• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGEREK BATANG JAGUNG Ostrinia furnacalis Guenée (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE): TINGKAT SERANGAN DI WILAYAH BOGOR DAN SIKLUS HIDUPNYA DI LABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGEREK BATANG JAGUNG Ostrinia furnacalis Guenée (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE): TINGKAT SERANGAN DI WILAYAH BOGOR DAN SIKLUS HIDUPNYA DI LABORATORIUM"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGEREK BATANG JAGUNG Ostrinia furnacalis Guenée

(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE): TINGKAT SERANGAN

DI WILAYAH BOGOR DAN SIKLUS HIDUPNYA

DI LABORATORIUM

R. TIA SANTIANI HERYANA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

R. TIA SANTIANI HERYANA. Penggerek Batang Jagung Ostrinia furnacalis

Guenée (Lepidoptera: Crambidae): Tingkat Serangan di Wilayah Bogor dan Siklus Hidupnya di Laboratorium. Dibimbing oleh TEGUH SANTOSO.

Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan penting kedua setelah padi. Jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri. Rendahnya poduksi hasil jagung disebabkan oleh serangan penggerek batang jagung O. furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae) dan kehilangan hasil oleh hama ini berkisar antara 20-80%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan O. furnacalis khususnya di wilayah Bogor dan siklus hidupnya di laboratorium. Pengamatan dilaksanakan di 15 lahan pertanaman jagung milik petani. Setiap sampel tanaman diamati keberadaan lubang gerek dan sisa hasil gerekan yang menempel pada lubang gerek di bagian batang. Data sekunder mengenai cara budidaya diperoleh dari hasil wawancara kepada petani. Sebanyak 75 sampel tanaman ditentukan secara sistematik dan menyebar pada setiap lahan. Serangan O. furnacalis tertinggi (52%) di Desa Cikarawang, 6.7% serangan di Desa Babakan, Neglasari, dan Cihideung Udik. Tidak ada serangan O. furnacalis di Desa Mekarsari. Tingkat serangan di desa lainnya berbeda-beda antara 8.3-44%. Perbedaan tingkat serangan O. furnacalis tidak berkolerasi dengan perbedaan varietas tanaman, aplikasi pestisida, dan umur tanaman. Di laboratorium telur menetas setelah 4 hari. Dengan menggunakan pakan buatan untuk larva, lama stadia instar I 3-6 hari, instar II 2-5 hari, instar III 2-7 hari, instar IV 2-7 hari, instar V 5-11 hari. Lama stadia pupa 6-8 hari. Lama hidup imago 9-15 hari. Hasil pengamatan menunjukkan dimorfism kelamin: ukuran pupa dan imago jantan lebih kecil dari betina, warna sayap imago jantan lebih gelap dari betina, dan perbedaan tanda pada bagian alat kelamin luar.

Kata kunci: Jagung, Ostrinia furnacalis, persentasi serangan, desa, pakan buatan, instar

(3)

ABSTRACT

R. TIA SANTIANI HERYANA. Asiatic Corn Borer Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae): The Field Infestation in Bogor Area and it’s Life Cycle in The Laboratory. Guided by TEGUH SANTOSO.

In Indonesia, corn (Zea mays L.) is used as the second largest food crop after rice. Corn is also important source of animal feed and vegetable oil. The productivity of corn crop often lowered by the infestation of the asiatic corn borer (ACB) Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae) and losses due to this pest could reach 20-80%. The purposes of the study are to survey the degree of field infestation by ACB in Bogor area and to investigate the ACB life cycle in the laboratory. Field study was carried out in 15 villages where corn was planted. The presence of the hole and the frass on the corn stalk were observed. Secondary data of agronomy practice were also gathered by interviewing the farmer. Of 75 plant samples that have been determined sistematically on each plot, 52% (the highest) were infested by ACB in village Cikarawang, 6.7% in village Babakan, Neglasari, and Cihideung Udik. No ACB infestation was detected in village Mekarsari. Other villages showed different degree of infestation between 8.3-44%. The different degree of ACB infestation amongst the observed villages did not correlate with the different of plant variety, applied pesticide, and time planting. In the laboratory the ACB eggs hatched in 4 days. By using the artificial diet for larvae, the stadia of instar I was 3-6 days, instar II was 2-5 days, instar III was 2-7 days, instar IV was 2-7 days, instar V was 5-11 days. The ACB took pupal stage during 6-8 days. The longevity of the ACB adult was 9-15 days. The sexual dimorphism was observed: the size of male pupa and adult was smaller than female, the color pattern of front wing of the male was darker than that of female, and the different form of exterior genital sign.

Keywords: Corn, Ostrinia furnacalis, infestation percentage, village, artificial diet, instar

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(5)

PENGGEREK BATANG JAGUNG Ostrinia furnacalis Guenée

(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE): TINGKAT SERANGAN

DI WILAYAH BOGOR DAN SIKLUS HIDUPNYA

DI LABORATORIUM

R. TIA SANTIANI HERYANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul skripsi : Penggerek Batang Jagung Ostrinia furnacalis Guenée

(Lepidoptera: Crambidae): Tingkat Serangan di Wilayah Bogor dan Siklus Hidupnya di Laboratorium.

Nama : R. Tia Santiani Heryana NRP : A34080072

Disetujui oleh, Pembimbing

Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. NIP. 19570907 198003 1 006

Diketahui oleh, Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP. 19650621 198910 2 001

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul Penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae): tingkat serangan di wilayah Bogor dan siklus hidupnya di laboratorium. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2012 sampai bulan September 2012, di 15 lahan pertanaman jagung milik petani di wilayah Bogor dan Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan ilmu, dan perhatian penuh kepada penulis selama penelitian dan proses penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. selaku dosen moderator yang telah memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan akhir skripsi.

3. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di IPB. 4. Keluarga tercinta di Bandung (Bapak Memed, Ibu Tien, Eca dan Adit) untuk

semua kasih sayang, dukungan dan doanya.

5. Seluruh petani yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan pengamatan di lahannya dan informasi mengenai tanaman jagungnya.

6. Nurul Afriyanti Utami Dewi, SP., Ismawati, SP., Yunian Asih Andriyarini, SP., Siti Syarah Maesyaroh, SP., Wulan Dewiningtias, SPi., Innes Maulidya SKH., Diki Dewantara SPd., Muamar Zulfikar SHut., Heti Septiani SE., dan Lisna Devi Sapitri, SP. yang selalu memberikan semangat dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman.

7. Leli Tian SP., Mbak Indri Ahdiaty, SP., Pak Agus, teman-teman Proteksi Tanaman 45, dan para pegawai Departemen Proteksi Tanaman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu pada saat penelitian.

Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan akhir skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang memerlukan.

Bogor, 3 Januari 2013

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

BAHAN DAN METODE ... 3

Tempat dan Waktu ... 3

Penentuan Lahan dan Sampel Tanaman ... 3

Pengamatan Sampel Tanaman dan Sampel Serangga ... 3

Wawancara ... 4

Penelitian Siklus Hidup O. furnacalis ... 4

Pengolahan Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung ... 5

Siklus Hidup O. furnacalis yang diberi Pakan Buatan ... 8

PENUTUP ... 13

Simpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tingkat serangan O. furnacalis pada berbagai umur dan varietas

tanaman, serta frekuensi pemberian insektisida... 6

2. Keberadaan serangga yang berasal dari dalam lubang gerek... 8

3. Siklus hidup O. furnacalis yang diberi makan pakan buatan... 9

4. Siklus hidup O. furnacalis yang diberi bagian tanaman jagung... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Gejala serangan O. furnacalis... 5

2. Telur O. furnacalis... 9

3. Larva O. furnacalis... 10

4. Pupa O. furnacalis... 11

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan penting kedua setelah padi. Jagung selain digunakan sebagai bahan pangan, juga digunakan sebagai bahan pakan ternak (Kariyasa 2003). Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan industri dan bibit (Kasryno et al. 2010). Menurut Badan Pusat Statistik (2012) produksi jagung diperkirakan sebesar 18.95 juta ton pipilan kering atau naik sebesar 1.30 juta ton (7.38%) dibandingkan tahun 2011. Namun, laju peningkatan produksi jagung di Indonesia relatif masih lamban, sedangkan kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri pakan dan industri pangan mengalami peningkatan yang lebih cepat (Kariyasa 2003).

Rendahnya hasil jagung disebabkan oleh berbagai faktor seperti mutu benih rendah, varietas yang ditanam belum semua varietas unggul, serta serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Harnoto 2005). Kurang lebih 50 spesies serangga ditemukan menyerang tanaman jagung di Indonesia (Baco dan Tandiabang 1998). Salah satu serangga hama penting yang menyerang tanaman jagung adalah penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenée (Kalshoven 1981). Granados (2000 dalam Nonci 2004) melaporkan bahwa O. furnacalis merupakan hama penting pada jagung di Filipina, hama ini juga merupakan hama yang serius pada tanaman jagung di Kamboja, Vietnam, Cina, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua New Guinea.

Hama ini pada awalnya menyerang daun, kemudian menggerek batang yang ditandai dengan adanya sisa hasil gerekan pada bagian lubang gerek. Kehilangan hasil jagung oleh O. furnacalis berkisar antara 20-80% (Bato et al. 1983). Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (1987) melaporkan bahwa kerusakan tanaman jagung oleh O. furnacalis di lapangan dapat mencapai 50%. Hasil penelitian Abdullah dan Rauf (2011) menunjukkan dari 309 batang tanaman contoh, sekitar 98% tanaman jagung terserang O. furnacalis. Di Filipina kehilangan hasil bervariasi antara 20 sampai 80% (Javier et al. 1993), sedangkan di Taiwan kehilangan hasil dapat mencapai 95% (Nafus dan Schreiner 1991).

Informasi mengenai serangan O. furnacalis pada jagung sangat diperlukan, khususnya di wilayah Bogor yang banyak dijumpai tanaman ini, demikian juga informasi mengenai siklus hidupnya. Karena informasi mengenai hal tersebut masih relatif sedikit, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai O. furnacalis. Selain itu, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar dalam pengendalian O. furnacalis.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan hama penggerek batang jagung O. furnacalis di tanaman jagung khususnya di wilayah Bogor, serta mengetahui siklus hidupnya di laboratorium.

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan data mengenai tingkat serangan hama penggerek batang jagung O. furnacalis, serta mengetahui siklus hidupnya yang diberi pakan buatan. Diharapkan informasi tersebut bisa dimanfaatkan sebagai informasi dasar dalam pengendalian hama penggerek batang jagung O. furnacalis.

(13)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2012 sampai bulan September 2012. Pengamatan tingkat serangan O. furnacalis pada tanaman jagung dilaksanakan di 15 lahan pertanaman jagung milik petani di sekitar wilayah Bogor. Penelitian biologi O. furnacalis dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penentuan Lahan dan Sampel Tanaman

Lokasi pengamatan adalah Kecamatan Darmaga (Desa Cikarawang, Desa Neglasari, dan Desa Babakan), Kecamatan Tenjolaya (Desa Situ Daun, Desa Cikupa, dan Desa Cinangneng), Kecamatan Ciampea (Desa Cihideung Hilir, Desa Cihideung Udik, dan Desa Bojong Jengkol), Kecamatan Rancabungur (Desa Pasir Gaok, Desa Mekarsari, dan Desa Bantar Kambing), dan Kecamatan Bogor Barat (Desa Situ Gede, Desa Bubulak, dan Desa Semplak).

Penentuan tanaman contoh dilakukan secara sistematik dan menyebar pada setiap lahan pengamatan di masing-masing desa. Pada setiap lahan pengamatan ditentukan 75 sampel tanaman dari total tanaman sebanyak ± 1500. Pada umumnya luas lahan pengamatan sekitar 600-1500 m2 dengan jarak tanam 20-40 cm. Pengambilan sampel tanaman dilakukan dengan menggunakan metode diagonal, kemudian ditentukan 3 sampel tanaman yang terletak pada bagian ujung dan tengah-tengah garis diagonal pada setiap lokasi pengamatan, selanjutnya sampel tanaman di potong menggunakan golok dan diambil ke laboratorium untuk diamati.

Pengamatan Sampel Tanaman dan Sampel Serangga

Setiap sampel tanaman diamati keberadaan gejala serangan O. furnacalis yang ditandai dengan adanya lubang gerek pada bagian batang tanaman, serta adanya sisa hasil gerekan yang keluar dari lubang gerek. Perhitungan persentase tingkat serangan O. furnacalis menggunakan rumus:

Persentase tingkat serangan = Keterangan:

n = Jumlah sampel tanaman yang terserang O. furnacalis N = Jumlah sampel tanaman yang diamati

Sampel serangga diperoleh dari dalam lubang gerek tanaman yang terserang O. furnacalis, selanjutnya diamati di laboratorium. Apabila serangga yang ditemukan dalam lubang gerek adalah larva, selanjutnya larva langsung dipindahkan ke dalam gelas plastik (D=9 cm, t=10.5 cm) yang telah diberi jagung muda sebagai makannya. Apabila yang ditemukan dalam lubang gerek adalah

(14)

4

pupa, selanjutnya pupa langsung dipindahkan ke dalam gelas plastik (D=9 cm, t=10.5 cm) tanpa makanan. Apabila serangga telah berubah menjadi imago, selanjutnya imago dipindahkan ke dalam kurungan plastik (D=9.5 cm, t= 15 cm). Imago diberi makan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapas kecil dan digantung dengan benang pada bagian atas kurungan. Jagung muda diganti selama 3 hari sekali, sedangkan madu diganti selama 2 hari sekali. Semua sampel serangga diamati perkembangannya setiap hari.

Wawancara

Wawancara dilakukan secara langsung kepada petani pada saat pengamatan di lapangan. Pertanyaan yang diajukan yaitu mengenai penggarap lahan, luas lahan, usia tanaman, varietas tanaman, cara budidaya, OPT yang menyerang, dan pengendalian OPT yang dilakukan. Hasil wawancara tersebut digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

Penelitian Siklus Hidup O. furnacalis

Penggunaan pakan buatan dalam penelitian ini bertujuan untuk memudahkan pengamatan proses ganti kulit pada saat stadia larva. Larva O. furnacalis berperilaku menggerek dan akan diam dalam lubang gerek tesebut, sehingga apabila menggunakan batang atau buah jagung cukup sulit pada saat pengamatan proses ganti kulit. Sampel serangga diperoleh dari hasil perbanyakan O. furnacalis yang diberi pakan buatan di Laboratorium Patologi Serangga. Kelompok telur yang baru diletakkan oleh imago dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah dialasi kertas saring yang sudah lembab. Kemudian, telur diamati setiap hari sampai menetas. Selanjutnya, sebanyak 20 larva yang baru keluar dari dalam kelompok telur yang menetas dipindahkan ke dalam wadah plastik (D=5 cm, t=3 cm) yang berbeda dan diberi pakan buatan. Perkembangan larva diamati setiap hari. Kapsul kepala berwarna hitam adalah tanda bahwa larva akan ganti kulit. Larva yang telah berubah menjadi pupa tetap disimpan di dalam wadah plastik tersebut, namun tidak diberi pakan lagi. Apabila pupa sudah berubah menjadi imago, selanjutnya dipindahkan ke dalam gelas plastik (D=9 cm, t=10.5 cm) dan diberi makan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapas kecil dan digantung pada penutup gelas plastik.

Pengolahan Data

Data lapang dianalisis secara deskriptif pada setiap lokasi. Korelasi Pearson antara tingkat serangan O. furnacalis terhadap umur tanaman, varietas tanaman, dan frekuensi penggunaan insektisida dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB 14. Penghitungan Standar Deviasi dari lama hidup setiap stadia serangga dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2007.

(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung

Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan adanya sisa hasil gerekan yang menempel pada bagian lubang gerek (Gambar 1). Serangan yang berat menyebabkan batang patah sehingga aliran makanan terhambat. Menurut Hsu et al. (1988 dalam Saenong dan Alfons 2009) gerekan yang dilakukan O. furnacalis akan mengurangi pergerakan air dari tanah ke bagian atas daun karena rusaknya jaringan tanaman. Tanaman melakukan respon dengan menutup stomata sebagian, sehingga pengambilan CO2 melalui stomata menurun

yang berakibat terhadap penurunan tingkat fotosintesis. Kehilangan hasil terbesar ketika kerusakan terjadi pada fase reproduktif (Kalshoven 1981).

Gambar 1 Gejala gerekan O. furnacalis: (a) gejala gerekan yang masih baru, terlihat sisa gerakan yang masih menempel pada lubang gerek, (b) gejala gerekan yang sudah lama, terlihat sisa gerekan sudah tidak menempel pada lubang gerek

Hasil pengamatan menunjukkan tingkat serangan O. furnacalis yang tinggi yaitu pada tanaman jagung berumur 50 hari sebesar 52%, sedangkan tingkat serangan yang rendah yaitu pada saat umur tanaman jagung 60 hari sebesar 0% dan 6.7% (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat serangan O.

furnacalis tertinggi terjadi pada saat tanaman masih muda. Menurut Nafus dan

Schreiner (1987) imago O. furnacalis mulai meletakkan telur pada tanaman berumur 2 minggu, dan puncak peletakkan telur terjadi pada saat stadia pembentukan malai sampai keluarnya bunga jantan. Akan tetapi, analisis korelasi antara umur tanaman dengan tingkat serangan O. furnacalis menunjukkan nilai korelasi Pearson -0.062 (P = 0.938). Hal ini menunjukkan bahwa umur tanaman tidak berkorelasi terhadap tingkat serangan O. furnacalis. Hal tersebut diduga karena pengamatan tidak dilakukan secara berkala setiap minggunya mulai dari tanaman masih muda sampai tanaman tua.

Apabila memperhatikan faktor varietas tanaman, data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat serangan O. furnacalis yang tinggi yaitu pada

(16)

6

tanaman jagung dengan varietas Hawaii di Desa Cikarawang sebesar 52%. Akan tetapi, tanaman jagung dengan varietas Hawaii di Desa Babakan dan Desa Neglasari tingkat serangannya rendah sebesar 6.7%. Tanaman jagung tidak diserang oleh O. furnacalis di Desa Mekarsari, sedangkan di Desa Cihideung Hilir dan Situ Gede, serangan O. furnacalis mencapai berturut-turut 24% dan 44%; di tiga desa ini varietas yang ditanam oleh petani tidak diketahui namanya. Hal dapat memberikan petunjuk bahwa kemungkinan ketahanan varietas tersebut berbeda-beda pada setiap lokasi yang berberbeda-beda. Analisis korelasi antara varietas tanaman dengan tingkat serangan O. furnacalis menunjukkan nilai korelasi Pearson -0.585 (P = 0.128). Hal ini menunjukkan bahwa varietas tanaman tidak berkorelasi terhadap tingkat serangan O. furnacalis. Menurut Yasin (2005) sampai saat ini belum tersedia varietas yang mempunyai ketahanan yang cukup tinggi terhadap O. furnacalis.

Tabel 1 Tingkat serangan O. furnacalis pada berbagai umur dan varietas tanaman, serta frekuensi pemberian insektisida

Lokasi Umur tanaman (hari) Varietas Frekuensi pemberian insektisida (kali) Tingkat serangan (%) Kec. Darmaga Babakan 60 Hawaii 1b 6.7 Neglasari 60 Hawaii 0a 6.7 Cikarawang 50 Hawaii 0a 52 Kec. Tenjolaya

Situ Daun 70 Golden 1c 36.7

Cikupa 50 SG 1c 40

Cinangneng 70 Hawaii 1c 28.3

Kec. Ciampea

Cihideung Hilir 55 Tidak diketahui 1c 24

Cihideung Udik 60 IPB 2 1b 6.7

Bojong Jengkol 60 TM 2d 32

Kec. Rancabungur

Pasir Gaok 50 Hibrida P2 1c 8.3

Mekarsari 60 Tidak diketahui 0a 0

Bantar Kambing 60 Hawaii 1b 17.3

Kec. Bogor Barat

Situ Gede 60 Tidak diketahui 3e 44

Bubulak 70 Hawaii 1b 21.3

Semplak 55 MT 0a 10.7

aTidak diberi insektisida granular

bPemberian insektisida granular pada saat menanam benih jagung cPemberian insektisida granular pada saat muncul pucuk

d

Pemberian insektisida granular pada saat penanaman benih dan muncul pucuk

ePemberian insektisida granular pada saat penanaman benih, muncul puncuk, dan umur tanaman 6 minggu

(17)

7

Apabila memperhatikan faktor frekuensi pemberian insektida, data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat serangan O. furnacalis yang tinggi yaitu pada pertanaman jagung yang tidak diberi insektisida sebesar 52%. Tingkat serangan O. furnacalis yang rendah yaitu pada tanaman jagung yang tidak diberi insektisida sebesar 0% dan 6.67%, serta tanaman jagung yang hanya diberi insektisida pada saat penanaman benih saja sebesar 6.67%. Secara umum, insektisida yang digunakan oleh petani dalam pengendalian O. furnacalis adalah insektisida granular berbahan aktif Karbofuran. Berdasarkan hasil penelitian Asikin et al. (2005) cara aplikasi insektisida granular berbahan aktif Karbofuran melalui pucuk (2-3 butir/tanaman/aplikasi) atau kurang lebih 250-300 g/ha dalam pengendalian O. furnacalis cukup efektif dan efisien. Akan tetapi, analisis korelasi antara penggunaan insektisida dengan tingkat serangan O. furnacalis menunjukkan nilai korelasi Pearson 0.564 (P = 0.322). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan insektisida tidak berkorelasi terhadap tingkat serangan O. furnacalis. Hal tersebut bisa dikarenakan oleh beberapa faktor seperti dosis insektisida yang diberikan tidak tepat, insektisida yang digunakan sudah lama atau kadaluarsa, penyimpanan insektisida tidak dalam keadaan tertutup, serta setelah aplikasi insektisida turun hujan sehingga menyebabkan insektisida granular tersebut jatuh ke tanah dan tidak terserap oleh tanaman.

Sampel tanaman jagung yang terserang O. furnacalis pada umumnya memiliki lubang gerek pada bagian batang sebanyak 1-3 lubang. Namun, ada pula sampel tanaman yang memiliki 5 lubang gerek. Hasil penelitian Abdullah dan Rauf (2011) menunjukkan di Desa Cihideung Hilir (Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor) umumnya ditemukan 5-8 lubang gerek dengan rataan sekitar 7 lubang gerek per tanaman jagung. Di dalam 1 lubang gerek pada umumnya ditemukan larva atau pupa O. furnacalis, namun ada pula lubang gerek yang sudah kosong. Hal ini karena serangga tersebut sudah berubah menjadi imago, atau larva sudah berpindah tempat dan membuat lubang gerek yang baru.

Populasi O. furnacalis dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan itu adalah musuh alami yang meliputi parasitoid, predator, dan patogen (Nonci 2004). Musuh alami tersebut sudah lama dimanfaatkan dalam upaya pengendalian hama. Patogen biasanya berasal dari golongan mikroorganisme seperti bakteri, cendawan, nematoda, dan virus. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah sampel serangga yang diamati yaitu sebanyak 60 ekor yang diperoleh dari dalam lubang gerekan pada bagian batang sampel tanaman. Sebanyak 51 sampel serangga (85%) yang diamati mampu berkembang dan bertahan hidup sampai imago. Sebanyak 3 sampel serangga (5%) yang diamati mati pada saat stadia larva yang diduga akibat serangan patogen namun penyebab spesifiknya tidak teridentifikasi. Sebanyak 6 sampel serangga (10%) yang diamati mati pada saat stadium pupa yang diduga akibat serangan patogen namun penyebab spesifiknya tidak teridentifikasi (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa, musuh alami sudah ada di lapang namun jumlahnya masih sangat sedikit sehingga belum mampu menekan jumlah serangan O. furnacalis.

(18)

8

Tabel 2 Keberadaan serangga yang berasal dari dalam lubang gerek Lokasi Tanaman sampel 1a Tanaman sampel 2a Tanaman sampel 3a 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Kec. Darmaga Babakan   -   xb   xb Neglasari   -  - -  - - Cikarawang   xb  xc - xc   Kec. Tenjolaya Situ Daun  - -  - -  - - Cikupa  - -  - - - - - Cinangneng - - -  - - Kec. Ciampea Cihideung Hilir  - - xc - -   Xc Cihideung Udik  - -  - - xc xc - Bojong Jengkol   -  - -  - - Kec. Rancabungur Pasir Gaok  - - -   - Mekarsari - - - - Bantarkambing  - -     - -

Kec. Bogor Barat

Situ Gede   -   -   

Bubulak  - -  - -  - -

Semplak  - -   - - - -

a

Lubang gerek pada setiap sampel tanaman

bLarva yang mati dan tidak teridentifikasi penyebabnya cPupa yang mati dan tidak teridentifikasi penyebabnya

Ada serangga di dalam lubang gerek -Tidak ada serangga di dalam lubang gerek

Siklus Hidup O. furnacalis yang diberi Pakan Buatan

Pada umumnya dalam pemeliharaan atau perbanyakan O. furnacalis menggunakan bagian tanaman jagung sebagai makanannya. Akan tetapi, pada saat tertentu persediaan makanan tersebut bisa terbatas dan cukup sulit didapatkan dalam jumlah yang banyak. Adapun alternatif makanan lain yang bisa digunakan yaitu pakan buatan. Nutrisi yang diperoleh oleh O. furnacalis dari pakan buatan sama halnya seperti yang diperoleh dari tanaman jagung. Selain itu, pakan buatan bisa digunakan dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak perlu sering diganti. Hasil penelitian Guanghong et al. (2002) menunjukkan bahwa ulat grayak Spodoptera exigua yang dipelihara dan diberi pakan buatan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih lama, serta jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina lebih banyak.

Telur. Telur O. furnacalis berukuran ± 0.90 mm, diletakkan secara

berkelompok berbentuk menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Pada waktu diletakkan telur berwarna bening, kemudian berubah menjadi putih kekuningan, dan ketika akan menetas berubah menjadi kehitaman (Gambar 2).

(19)

9

Warna hitam tersebut menandakan kepala calon larva. Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata masa inkubasi telur selama 4 hari (Tabel 3). Menurut Nonci dan Baco (1991) rata-rata masa inkubasi telur selama 3.6 hari (Tabel 4). Telur O. furnacalis menetas 3-5 hari setelah diletakkan (Granados 2000 dalam Nonci 2004). Di laboratorium, jumlah telur beragam dari 2 sampai 200 butir (Kalshoven 1981).

Gambar 2 Telur O. furnacalis: (a) telur awal diletakkan berwarna bening (b) telur berubah warna menjadi putih kekuningan (c) telur berubah warna menjadi kehitaman menjelang menetas

Tabel 3 Siklus hidup O. furnacalis yang diberi makan pakan buatana Stadia Kisaran stadia (hari) ± SD (hari) n (ekor)

Telur 4 4 ± 0 20 Larva Instar I Instar II Instar III Instar IV Instar V 3-6 2-5 2-7 2-7 5-11 3.65 ± 0.88 2.44 ± 0.86 2.61 ± 1.20 2.89 ± 1.28 7.19 ± 1.42 20 18 18 18 16 Total 15-23 18.25 ± 2.30 16 Pupa 6-8 7.13 ± 0.5 16 Imago 9-15 12.31 ± 1.92 16 a

Suhu basah 28 oC, suhu kering 30 oC, dan kelembapan 83%

= rata-rata hidup, SD = standar deviasi, n = jumlah sampel serangga

(20)

10

Tabel 4 Siklus hidup O. furnacalis yang diberi bagian tanaman jagungab Stadia Kisaran stadia (hari) (hari)

Telur 3-4 3.60 Larva Instar I Instar II Instar III Instar IV Instar V 3-5 3-5 3-5 3-4 3-7 3.30 3.70 3.80 3.40 4.70 Pupa 7-9 8.50 Imago 2-7 3.50

aSumber: Nonci dan Baco (1991)

bSuhu 26.60-31.60oC dan kelembapan 71.90-84.50%

Larva. Larva terdiri dari lima instar dengan lama stadia yang berbeda-beda,

perubahan setiap instar ditandai dengan adanya proses ganti kulit dan terlepasnya kapsul kepala (Gambar 3b). Larva yang baru keluar dari telur tubuhnya berwana putih bening dengan kepala berwarna hitam (Gambar 3a). Hasil pengamatan menunjukkan larva instar I berlangsung antara 3-6 hari dengan rata-rata 3.65 hari, larva instar II antara 2-5 hari dengan rata-rata 2.44 hari, larva instar III antara 2-7 hari dengan rata-rata 2.61 hari, larva instar IV antara 2-7 hari dengan rata-rata 2.89 hari, dan larva instar V antara 5-11 hari dengan rata-rata 7.19 hari (Tabel 3). Stadia larva antara 15-23 hari dengan rata-rata 18.25 hari.

Gambar 3 Larva O. furnacalis: (a) larva instar I yang baru keluar dari dalam kelompok telur (b) kulit dan kapsul kepala yang terlepas dari tubuh larva (c) larva yang baru berganti kulit

(21)

11 Pupa. Sebelum menjadi pupa, O. furnacalis mengalami masa prapupa

selama satu sampai tiga hari. Selama periode ini, larva menjadi lebih pendek dan berwarna keputihan dan kemudian berganti kulit menjadi pupa. Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah menjadi kuning kecoklatan dan menjelang imago keluar berwarna coklat tua. Hasil pengamatan menunjukkan lama stadia pupa antara 6-8 hari dengan rata-rata 7.13 hari (Tabel 3). Menurut Nonci dan Baco (1991) rata-rata lama stadia pupa adalah 8.5 hari (Tabel 4). Pada umumnya ukuran pupa betina lebih besar dari pupa jantan (Gambar 4a). Pupa jantan dapat dibedakan dari pupa betina, yaitu pada ruas terakhir abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik, sedangkan pada pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat (Gambar 4b dan Gambar 4c).

Gambar 4 Pupa O. furnacalis: (a) pupa betina ukurannya lebih besar dari pupa jantan, (b) tanda pupa jantan yang diberi tanda lingkaran putih, (c) tanda pupa betina yang diberi tanda lingkaran putih

Imago. Imago lebih aktif pada malam hari dan tertarik terhadap cahaya.

Hasil pengamatan menunjukkan lama stadia imago berlangsung antara 9-15 hari dengan rata-rata 12.31 hari (Tabel 3). Menurut Nonci dan Baco (1991) rata-rata lama stadia imago adalah 3.5 hari (Tabel 4). Perbedaan rata-rata lama hidup stadia imago yang cukup jauh diduga karena pemberian pakan buatan dan larutan madu dapat memperpanjang lama hidup imago. Menurut Nelly dan Buchori (2008) larutan madu 10% adalah pakan yang paling baik bagi imago karena kandungan glukosa yang terdapat pada madu mampu memberi energi bagi imago sehingga

(22)

12

dapat memperpanjang lama hidupnya. Imago jantan dapat dibedakan dengan imago betina dari ukuran dan warnanya. Ukuran imago betina lebih besar dari imago jantan dan warna sayap imago jantan lebih terang (coklat) dari imago betina (Gambar 5). Selain itu, ruas terakhir abdomen imago betina berbeda dengan ruas terakhir abdomen jantan (Nonci 2004).

Gambar 5 Imago O. furnacalis: (a) sebelah kiri imago betina dan sebelah kanan imago jantan dengan ukuran yang lebih kecil, (b) sebelah kiri imago betina dan sebelah kanan imago jantan dengan warna yang lebih gelap

(23)

PENUTUP

Simpulan

Hasil pengamatan menunjukkan tingkat serangan O. furnacalis yang tinggi yaitu pada tanaman jagung di Desa Cikarawang sebesar 52%, sedangkan tingkat serangan O. furnacalis yang rendah yaitu pada tanaman jagung di Desa Mekarsari sebesar 0%, serta di Desa Babakan; Desa Neglasari; dan Desa Cihideung Udik sebesar 6.7%. Tingkat serangan di desa lainnya berbeda-beda antara 8.3-44%. Perbedaan tingkat serangan O. furnacalis tidak berkolerasi dengan perbedaan varietas tanaman, aplikasi pestisida, dan umur tanaman.

Di laboratorium telur menetas setelah 4 hari. Dengan menggunakan pakan buatan untuk larva, lama stadia instar I 3-6 hari, instar II 2-5 hari, instar III 2-7 hari, instar IV 2-7 hari, instar V 5-11 hari. Lama stadia pupa 6-8 hari. Lama hidup imago 9-15 hari. Selain itu, hasil pengamatan menunjukkan dimorfism kelamin: ukuran pupa dan imago jantan lebih kecil dari betina, warna sayap imago jantan lebih gelap dari betina, dan perbedaan tanda pada bagian alat kelamin luar.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan mengenai tingkat serangan O. furnacalis pada berbagai umur tanaman, varietas tanaman, dan aplikasi pestisida yang berbeda, serta pengamatan yang dilakukan secara berkala setiap minggu mulai tanaman masih muda sampai tanaman menjelang panen. Selain itu, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui fekunditas imago betina O. furnacalis.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah T, Rauf A. 2011. Karakteristik populasi dan serangan penggerek jagung Asia, Ostrinia furnacalis (Lepidoptera: Pyralidae), dan hubungannya dengan kehilangan hasil. Fitomedika (ID). 7 (3): 175-181

Asikin S, Thamrin M, Talanca H, Galib R. 2005. Taktik pengendalian hama utama jagung dengan insektisida granular di lahan kering beriklim basah dan analisis ekonominya. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPTPM] Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. 1987. Laporan Tahunan 1986/1987. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bato SM, Everett TR, Malijan OO. 1983. Integrated pest management for Asian

Corn Borer control. National Crop Protection Centre Series (PH). 9:4. Baco D, Tandiabang J. 1998. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Maros

(ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan

Guanghong LI, Yi P, Qijin C, Zhijian SU, Xiaozhao WEN. 2002. Studies on the Artificial Diet for Beet Armyworm, Spodoptera exigua [abstrak]. Chinese Journal of Biological Control. [internet]. [diunduh 2012 Nov 29]. Tersedia pada: http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-ZSWF200203007.htm Harnoto. 2005. Pengaruh Bacillus thuringiensis terhadap penggerek batang jagung

Ostrinia furnacalis (Lep: Pyralidae). J Entomol Indo (ID). 2(2): 33-38. Javier PA, Morallo B, Dayaoen C. 1993. Seasonal abundance of the natural

enemies of the asian corn borer, Ostrinia furnacalis (Guenee) at Los Banos, Laguna. Philipp Agric (PH). 76: 299-312.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Kariyasa, K. 2003. Keterkaitan pasar jagung, pakan dan daging ayas ras di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kasryno F, Pasandaran E, Suyamto, Adnyana MO. 2010. Gambaran umum ekonomi jagung Indonesia. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Nafus DM, Schreiner IH. 1987. Location of Ostrinia furnacalis (Lepidoptera: Pyralidae) egg and larvae on sweet corn inrelation to plant growth stage. J Econ Entomol. 80(2): 411−416.

Nafus DM, Schreiner IH. 1991. Review of the biology and control of the asian corn borer, Ostrinia furnacalis (Lep: Pyralidae). Trop Pest Manag. 37: 41-56.

Nelly N, Buchori D. 2008. Pengaruh pakan terhadap lama hidup dan kebugaran imago Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae). J Entomol Ind. (ID). 5(1): 1-9

(25)

15 Nonci N. 2004. Biologi dan Musuh alami penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) pada tanaman jagung. Jurnal Litbang Pertanian (ID). 23(1): 8-14.

Nonci N, Baco D. 1991. Pertumbuhan penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee.) pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea mays L.). Agrikam (ID). 6(3): 95−101.

Saenong MS. 1988. Teknologi Benih Jagung. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Saenong MS, Alfons JB. 2009. Pengendalian hayati hama penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae). Jurnal Budidaya Pertanian (ID). 5(1): 1-10.

Yasin M. 2005. Respon beberapa strain cendawan Beauveria bassiana terhadap hama penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia.

(26)

LAMPIRAN

Hasil Wawancara

Kecamatan : Darmaga

Desa : Babakan

Nama Petani : Pak Upad

Varietas : Hawaii

Sistem tanam : Tumpang sari dengan bengkuang Usia tanaman : 60 hari

Luas lahan : 600 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular pada saat penanaman benih Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang, urea pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea dan phonska pada saat tanaman berumur 3 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Penggerek batang jagung, belalang, ulat bagong, Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran Tingkat serangan : 6.7%

Kecamatan : Darmaga

Desa : Neglasari

Nama Petani : Pak Ating

Varietas : Hawaii

Sistem tanam : Tumpang sari dengan singkong Usia tanaman : 60 hari

Luas lahan : 600 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Tidak menggunakan Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian urea dan phonska pada saat tanaman berumur 2 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung Pengendalian :

 Sanitasi lahan

Tingkat serangan : 6.7%

Kecamatan : Darmaga

Desa : Cikarawang

(27)

17

Varietas : Hawaii

Sistem tanam : Monokultur Usia tanaman : 50 hari Luas lahan : 850 m2 Jarak tanam : 20 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Tidak menggunakan Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang, pupuk urea dan phonska pada saat tanam  Pemberian pupuk urea dan phonska pada saat tanaman berumur 2 minggu  Pengairan dari air hujan

OPT : Penggerek batang jagung, penggerek tongkol jagung Pengendalian :

 Sanitasi kebun

Tingkat serangan : 52%

Kecamatan : Tenjolaya

Desa : Situ daun

Nama Petani : Pak Oma

Varietas : Golden

Sistem tanam : Monokultur Usia tanaman : 70 hari Luas lahan : 500 m2 Jarak tanam : 20 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular pada saat muncul pucuk Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea dan phonska pada saat tanaman berumur 1 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung, penggerek tongkol jagung, penyakit bulai

Pengendalian :  Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran  Mencabut tanaman yang terserang penyakit bulai

Tingkat serangan : 36.7%

Kecamatan : Tenjolaya

Desa : Cikupa

Nama Petani : Pak Samsudin

Varietas : SG

Sistem tanam : Tumpang sari dengan katuk Usia tanaman : 50 hari

Luas lahan : 1000 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular pada saat muncul pucuk Cara budidaya :

(28)

18

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea dan phonska pada saat tanaman berumur 1 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Penyakit bulai, penggerek batang jagung, penggerek tongkol jagung, kutu daun

Pengendalian :  Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran  Mencabut tanaman yang terserang penyakit bulai

Tingkat serangan : 40%

Kecamatan : Tenjolaya

Desa : Cinangneng

Nama Petani : Pak Syamsu

Varietas : Hawaii

Sistem tanam : Monokultur Usia tanaman : 70 hari Luas lahan : 1200 m2 Jarak tanam : 20 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular pada saat muncul pucuk Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea pada saat tanaman berumur 1 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Penyakit bulai, penggerek batang jagung, belalang Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran  Mencabut tanaman yang terserang penyakit bulai

Tingkat serangan : 28.3%

Kecamatan : Ciampea

Desa : Cihideung Hilir Nama Petani : Pak Ahmad Varietas : Tidak ketahui

Sistem tanam : Tumpang sari dengan singkong Usia tanaman : 55 hari

Luas lahan : 1000 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular pada saat muncul pucuk Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea pada saat tanaman berumur 1 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung, penggerek tongkol jagung

(29)

19 Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran Tingkat serangan : 24%

Kecamatan : Ciampea

Desa : Cihideung Udik

Nama Petani : Pak Roji

Varietas : IPB 2

Sistem tanam : Monokultur Usia tanaman : 60 hari Luas lahan : 1000 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular dicanpur dengan benih pada saat tanam

Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang, NPK, dan TS pada saat tanaman berumur 3 hari  Pemberian urea pada saat tanaman berumur 1 minggu dan 4 minggu

 Pengairan diperoleh ketika hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran Tingkat serangan : 6.7%

Kecamatan : Ciampea

Desa : Bojong Jengkol

Nama Petani : Pak Miftah

Varietas : TM

Sistem tanam : Tumpang sari dengan bengkuang Usia tanaman : 60 hari

Luas lahan : 1500 m2 Jarak tanam : 30 x75 cm

Aplikas insektisida : Insektisida granular dicampur dengan benih pada saat tanam dan pada saat muncul pucuk

Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang dan urea pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea dan phonska pada saat tanaman berumur 3 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung, ulat bulu, kutu daun Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran Tingkat serangan : 32%

(30)

20

Kecamatan : Rancabungur

Desa : Pasir Gaok

Nama Petani : Pak Husen Varietas : Hibrida P2

Sistem tanam : Tumpang sari dengan ubi Usia tanaman : 50 hari

Luas lahan : 600 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular pada saat muncul pucuk Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang, urea, dan phonska pada saat tanam

 Pemberian pupu urea dan phonska pada saat tanaman berumur 3 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran Tingkat serangan : 8.3%

Kecamatan : Rancabungur

Desa : Mekarsari

Nama Petani : Pak Soleh Varietas : Tidak diketahui

Sistem tanam : Tumpang sari dengan singkong Usia tanaman : 60 hari

Luas lahan : 1500 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Tidak menggunakan Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang dan urea pada saat tanam

 Pemberian urea dan phonska pada saat tanaman berumur 3 minggu  Pengairan dengan air hujan

Hama : Belalang, kutu daun Pengendalian :

 Sanitasi kebun

Tingkat serangan : 0%

Kecamatan : Rancabungur

Desa : Bantar Kambing

Nama Petani : Pak Wardi

Varietas : Hawaii

Sistem tanam : Tumpang sari dengan ubi Usia tanaman : 60 hari

Luas lahan : 1000 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

(31)

21 Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea pada saat tanaman berumur 2 minggu  Pemberian pupuk phoska pada saat tanaman berumur 40 hari  Pengairan dari air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung, penyakit bulai Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran  Mencabut tanaman yang terserang penyakit bulai

Tingkat serangan : 17.3%

Kecamatan : Bogor Barat

Desa : Situ Gede

Nama Petani : Pak Madina Varietas : Tidak diketahui

Sistem tanam : Tumpang sari dengan singkong Usia tanaman : 60 hari

Luas lahan : 1000 m2 Jarak tanam : 30 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular dicampur dengan benih pada saat tanam, pada saat muncul pucuk, dan umut tanaman 6 minggu

Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea dan phonska pada sat tanaman berumur 1 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung, penyakit bulai Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran  Mencabut tanaman yang terserang penyakit bulai

Tingkat serangan : 44%

Kecamatan : Bogor Barat

Desa : Bubulak

Nama Petani : Pak Ombi

Varietas : Hawaii

Sistem tanam : Monokultur Usia tanaman : 70 hari Luas lahan : 1500 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Insektisida granular dicampur dengan benig pada saat tanam

Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang dan urea pada saat tanam

(32)

22

 Pengairan dengan air hujan

Hama : Belalang, penggerek batang jagung, penggerek tongkol jagung

Pengendalian :  Sanitasi kebun

 Penggunaan insektisida granular berbahan aktif Karbofuran Tingkat serangan : 21.3%

Kecamatan : Bogor Barat

Desa : Semplak

Nama Petani : Pak Engkom

Varietas : MT

Sistem tanam : Tumpang sari dengan ubi Usia tanaman : 55 hari

Luas lahan : 1200 m2 Jarak tanam : 40 x 75 cm

Aplikasi insektisida : Tidak menggunakan Cara budidaya :

 Pemberian pupuk kandang dan urea pada saat tanam

 Pemberian pupuk urea pada saat tanaman berumur 3 minggu  Pengairan dengan air hujan

OPT : Belalang, penggerek batang jagung, penyakit bulai Pengendalian :

 Sanitasi kebun

 Menccabut tanaman yang terserang penyakit bulai Tingkat serangan : 10.7%

(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, tanggal 9 Agustus 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak R. Memed Dian Heryana dan Ibu Tien Rostini. Penulis memiliki seorang adik perempuan bernama R. Elsha Rostiani Heyana dan seorang adik laki-laki bernama R. M. Rizki Alhafiz Heryana. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Pasundan 2 Bandung, Jawa Barat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jaringan Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitian yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), termasuk menjadi pengurus Divisi Bisnis dan Kewirausahaan periode 2011-2012 dan anggota Club Entomologi pada tahun 2011. Penulis mengikuti magang di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) di Cikole, Lembang pada tahun 2010 dan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah pada tahun 2011. Selain itu, menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Setahun pada tahun 2011 dan mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan pada tahun 2012.

Gambar

Tabel 1  Tingkat serangan O. furnacalis pada berbagai umur dan varietas tanaman,  serta frekuensi pemberian insektisida
Tabel 2  Keberadaan serangga yang berasal dari dalam lubang gerek   Lokasi  Tanaman sampel 1a Tanaman sampel 2a Tanaman sampel 3a 1  2  3  1  2  3  1  2  3  Kec
Tabel 3  Siklus hidup O. furnacalis yang diberi makan pakan buatan a Stadia  Kisaran stadia (hari)   ± SD (hari)  n (ekor)
Tabel 4 Siklus hidup O. furnacalis yang diberi bagian tanaman jagung ab  Stadia  Kisaran stadia (hari)  (hari)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pola pelayanan konseling yang dilakukan di sekolah-sekolah masih menggunakan model konvensional dengan tatap muka ( face to face ), masalah yang dihadapi oleh

Penyelesaian penetapan garis batas wihyah darat yang dilakukan dengan perjanj ian perbatasan temyata masih mmimbulkan masalah dengan negaa- negara tetangga, antara lain

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Limpahan rahmatNya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir (TA) dengan judul “Pembuatan 3D

*Keterangan: Siswa sedang berlatih menyanyikan tembang dolanan.. TurnapeL

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan non psikologi dan ketahanan psikologi rumah tangga korban bencana longsorlahan di Desa Kemawi Kecamatan Somagede

Pada penelitian ini dilakukan penilaian kompleksitas produk dan kompleksitas proses pemesinan terhadap dies panel roof, Produk yang akan dipakai untuk penelitian adalah 3

(2) Kendala-kendala dalam Moving Class yaitu kelas harus banyak, fasilitas harus lengkap dan media belajar kelas harus memadai, kebersihan kelas harus terjaga, tepat waktu

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelas eksperimen yang menerapkan media video pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar