• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS METAKOGNISI SEBAGAI SALAH SATU ALAT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS METAKOGNISI SEBAGAI SALAH SATU ALAT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

652

AKTIVITAS METAKOGNISI SEBAGAI SALAH SATU ALAT

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Zahra Chairani

Dosen STKIP PGRI Banjarmasin E-mail: zahralpmp@yahoo.com

Abstrak: Kurikulum 2006, menyarankan untuk menggunakan pendekatan pemecahan masalah sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika sekolah. Akan tetapi istilah metakognisi yang terkait dengan proses berpikir siswa tidak diperkenalkan. Sehingga proses pemecahan masalah dipahami sebagai hasil aktivitas kognisi saja. Pentingnya aktivitas metakognisi dalam pembelajaran dapat dilihat dalam beberapa hal antara lain adanya revisi dalam dimensi tujuan pembelajaran Taxonomi Bloom dengan menambahkan dimensi Metakognisi oleh Krathwole. Selanjutnya konsep kurikulum baru 2013 juga telah mendudukkan metakognisi pada jenjang SMA dan Perguruan Tinggi, meskipun dalam berbagai hasil penelitian, menunjukkan bahwa pengembangan metakognisi siswa sudah dimulai sejak dini. Di samping itu beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang mengembangkan aktivitas metakognisinya dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah matematika. Metakognisi diperlukan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan intelektual khusus, kemudian mengumpulkan kembali keterampilan-keterampilan ini ke dalam strategi belajar yang tepat untuk suatu masalah khusus atau isu-isu dalam konteks yang berbeda Meskipun penguasaan aktivitas metakognisi memerlukan proses yang cukup lama, namun demikian hal ini dapat dilatihkan dengan melakukan pembiasaan dalam berbagai keterampilan metakognisi. Makalah ini mencoba untuk membahas bahwa aktivitas metakognisi dapat dilatih melalui self regulasi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Kata Kunci : aktivitas metakognisi, self regulasi , pemecahan masalah matematika

Tujuan Pembelajaran matematika yang tertera dalam kurikulum 2006 adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, sistematis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Akan tetapi dalam pengembangan untuk mem-bentuk berbagai kemampuan tersebut belum sepenuhnya bahkan sedikit sekali menyentuh pada kemampuan metakognisi. Sehingga proses pembelajaran matematika dipahami sebagai hasil aktivitas kognisi saja.

Ormrod (2008: 369), menyatakan bahwa metakognisi merupakan pengeta-huan dan keyakinan mengenai proses-proses kognitif seseorang , serta usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses

berperilaku dan berpikir sehingga mening-katkan proses belajar dan memori .

Bentuk kesadaran seseorang yang terkait dengan kemampuan kognisinya tentang apa yang diketahuinya, dan yang tidak diketahuinya berdasarkan pengeta-huan yang sudah dimilikinya, pengalaman, proses dan monitoring dimana ia sendiri terlibat dalam kegiatan kognisinya sendiri adalah aspek dari aktivitas metakognisi. Dengan demikian ada dua hal penting dari pengertian aktivitas metakognisi, yaitu (1) kesadaran tentang kognisi, dan (2) kontrol atau pengaturan proses kognisi ketika belajar atau menyelesaikan masalah mate-matika.

(2)

Pentingnya aktivitas metakognisi dalam pembelajaran dapat dilihat dalam beberapa hal antara lain adanya revisi dalam dimensi tujuan pembelajaran yang semula meliputi (1) Factual knowledge,(2)

Conceptual knowledge, (3) Procedural knowledge kemudian ditambah menjadi

kategori ke- 4 yaitu Metacognition

know-ledge. Alasan utama penempatan

metakog-nisi dalam kategori ke-4 tersebut adalah bahwa seseorang yang menggunakan

meta-cognition kontrol and self regulation

dalam proses berpikirnya telah termasuk penggunaan dimensi lain seperti

remember, understand, apply, analyze, evaluate and create seperti kategori

proses kognitif pada Taxonomi Bloom sebelumnya (Lorin D Anderrson, David R Krathwohl,Peter W Airasian, …et al, 2001. P. 43- 46)

Konsep kurikulum baru 2013 pada ruang lingkup standar Kompetensi Lulusan (SKL) telah memberikan ilustrasi pe-ngembangan metakognisi pada jenjang SMA dan Perguruan Tinggi disamping kemampuan factual , konseptual dan

procedural. Berbagai hasil penelitian,

sebagaimana dinyatakan oleh White Board dkk (2010) , keterampilan metakognisi muncul di sekitar usia 8- 10 tahun dan didahului oleh kemampuan kognitif lain seperti perkembangan Theori of Mind

(TOM). Pentingnya aktivitas metakognisi

juga di utarakan oleh Heru (2011) yang menyatakan bahwa metakognitif moni-toring dan metakognitif kontrol dapat difikirkan sebagai suatu system quality

kontrol yang berfungsi untuk meyakinkan

bahwa hanya keluaran yang akurat dan tepat yang dihasilkan. System tersebut merupakan kesadaran seseorang terhadap kemampuan melakukan monitoring dan kontrol terhadap proses berpikirnya sehingga merupakan suatu keterampilan yang dapat dikembangkan dalam diri

seseorang melalui pengaturan diri (self

regulasi).

Menurut Brown ( 1987) Kete-rampilan Self Regulasi adalah salah satu dari ketrampilan metakognisi, yang memberi kesempatan siswa untuk berpi-kir tentang proses berpiberpi-kirnya, dan me-lakukan kontrol terhadap proses berpi-kirnya sendiri untuk mencapai tujuan berpikirnya sendiri. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa keterampilan ini merupakan hal penting untuk dikem-bangkan, sesuai dengan pendapat Scrhraw (2000) yang menyatakan bahwa , Most

researchers agree that metacognition is an important construct to study, but difficult to measure . Central to problems relating to metacognition is finding ways to recording and making available to others one’s metakognitive thought.

Hasil penelitian juga dinyatakan oleh White & Fredericson (2005) yang menyatakan bahwa skill regulasi diri metakognisi diperlukan dalam kegiatan belajar. Sedangkan menurut De Soete, Roeyers dan Clercq (2003) regulasi metakognisi dapat dilatihkan . Pelatihan dengan Program metakognisi dapat berpengaruh terhadap kemampuan meme-cahkan masalah matematika

Dari berbagai pendapat di atas, maka penulis menganggap penting untuk melakukan kajian tentang bagaimana aktivitas metakognisi dapat dilakukan sebagai salah satu alat (tool) untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika, yang dalam makalah ini penulis batasi pada pengaturan diri (self regulasi ) yang terkait dengan (1) kesadaran tentang kognisi, dan (2) kontrol atau pengaturan proses kognisi dari dalam diri seseorang ketika mereka belajar atau menyelesaikan masalah matematika.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetahuan Metakognisi Pengetahuan metakognisi

(meta-cognition knowledge) adalah pengetahuan

tentang kognisi, secara umum merupakan kesadaran seseorang tentang apa yang diketahui dan proses kognisinya . Umumnya para peneliti berpendapat bahwa dengan pengembangan, siswa yang dapat lebih sadar terhadap proses berpi-kirnya akan menambah pengetahuan saat berpikir dan cenderung membuat mereka untuk belajar lebih baik (Bransford, Brown and Cocking, 1999) .

Schoenfeld (1992) menyatakan bahwa ada 3 aspek metakognisi yang yang terkait dengan pembelajaran matematika, yaitu: (1). Keyakinan dan Intuisi (beliefs

and intuitions)., (2) Pengetahuan seseorang

tentang proses berpikirnya, serta (3). Kesadaran diri (Self awareness) atau Pengaturan diri (Self Regulation). Akti-vitas yang dapat dilakukan berdasarkan ketiga hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Sewaktu seorang siswa dihadapkan pada suatu masalah matematika , yang terlebih dulu muncul adalah berpikir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adanya dorongan untuk menyelesaikan masalah tersebut, akan memunculkan ide-ide tentang matematika yang disiapkan (direncanakan) untuk menyelesaikan mate-matika dan pemikiran untuk menentukan dengan cara apa agar masalah tersebut dapat diselesaikan. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan seseorang yang terkait dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya misalnya pengetahuan faktual, pengetahuan conceptual, dan pengetahuan prosedural.

Akan tetapi untuk dapat mela-kukan hal tersebut di atas dengan baik, maka siswa harus memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses berpikirnya sendiri tentang hal-hal yang dipahaminya, rencana atau ide yang akan

dilaksanakannya, pelaksanaan rencananya dan memeriksa apakah proses yang dilakukannya sudah sesuai dengan tujuan kognisinya . Dengan demikian dapat dikatakan ia melakukan kontrol terhadap proses kognisinya agar aktivitas proses berpikirnya tidak menyimpang dari tujuan dan hal ini adalah kemampuan yang perlu dikembangkan yang dapat dikatakan sebagai self regulasi dalam hal ini merupakan salah satu aspek dari pengetahuan metakognisi

Self Regulasi Sebagai Aktivitas Meta-kognisi

Aktivitas metakognisi seseorang adalah sesuatu yang unik. Sukar untuk me-ngasses aktivitas tersebut dengan menggu-nakan pensil dan kertas (Pintrich, Wolter and Baxter in press). Karena tujuan dari aktivitas metakognisi ini berbeda dengan perspektif yang dapat dilihat dari jawaban yang konkret. Oleh karena itu aktivitas metakognisi akan lebih baik di assessment dalam konteks aktivitas kelas dan diskusi melalui berbagai strategi. (Lorin D Anderrson, David R Krathwohl,Peter W Airasian, …et al, 2001. P. 50- 65).

Hal ini dapat dirancang antara lain dengan mengajak siswa untuk belajar tentang berpikirnya, dan menghubung-kannya dengan tiga aspek dari pengeta-huan metakognisi ( pengetapengeta-huan factual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan procedural) pada setiap tahap pemecahan masalah.

Siswa dapat diminta untuk menen-tukan strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan kemudian membandingkannya dengan strategi yang digunakan siswa lainnya. Selanjutnya dilakukan diskusi kelas dalam setiap pembelajaran, bukan hanya tentang strategi pemecahan masalah saja , akan tetapi dapat meliputi informasi bagaimana siwa men-dapatkan strategi tersebut. Dalam diskusi ini guru mendengarkan apa yang

(4)

didiskusikan siswa, memberikan kesem-patan untuk melakukan percakapan dengan siswa secara individual, atau meminta mereka mereviu tentang apa yang dipikirkannya.

Aktivitas self regulasi pada waktu siswa menyelesaikan masalah dapat dikembangkan sesuai dengan tahapan yang harus dilalui siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Oleh karena wujud dari self regulasi sebagai salah satu akti-vitas metakognisi adalah munculnya kesa-daran tentang apa yang diketahui seseorang (pengetahuan metakognisi), apa yang dilakukan seseorang (keterampilan metakognisi) dan bagaimana mengkontrol keadaan kognisinya, maka aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan melatih atau melakukan pembiasaan tentang apa

yang diketahui, apa yang dilakukan dan bagaimana melakukan kontrol setiap aktivitas tersebut.

Apa yang diketahui seseorang , akan terkait dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, yaitu pengetahuan factual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan procedural. Sedangkan apa yang dilakukan seseorang akan terkait dengan kesadaran seseorang dalam me-milih langkah atau strategi yang digu-nakannya untuk memecahkan masalah, dan dalam melakssanakan strategi tersebut seeorang harus melakukan kontrol proses kognisinya agar tidak menyimpang dari tujuan . Skema berikut mempresentasikan

self regulasi dengan komponen

pengetahuan metakognisi yang terkait dengan tahapan pemecahan masalah.

Menurut Taccasu Project ( 2008) strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran antara lain adalah membim-bing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui (a) pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri (b) memonitor dan mening-katkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah, dst), c) me-ngembangkan kebiasaan untuk berpikir

positif, dan d) mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu cara untuk memberikan kesempatan agar aktivitas metakognisi dapat menjadi alat dalam pemecahan masalah melalui self regulasi adalah dengan mengembangkan berbagai perta-nyaan siswa kepada dirinya sendiri yang terkait dengan aspek-aspek aktivitas meta-kognisi yang dikaitkan dengan tahapan pemecahan masalah. Dengan melatih Self Regulasi Kesadaran diri sendiri terhadap pengetahuan yang dimiliki Tahapan Pemecahan masalah matematika Kesadaran terhadap strategi yang dilakukan Kesadaran dalam melakukan kontrol proses berpikirnya

(5)

kesadaran siswa , maka siswa akan terbiasa untuk selalu melakukan aktivitas meta-kognisi pada setiap kali melakukan pemecahan masalah.

Dalam proses penyelesaian masa-lah matematika, menurut pendekatan Polya, siswa tentunya harus memahami masalah, merencanakan strategi penyele-saian, membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan, serta melaksanakan keputusan tersebut dan memeriksa kem-bali. Dalam proses tersebut mereka seharusnya memonitoring dan mengecek kembali apa yang telah dikerjakannya. Apabila keputusan yang diambil tidak tepat, maka mereka seharusnya mencoba alternatif lain atau membuat suatu pertim-bangan. Proses menyadari adanya kesa-lahan, memonitor hasil pekerjaan serta mencari alternatif lain merupakan beberapa aspek-aspek metakognisi yang diperlukan dalam penyelesaian masalah matematika.

Dalam hal ini keberhasilan dalam pembelajaran matematika dapat diketahui melalui aktivitas metakognisi. Beberapa aspek aktivitas metakognisi dapat dikem-bangkan menggunakan strategi pengem-bangan metakognitif

Berikut ini penulis memberikan suatu gambaran dari aktivitas metakognisi yang terkait dengan self regulasi yang dapat dikembangkan guru untuk melatih siswanya dalam melakukan pemecahan masalah matematika dalam bentuk contoh pertanyaan siswa kepada dirinya sendiri dalam pemecahan masalah sebagaimana terurai pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Contoh Pertanyaan untuk Mengembangkan Self Regulasi

Tahapan pemecaha n masalah Pertanyaan yang dikembangkan sebagai self regulasi Memahami masalah 1. Bagaimana cara

membaca soal agar saya

dapat memahami

masalah soal ini

2. Bagaimana saya dapat mengidentifikasi apa yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal ini?

3. Apakah dengan

membaca seperti ini saya dapat memahami soal ? 4. Apakah saya bisa

menggunakan cara lain agar lebih memahami soal ini?

Merencana kan pemecahan masalah

5. Bagaimana saya dapat menyusun rencana memecahkan masalah ini?

6. Bagaimana saya dapat menentukan konsep-konsep/ pengetahuan yang sudah saya ketahui agar dapat saya gunakan

untuk pemecahan

masalah ini?

7. Bagaimana saya tahu bahwa rencana strategi pemecahan masalah yang saya pilih ini sudah sesuai dengan tujuan soalnya?

8. Bagaimana saya dapat yakin bahwa soal ini dapat saya selesaikan dengan rencana strategi pemecahan masalah yang saya pilih ini? 9. Bagaimana saya dapat

mengetahui bahwa ada strategi lain yang lebih baik selain dari strategi yang saya pilih ini. Menyelesai

kan Masalah

10. Bagaimana saya dapat melakukan prosedur penyelesaian untuk menyelesaikan soal ini? 11. Bagaimana saya bisa tahu kalau prosedur ini

sesuai untuk

menyelesaikan masalah ini?

(6)

Tahapan pemecaha n masalah Pertanyaan yang dikembangkan sebagai self regulasi

12. Bagaimana saya dapat mengggunakan

konsep-konsep dan

keterampilan yang sudah saya miliki untuk menyelesaikan masalah ini?

13. Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa rencana strategi yang saya pikirkan , sudah sudah tepat untuk

digunakan dalam

penyelesaian soal ini? Memeriksa

kembali

14. Bagaimana saya dapat mengetahui , bahwa prosedur penyelesaian saya ini sudah benar? 15. APakah saya yakin ,

bahwa proses

memeriksa kembali ini sudah tepat?

16. Apakah saya perlu untuk memeriksa lagi dengan lebih teliti? 17. Bagaimana saya dapat

memeriksa kembali hasil penyelesaian soal dengan lebih baik? Pertanyaan-pertanyaan seperti pada contoh di atas tersebut dapat dila-kukan seseorang selama proses pemecahan masalah berlangsung, dalam hal ini siswa mengobservasi sendiri kerja memorinya pada lapisan kognisi untuk mengevaluasi proses dan mengatur aktivitas kognisinya. Apabila evaluasi menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah belum bagus, maka siswa harus menelusuri aktivitas

kognisinya secara lebih hati-hati, dan mencari pada long term memori(ingatan

jangka panjang) untuk mendapatkan

pe-ngetahuan yang dapat digunakan agar membuatnya menjadi lebih baik. Contoh pertanyaan di atas dapat dikembangkan sesuai dengan masalah yang dihadapi. PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam proses mengembangkan keterampilan aktivitas metakognisi siswa diperlukan self regulasi . Salah satu stra-tegi yang sederhana dalam mengem-bangkan aktivitas metakognisi siswa ada-lah melatih siswa untuk menggunakan kesadarannya dengan cara bertanya pada dirinya sendiri selama pelaksanaan meme-cahkan masalah.

Selama proses pemecahan masalah dilakukan misalnya dilakukan menurut tahapan Polya (memahami masalah, me-rencanakan, menyelesaikan, dan meme-riksa kembali), maka pada setiap tahapan tersebut siswa secara sadar melakukan kontrol terhadap tujuan kognisinya agar tidak menyimpang dari tujuan. Makalah ini menunjukkan bahwa self regulasi siswa merupakan salah satu komponen aktivitas metakognisi yang dapat digunakan sebagai alat (tool) untuk meningkatkan kemam-puan siswa dalam pemecahan masalah matematika .

DAFTAR PUSTAKA

Anderson,O.W. & Krathwohl, D.R. 2001.

A Taxonomy for Learning

Teaching, and Assessing (A

Revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives), Addision

Wesley, Longman, New York.

Blakey, E. & Spence, S. 1990. Developing

Metacognition, Clearinghouse on

Information Resources Syracusa, New York.

Dawson, Th & Fucher, K 2008, Metacog-nition and Learning Adulthood,

(7)

Contemporary Education Psycho-logy, 11, 233-236.

Desoete, A. 2001. Off-line Metacognition

in Children with Mathematics Learning Disabilities, Disertation,

Universiteit Gent.

De Soete, A. Roeyers. A& Clercq, A.D (2003) . Can off line

Metacog-nition Enhance Mathematical

Problem Solving. Journal of Educational Psichology. 95, 188-200.

Flavell, J.H. 1976. Metacognition and Cognitive Monitoring, A New Area of Cognitive Developmental Inquiry, American Psychologist, 34, pp.906-911.

Gama, C. 2004. Integrating Metacognition

Instruction in Interactive Learning

Environment, University of

Sussex, http://www. Integrating Metacognition, diakses 15 September, 2006.

Heru Astikasari Setyo Murti ,

Metacognition and dan Theory of Mind (TOM) Jurnal Psikologi

Pitutur Vol I no.2 Juni 2011 Hunter,M (2004), Enhanching Teaching,

MacMillan College Publication, Co, New York.

Kayashima. M. & Inaba Akiko.2007. “The

Model of Metakognitive Skill and How To Facilitte Development of The Skill”. Proceeding Vol 9

Conference of Artificiale Intele-gence in Education at Sidney. Faculty of Arts and Education. Tamagawa University. Japan: p (3-4).

Kelly, R.T. 2006. Teaching Problem

Solving, Journal of Research in

Mathematics Education, NCTM ,Reston,VA.

Polya,G. (1973). How To Solve it, Second

Edition, Princeton University Press, Princeton, New Jersey.p.6-25

Ormrod, E,J,. 2008. Edisi ke-6. Psikologi

Pendidikan.Membantu Siswa

Tumbuh dan Berkembang jilid 1.

University of Northern Colorado (Emirita) University of New Hampshire. Jakarta: Erlangga .

p.284-369

Schraw, Gregory dan Brooks, David W. (2008) “Helping Students Self-Regulate in Chemistry Courses: Improving the Will and the Skill”

Tersedia pada:

http://www.dwb.unl.edu/dwb/defa ult.html. Diakses pada 26 Juli 2008.

Taccasu Project. (2008) “Metacognition” Tersedia pada:

http://www.hku.hk/cepc/taccasu/re f/metacognition.html Diakses pada 10 September 2008.

White, B & Fredericson. (2005). A

Theoritical frame Work and

Approach for Fostering

Metacognitive Development.

Journal Educational Psychologist, 40. 211-233.

Whitebread, D., Almeqdad, Q., Bryce, D.,Demetriou, D., Grau, V., & Sangster, C.(2010). Metacognition

in Young Children: Current

Methodological and Theoritical Developments. A. Efklides and P. Misailidi(eds.), Trends and Prospects in Me t a c o g n i t i o n Re s e a r c h , DOI : 10.1007/978-1-4419-6546-2_

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Sel elektrokimia adalah suatu alat yang menghasilkan arus listrik dari energi yang dihasilkan oleh reaksi di dalam selnya, yaitu reaksi oksidasi dan reaksi reduksi (reaksi

1) Terdapat peserta didik yang sangat sulit dikondisikan di lapangan. Meskipun sebagian besar peserta didik bisa mengikuti pembelajaran dengan baik, namun ada

Dan dari hasil observasi yang peneliti lakukan juga diperoleh hasil bahwa bersikap pasrah dalam menjalankan tugas belajarnya tanpa mela- kukan usaha-usaha yang lebih

Variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: karakteristik petani yang terdiri dari 1usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari ROA, ROE, dan Tobins’Q terhadap kebijakan dividen (DPR) perusahaan

Koordinasi antara KPHL Kota Agung Utara dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan sangat baik. Tenaga pengamanan hutan di KPHL Kota Agung Utara berasal dari tenaga

Perancangan sistem pengelolaan sampah di daerah wisata diharapkan dapat digunakan sebagai acuan awal dalam pengembangan setiap tujuan wisata untuk menyusun rumusan-rumusan

Perspektif poskolonial yang digunakan dalam penelitian ini difungsikan untuk mengidentifikasi ambivalensi yang dialami tokoh-tokoh dalam novel Pangeran Dari Timur sebagai