• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. K DENGAN DIAGNOSA MEDIK KEJANG DEMAM SEDERHANA DI RUANG ANGGREK B RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN LAPORAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. K DENGAN DIAGNOSA MEDIK KEJANG DEMAM SEDERHANA DI RUANG ANGGREK B RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN LAPORAN TUGAS AKHIR"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. K DENGAN DIAGNOSA MEDIK KEJANG DEMAM SEDERHANA DI RUANG ANGGREK B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH : JASNI NPM : 1730702010

J U R U S A N K E P E R A W A T A N F A K U L T A S I L M U K E S E H A T A N U N I V E R S I T A S B O R N E O T A R A K A N

2020

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. K DENGAN DIAGNOSA KEJANG DEMAM SEDERHANA DI RUANG ANGGREK B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH:

JASNI NPM: 1730702010

Laporan Tugas

Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada

Universitas Borneo Tarakan

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

TAHUN AKADEMIK 2020

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan khadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An.K dengan Kejang Demam Sederhana yang dirawat diruang perawatan Anak Anggrek B RSUD Tarakan”.

Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma III Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis mengalami hambatan dan berbagai kesulitan, namun demikian penulisan berusaha menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini berkat bimbingan, bantuan, dan dorongan yang di berikan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1) Prof. Dr. Adri Patton M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan dan sebagai penguji yang telah memberikan bimbingan kepada penulis serta motivasi selama proses kuliahan.

2) Dr. Muhammad Hasbi Hasyim Sp.PD selaku Direktur Rumah Sakit Umum Kesehatan Universitas Borneo Tarakan. Daerah Tarakan yang telah menyediakan lahan untuk pelaksanaan Ujian Akhir Program bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu.

3) Sulidah, S.Kep.,Ns.M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan, sekaligus sebagai Pembimbing dan penguji yang telah memberikan nasehat, dan motivasi kepada penulis.

4) Yuni Retnowati, SST, M.Keb selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

5) Alfianur, S.Kep.,Ns.M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan, sekaligus penguji dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir yang telah memberikan masukan, motivasi serta bimbingan kepada penulis.

(7)

6) Fitriya Handayani, S.Kep,. Ns,. M.Kep selaku Sekertaris Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan dan sebagai pembimbing akademik yang telah mendidik dan memberikan motivasi bagi penulis.

7) Nurman Hidaya, S.Kep.Ners.,M.Kep selaku pembimbing yang telah meluangkan aktunya untuk membimbing dan memberikan motivasi serta saran bagi penulis.

8) Donny Tri Wahyudi, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku penguji yang telah meluangkan aktunya untuk membimbing dan memberikan motivasi serta saran bagi penulis.

9) Kepada penguji dari CI lahan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan motivasi serta saran bagi penulis.

10) Hasni, S.Kep.Ns, selaku kepala Ruangan serta seluruh staff Anggrek B tempat ujian Keperawatan Anak yang telah banyak membantu selama penyelenggaraan Ujian Akhir Program di Ruang Anak Anggrek B RSUD Tarakan.

11) Bapak/Ibu dosen serta staff Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan, terima kasih atas dukungan, bimbingan dan bantuannya selama ini.

12) Keluarga An.K atas kerjasamanya sehingga penulis tidak banyak mendapat kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan keperawatan sebagai klien binaan.

13) Orang tua saya Bapak Daud Sapan dan Ibu Elisabeth Tiku, serta saudara dan keluarga yang selalu setia dan sabar mendampingi, memberi semangat, serta dukungan doa kepada penulis selama dalam proses perkuliahan sampai menyelesaikan studi ini.

14) Teman-teman Departemen anak yang telah sama-sama berjuang dan saling memberi motivasi dari mulai ujian akhir hingga penulisan laporan ini. Terima kasih atas kebersamaan, suka duka selama proses ujian.

(8)

15) Teman- teman mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan angkatan ke-XI II yang telah menjadi teman dalam suka dan duka selama menjalani perkuliahan, serta bantuan dan motivas dalam penyelesaian penulisan laporan tugas akhir ini.

16) Semua pihak yang terkait dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari Laporan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukkan serta kritikan yang membangun dalam perbaikan dan kesempurnaan penulisan Laporan Tugas Akhir ini dimasa akan datang. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca pada umumnya dan pada mahasiwa serta mahasiswi Keperawatan dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.

Tarakan, 06 Agustus 2020

Jasni

(9)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. K DENGAN DIAGNOSA KEJANG DEMAM SEDERHARANA DI RUANG ANGGREK B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN Jasni, Sulidah, Nurman Hidaya

Abstrak

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Kejang demam yang tidak teratasi dapat menyebabkan kerusakan sel otak. Asuhan keperawatan yang komprehensif diperlukan untuk mencegah serangan kejang dan meminimalkan resiko komplikasi.

Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran nyata tentang penerapan proses keperawatan pada anak yang dirawat dengan kejang demam sederhana. Kajian ini merupakan penelitian kualitatif tipe studi kasus dengan kasus tunggal pada An. K.

Peneliti menggunakan pendekatan asuhan keperawatan yang mencakup lima langkah proses keperawatan. Hasil penelitian menemukan perbedaan tidak bermakna pada semua tahap proses asuhan. Prosedur diagnostik yang tidak lengkap merupakan kesenjangan utama pada tahap pengkajian. Didapatkan empat diagnosa keperawatan pada An. K yaitu hipertemi, resiko cedera, resiko defisit nutri, dan kurang pngetahuan.

Intervensi keperawatan dan implementasi disesuaikan dengan kondisi klien dan ketersediaan sarana penunjang. Evaluasi akhir berdasarkan kriteria hasil menunjukkan tiga diagnosa keperawatan dapat teratasi dan satu diagnosa keperawatan tidak teratasi.

Dapat disimpulkan bahwa perawat telah mampu melakukan asuhan keperawatan secara baik.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Kejang Demam Sederhana.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penulis ... 3

1.1.1 Tujuan Umum ... 3

1.1.2 Tujuan khusus ... 3

1.3 Ruang Lingkup ... 3

1.4 Metode Penulis ... 4

1.5 Sistimatika Penulisan ... 4

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Konsep Dasar KDS ... 5

2.1.1 Pengertian KDS ... 5

2.1.2 Klasifikasi ... 6

2.1.3 Etiologi ... 7

2.1.4 Patofisiologi ... 7

2.1.5 Penyimpangan KDM ... 9

2.1.6 Manifestasi Klinis ... 9

2.1.7 Penatalaksanaan ... 10

2.1.8 Komplikasi ... 11

(12)

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang ... 11

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien KDS ... 13

2.2.1 Pengkajian ... 13

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ... 17

2.2.3 Perencanaan ... 18

2.2.4 Implemetasi... 21

2.2.5 Evaluasi ... 21

BAB 3 LAPORAN KASUS ... 22

3.1 Pengkajian ... 22

3.1.1 Biodata ... 22

3.1.2 Keluhan Utama ... 22

3.1.3 Riwayat Kesehatan ... 22

3.1.4 Riwayat Imunisasi ... 24

3.1.5 Riwayat Tumbuh Kembang ... 25

3.1.6 Riwayat Nutrisi ... 25

3.1.7 Riwayat Psikologi ... 25

3.1.8 Riwayat Spiritual... 25

3.1.9 Riwayat Hospital ... 26

3.1.10 Aktifitas Sehari-hari ... 26

3.1.11 Pemeriksaan Fisik ... 27

3.1.12 Pemeriksaan Tingkat Perkembangan ... 28

3.1.13 Tes Diagnostik ... 29

3.1.14 Terapi Saat Ini ... 30

3.1.15 Penyimpangan KDM Kejang Demam Sederhana ... 30

3.1.16 Data Fokus ... 31

3.1.17 Analisa Data ... 32

3.2 Diagnosa Keperawatan ... 33

3.3 Perencanaan ... 34

3.4 Implementasi... 35

3.5 Evaluasi ... 42

(13)

BAB 4 PEMBAHASAN ... 43

4.1 Pengkajian ... 44

4.2 Diagnosa ... 45

4.3 Perencanaan ... 46

4.4 Implemntasi ... 47

4.5 Evaluasi ... 47

BAB 5 PENUTUP ... 49

5.1. Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR BAGAN

2.1 Pathway KDS

3.1 Genogram Keluarga An.K 3.2 Pathway KDS

(15)

DAFTAR TABEL

3.1 Imunisasi An.K

3.2 Pemeriksaan Hasil Laboratorium

(16)

DAFTAR SINGKATAN

A.n: Anak

ASI: Air Susu Ibu ATP: Energi Ase: Enzim

BAB: Buang Air Besar BAK: Buang Air Kecil

BCG: Bacillus Calmette-Guerin BB: Berat Badan

CRT: Capillary refill time CI: Klorida

Co2: Karbondioksida Cm: Sentimeter

DPT: difteri, pertussis, dan tetanus GCS: Glasgow Come Scale HE: Heard Education IM: Intra Muscular IV: Intra Vena ICS: Intercosta

IDAI: Ikatan Dokter Anak Indonesia Kg: Kilogram

(17)

Mg: Miligram MI: Mililiter Na: Nitrogen Ka: Kalium

°c: Derajat Celsius RI: Republik Indonesia RR: Respirasi

WHO: World Health Organization UU: Undang-Undang

TT: Tetanus

TTV: Tanda-tanda Vital

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan merupakan komponen utama dalam Index Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya sumber daya manusia yang cerdas, trampil dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Kemenkes RI,2011). Untuk mencapai tujuan tersebut maka menjaga kesehatan sejak usia bayi sangat penting. Beberapa peyakit yang umum sering diderita bayi dan balita antara lain demam, infeksi saluran pernafasan, dan diare. Kejang biasa terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir , kejang biasa terjadi karena cedera saat persalinan, kekurangan oksigen, dan bayi kuning.

Sedangkan pada anak-anak, kejang bisa terjadi karena infeksi otak, trauma kepala, kekurangan cairan karena diare atau muntaber, epilepsi atau ayan serta febris konvulsi atau kejang demam (Bulan A, 2013).

Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam.

Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhuu 38ºC, tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi pada suhu 40ºC atau bahkan lebih, kejang demam sederhana kejang demam yang berlangsung singkat kurang 15 menit (Sodikin, 2012).

(19)

Kejang demam sederhana kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam (Wulandari &

Erawati,2016). Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam (Gunawan,2012). Kejang demam yang tidak tepat penanganannya akan berdampak buruk terhadap kesehatan.

Dampak kejang demam yang tidak teratasi dapat menyebabkan kerusakan sel otak.

Setiap kejang menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar dan mengakibatkan peredaran O2 juga terganggu. Kekurangan O2 pada otak akan mengakibatkan kerusakan sel otak dan dapat terjadi kelumpuhan sampai retardasi mental bila kerusakannya berat (Ngastiyah, 2014). Untuk mencegah dampak yang ditimbulkan maka perlu dilakukan upaya yang tepat dalam menurunkan demam pada anak. Upaya dalam penanganan penurunan suhu tubuh dapat dilakukan dengan cara pemberian kompres hangat. Kompres hangat dengan benar dapat menurunkan demam lebih cepat (Ayu, 2015). Masalah kejang demam pada anak bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara-negara lain yang ada di dunia.

Prevalensi kejadian kejang demam pada anak umur dibawah lima tahun terjadi tiap tahun di Amerika, hampir sebanyak 1,5 juta dan sebagian besar lebih sering terjadi pada anak berusia 6 hingga 36 bulan (2 tahun), terutama padausia 18 bulan. Insidensi kejadian kejang demam berbeda di berbagai negara. Angka kejadian kejang demam pertahun mencatat 2-4% di daerah Eropa Barat dan Amerika, sebesar 5-10% di India dan 8,8% di Jepang. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam (Gunawan, 2012). Prevalensi kejang demam Di indonesia dilaporkan angka kejadian kejang demam pada tahun 2012-2013 3-4 % dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Wibisono,2015).

Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun sebuah Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien An.K dengan Kejang Demam Sederhana (KDS) di Ruang Perawatan Anak Anggrek B RSUD Tarakan agar dapat meminimalkan angka kejadian Kejang Demam Sederhana, mengetahui secara nyata pelaksanaan asuhan keperawatan serta sekaligus sebagai

(20)

salah satu persyaratan dalam mengikuti ujian akhir program pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penulisan Laporan Tugas Akhir dapat memahami tentang konsep dan teori yang berkaitan dengan Kejang Demam Sederhana dan memperoleh pengalaman yang nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien An.K dengan diagnosa Kejang Demam Sederhana melalui pendekatan proses keperawatan.

1.2.2 Tujuan Khusus

Berikut beberapa tujuan khusus yaitu:

1) Melaksanakan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada An.K dengan diagnosa Kejang Demam Sederhana di ruang Anggrek B RSUD Tarakan.

2) Mempelajari adanya kesenjangan antara teori dan penerapan asuhan pada An.K dengan diagnosa Kejang Demam Sederhana di ruang Anggrek B RSUD Tarakan.

3) Mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung dalam melaksanakan proses keperawatan pada An.K dengan diagnosa Kejang Demam Sederhana di ruang Anggrek B RSUD Tarakan.

3) Melaksanakan pemecahan masalah pada klien An.K dengan diagnosa Kejang Demam Sederhana di ruang Anggrek B RSUD Tarakan.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien An.K yang dirawat dengan diagnosa medik Kejang Demam Sederhana selama 3 hari diruang perawatan anak Anggrek B di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan mulai tanggal 11-13 juni 2019.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam Laporan Tugas Akhir ini adalah metode deskriptif yaitu memberi gambaran keadaan yang sedang berlgsung dan

(21)

aktual pada kasus tertentu dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi langkah-langkah pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis sebagai berikut : 1) Wawancara. Penulis melakukan wawancara dengan keluarga klien dan orang tua

serta pihak lain yang dapat memberikan keterangan seperti perawat dan dokter yang merawat klien.

2) Observasi. Penulis mengadakan pengamatan dan pengawasan serta perawatan langsung pada pasien dengan diagnosa medis Kejang Demam Sederhana di ruang perawatan anak Anggrek B untuk mengetahui perjalanan penyakit, perkembangan serta penatalaksanaanya. Tehnik ini dilakukan dengan cara mengamati keadaan umum, perilaku, serta melakukan pemeriksaan fisik secara komprehensif.

3) Pemeriksaan fisik. Dalam pemeriksaan fisik penulis menggunakan teknik dan proses yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

4) Studi dokumentasi. Dengan mengkaji catatan medis yang ada dan mendokumentasikan tindakan keperawatan serta waktu pelaksanaan tindakan.

5) Studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini, penulis mendapat informasi dari buku -buku sumber yang berkaitan dengan teori.

1.5. Sistimatika Penulisan

Karya Tulis Ilmiah ini disusun secara sistematik dalam 5 BAB, dengan urutan sebagai berikut:

BAB 1: Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, tujuan penulis, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB 2: Landasan Teori,yang meliputi konsep dasar medis dan konsep dasar asuhan keperawatan.

BAB 3: Laporan Kasus, yang meliputi pengkajian, penyimpangan KDM,diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

BAB 4: Pembahasan, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

BAB 5: Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran.

(22)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kejang Demam Sederhana (KDS) 2.1.1 Pengertian Kejang Demam Sederhana (KDS)

Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam (Ngastiyah, 2014).

Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam.

Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC, tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi pada suhu 40ºC atau bahkan lebih (Sodikin, 2012).

Kejang demam sederhana kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam (Wulandari& Erawati, 2016).

Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan, Kejang Demam Sederhana terjadi pada kenaikan suhu diatas 38ºC berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

(23)

2.1.2. Klasifikasi Kejang Demam

2.1.2.1. Klasifikasi Kejang Demam menurut Widodo (2011) yaitu : 1) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Ciri dari kejang ini adalah : (1) Kejang berlangsung singkat

(2) Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit (3) Tanpa gerakan fokal

(4) Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam 2) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Ciri dari kejang ini adalah :

(1) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit

(2) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial (3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

2.1.3 Etiologi Kejang Demam

Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu : 1) Faktor genetika faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50% anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali.

2) Infeksi

(1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).

(2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam berdarah).

(3) Demam Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.

(4) Gangguan metabolisme Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.

(5) Trauma

2.1.4. Patofisiologi Kejang Demam

(24)

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh mebran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibat konsetrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsetrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konstrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh, perubahan konsentrasi ion diruang ektraselular, rangsangan yang dating mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofiologi dari membran sendiri karena penyakit atau ketularan.

Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontrasi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Lestari, 2016).

(25)

2.1.5. Penyimpangan KDM

Gambar 2.1 pathway

(26)

2.1.6. Manifestasi Klinik Kejang Demam

Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati (2016) yaitu :

1) Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3- 4%

2) Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki 3) Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar

susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya 4) Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik 5) Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit 2.1.7. Penatalaksanaan Kejang Demam

Penatalaksanaan kejang demam menurut (Ngastiyah, 2014) yaitu : 1) Penatalaksanaan medis

(1) Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama yaitu diazepam untuk memberantas kejang secepat mungkin yang diberikan secara intravena.

(2) Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atausebaliknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.

2) Penatalaksanaan keperawatan

(1) Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan.

(2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien.

(3) Lepaskan pakaian yang menganggu pernapasan.

(4) Jangan memasang sudip lidah (tongue spatel), karena risiko lidah tergigit kecil. Sudip lidah dapat membatasi jalan napas.

(5) Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat.

(6) Pemberian oksigen untuk mencukupi perfusi jaringan.

(7) Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.

(27)

2.1.8. Komplikasi Kejang Demam

Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dalam Wulandari &

Erawati, 2016) yaitu :

1) Kerusakan neurotransmitter lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.

2) Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.

3) Kelainan anatomis di otak Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan - 5 tahun.

4) Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.

5) Kemungkinan mengalami kematian.

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

Menurut Widodo (2011) pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu :

1) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, teteapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).

2) Pungsi Lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau meningkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis batrerialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada : a. Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat

(28)

dianjurkan dilakukan b. Bayi 12-18 bulan dianjurkan c. Anak umur >18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal.

3) Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidk direkomendasikan (level II2, rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

4) Pencitraan Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti :

(1) Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis) (2) Paresis nervus VI

(3) Papilledema

Sedangkan menurut Pudi astuti (2011) pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu : 1) EEG (electroencephalogram) adalah pemeriksaan gelombang otakuntuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis.

Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

2) Punksi lumbal merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dank anal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia <12 bulan ) karena gejala dan tanda meningitis pada bayimengkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak dengan usia >18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi system saraf pusat.

(29)

3) Neuroimaging Pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.

4) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan darah ruti, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah.

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kejang Demam 2.2.1 Pengkajian

Menurut Lestari tahun (2016) pengkajian kejang demam meliputi : 1) Anamanesis

(1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, tempat tinggal. Menurut (Sodikin, 2012). Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal yang tidak teratur dan disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas.

(2) Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama, biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38

°c, pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien kejang demam sederhana biasanya mengelami kejang 1 kali dengan durasi 15 detik dan mengalami penurunan kesadaran.

2. Riwayat kesehatan sekarang, biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, anaknya sudah mengalami kejang 1 kali atau berulang dan durasi kejangnya berapa lama, tegantung jenis kejang demam yang dialami anak

3. Riwayat kesehatan lalu, khusus anak usia 0-5 tahun dilakukan pengkajian prenatalcare, natal dan postnatal. Untuk semua usia biasanya pada anak

(30)

kejang demam sederhana, anak pernah mengalami jatuh atau kecelakaan, sering mengkonsumsi obat bebas dan biasanya perkermbangannya lebih lambat.

4. Riwayat kesehatan keluarga, biasanya orang tua anak atau salah satu dari orang tuanya ada yang memiliki riwayat kejang demam sejak kecil.

5. Riwayat imunisasi, anak yang tidak lengkap melakukan imunisasi biasanya lebih rentan terkena infeksi atau virus seperti virus influenza.

2) Pemeriksaan fisik keadaan umum biasanya anak rewel dan selalu menangis, biasanya kesadaran compos mentis.

Menurut Lestari (2016) pemeriksaan fisik meliputi sebagai berikut:

(1) Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum biasanya anak rewel dan menangis, kesadaran composmentis.

2. TTV (tanda-tanda vital) suhu tubuh biasanya >38 °c, respirasi untuk anak 20-30 kali / menit, nadi pada anak usia 2 - 4 tahun 100 - 110 kali /menit.

3. BB (berat badan), biasanya pada anak kejang demam sederhana tidak mengalami penurunan berat badan yang berarti.

4. Kepala, tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak

5. Mata, kedua mata simetris antara kiri dan kanan, sklera anemis dan konjungtiva pucat.

6. Hidung, penciuman baik dan tidak ada pernapasan cuping hidung, bentuk hidung simetris, mukosa hidung berwarna merah mudNah.

7. Mulut, gigi lengkap dan tidak ada caries, mukosa bibir pucat dan pecah pecah, tongsil tidak hiperemis.

8. Leher, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

9. Thoraks (dada), inspeksi biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan. Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama. Auskultasi, biasanya ditemukan suara nafas tambahan.

(31)

10. Jantung, biasanya mengalami penurunan dan peningkatan denyut jantung.

Inspeksi, cordis tidak terlihat. Palpasi, iktus cordis di ICS V teraba.

Perkusi, batas kiri jantung: ICS II kiri di line parastrenalis kiri (pinggang jantung), ICS V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batasan bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercostal II kanan linea parasternalis kanan. Auskultasi, bunyi jantung s1 s2 lup dup.

11. Abdomen, lemas dan datar, tidak ada kembung, tidak ada nyeri tekan.

12. Anus, biasanya tidak terjadi kelainan pada genitalia dan tidak ada lecet pada anus.

13. Ekstermitas atas dan bawah tonus otot mengalami kelemahan dan CRT

>2 detik, akral teraba dingin. Penilaian tingkat kesadaran Compos mentis (consclus), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai 13-12. Delirium, yaitu gelisa dan disorentasi (waktu, tempat dan orang), membrontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11-10. Somnolen (obtundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9-7. Stupor (spoor koma), yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6-4. Coma (comatose), yaitut idak biasa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nialai GCS: ≤3.

2) Tahap perkembangan menurut beberapa teori yaitu:

(1) Teori perkembangan menurut Sigmund Freud. Tahap phallic (3 – 6 tahun) kesenangan anak terfokus pada kelamin, kepuasan terletak pada autoerotik

(32)

atau daerah kemaluan. Menurut Freud, pada fase ini anak cenderung mengidentifikasikan diri dengan orangtua yang sama jenis dan mencintai orangtuanya yang berbeda jenis kelamin. Peristiwa ini disebut oedipus complex, yaitu anak laki-laki mencintai ibunya dan berusaha menghindari ayahnya. Begitu juga sebaliknya, pada anak perempuan yang disebut sebagai electra complex. Pada tahap ini saya merasa dekat dengan kedua orangtua, termasuk ayah. Hal tersebut dapat terlihat dari intensitas ayah mengajak bermain, misalnya bermain mobil-mobilan. Di sisi lain, bukan berarti saya ingin menghindari ibu. Justru pada masa tersebutlah ibu yang selalu berada di samping saya, dikarenakan ayah harus bekerja di luar kota sehingga jarang bertemu. Saat itu saya sempat berpikir “kenapa ayah bekerja jauh?” dan terbesit sedikit perasaan tidak rela. Mungkin inilah yang membentuk karakter pribadi saya sebagai seorang yang perasa. Dari perilaku mengidentifikasikan diri dengan ibu, saya dapat memahami peran yang seharusnya dijalankan sebagai seorang perempuan adalah seperti itu.

Misalnya melihat ibu yang berkerudung dan memakai bedak, maka secara berkelanjutan perilaku tersebut juga melekat pada diri saya hingga sekarang.

(2) Teori perkembangan menurut Erik Erikson. Otonomi, malu dan raguragu, masa bayi (1-3 tahun), anak cenderung aktif dalam segala hal. Anak harus didorong untuk mengalami situasi-situasi yang menuntut kemandirian dalam melakukan pilihan. Rasa mampu mengendalikan diri membuat anak memiliki kemauan yang baik dan bangga yang bersifat menetap. Sebaliknya, pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan kehilangan kontrol diri sehingga menyebabkan perasaan malu dan ragu-ragu dalam bertindak yang juga bersifat menetap.

(3) Tahap perkembangan menurut teori kognitif (Piaget). Tahap preoprasional (2-7 tahun), anak mulai menjaskan dunia dengan katakata dan gambaran, kata-kata dan gambaran ini mencerminkan meningkatnya pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik.

(33)

2.2.2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas (Heardman & Shigemi Kamitsuru, 2015).

Menurut Diagnosa Keperawatan Nanda tahun 2015-2017 kemungkinan diagnosa yang bisa muncul dari penyakit kejang demam :

1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengatur suhu 2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan jalan napas terganggu

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi

4) Risiko cedera berhubungan dengan kurangnya kesadaran, gerakan tonik atau klonik

Menurut Nurarif & Kusuma (2015):

1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

2) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan suhu tubuh meningkat.

3) Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.

4) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan hasil klien.

Intervensi keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak langsung yang ditujujan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang- orang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan lainnya (Bulechek, et al 2015).

1) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal Kriteria hasil :

(34)

(1) Suhu tubuh (36,5 o -37,5 o C).

(2) Nadi (60-100 kali/menit) dan Respirasi Rate (16-24 kali/menit).

(3) Tidak ada perubahan warna kulit.

Rencana tindakan : (1) Monitor suhu tubuh

Rasional: suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5 (2) Monitor tekanan darah, nadi dan pernafasan

Rasional: TTV dalam batas normal (3) Berikan antipiretik

Rasional: Untuk menurunkan demam (4) Kolaborasi pemberian cairan intravena

Rasional: untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh (5) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

Rasional: Menurunkan panas

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan jalan terganggu napas Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas efektif Kriteria hasil :

(1) Frekuensi pernafasan dalam batas normal (2) Tidak menggunakan otot bantu pernafasan (3) Irama pernafasan teratur

(4) Tanda-tanda vital dalam batas normal Rencana tindakan :

(1) Kaji status pernapasan klien Rasional: TTV dalam batas normal

(2) Kaji penyebab ketidakefektifan pernapasan

Rasional: Frekuensi pernafasan dalam batas normal (3) Auskultasi bunyi paru dan observasi pernapasan klien

Rasional: Suara nafas vesikuler

(4) Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat

(35)

Rasional: Pilihan terapi untuk mengontrol pola nafas

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi dan oksigenasi pada jaringan adekuat Kriteria Hasil :

(1) Oksigenasi yang adekuat

(2) Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan (3) Mendemonstrasikan batuk efektif

(4) Mampu bernafas dengan mudah Rencana tindakan :

(1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Rasional: TTV dalam batas normal

(2) Monitor respirasi dan status O2 Rasional: TTV dalam batas normal (3) Auskultasi suara nafas

Rasional: suara nafas vesikuler (4) Lakukan suction

Rasional: Agar sesak berkurang

4) Resiko cedera berhubungan dengan kurangnya kesadaran gerakan tonik atau klonik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera atau komplikasi Kriteria hasil :

(1) Terbebas dari cedera

(2) Tidak ada perlukaan, kesadaran composmentis

(3) Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera (4) Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal Rencana tindakan :

(36)

(1) Kaji sifat dan penyebab timbulnya kejang

Rasional: untuk mengetahui faktor-faktor resiko kejang (2) Pasang side rail tempat tidur

Rasional: klien terbebas dari cedera

(3) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Rasional: klien dapat tidur dengan nyaman (4) Anjurkan keluarga untuk menemani pasien

Rasional: agar klien aman dan terjaga 2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan kepada klien. Pencataan mencakup tindakan keperawatan yang diberikan baik secara mandiri maupun kolaboratif, serta pemenuhan kriteria hasil terhadap tindakan yang diberikan kepada klien (Hutahean, 2010). Implemtasi yang umum dilakukan pada kasus kejang demam pada anak yaitu kompres hangat, pemenuhan cairan, kolaborasi pemberian obat penurun panas Paracetamol dan pencegah kejang Diazepam.

2.2.5 Evaluasi

Keefektifan tindakan keperawatan dan pencapaian hasil yang teridentifikasi terus dievaluasi sebagai penilaian status klien. Evaluasi harus terjadi di setiap langkah proses keperawatan (Herdman & Shigemi Kamitsuru, 2015). Evaluasi yang umum dilakukan yaitu monitor TTV pada anak serta kriteria hasil pencapaian dari implementasi yang telah dilakukan.

(37)

BAB 3

LAPORAN KASUS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil dari asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi sampai dengan evaluasi pada An.K dengan diagnosa Kejang Demam Sederhana (KDS) di ruang Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan mulai tanggal 11 Juni 2019 sampai 13 Juni 2019.

3.1 Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 11 Juni 2019 pada klien An.K dengan Kejang Demam Sederhana yang dirawat di ruang perawatan anak Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, diperoleh data-data sebagai berikut :

3.1.1 Biodata

3.1.1.1 Identitas Klien

Nama klien An.K berumur 1 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, beragama islam, alamat Beringin. Dengan diagnosa medis Kejang Demam Sederhana (KDS).

3.1.2 Keluhan Utama

Ibu klien mengatakan anaknya demam sudah 2 hari.

3.1.3 Riwayat Kesehatan

3.1.3.1 Riwayat Kesehatan Sekarang

Ibu klien mengatakan klien demam kemudian mengalami kejang 1 kali, ibu klien mengatakan tidak tahu mengenai penanganan yang harus dilakukan saat anaknya mengalami kejang, ibu klien mengatakan memberikan paracetamol pada anaknya, ibu klien mengatakan selera makan klien menurun, ibu klien mengatakan tidak tahu masalah penyakit anaknya.

3.1.3.2 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

(38)

1) Prenatal

Ibu klien mengatakan rutin melakukan pemeriksaan kandungannya sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, ibu klien mengatakan mengalami kenaikan berat badan 2 kg selama kehamilan, ibu klien mengatakan telah melakukan imunisasi TT saat kehamilan.

2) Natal

Ibu klien mengatakan melahirkan di RSUD Tarakan, persalinan spontan dan penolong persalinan Bidan, ibu klien mengatakan tidak mengalami komplikasi saat persalinan.

3) Post Natal

Kondisi bayi dengan keadaan normal BB 3000 gram PB 50 cm, warna badan klien pada saat lahir yaitu merah dan spontan menangis, tidak mengalami penyakit kuning, ibu klien mengatakan tidak pernah memberikan obat bebas untuk dikonsumsi klien, tidak ada masalah dalam menysusui.

3.1.3.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu klien mengatakan dalam keluarganya tidak memiliki penyakit menular seperti TBC dan Hepatitis, keluarga tidak memiliki penyakit jantung, stroke dan DM.

Ibu klien mengatakan ayahnya semasa kecil memiliki riwayat penyakit kejang demam, penyakit yang pernah dialami keluarga adalah demam, batuk, pilek.

Genogram

Bagan 3.1 Genogram keluarga klien An. K

(39)

Keterangan:

: laki-laki : garis keturunan

: perempuan : tinggal serumah

: klien X : meninggal

Bagan 3.1 Genogram keluarga klien An. K Keterangan:

Generasi 1 : Orang tua dari ayah dan ibu klien sudah meninggal

Generasi 2 : Ibu klien anak ke 3 dari 5 bersaudara sedangkan ayah klien anak ke 2 dari 3 bersaudara

Generasi 3 : Klien anak ke 2 dari 2 bersaudara 3.1.4 Riwayat Imunisasi

Tabel 3.1 Imunisasi An.K

Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah Pemberian

BCG 3 hari Demam

DPT (I, II, III) 2, 3, 4 bulan Tidak demam Polio (I, II, III, & IV) 1, 2, 3, 4 bulan Tidak demam

Hepatitis 6 dan 12 bulan Tidak demam

Campak 9 bulan Demam

3.1.5 Riwayat Tumbuh Kembang 3.1.5.1 Pertumbuhan fisik

Berat badan 7 kg, tinggi badan 80 cm, waktu tumbuh gigi usia 7 bulan.

3.1.5.2 Perkembangan tiap tahap

Berguling pada usia 8 bulan, duduk pada usianya 11 bulan, merangkak pada saat usia 9 bulan, berdiri usia 10 bulan, berjalan usia 11 bulan, senyum kepada orang lain pertama kali pada usia 2 minggu, bicara pada usia 11 bulan.

(40)

3.1.6 Riwayat Nutrisi

3.1.6.1 Pemberian ASI (air susu ibu)

Ibu klien mengatakan pemberian ASI pada An. K selama 1 tahun dengan cara pemberian setiap dua jam sekali.

3.1.6.2 Pemberian susu formula

Ibu klien mengatakan memberikan susu formula dikarenakan ASI nya mengurang, ibu klien mengatakan pemberian susu sebanyak ± 5 gelas (ukuran 200ml) 3.1.6.3 Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Pada umur 0-4 bulan diberikan ASI eksklusif setelah usia 4-12 diberikan ASI kemudian pada saatusia 1 tahun 7 bulan selaludiberikanASI dan susu formula, kemudian saatiniusia 3 tahun hanya diberikan susu formula dan makanan pendamping yang dibutuhkan.

3.1.7 Riwayat Psikososial

Ibu klien mengatakan anak tinggal bersama ibu dan ayahnya, tinggal dirumah orang tua, lingkungan rumah di daerah perkotaan, hubungan keluarga harmonis, pengasuh anak yaitu keluarga.

3.1.8 Riwayat Spiritual

Ibu klien mengatakan rajin mengajarkan anaknya cara berdoa dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan.

3.1.9 Riwayat Hospitalisasi

Ibu klien mengatakan anaknya dibawah ke rumah sakit dikarenakan deman serta kejang, ibu klien mengatakan dokter menceritakan masalah penyakit anaknya, ibu klien mengatakan cemas dengan keadaan anaknya, dan yang selalu menemani anaknya di rumah sakit yaitu ayah dan ibunya dengan cara bergantian.

3.1.10 Aktivitas Sehari-hari 1) Nutrisi

Sebelum sakit, ibu klien mengatakan selera makan anaknya baik, menu makan bubur, ibu klien mengatakan anaknya makan 3 kali sehari dengan porsi makan dihabiskan. Saat sakit ibu klien mengatakan selera makan anaknya menurun, ibu

(41)

klien mengatakan makannya 2 kali sehari dengan porsi makan tidak dihabiskan ha.

Anak makan 3-5 sendok 2) Cairan

Sebelum sakit, ibu klien mengatakan anaknya minum air putih ± 8 kali sehari dengan menghabiskan 600 ml per hari, ibu klien mengatakan klien minumi ASI 3 sampai 5 kali dalam sehari. Saat sakit, ibu klien mengatakan anaknya minum air putih ± 5 kali sehari dengan 250 ml per hari, ibu klien mengatakan klien mengkomsumsi ASI 2 sampai 3 kali dalam sehari, klien terpasang DN ½ 16 Tpm.

3) Eliminasi

Sebelum sakit, ibu klien mengatakan klien BAB 1 hari sekali dengan konsistensi semi padat, tidak ada kesulitan. BAK 3 sampai 5 kali sehari dengan warna kuning jernih, berbau khas dan tidak ada kesulitan, klien BAB dan BAK di pampers. Saat sakit, ibu klien mengatakan klien BAB 1 kali dengan konsistensi semi padat, tidak ada kesulitan. BAK 2-3 kali sehari dengan warna kuning jernih, berbau khas dan tidak ada kesulitan, klien BAB dan BAK di pampers.

4) Istirahat tidur

Sebelum sakit, ibu klien mengatakan klien tidur siang dari jam 13.00-14.00, tidur malam dari jam 21.00-06.00, tidak ada kesulitan tidur. Saat sakit, ibu klien mengatakan klien tidur siang dari jam 14.00-15.00, tidur malam 22.00-08.00, ibu klien mengatakan klien tidak sulit tidur.

5) Olahraga

Klien hanya berbaring di tempat tidur.

6) Personal Hygiene

Sebelum sakit, ibu klien mengatakan klien mandi 2 kali sehari di saat pagi dan sore hari, klien mandi dengan bantuan ibunya, alat mandi yang di gunakan sabun dan shampo. Saat sakit, ibu klien mengatakan klien hanya diseka 1 kali sehari dengan bantuan ibunya.

(42)

7) Aktivitas Mobilitas

Sebelum sakit, ibu klien mengatakan anaknya tidak menggunakan alat bantu untuk bergerak dan tidak ada kesulitan pada saat bergerak. Saat sakit klien melakukan aktivitas dibantu oleh orang tuanya.

8) Rekreasi

Ibu klien mengatakan jarang rekreasi bersama keluarganya 3.1.11 Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Klien terlihat lemah dengan kesadaran composmentis

TTV: Suhu 38,5°c, pernafasan 25 kali/menit, nadi 70 kali/menit.

2) Antropometri

Tinggi badan 80 cm, berat badan 7,5 kg, lingkar lengan atas 12 cm, lingkar kepala 45 cm, lingkar dada 49 cm, lingkar perut 45 cm.

3) Sistem pernapasan

Hidung sismetris kiri dan kanan, tidak terdapat seket, tidak ada

suara nafas tambahan, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada polip.

Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada luka dan tidak ada tumor.

Dada, bentuk dada normo chest, gerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada nyeri tekan, suara nafas vesikuler.

4) Sistem cardiovaskuler kongjutiva anemis, tidak ada pembesaran jantung, bibir pucat dan pecah-pecah, ukuran jantung normal, suara jantung s1 s2 lup dup, capillary refilling time 2 detik.

5) Sistem pencernaan sklera tidak ikterik, bibir pucat dan pecah-pecah, tidak terdapat stomatitis dimulut, tidak ada kesulitan pada saat menelan, tidak terdapat nyeri tekan diperut, tidak ada lukan dan benjolan pada perut, terdengar suara timpani pada saat di perkusi.

6) Sistem indra mata, terlihat simetris antara kiri dan kanan, bulu mata tebal dan alis tebal, ukuran pupil isokor, tidak dapat dilakukan lapang pandang karena anak menangis. Hidung, tidak ditemukan kelainan pada hidung, tidak terdapat polip, tidak ada secret, tidak ada mimisan. Telinga, terlihat simetris antara telinga kiri

(43)

dan kanan, tidak ada benjolan , terdapat serumen sedikit, tidak ada kesulitan saat mendengar.

7) Sistem saraf tidak dilakukan pengkajian dikarenakan klien selalu rewel dan menangis.

8) Sistem muskuloskletal bentuk kepala lonjong, tidak ada kesulitan bergerak, lutut tidak bengkak dan kaku, kaki tidak bengkak dan kaku, tangan tidak bengkak dan kaku, tidak menggunakan alat bantu untuk bergerak.

9) Sistem integumen rambut berwarna hitam lurus pendek, tidak terdapat ketombe, kulit berwarna putih, tidak terdapat luka, suhu 38,5°c, kuku berwarna merah pucat dan kotor.

10) Sistem endokrin tidak ada ekresi urin berlebih, suhu tubuh naik turun terakhir 38, 5°c, tidak ada riwayat air seni dikeliling oleh semut.

11) Sistem reproduksi tidak dapat dilakukan pengkajian dikarenakan klien rewel dan menangis.

13) Sistem imun tidak ada alergi cuaca maupun alergi bulu binatang, tidak alergi minuman seperti susu maupun coklat.

3.1.12 Pemeriksaan tingkat perkembangan

1) Motorik kasar: klien dapat berdiri tampa pegangan, pada saat disuruh berjalan klien dapat berjalan dengan baik, pada saat diberikan bola dan pulpen klien dapat melempar bola dan pulpen.

2) Motorik halus: pada saat diberikan pulpen dan kertas klien dapat mencoret-coret.

3) Bahasa: klien bereaksi dan tertawa pada saat diajak berbicara, pada saat saat disuruh untuk memanggil mama dan bapak klien dapat memanggil “ma” dan “pa”.

4) Personal sosial: ibu klien mengatakan klien selalu bermain dengan temam sebayanya dan sepupunya.

(44)

3.1.13 Test Diagnostik

Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 12 juni 2019

Tabel 3.2 hasil pemeriksaan darah lengkap laboratorium An.K

Hematologi Lengkap Hasil Nilai Normal

Hemoglobin Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit

11,7 g/dL 7.50 10^3/µL 4.10 10^/µL 32.3 % 152 103/µL

10,7-17.3 5,00-19,00 4.00-550 37,0-43,0 150-450 Indeks eritrosit

MCV MCH MCHC

83,9 fl 28,3 pg 33,0 g/L

82,0-96.0 27.0-96.0 32,0-37,0 Hitung jenis

Neutrofil Limfosit MXD

47 % 31,9 % 4.1%

30-40 2,0-40,0 2,0-8.0 Kimia darah

GDS 46 mg/Dl 60-100

3.1.14 Terapi Saat ini 1) Paracetamol drop 3x0,8 cc 2) Obat oral sanbeflex drop 0,12 cc 3) Zins syn1x1 cth.

4) DN ½ 16 tpm

(45)

K kkkkkkkkk

Kurang pengetahuan orang tua 3.1.15 Penyimpangan KDM Kejang Demam Sederhana

Idiopati Proses ifeksi Merangsang hipotalamus Pusat pengaturan suhu tubuh tergangu

Peningkatan suhu tubuh

Perubahan keseimbangan membrane sel neuron Difusu ion K+ dan Na+

Pelepasan muatan listrik

kejang Aspirasi

Vomiting center

terganggu Kerja otak tak terkendali Proses penyakit

Nauseaanoreksia

Dapat terjadi trauma Hospitalisasi dan kuang terpajan informasi

Gambar 3.1 pathway KDS Resiko cedera Gangguan nutrisi kurang

dari kebutuhanGG

(46)

3.1.16 Data Fokus 1. Data subjektif

1) Ibu klien mengatakan klien demam sudah 2 hari 2) Ibu klien mengatakan klien kejang 1 kali

3) Ibu klien mengatakan klien muntah 1 kali

4) Ibu klien mengatakan klien diberikan paracetamol 5) Ibu klien mengatakan selera makan klien menurun

6) Ibu klien mengatakan porsi yang dihabiskan klien 4-5 sendok 7) Ibu klien mengatakan tidak tahu masalah penyakit anaknya

8) Ibu klien mengatakan tidak tau mengenai penanganan ketika anaknya kejang 2. Data objektif

1) Suhu tubuh 38,5° C 2) Kulit teraba hangat 3) Klien tampak rewel 4) Klien terlihat lemas 5) Konjungtiva anemis 6) Klien terlihat sulit makan 7) Mukosa bibir pucat 8) Bibir pecah-pecah 9) Terpasang DN ½ 16 tpm 10) Ibu klien terlihat bingung

11) Ibu klien terlihat bertanya mengenai penyakit anaknya 3.1.17 Analisa Data

1. Analisa data 1 Data subjektif :

1) Ibu klien mengatakan klien demam sudah 2 hari 2) Ibu klien mengatakan klien kejang 1 kali

3) Ibu klien mengatakan klien diberikan paracetamol

(47)

Data objektif :

1) Suhu tubuh 38,5° C 2) Kulit teraba hangat 3) Klien terlihat lemas

Masalah keperawatan : Hipetermia berhubungan dengan peroses penyakit 2. Analisa data 2

Data subjektif :

1) Ibu klien mengatakan klien demam sudah 2 hari 2) Ibu klien mengatakan klien kejang 1 kali

Data objektif :

1) Klien terlihat rewel 2) Suhu tubuh 38,5° C 3) Kulit teraba hangat

Masalah keperawatan : Resiko cidera berbubungan dengan perubahan sensasi 3. Analisa data 3

Data subjektif :

1) Ibu klien mengatakan selera makan klien menurun

2) Ibu klien mengatakan porsi yang dihabiskan klien 4-5 sendok Data objektif :

1) Klien terlihat sulit makan 2) Porsi makan tidak dihabiskan 3) Bibir pecah-pecah

4) BB 7 kg

Masalah keperawatan : Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya selera makan

4. Analisa data 4 Data subjektif :

1) Ibu klien tidak mengetahui mengenai penyakit anaknya

2) Ibu klien mengatakan tidak mengetahui mengenai penanganan ketika anaknya kejang

(48)

Data objektif :

1) Ibu klien terlihat binggung

2) Ibu klien terlihat bertanya mengenai penyakit anaknya

Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipetermia berhubungan dengan peroses penyakit 2. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan sensasi

3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya selera makan 4. Kurang pengetahun berhubungan dengan kurang terpapar informasi 3.3 Perencanaan

1) Hipetermi berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam, diharapkan masalah hipetermia tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria hasil:

(1) Suhu tubuh dalam batas normal 36,5° C -37,5° C (2) Klien terlihat rileks

Intevensi keperawatan:

(1) Observasi tanda tanda vital (2) Monitor suhu tubuh

(3) Anjurkan kompres air hangat

(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat 2) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi

Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam, diharapkan masalah resiko cedera dapat teratasi dengan kriteria hasil:

(1) Klien terbebas dari cedera

(2) Mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cedera (3) Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cedera (4) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

(49)

Intevensi keperawatan:

(1) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kongnitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

(2) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien (3) Pasang side rail tempat tidur

(4) Anjurkan keluarga untuk menemani pasien

3) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya selera makan

Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan masalah resiko defisit nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil:

(1) Selera makan klien meningkat (2) Porsi makan dihabiskan

(3) Berat badan tidak mengalami penurunan (4) Ibu memahami anjuran yang diberikan Intervensi keperawatan :

(1) Identifikasi intake nutrisi

(2) Identifikasi penyebab selera makan klien menurun

(3) Anjuran ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering (4) Kolaborasi pemberian obat suplemen sesuai indikasi

4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2×24 jam, diharapkan masalah kurang pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil :

(1) Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, dan pengobatan

(2) Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat Intevensi keperawatan :

(1) Identifikasi tingkat pengetahuan ibu klien

(2) Berikan penyuluhan tentang penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan (3) Beri kesempatan ibu klien untuk bertanya

(50)

(4) Anjurkan ibu klien mengulangi kembali informasi yang diberikan 3.4 Implementasi

Implementasi hari pertama, tanggal 11 Juni 2019

1) Diagnosa Keperawatan 1: Hipetermia berhubungan dengan proses penyakit (1) Pukul 08:00 mengobservasi tanda tanda vital

Hasil: suhu tubuh 38,5° C, nadi 70 kali /menit dan pernapasan 25kali /menit (2) Pukul 08:05 memonitor suhu tubuh

Hasil: suhu tubuh 38,5° C

(3) Pukul 08 :10 menganjurkan kompres air hangat Hasil: ibu klien terlihat mengompres anaknya

(4) Pukul 14.00 menkolaborasi pemberian obat paracetamol drop 0,8 cc Hasil: klien terlihat rewel pada saat di berikan obat paracetamol (5) Pukul 16.30 memberikan DN ½ sebanyak 16 tpm

Hasil: klien terlihat tidur dan suhu tubuh turun 37,5° C (6) Pukul 16.00 mengobservasi tanda-tanda vital

Hasil: suhu tubuh 38,2° C, nadi 81 kali/menit dan pernapasan 26 kali/menit (7) Pukul 16.05 menganjurkan kompres air hangat

Hasil: ibu klien terlihat mengompres anaknya

2) Diagnosa keperawatan 2 yaitu: Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi.

(1) Pukul 09.00 mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kongnitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Hasil: ibu klien mengatakan anaknya aman dan terjaga

(2) Pukul 09.05 sediakan lingkungan yang aman untuk pasien dengan mengurangi pengunjung ang datang

Hasil: klien terlihat nyaman

(3) Pukul 09.10 memasang side rail tempat tidur Hasil: terpasang side rail pada tempat tidur klien

(51)

(4) Pukul 09.45 menganjurkan keluarga untuk menemani pasien Hasil: keluarga mengatakan selalu menemani pasien

(5) Pukul 14.00 mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kongnitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien (6) Pukul 14.45 menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

Hasil: keluarga mengatakan selalu menemani pasien

3) Diagnosa keperawatan 3 yaitu : Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya selera makan.

(1) Pukul 08.15 mengidentifikasi intake nutrisi

Hasil: ibu klien mengatakan selera makan klien menurun, ibu klien mengatakan porsi yang dihabiskan klien 4-5 sendok, klien terlihat sulit makan, porsi makan tidak dihabiskan.

(2) Pukul 08.20 identifikasi penyebab selera makan klien menurun

Hasil: ibu klien mengatakan semenjak anaknya sakit selera makan anaknya menurun

(3) Pukul 10.25 menganjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering Hasil: ibu klien terlihat memberi makan anaknya dengan bubur sedikit tetapi sering

(4) Pukul 08.15 mengkolaborasi pemberian obat sanbeflex Hasil: perawat memberikan obat oral sanbeflex drop 0,12 cc

(5) Pukul 14.15 menganjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering Hasil: ibu klien terlihat memberi makan anaknya dengan bubur sedikit tetapi sering

4) Diagnosa keperawatan 4 yaitu : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

(1) Pukul 10.30 mengkaji tingkat pengetahuan ibu

Hasil: ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit anaknya

(52)

(2) Pukul 10.35 memberikan penyuluhan tentang penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan

Hasil: ibu klien terlihat memperhatikan perawat menyampaikan informasi (3) Pukul 10.45 memberikan kesempatan ibu klien untuk bertanya

Hasil: ibu klien terlihat bertanya kepada perawat mengenai penyakit anaknya (4) Pukul 10.45 menganjurkan ibu klien mengulangi kembali informasi yang

diberikan

Hasil: ibu klien dapat menyebutkan penanganan yang dapat dilakukan saat anaknya demam

Implementasi hari kedua, tanggal 12 Juni 2019

1). Diagnosa Keperawatan 1: Hipetermia berhubungan dengan proses penyakit (1) Pukul 07.00 memberikan klien paracetamol drop 3x0,8 cc

Hasil: klien terlihat rewel ketika diberikan obat (2) Pukul 07.05 mengobservasi tanda tanda vital

Hasil: Suhu tubuh 38.1°c, nadi 65 kali/menit dan resfirasi 24 kali/menit (3) Pukul 07:10 memonitor suhu tubuh

Hasil: suhu tubuh 38.0°c

(4) Pukul 07.15 menganjurkan kompres air hangat Hasil: ibu klien terlihat mengompres anaknya

(5) Pukul 10.30 memberikan klien infus DN ½ sebanyak 16 tpm

Hasil: klien terlihat tidur pada saat diberikan infus DN ½ dan suhu tubuh menurun 38.°c

(6) Pukul 10.45 memonitor suhu tubuh Hasil: Suhu tubuh 37,8°C

(7) Pukul 10.50 menganjurkan kompres air hangat Hasil: ibu klien terlihat mengompres anaknya (8) Pukul 14.00 mengobservasi tanda tanda vital

Hasil: Suhu tubuh 38.1°c, nadi 65 kali/menit dan resfirasi 24 kali/menit 2) Diagnosa keperawatan 2 yaitu: Resiko cedera berhubungan dengan perubahan

sensasi.

(53)

(1) Pukul 08.20 mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kongnitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

Hasil: ibu klien mengatakan anaknya aman dan terjaga

(2) Pukul 08.25 sediakan lingkungan yang aman untuk pasien dengan mengurangi pengunjung

Hasil: klien terlihat nyaman

(3) Pukul 08.30 memasang side rail tempat tidur Hasil: side rail terpasang pada tempat tidur klien

(4) Pukul 08.35 menganjurkan keluarga untuk menemani pasien Hasil: Ibu klien mengatakan selalu menemani klien

(5) Pukul 08.40 sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Hasil: klien terlihat nyaman

(6) Pukul 08.45 menganjurkan keluarga untuk menemani pasien Hasil: Ibu klien mengatakan selalu menemani klien

3) Diagnosa keperawatan 3 yaitu: Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya nafsu makan.

(1) Pukul 07.20 mengidentifikasi intake nutrisi

Hasil: ibu klien mengatakan selera makan klien menurun, ibu klien mengatakan porsi yang dihabiskan klien 4-5 sendok, klien terlihat sulit makan, porsi makan tidak dihabiskan.

(2) Pukul 07.25 menganjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering Hasil: ibu klien terlihat memberi makan anaknya dengan bubur sedikit tetapi sering

(3) Pukul 07.30 mengkolaborasi pemberian obat suplemen sanbeflex Hasil: perawat memberikan obat oral sanbeflex drop 0,12 cc

(4) Pukul 10.55 menganjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering Hasil: ibu klien terlihat memberi makan anaknya dengan bubur sedikit tetapi sering

(54)

4) Diagnosa keperawatan 4 yaitu : Kurang pengetahuan berhubungan dengam kurang terpapar informasi

(1) Pukul 09.00 mengkaji tingkat pengetahuan ibu

Hasil: ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit anaknya (2) Pukul 10.15 memberikan kesempatan ibu klien untuk bertanya

Hasil: ibu klien terlihat bertanya kepada perawat mengenai penyakit anaknya (3) Pukul 11.15 menganjurkan ibu klien mengulangi kembali informasi yang

diberikan

Hasil: ibu klien dapat menyebutkan penanganan yang dapat dilakukan saat anaknya demam

Implementasi hari ketiga, tanggal 13 Juni 2019

1) Diagnosa Keperawatan 1: Hipetermia berhubungan dengan proses penyakit (1) Pukul 14.05 mengobservasi tanda tanda vital

Hasil: Suhu tubuh 37,4°C, nadi 60 kali /menit dan respirasi 24 kali /menit (2) Pukul 14.10 memonitor suhu tubuh

Hasil: Suhu tubuh 37,2° C

(3) Pukul 14.15 menganjurkan kompres air hangat

Hasil: Ibu klien mengatakan sudah mengompres anaknya (4) Pukul 14.00 memberikan paracetamol drop 3x0,8 cc

Hasil: klien terlihat diberikan obat

(5) Pukul 15.30 memberikan klien infus DN ½ sebanyak 16 tpm Hasil: terpasang DN ½ pada klien

(6) Pukul 16.35 memonitor suhu tubuh Hasil: Suhu tubuh 37,0° C

2) Diagnosa keperawatan 2 yaitu: Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi.

(1) Pukul 14.20 mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kongnitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Hasil: ibu klien mengatakan anaknya aman dan terjaga

(55)

(2) Pukul 14.25 sediakan lingkungan yang aman untuk pasien dengan mengurangi pengunjung yang datang

Hasil: klien terlihat nyaman

(3) Pukul 14.30 memasang side rail tempat tidur Hasil: terpasang side rail pada tempat tidur anak

(4) Pukul 14.35 menganjurkan keluarga untuk menemani pasien Hasil: ibu klien mengatakan selalu menemani klien

(5) Pukul 15.25 memasang side rail tempat tidur Hasil: terpasang side rail pada tempat tidur anak

3) Diagnosa keperawatan 3 yaitu: Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya nafsu makan.

(1) Pukul 15.00 mengidentifikasi intake nutrisi

Hasil: ibu klien mengatakan selera makan klien menurun, ibu klien mengatakan porsi yang dihabiskan klien 4-5 sendok, klien terlihat sulit makan, porsi makan tidak dihabiskan.

(2) Pukul 15.05 menganjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering Hasil: ibu klien terlihat memberi makan anaknya dengan bubur sedikit tetapi sering

(3) Pukul 14.40 mengkolaborasi pemberian obat suplemen sanbeflex Hasil: perawat memberikan obat oral sanbeflex drop 0,12 cc (4) Pukul 15.30 identifikasi penyebab selera makan klien menurun

Hasil: ibu klien mengatakan semenjak anaknya sakit selera makan anaknya menurun

4) Diagnosa keperawatan 4 yaitu : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang trpapar informasi.

(1) Pukul 16.05 mengkaji tingkat pengetahuan ibu

Hasil: ibu klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit anaknya (2) Pukul 16.15 memberikan kesempatan ibu klien untuk bertanya

Hasil: ibu klien terlihat bertanya kepada perawat mengenai penyakit anaknya

(56)

(3) Pukul 16.15 menganjurkan ibu klien mengulangi kembali informasi yang diberikan

Hasil: ibu klien dapat menyebutkan penanganan yang dapat dilakukan saat anaknya demam

3.5 Evaluasi pada tanggal 13 juni 2019 Evaluasi pada tanggal 13 Juni 2019

1) Hipetermia berhubungan dengan peroses penyakit S : ibu klien mengatakan demam anaknya sudah turun

O : - suhu tubuh klien 36,7°c, nadi 60 kali /menit, respirasi 24 kali/menit

- klien terlihat rileks A : masalah teratasi P : intervensi dihentikan

2) Resiko cidera berhubungan dengan perubahan sensasi S : - ibu klien mengatakan anaknya aman dan terjaga

- ibu klien dapat menyebutkan kembali mengenai cara untuk mencegah cedera O : - terpasang side rail pada tempat tidur klien

- keluarga mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cedera A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan

3) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan menurunnya nafsu makan S : - ibu klien mengatakan selera makan klien masih sama

- porsi makan tidak dihabiskan

O : berat badan tidak mengalami penurunan 7,5 kg A : masalah belum teratasi

P : intervensi didelegasikan kepada perawat ruangan (1) identifikas intake nutrisi

(2) identifikaasi penyebab selera makan menurun (3) timbang BB setiap hari

(4) kolaborasi pemberian obat suplemen sesuai indikasi

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari hasil data yang dilakukan dalam pengkajian pasien, tetapi tidak sesuai dalam teori adalah pergerakan mata, dimana dalam teori Hamid dalam Damaiyanti(2012)

Berdasarkan teori yang ada menurut (Yaniudy, 2016) menyatakan bahwa pasien dengan ulkus akan mengalami penurunan nafsu makan. Adanya rangsangan sekresi asam yang

Pada tinjauan kasus tidak muncul Resiko Cidera b.d penurunan kekuatan otot karena pada saat dikaji tidak ditemukan penurunan kesadaran sehingga tidak terjadi

Menurut teori Doenges (2000) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami batuk disertai sesak, ketidakmampuan untuk bernafas, batuk yang menetap, adanya produksi sputum (hijau,

Setelah dilakukan pengkajian penulis mendapatkan data-data pendukung yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa yaitu data subyektifnya ibu pasien mengatakan

Dari hasil data yang dilakukan dalam pengkajian pasien, tetapi tidak sesuai dalam teori adalah pergerakan mata, dimana dalam teori Hamid dalam Damaiyanti(2012)

3 Efektivitas intervensi kompres aloevera terhadap penurunan suhu tubuh pada anak Population Populasi berjumlah 12 orang pasien Intervensi Kompres aloevera sebagai antipiretik untuk

Pembahasan askep Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kasus nyata yang diperoleh dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien