PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Umumnya penyakit ini ada dua jenis yaitu Diabetes Mellitus tipe I dan Diabetes Mellitus tipe II. Diabetes melitus tipe I merupakan suatu kondisi yang sering disebut diabetes melitus tergantung insulin, sedangkan diabetes melitus tipe II adalah kebalikannya. Pada penyakit diabetes melitus tipe II, hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik atau disebut juga dengan diabetes melitus non-insulin-dependent (NIDDM).
Pada diabetes melitus tipe II, pankreas dapat memproduksi cukup insulin untuk memetabolisme glukosa (gula), namun tubuh tidak mampu menggunakannya dengan baik. Diabetes melitus tipe II bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, melainkan karena sel target insulin gagal atau tidak dapat berespon normal terhadap insulin. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe II hanya bersifat relatif dan tidak mutlak.
Pada pasien diabetes melitus dengan malnutrisi insulin, tidak mampu mempertahankan kadar glukosa puasa normal atau toleransi terhadap glukosa setelah makan. Oleh karena itu HbA1C cocok untuk memantau kontrol glukosa darah jangka panjang pada individu dengan diabetes mellitus (Wulandari et al., 2020). Sejak awal, dalam merawat pasien diabetes melitus tipe II (T2DM), terapi nonfarmakologis harus direncanakan dan terapi farmakologis harus dipertimbangkan.
Komplikasi penyakit diabetes melitus dapat menyebabkan kerusakan mata jika kadar gula darah dibiarkan terus tinggi. S didapatkan kesadaran yang menurun menjadi keluhan utama disertai sesak nafas dan pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus tipe II sejak kurang lebih 6 tahun yang lalu. Pasien juga memiliki riwayat Diabetes Mellitus Tipe II selama 6 tahun dan mendapat suntikan insulin secara rutin.
Efektivitas pemberian terapi oksigen NRM (Non-Rebreathing Mask) untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien Diabetes Mellitus tipe II. Salah satu intervensi prioritas yang direncanakan penulis adalah pemberian terapi oksigen NRM (Non-Rebreathing Mask) 15L/menit untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Setelah mendiskusikan teori dan asuhan keperawatan kepada Tn.
Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi acuan bagi rumah sakit khususnya tenaga kesehatan dalam hal ini perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pelayanan keperawatan pada pasien diabetes tipe II. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk penilaian diri atau evaluasi diri mengenai sejauh mana pemahaman penulis dalam menyerap dan menggunakan ilmu yang diberikan khususnya dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan pada pasien diabetes tipe II di Slovenia. . ruang gawat darurat.
Anatomi dan Fisiologi
Etiologi
Secara khusus, lebih dari 90% kasus diabetes mellitus pada orang kulit putih memiliki antigen HLA DR3 atau DR4, dan hampir 60% kasus menunjukkan adanya tipe HLA DR3 dan DR4. Pada kelompok diabetes melitus juga terdapat heterogenitas genetik, kecenderungan seseorang menderita diabetes melitus melalui sumbu S1 diduga melalui proses autoimun, sedangkan sumbu S2 diduga melalui faktor lingkungan. Pada umumnya seseorang mengalami perubahan fisiologis yang menurun drastis setelah usia 40 tahun. Penyakit diabetes melitus sering kali muncul setelah seseorang memasuki usia rentan tersebut, karena pada usia tersebut terjadi penurunan fisiologis.
Dengan penurunan fisiologis, terdapat risiko gangguan fungsi endokrin pankreas dalam memproduksi insulin. Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko diabetes, kekurangan gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas. Malnutrisi dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa karena pola makan yang terlalu ketat.
Patofisiologi
Perencanaan tindakan pengaturan saluran nafas yang dilakukan oleh perawat untuk pasien Tn. (NRM 15L). Perencanaan tindakan resusitasi jantung paru yang dilakukan perawat pada pasien Tn. S di IGD sebagian besar merupakan tindakan resusitasi. Saturasi oksigen pasien dapat pulih dengan baik setelah pemberian terapi oksigen NRM (non-rebreather mask).
Terapi oksigen NRM dinilai sangat efektif dalam meningkatkan saturasi oksigen pada pasien yang mengalami penurunan SPO2.
Manifestasi Klinik
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan GDS dapat memberikan informasi berupa gula darah secara real time atau apa yang sedang terjadi saat itu. Oleh karena itu, gula darah pasien dapat memberikan informasi tambahan mengenai keluhan pasien saat itu. Faktanya, saat ini sudah banyak glukometer (alat pemantau gula darah) yang bisa mengecek gula darah hanya dengan satu ketukan kecil di jari.
Aplikasi Klinis: Darah diambil dari ujung jari klien (darah vena) kemudian ditempelkan pada strip tes gula darah. Penerapan klinis: Setelah klien sarapan pagi pukul 07.00 dan diberikan makanan kurang lebih 100 gram setelah 2 jam, dilakukan pemeriksaan gula darah. Tes glukosa urin merupakan salah satu cara untuk mengetahui bagaimana tubuh memproses kelebihan glukosa dalam darah.
Dalam eritrosit, jumlah relatif HbA, yang diubah menjadi HbA1C stabil, meningkat seiring dengan konsentrasi glukosa darah rata-rata. Hasilnya, HbA1C mencerminkan rata-rata kadar glukosa darah selama 2 hingga 3 bulan terakhir berdasarkan variasi harian kadar glukosa darah.
Penatalaksanaan Medis
Acarbose yang beredar di pasaran adalah glucobay dalam bentuk 50mg dan 100mg yang diminum bersama makanan, berguna untuk mengatur kenaikan gula darah setelah makan a) Insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin) Insulin jenis ini bekerja lebih lambat dan memakan waktu lebih lama. Efek maksimal insulin ini setelah 8-12 jam berakhir setelah 24 jam b) Insulin kerja panjang. Efek maksimal insulin terjadi setelah lebih dari 22 jam, dan efeknya akan bertahan lebih dari 24 jam.
Insulin jenis ini bekerja sangat cepat dan lebih cepat dibandingkan insulin biasa karena lebih cepat diserap. Efek maksimal insulin dicapai dalam dua fase, yaitu 3 jam dan 8-12 jam setelah penyuntikan dan berakhir setelah 24 jam. Cara kerja insulin serupa. dengan insulin kerja menengah, tetapi dengan insulin campuran, insulin mulai bekerja lebih cepat.
Contoh campuran insulin adalah Humalog mix 75/25 dan Humalog mix 50/50. f) Insulin kerja sangat lama. Efek maksimal dari insulin jenis ini hampir tidak ada atau merata selama 24 jam dan efeknya akan bertahan lebih dari 24 jam.
Komplikasi
Berdasarkan data tersebut penulis membuat tiga diagnosa keperawatan yaitu : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing pada saluran nafas, Gangguan peredaran darah spontan berhubungan dengan berkurangnya fungsi ventrikel, Hipovolemia berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi. Jaga jalan napas tetap terbuka dengan memiringkan kepala dan mengangkat dagu (dorongan rahang jika dicurigai adanya trauma serviks). Terdapat pula kesenjangan antara teori dan praktik, seperti tidak terjadi sumbatan jalan napas karena lidah jatuh ke belakang, orofaring dan nasofaring tidak menempel, serta tidak diberikan posisi semi Fowler.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing pada saluran nafas yang ditandai dengan dyspnoea (sesak nafas), pasien tidak mampu batuk karena penurunan kesadaran, terjadi penimbunan cairan berlebih pada saluran nafas pasien sehingga timbul suara gemericik, nafas tambahan. suara, kresek, dan laju pernapasan serta pola pernapasan berubah. Rencananya sudah disusun, sementara pasien Tn. Pertahankan jalan nafas yang bersih dengan head tilt dan chin lift, hisap lendir kurang dari 15 detik, dan berikan oksigen untuk mencegah obstruksi atau aspirasi dan berikan bantuan pernafasan/ventilasi pada pasien.
Tindakan yang tidak dilakukan pada rencana ini adalah pemeliharaan patensi jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift, pengisapan mukus kurang dari 15 detik, anjuran asupan cairan 2000ml/hari dan kerjasama dengan pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik. . Penulis mengangkat rencana tindakan penatalaksanaan saluran nafas karena pasien mengalami dyspnoea (sesak nafas), terdapat penumpukan cairan berlebih pada saluran nafas pasien sehingga terdengar suara gemericik, terdengar suara nafas tambahan, ronki dan laju pernafasan. dan pola pernapasan berubah. Beberapa tindakan yang dilakukan perawat pada pasien menjelaskan tujuan dan tata cara tindakan kepada keluarga atau pengenalan pasien serta mengidentifikasi respon pasien.
Perencanaan Tindakan Penatalaksanaan Hipovolemia oleh Perawat pada Pasien Tn. isotonik (misalnya NaCL, RL). Pada permasalahan keperawatan pertama mengenai tidak efektifnya bersihan jalan nafas, beberapa rencana keperawatan yang disusun oleh penulis dapat dilaksanakan dengan baik selama pasien Tn. S berada di IGD yaitu memantau pola pernafasan pasien dengan hasil P. Tindakan yang tidak dilakukan berdasarkan rencana keperawatan adalah menjaga keterbukaan jalan napas dengan memiringkan kepala dan mengangkat dagu, pengisapan mukus kurang dari 15 detik, anjuran asupan cairan 2000 ml/hari dan pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik secara bersama.
Dari hasil evaluasi setelah melakukan tindakan keperawatan pasien masih menunjukkan tanda-tanda tidak efektifnya bersihan jalan nafas, dimana keluarga pasien mengatakan pasien masih sesak nafas terus menerus, hasil observasi menunjukkan pasien sesak nafas, muncullah berupa cairan (asam lambung) bercampur darah pada saluran nafas pasien, tanda- Tanda vital : TD : 55/33 mmHg, N : 40x/menit, S : 370C, P : 23x/menit, SPO2 : 40% dan tambahan nafas terdengar suara dan ronchi.
Discharge Planning
Pengkajian
Jalan nafas merupakan hal terpenting dalam melakukan resusitasi dan memerlukan keahlian khusus dalam menghadapi situasi darurat. Oleh karena itu, hal pertama yang harus segera dinilai adalah kelancaran jalan napas, antara lain pemeriksaan jalan napas akibat benda asing, patah tulang mandibula atau rahang atas, dan patah tulang laring. Bila pasien tidak mampu mempertahankan jalan napas, maka jalan napas potensial harus segera dipertahankan dengan cara buatan, antara lain: reposisi, chin lift, tekanan rahang, atau pemasangan saluran napas orofaring dan nasofaring.
Hal pertama yang harus segera dinilai adalah memperhatikan imobilisasi dan distraksi in-line kontrol serviks. Hal pertama yang harus segera dikaji adalah mencari tahu sumber perdarahan luar dan dalam, tingkat kesadaran, denyut nadi serta memeriksa warna kulit dan tekanan darah. Hal yang dinilai yaitu tingkat kesadaran menggunakan skor GCS, ukuran pupil, dan reaksi pupil.
Diagnosis Keperawatan
Luaran dan Perencanaan Keperawatan
PENGAMATAN KASUS
Evaluasi Keperawatan
PEMBAHASAN KASUS
SIMPULAN DAN SARAN