemudian dilakukan pencucian dan pemurnian. Pencucian dilakukan pada larutan CPW + (0,5 M manitol + 0,5 mM CaCl2) dan CPW + larutan pencuci (0,5 M manitol). Protoplas yang diperoleh kemudian dimurnikan pada larutan Sukrosa 25% + Manitol 13% dan larutan Sukrosa 25%. Protoplas yang diperoleh kemudian dikulturkan pada media MS + vitamin Morrel + BA 3 mg/l + Ekstrak malt 500 mg/l + Sukrosa 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Kalus Embriogenik untuk Bahan Isolasi Protoplas

Hasil studi menunjukkan bahwa respon induksi kalus dengan eskplan, embrio dan nuselus muda pada tipe jeruk lokal siam Banjar tidak berbeda. Respon pengkalusan tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Persentase pembentukan kalus tertinggi diperoleh dari eksplan embrio dengan persen pembentukan kalusnya mencapai 88,24%, tetapi kalus yang terbentuk kompak dan kering. Pembentukan kalus embriogenik (putih-hijau bergranul dengan permukaan mengkilat) tertinggi diperoleh dari eksplan nuselus dengan persen pembentukan kalusnya mencapai 85,29%.

(7)

Pada tabel 1. terlihat bahwa induksi kalus tertinggi diperoleh dari eksplan embrio pada media dengan penambahan 2,4 D tetapi kalus yang dihasilkan tipenya tidak begitu baik karena kompak dan kering. Tipe kalus seperti ini umunya sulit untuk diregenerasikan.

Kalus yang dihasilkan dari media dengan penambahan BA 3 mg/l tipenya lebih baik dari pada media dengan penambahan 2,4-D. Tipe kalus dari media ini embrionik yang ditandai strukturnya yang remah dan berwarna putih kekuningan. Pada kalus yang dihasilkan dari media dengan penambahan vitamin Morrel dan BA permukaannya bergranul dan lebih mengkilat mengkilat dengan warna putih yang lebih mengarah ke hijau (Carimi dan DePasquale, 2003).

Tabel 1. Pengaruh Media Tumbuh dan Jenis Eksplan Terhadap Keberhasilan Pembentukan Kalus Jeruk Siam Banjar.

(Effect of Growth Media and Explant Types on Callus Formation of Siam Banjar)

Ket.: EM = Ekstrak malt; CH = Casein hidrolisat; vitMW = Vitamin media Morrel; Suk = Sukrosa

Kalus-kalus embriogenik yang dihasilkan diregenerasikan pada media MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh tetapi dengan konsentrasi pemadat yang lebih tinggi dari biasanya dan sub kultur dilakukan setiap 4 minggu. Pada semua media yang dicoba, 100% kalus berhasil beregenerasi yang ditunjukkan dengan terbentuknya struktur embrio somatik pada tahap perkembangan globular dan hati, struktur embrio somatik ini terlihat pada permukaan kalus (Tabel 2.). Embrio somatik yang tumbuh sampai tahap dewasa (torpedo - kotiledon) tertinggi diperoleh dari media yang dipadatkan dengan phytagel 3 mg/l. Hasil ini berbeda dengan regenrasi solanum dimana untuk regenerasi kalus, biasanya pemadat (phytagel) diturunkan konsentrasinya hingga 2 g/l (Husni, 2002).

Eksplan Media Perlakuan

(mg/l) % Kalus Tipe Kalus Yang dihasilkan Nuselus MS+BA3+EM500+Suk5% MS+vitMW+BA3+EM500+Suk3% MS+2,4-D2+CH200+suk3% 54,55 85,29 80,00 Kalus putih

Kalus putih-hijau, bergranul Kalus putih, kompak kering

Embrio MS+BA3+EM500+Suk5% MS+vitMW+BA3+EM500+Suk3% MS+2,4-D2+CH 200+suk3% 50,00 61,54 88,24 Kalus putih

Kalus putih-hijau, bergranul Kalus putih, kompak kering

(8)

Tabel 2. Regenerasi Kalus Embriogenik Jeruk Lokal Siam Banjar Pada Beberapa Konsentrasi Pemadat.

(Embriogenic Callus Regeneration of Siam Banjar in Some Gelling Agent Concentrations)

Isolasi Protoplas dari Kalus Embriogenik

Isolasi protoplas pertama-tama dilakukan untuk mengetahui formulasi enzim yang dibutuhkan untuk mendapatkan protoplas dari kalus embriogenik. Pada isolasi pertama dicoba menginkubasi kalus pada 2 kombinasi larutan enzim yaitu Selulase + Macerozim + Pektiolase (P) dan Selulase + Macerozim (S). Inkubasi dilakukan semalam sesuai dengan hasil penelitian Husni (2002) pada kalus terung dan Purwito (1999) pada kentang. Setelah inkubasi, terlihat protoplas dapat terlepas dari kalus baik pada formulasi P maupun S (Tabel 3), tetapi belum dapat dihitung jumlah protoplas yang diperoleh karena masih terlalu banyak debris (kotoran) sel yang tercampur. Pemisahan protoplas dari debris dilakukan dengan proses pencucian dengan larutan pencuci. Setelah pencucian ternyata protoplas yang diinkubasi pada formulasi P mengalami lisis (pecah). Hasil ini menunjukkan bahwa isolasi protoplas jeruk siam tidak memerlukan enzim kelompok pektinase yang kompleks (kombinasi macerozim dan pektiolase) seperti pada kentang (Cooper-Bland et al., 1996) karena protplas yang dihasilkan tidak stabil dan pecah setelah disentrifus untuk pencucian. Isolasi protoplas jeruk siam sudah baik dilakukan dengan enzim pektinase macerozim saja seperti yang baik dilakukan pada terung (Husni, 2002) dimana protoplas tidak pecah setelah disentrifus.

Untuk lebih mengoptimasikan isolasi protoplas dilakukan kembali isolasi dengan sumber protoplas yang sama, kalus embriogenik, yang diinkubasi pada larutan enzim yang ditingkatkan konsentrasi macerozim dan selulasenya. Inkubasi sama dilakukan semalam pada kondisi gelap.

Media MS0 % Pembentukan Embrio Somatik Jumlah Embrio Somatik Dewasa Phyta gel 2,5% Phyta gel 3,0% Phyta gel 3,5% 100 100 100 3,25 5,75 3,75

(9)

Tabel 3. Kombinasi Formulasi Enzim Selulase, Macerozim dan Pektiolase.

(Formula Combination of Cellulase Enzyme, Macerozyme and Pectiolase)

Hasil optimasi isolasi protoplas menunjukkan bahwa kombinasi enzim selulase 0,5% dan macerozim 0,5% memberikan densitas protoplas tertinggi yaitu 52,5x104 (tabel 4). Dari tabel 4 juga terlihat bahwa dernsitas protoplas tidak hanya ditentukan oleh konsentrasi dan kombinasi larutan enzim saja tetapi juga ditentukan oleh larutan pencuci dan pemurnian.

Kombinasi Enzim Inkubasi Semalam Pencucian

Selulase+Macerozim+Pektiolase (P) Selulase+Macerozim (S) Tidak pecah Tidak pecah Tidak pecah Pecah

Gambar 1. Kondisi Protoplas yang Diberi Perlakukan Kombinasi Enzim P dan S Setelah Pemurnian.

(Protoplas Condition Which Treatment by Enzime P and S Combination After Washing)

(10)

Tabel 4. Densitas Protoplas yang Dihasilkan Pada Beberapa Kombinasi Selulase dan Maserozim, Pencuci dan Pemurnian.

(Protoplast Density Resulted from the Combinations of Cellulase Enzyme, Macerozyme, and Pectiolase)

Keterangan: Man = Manitol; Suk = Sukrosa

Pencucian dilakukan untuk memisahkan protoplas dari larutan enzim dan debris (kotoran) sel-jaringan sumber protoplas, sedangkan pemurnian protoplas perlu dilakukan untuk memisahkan protoplas dari debris sel. Pada proses ini penambahan osmotikum menjadi titik kritis untuk mencegah agar protoplas tidak mengalami lisi (pecah). Pada isolasi protoplas jeruk siam penggunaan osmotikum manitol pada larutan pencuci dan pemurnian dapat mencegah lisisnya protoplas yang dihasilkan. Manitol umum digunakan untuk osmotikum pada isolasi protoplas terung (Husni, 2002), solanum (Sihacahakr et al., 1989), kentang (Purwito, 1999), citrus (Grosser dan Gmitter, 1990).

Untuk pengapungan protoplas (pemurnian) pada jeruk siam ternyata tidak sesederhana seperti pada solanum yang hanya memerlukan larutan sukrosa 21% saja (Sihacahakr et al., 1989), tetapi memerlukan manitol untuk menyeimbangkan tekanan osmotikum antara sitoplasma dan lingkungan diluar protoplas.

KESIMPULAN

Dari studi isolasi protoplas ini dapat disimpulkan bahwa :

- Induksi kalus embriogenik jeruk lokal siam Banjar terbaik diperoleh dari eksplan nuselus pada media MS+Vitamin Morrel + BA 3 mg/l + Ekstrak malt 500 mg/l + Sukrosa 5%.

- Regenerasi kalus embriogenik baik dilakukan pada media MS0 dengan penambahan. - Isolasi protoplas jeruk siam Banjar dengan densitas teringgi diperoleh dari kombinasi

enzim selulase 0,5% dan macerozim 0,5%, yang dicuci dengan larutan CPW+Manitol 0,5M dan dimurnikan (diapungkan) pada larutan Sukrosa 25% + Manitol 13%.

Formulasi Enzim (%) Formulasi Pencuci Formulasi

Pemurnian (%) Densitas Protoplas X104 Selulase 0,5 + Maserozim 0,5 Selulase 0,5 + Maserozim 1 Selulase 1 + Maserozim 1 CPW + Man 0,5 M CPW + Man + CaCl2 CPW + Man 0,5 M CPW + Man + CaCl2 CPW + Man 0,5 M CPW + Man + CaCl2 Suk 25 + Man 13 Suk 25 Suk 25 + Man 13 Suk 25 Suk 25 Suk 25 + Man 13 52,5 8,2 26,7 7,8 9,3 20,8

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bindy., H.S., S.M. Jair, Finges, G. Mordhorst, R. Nchls and J. Gresel. 1982. Somatic hybridization of an atrazine resistance of Solanum nigrum with S. tuberosum. Part 1: Clonal variation in morphology and in atrazine sensitivity. Theor. Appl. Genet. 63:273-277.

Bradsaw, J.E. and G.R. Mackey. 1994. Breeding strategies of clonally propagated potatoes. In. J.E. Bradsaw and G.R. Mackey (Eds.). Potato Genetic. 467-498pp. CAB International Cambridge. Carimi, F. and F. De Farquale. 2003. Micropropagation of Citrus. In Micropropagation of Woody

Fruits. S.M. Jain, K. Ishii (Eds.) Kluwer Academic Publications. p.589-619.

Cocking, E.C. 1960. A method for isolation of plant protoplast and vacuali. Nature. 187:962-963. Cooper-Bland, S., M J De Maine, H E Stewart, M L M H Fleming, M S Ohillips and A Kumar. 1996.

Intraspecific somatic and sexual hybridization between dihaploid lines of Solanum tuberosum L.: evaluation of morphological traits and resistance to late blight Phytophthora infestans (Mont.) De BAry in the foliage. Euphytica 90:209-216

Falavigna, A. and G.L. Rotino. 2005. Parthenocarpy, a strategy for fruit development under adverse environmental conditions. Makalah dalam Seminar Peranan Bioteknologi dalam perbaikan tanaman untuk cekaman abiotik. Bogor. 9 h.

Grosser, J.W. and F.G. Gmitter Junior. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374.

Husni, A., I. Mariska dan Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil fusi antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1):1-8.

Husni A. 2002. Studi Regenerasi Protoplas Tanaman Terung (Solanum melongena) dan Ketahanan Regeneran terhadap Penyakit Bakteri Layu (Ralstonia solanacearum). Tesis Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor

Husni A. 2005. Aplikasi Teknologi Fusi protoplas dalam perbaikan tanaman. Makalah dalam Seminar Sehari Fak. Biologi UNAS Jakarta.

Kao, K.N. and M.R. Michayluh. 1975. Nutrition requirements for growth of Vicia hajastana cell and protoplast at a very low population density inliquid media. Planta. 125:105-110.

Millam, S., L.A. Payne and G.R. Mackay. 1995. The integration of protoplast fusion, derived material into a potato breeding programme; a review of progress and problems. Euphytica 85:451-455. Mollers, C.S. Zhang and G. Wenzil. 1992. The influence of silver thiosulfate on potato protoplast

culture. Plant Breeding. 108:12-18.

Nitch, C. 1983. Proress in anther an pollen culture techniques. In Cell and Tissue Culture Techniques for Cereal Crop Improvement. Proceedings of a Workshop Cosponsored by the Institute of Genomics, Academia Sinica and the International Rice Research Institute. Science Press. Beijing China, pp.1-10.

Purwito, A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman kentang. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Puslithor 2003. Tata Cara Produksi Benih Inti dan Benih Penjenis Jeruk. Puslitbanghor, Badan Litbang Pertanian. 11 h.

(12)

Sihachakar, D. 1998. Culture Media and Protocols for isolation and fusion of protoplasts of eggplant. Morphogenese Vegetale Experimentale, Bat 360. Universite Paris, France.

Spiegel-Roy, P. and E.E. Goldschmidt. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University Press. 221 p. Sudarwo, I. 2003. Peran teknologi dalam pengembangan buah tropika. Kerjasama Kementerian

Ristek dengan PKBT-IPB. Bogor, 8-9 Mei.

Waara, S. and K. Glimelius. 1995. The potential of somatic hybridization in crops breeding. Euphytica 85:217-23.

Gambar

Tabel 1. Pengaruh  Media  Tumbuh  dan  Jenis  Eksplan  Terhadap  Keberhasilan  Pembentukan  Kalus  Jeruk Siam Banjar.
Tabel 3. Kombinasi Formulasi Enzim Selulase, Macerozim dan Pektiolase.
Tabel 4. Densitas  Protoplas  yang  Dihasilkan  Pada  Beberapa  Kombinasi  Selulase  dan  Maserozim,  Pencuci dan Pemurnian.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai determinasi yang tersaji pada Tabel 7, di kandang panjang 60 m dan 120 m komponen makroklimat pada pagi hari berupa kecepatan angin, kelembaban udara dan radiasi

Sumba Barat, tetapi pada sisi lain pemerintah tidak adanya upaya untuk melindungi. penganut aliran kepercayaan Marapu dari segala tindak diskriminasi dan

[r]

Pemberian pupuk npk 15-7-8 tidak menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah tangkai daun dan luas daun, hal ini diduga karena karena

dengan tutor sebaya pada siswa kelas IV Jabal Nur Sekolah Dasar Islam. Program Khusus Muhammadiyah

2011.. melimpahkan segala Karunia-Nya, sehingga dengan segala keterbatasan yang ada baik waktu, tenaga dan pikiran yang di miliki penyusun. Akhirnya penyusun dapat

Kegagalan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab terhadap pekerjaan, tidak dapat memberi kebahagiaan kepada keluarga, dan ketidakmampuan bersosialisasi dengan baik

pencapaian prestasi olahraga yang tinggi (Sri Haryono, 2008:3). Potensi antropometri menyangkut komposisi tubuh yang dimiliki dan ada pada atlet sering kurang mendapat