• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENCEPHALITIS DI RUANG KASWARI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENCEPHALITIS DI RUANG KASWARI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ENCEPHALITIS

DI RUANG KASWARI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA

OLEH :

I DEWA GEDE DWIJA YASA 1202105066

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2014

(2)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian

Encephalitis menurut mansjoer dkk (2000) adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan protozoa. Sedangkan menurut Soedarmo dkk (2008) encephalitis adalah penyakit yang menyerang susunan saraf pusat dimedula spinalis dan meningen yang disebabkan oleh japanese encephalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk. Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Muttaqin Arif,2008).

2. Epidemiologi

Angka kematian untuk encephalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada encephalitis Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiclovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%. Sekitar 25% pasien encephalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada encephalitis yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, Demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Banyak kasus encephalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat encephalitis ringan biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian encephalitis dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder. Beberapa bentuk encephalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes encephalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment. (Soedarmo, Poerwo S. Sumarno. Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2000)

3. Etiologi

a. Encephalitis disebabkan oleh mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :

a) Infeksi virus yang bersifat epidermik :

(3)

 Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.

b) Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

b. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox. c. Keracunan : arsenik, CO.

(4)

4. Patofisologi

Infeksi menyebar melalui darah

Virus/bakteri masuk jaringan otak secara lokal, hematogen dan melalui saraf-saraf Faktor-faktor predisposisi pernah mengalami

campak, cacar air, herpes, dan bronchopneumonia

Peradangan di otak

Infeksi menyebar melalui saraf

Penurunan kesadaran

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh Kesulitan makan Pembentukan transudat dan eksudat Kerusakan saraf V Iritasi korteks serebral area fokal Reaksi kuman patogen Edema serebral Kerusakan saraf IX Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Kesulitan mengunyah Kejang

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Penumpukan sekret Gangguan mobilitas fisik

Hipertermi

Peningkatan suhu tubuh

Nyeri kepala

Resiko cidera Nyeri akut

Peningkatan TIK

Gangguan persepsi sensori visual

Koping individu tidak efektif

Ansietas

Ensephalitis Resiko Infeksi

(5)

5. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Soedamo dkk,(2008) adalah :

a. Encephalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat.

b. Encephalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan.

c. Encephalitis dengan infeksi asimptomatik yang ditandai dengan hampir tidak adanya viremia dan terbatasnya replikasi ekstraneural.

d. Enchepalitis dengan infeksi persisten, yang dikenal dengan Japanese B Encephalitis.

6. Gejala Klinis a. Demam b. Sakit kepala c. Pusing d. Muntah e. Nyeri tenggorokan f. Malaise g. Nyeri ekstrimitas h. Pucat i. Halusinasi j. Kaku kuduk k. Kejang l. Gelisah m. Iritable n. Gangguan kesadaran 7. Pemeriksaan Fisik

Pada klien dengan ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :

a. Keadaan umum

Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat proses peradangan otak.

b. Gangguan sistem pernafasan

Perubahan - perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabkan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).

(6)

c. Gangguan sistem kardiovaskuler

Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmiter rangsang parasimpatis ke jantung.

8. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologi : a. CT Scan

Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-scan kepala biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi kurang sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien encephalitis herpes simpleks mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal

(7)

b. MRI

MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan pada kasus encephalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif dan mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-kelainan. Pada kasus encephalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada lobus temporalis medial dan frontal inferior.

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar protein meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal. Pada fase awal penyakit encephalitis viral, sel- sel di LCS sering kalipolimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya dikultur untuk mengetahui adanya infeksi virus, bakteri &jamur. Pada encephalitis herpes simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemukan peningkatan dari sel darah merah, mengingat adanya proses perdarahan diparenkim otak. Disamping itu dapat pula dijumpai peningkatan konsentrasi protein yang menandakan adanya kerusakan pada jaringan otak. Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk entero virus. Dengan pemeriksaan pencitraan neurologis (neuroimaging), infeksi virus dapat diketahui lebih awal dan biasanya pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien dengan gejala klinis neurologis.

c. EEG (Electroencephalography)

Didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. Procedure ini setengah jam, mengukur gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi oleh otak. Ini sering

(8)

digunakan untuk mendiagnosa dan mengatur penyakit kejang. Abnormal EEG menunjukkan encephalitis. Elektroensefalografi (EEG) pada encephalitis herpes simpleks menunjukan adanya kelainan fokal seperti spike dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran gelombang tajam (sharp wave) sepanjang daerah lobustemporalis. EEG cukup sensitif untuk mendeteksi pola gambaran abnormal encephalitis herpes simpleks, tapi kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 % tetapi spesifisitasnya hanya 32.5% Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun

d. Biopsi Otak

Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex encephalitis bila tidak mungkin menggunakan metode DNA atau CT atau MRI scan. Dokter boleh mengambil sample kecil dari jaringan otak. Sampel ini dianalysis dilaboratorium untuk melihat virus yang ada. Dokter boleh mencoba treatment dengan antivirus medikasi sebelum biopsi otak.

9. Penatalaksanaan

a. Terapi suportif : Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi), pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.

b. Terapi kausal : Pengobatan anti virus diberikan pada encephalitis yang disebabkan virus, yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari. Pemberian antibiotik polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder. c. Terapi Ganciklovir : pilihan utama untuk infeksi citomegali virus. Dosis Ganciklovir

5 mg/kg BB dua kali sehari, kemudian dosis diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance. Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk encephalitis karena toxoplasmosis.

(9)

d. Terapi Simptomatik : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung dari kebutuhan obat diberikan IM atau IV. Obat yang diberikan ialah valium dan luminal. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali pemberian. Diberikan antipiretikum sepeb rti parasetamol, bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral. Untuk mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan manitol0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12 jam.

10. Diagnosa Banding

a. Meningitis TB

Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005).

b. Sidrom reye

Adalah disfungsi multiorgan akut yang jarang terjadi yang menimbulkan efek paling mematikan pada otak dan hepar yang disebabkan oleh virus.

c. Abses otak

Suatu proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang melibatkan parenkim otak, terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari focus yang berdekatan atau melalui sistem vascular.

d. Tumor otak

Adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Tumor otak dapat berasal dari otak atau kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke otak.

e. Encefalopati

Adalah kerusakan pada otak atau malfungsi otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri, kekurangan oksigen pada otak, gagal ginjal dan nutrisi yang buruk. Ditandai dengan demensia, koma dan berakhir dengan kematian.

(10)

11. Komplikasi

Komplikasi encephalitis dapat terjadi: a. Akut  Edema otak  SIADH  Status konvulsi b. Kronik  Cerebral palsy  Epilepsy

 Gangguan visual dan pendengaran

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian (1) Identitas Pasien - Nama : - Umur : - Alamat : - Pekerjaan : - No. Reg : - Tgl. MRS : - Tgl. Pengkajian : - Dx Medis :

(2) Identitas Penanggung Jawab - Nama : - Umur : - Pekerjaan : - Hub. dgn pasien : (3) Riwayat Kesehatan - Keluhan utama :

- Riwayat penyakit sekarang : - Riwayat kehamilan dan kelahiran:

(11)

- Riwayat kesehatan keluarga

(4) Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon - Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan - Pola nutrisi dan metabolic

- Pola cairan dan metabolic - Pola istirahat dan tidur - Pola aktivitas dan latihan - Pola eliminasi

- Pola persepsi dan kognitif - Pola reproduksi dan seksual - Pola persepsi dan konsep diri - Pola mekanisme koping - Pola nilai dan kepercayaan (5) Pengkajian Fisik

- Keadaan umum pasien - Kesadaran

- Pemeriksaan TTV (6) Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan radiologic

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

c. Hipertermi d. Nyeri akut e. Risiko Infeksi

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Rencana Asuhan Keperawatan

(12)

4. Evaluasi

S : - Klien mengatakan sudah tidak ingin muntah - Klien mengatakan tidak pusing dan sakit kepala - Klien mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik - Klien mengatakan sudah tidak demam lagi

- Klien mengatakan tidak sesak lagi

- Klien mengatakan tidak memiliki lesi atau iritasi di seluruh tubuh

O : - Klien dapat makan dan minum dengan adekuat

- Klien tampak lebih berseri dan tidak merasa kesakitan lagi

- Klien memiliki orientasi yang baik terhadap orang, temapt dan waktu - Suhu tubuh klien dalam rentang normal

- Tekanan darah klien sesuai dengan rentang normal

- Klien dapat bernapas tanpa mengunakan O2 dan RR dalam rentang normal - Klien terbebas dari lesi dan kerusakan integritas kulit

A : - P : -

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner / Suddarth. 1984. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company : Philadelphia.

Doenges, Marilyn E . 1993. Nursing Care Plans, F.A.Davis Company :Philadelphia.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Amerika: Mosby

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak.1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.

Mansjoer,et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius

Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Amerika: Mosby

Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta

Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba : Jakarta.

Sacharian, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. EGC : Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai bukti nyata yang menunjukan bahwa pasien dan keluarga telah menerima asuhan keperawatan dan mendapat pengetahuan sehubungan dengan penyakit yang diderita

Perencanaan yang disusun oleh penulis untuk mencapai tujuan diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tindakan operasi berlangsung tidak mengalami cidera,

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa angka mortalitas pada penderita penyakit CHF cukup tinggi yaitu sebanyak 50% dari total pasien selama menjalani rawat

Hal ini didukung oleh penelitian Izzah (2002) tentang hubungan teknik dan frekuensi kegiatan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap

Hasil : Masalah keperawatan yang muncul dari kasus tersebut adalah Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan intake cairan, Ketidakefektifan bersihan

Pada saat pengkajian, data-data pasien Tn.S yang didapatkan oleh perawat yaitu keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran sejak di rumah ± 2 jam yang lalu, keluarga

Komplikasi Menurut Sani 2018, komplikasi yang dapat terjadi pada pasien tuberkulosis paru, adalah : a Efusi Pleura Akibat adanya penumpukan cairan eksudat dalam alveoli yang