652
AKTIVITAS METAKOGNISI SEBAGAI SALAH SATU ALAT
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Zahra Chairani
Dosen STKIP PGRI Banjarmasin E-mail: zahralpmp@yahoo.com
Abstrak: Kurikulum 2006, menyarankan untuk menggunakan pendekatan pemecahan masalah sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika sekolah. Akan tetapi istilah metakognisi yang terkait dengan proses berpikir siswa tidak diperkenalkan. Sehingga proses pemecahan masalah dipahami sebagai hasil aktivitas kognisi saja. Pentingnya aktivitas metakognisi dalam pembelajaran dapat dilihat dalam beberapa hal antara lain adanya revisi dalam dimensi tujuan pembelajaran Taxonomi Bloom dengan menambahkan dimensi Metakognisi oleh Krathwole. Selanjutnya konsep kurikulum baru 2013 juga telah mendudukkan metakognisi pada jenjang SMA dan Perguruan Tinggi, meskipun dalam berbagai hasil penelitian, menunjukkan bahwa pengembangan metakognisi siswa sudah dimulai sejak dini. Di samping itu beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang mengembangkan aktivitas metakognisinya dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah matematika. Metakognisi diperlukan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan intelektual khusus, kemudian mengumpulkan kembali keterampilan-keterampilan ini ke dalam strategi belajar yang tepat untuk suatu masalah khusus atau isu-isu dalam konteks yang berbeda Meskipun penguasaan aktivitas metakognisi memerlukan proses yang cukup lama, namun demikian hal ini dapat dilatihkan dengan melakukan pembiasaan dalam berbagai keterampilan metakognisi. Makalah ini mencoba untuk membahas bahwa aktivitas metakognisi dapat dilatih melalui self regulasi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Kata Kunci : aktivitas metakognisi, self regulasi , pemecahan masalah matematika
Tujuan Pembelajaran matematika yang tertera dalam kurikulum 2006 adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, sistematis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Akan tetapi dalam pengembangan untuk mem-bentuk berbagai kemampuan tersebut belum sepenuhnya bahkan sedikit sekali menyentuh pada kemampuan metakognisi. Sehingga proses pembelajaran matematika dipahami sebagai hasil aktivitas kognisi saja.
Ormrod (2008: 369), menyatakan bahwa metakognisi merupakan pengeta-huan dan keyakinan mengenai proses-proses kognitif seseorang , serta usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses
berperilaku dan berpikir sehingga mening-katkan proses belajar dan memori .
Bentuk kesadaran seseorang yang terkait dengan kemampuan kognisinya tentang apa yang diketahuinya, dan yang tidak diketahuinya berdasarkan pengeta-huan yang sudah dimilikinya, pengalaman, proses dan monitoring dimana ia sendiri terlibat dalam kegiatan kognisinya sendiri adalah aspek dari aktivitas metakognisi. Dengan demikian ada dua hal penting dari pengertian aktivitas metakognisi, yaitu (1) kesadaran tentang kognisi, dan (2) kontrol atau pengaturan proses kognisi ketika belajar atau menyelesaikan masalah mate-matika.
Pentingnya aktivitas metakognisi dalam pembelajaran dapat dilihat dalam beberapa hal antara lain adanya revisi dalam dimensi tujuan pembelajaran yang semula meliputi (1) Factual knowledge,(2)
Conceptual knowledge, (3) Procedural knowledge kemudian ditambah menjadi
kategori ke- 4 yaitu Metacognition
know-ledge. Alasan utama penempatan
metakog-nisi dalam kategori ke-4 tersebut adalah bahwa seseorang yang menggunakan
meta-cognition kontrol and self regulation
dalam proses berpikirnya telah termasuk penggunaan dimensi lain seperti
remember, understand, apply, analyze, evaluate and create seperti kategori
proses kognitif pada Taxonomi Bloom sebelumnya (Lorin D Anderrson, David R Krathwohl,Peter W Airasian, …et al, 2001. P. 43- 46)
Konsep kurikulum baru 2013 pada ruang lingkup standar Kompetensi Lulusan (SKL) telah memberikan ilustrasi pe-ngembangan metakognisi pada jenjang SMA dan Perguruan Tinggi disamping kemampuan factual , konseptual dan
procedural. Berbagai hasil penelitian,
sebagaimana dinyatakan oleh White Board dkk (2010) , keterampilan metakognisi muncul di sekitar usia 8- 10 tahun dan didahului oleh kemampuan kognitif lain seperti perkembangan Theori of Mind
(TOM). Pentingnya aktivitas metakognisi
juga di utarakan oleh Heru (2011) yang menyatakan bahwa metakognitif moni-toring dan metakognitif kontrol dapat difikirkan sebagai suatu system quality
kontrol yang berfungsi untuk meyakinkan
bahwa hanya keluaran yang akurat dan tepat yang dihasilkan. System tersebut merupakan kesadaran seseorang terhadap kemampuan melakukan monitoring dan kontrol terhadap proses berpikirnya sehingga merupakan suatu keterampilan yang dapat dikembangkan dalam diri
seseorang melalui pengaturan diri (self
regulasi).
Menurut Brown ( 1987) Kete-rampilan Self Regulasi adalah salah satu dari ketrampilan metakognisi, yang memberi kesempatan siswa untuk berpi-kir tentang proses berpiberpi-kirnya, dan me-lakukan kontrol terhadap proses berpi-kirnya sendiri untuk mencapai tujuan berpikirnya sendiri. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa keterampilan ini merupakan hal penting untuk dikem-bangkan, sesuai dengan pendapat Scrhraw (2000) yang menyatakan bahwa , Most
researchers agree that metacognition is an important construct to study, but difficult to measure . Central to problems relating to metacognition is finding ways to recording and making available to others one’s metakognitive thought.
Hasil penelitian juga dinyatakan oleh White & Fredericson (2005) yang menyatakan bahwa skill regulasi diri metakognisi diperlukan dalam kegiatan belajar. Sedangkan menurut De Soete, Roeyers dan Clercq (2003) regulasi metakognisi dapat dilatihkan . Pelatihan dengan Program metakognisi dapat berpengaruh terhadap kemampuan meme-cahkan masalah matematika
Dari berbagai pendapat di atas, maka penulis menganggap penting untuk melakukan kajian tentang bagaimana aktivitas metakognisi dapat dilakukan sebagai salah satu alat (tool) untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika, yang dalam makalah ini penulis batasi pada pengaturan diri (self regulasi ) yang terkait dengan (1) kesadaran tentang kognisi, dan (2) kontrol atau pengaturan proses kognisi dari dalam diri seseorang ketika mereka belajar atau menyelesaikan masalah matematika.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengetahuan Metakognisi Pengetahuan metakognisi
(meta-cognition knowledge) adalah pengetahuan
tentang kognisi, secara umum merupakan kesadaran seseorang tentang apa yang diketahui dan proses kognisinya . Umumnya para peneliti berpendapat bahwa dengan pengembangan, siswa yang dapat lebih sadar terhadap proses berpi-kirnya akan menambah pengetahuan saat berpikir dan cenderung membuat mereka untuk belajar lebih baik (Bransford, Brown and Cocking, 1999) .
Schoenfeld (1992) menyatakan bahwa ada 3 aspek metakognisi yang yang terkait dengan pembelajaran matematika, yaitu: (1). Keyakinan dan Intuisi (beliefs
and intuitions)., (2) Pengetahuan seseorang
tentang proses berpikirnya, serta (3). Kesadaran diri (Self awareness) atau Pengaturan diri (Self Regulation). Akti-vitas yang dapat dilakukan berdasarkan ketiga hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : Sewaktu seorang siswa dihadapkan pada suatu masalah matematika , yang terlebih dulu muncul adalah berpikir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adanya dorongan untuk menyelesaikan masalah tersebut, akan memunculkan ide-ide tentang matematika yang disiapkan (direncanakan) untuk menyelesaikan mate-matika dan pemikiran untuk menentukan dengan cara apa agar masalah tersebut dapat diselesaikan. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan seseorang yang terkait dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya misalnya pengetahuan faktual, pengetahuan conceptual, dan pengetahuan prosedural.
Akan tetapi untuk dapat mela-kukan hal tersebut di atas dengan baik, maka siswa harus memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses berpikirnya sendiri tentang hal-hal yang dipahaminya, rencana atau ide yang akan
dilaksanakannya, pelaksanaan rencananya dan memeriksa apakah proses yang dilakukannya sudah sesuai dengan tujuan kognisinya . Dengan demikian dapat dikatakan ia melakukan kontrol terhadap proses kognisinya agar aktivitas proses berpikirnya tidak menyimpang dari tujuan dan hal ini adalah kemampuan yang perlu dikembangkan yang dapat dikatakan sebagai self regulasi dalam hal ini merupakan salah satu aspek dari pengetahuan metakognisi
Self Regulasi Sebagai Aktivitas Meta-kognisi
Aktivitas metakognisi seseorang adalah sesuatu yang unik. Sukar untuk me-ngasses aktivitas tersebut dengan menggu-nakan pensil dan kertas (Pintrich, Wolter and Baxter in press). Karena tujuan dari aktivitas metakognisi ini berbeda dengan perspektif yang dapat dilihat dari jawaban yang konkret. Oleh karena itu aktivitas metakognisi akan lebih baik di assessment dalam konteks aktivitas kelas dan diskusi melalui berbagai strategi. (Lorin D Anderrson, David R Krathwohl,Peter W Airasian, …et al, 2001. P. 50- 65).
Hal ini dapat dirancang antara lain dengan mengajak siswa untuk belajar tentang berpikirnya, dan menghubung-kannya dengan tiga aspek dari pengeta-huan metakognisi ( pengetapengeta-huan factual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan procedural) pada setiap tahap pemecahan masalah.
Siswa dapat diminta untuk menen-tukan strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan kemudian membandingkannya dengan strategi yang digunakan siswa lainnya. Selanjutnya dilakukan diskusi kelas dalam setiap pembelajaran, bukan hanya tentang strategi pemecahan masalah saja , akan tetapi dapat meliputi informasi bagaimana siwa men-dapatkan strategi tersebut. Dalam diskusi ini guru mendengarkan apa yang
didiskusikan siswa, memberikan kesem-patan untuk melakukan percakapan dengan siswa secara individual, atau meminta mereka mereviu tentang apa yang dipikirkannya.
Aktivitas self regulasi pada waktu siswa menyelesaikan masalah dapat dikembangkan sesuai dengan tahapan yang harus dilalui siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Oleh karena wujud dari self regulasi sebagai salah satu akti-vitas metakognisi adalah munculnya kesa-daran tentang apa yang diketahui seseorang (pengetahuan metakognisi), apa yang dilakukan seseorang (keterampilan metakognisi) dan bagaimana mengkontrol keadaan kognisinya, maka aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan melatih atau melakukan pembiasaan tentang apa
yang diketahui, apa yang dilakukan dan bagaimana melakukan kontrol setiap aktivitas tersebut.
Apa yang diketahui seseorang , akan terkait dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, yaitu pengetahuan factual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan procedural. Sedangkan apa yang dilakukan seseorang akan terkait dengan kesadaran seseorang dalam me-milih langkah atau strategi yang digu-nakannya untuk memecahkan masalah, dan dalam melakssanakan strategi tersebut seeorang harus melakukan kontrol proses kognisinya agar tidak menyimpang dari tujuan . Skema berikut mempresentasikan
self regulasi dengan komponen
pengetahuan metakognisi yang terkait dengan tahapan pemecahan masalah.
Menurut Taccasu Project ( 2008) strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran antara lain adalah membim-bing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui (a) pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri (b) memonitor dan mening-katkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah, dst), c) me-ngembangkan kebiasaan untuk berpikir
positif, dan d) mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk memberikan kesempatan agar aktivitas metakognisi dapat menjadi alat dalam pemecahan masalah melalui self regulasi adalah dengan mengembangkan berbagai perta-nyaan siswa kepada dirinya sendiri yang terkait dengan aspek-aspek aktivitas meta-kognisi yang dikaitkan dengan tahapan pemecahan masalah. Dengan melatih Self Regulasi Kesadaran diri sendiri terhadap pengetahuan yang dimiliki Tahapan Pemecahan masalah matematika Kesadaran terhadap strategi yang dilakukan Kesadaran dalam melakukan kontrol proses berpikirnya
kesadaran siswa , maka siswa akan terbiasa untuk selalu melakukan aktivitas meta-kognisi pada setiap kali melakukan pemecahan masalah.
Dalam proses penyelesaian masa-lah matematika, menurut pendekatan Polya, siswa tentunya harus memahami masalah, merencanakan strategi penyele-saian, membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan, serta melaksanakan keputusan tersebut dan memeriksa kem-bali. Dalam proses tersebut mereka seharusnya memonitoring dan mengecek kembali apa yang telah dikerjakannya. Apabila keputusan yang diambil tidak tepat, maka mereka seharusnya mencoba alternatif lain atau membuat suatu pertim-bangan. Proses menyadari adanya kesa-lahan, memonitor hasil pekerjaan serta mencari alternatif lain merupakan beberapa aspek-aspek metakognisi yang diperlukan dalam penyelesaian masalah matematika.
Dalam hal ini keberhasilan dalam pembelajaran matematika dapat diketahui melalui aktivitas metakognisi. Beberapa aspek aktivitas metakognisi dapat dikem-bangkan menggunakan strategi pengem-bangan metakognitif
Berikut ini penulis memberikan suatu gambaran dari aktivitas metakognisi yang terkait dengan self regulasi yang dapat dikembangkan guru untuk melatih siswanya dalam melakukan pemecahan masalah matematika dalam bentuk contoh pertanyaan siswa kepada dirinya sendiri dalam pemecahan masalah sebagaimana terurai pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Contoh Pertanyaan untuk Mengembangkan Self Regulasi
Tahapan pemecaha n masalah Pertanyaan yang dikembangkan sebagai self regulasi Memahami masalah 1. Bagaimana cara
membaca soal agar saya
dapat memahami
masalah soal ini
2. Bagaimana saya dapat mengidentifikasi apa yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal ini?
3. Apakah dengan
membaca seperti ini saya dapat memahami soal ? 4. Apakah saya bisa
menggunakan cara lain agar lebih memahami soal ini?
Merencana kan pemecahan masalah
5. Bagaimana saya dapat menyusun rencana memecahkan masalah ini?
6. Bagaimana saya dapat menentukan konsep-konsep/ pengetahuan yang sudah saya ketahui agar dapat saya gunakan
untuk pemecahan
masalah ini?
7. Bagaimana saya tahu bahwa rencana strategi pemecahan masalah yang saya pilih ini sudah sesuai dengan tujuan soalnya?
8. Bagaimana saya dapat yakin bahwa soal ini dapat saya selesaikan dengan rencana strategi pemecahan masalah yang saya pilih ini? 9. Bagaimana saya dapat
mengetahui bahwa ada strategi lain yang lebih baik selain dari strategi yang saya pilih ini. Menyelesai
kan Masalah
10. Bagaimana saya dapat melakukan prosedur penyelesaian untuk menyelesaikan soal ini? 11. Bagaimana saya bisa tahu kalau prosedur ini
sesuai untuk
menyelesaikan masalah ini?
Tahapan pemecaha n masalah Pertanyaan yang dikembangkan sebagai self regulasi
12. Bagaimana saya dapat mengggunakan
konsep-konsep dan
keterampilan yang sudah saya miliki untuk menyelesaikan masalah ini?
13. Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa rencana strategi yang saya pikirkan , sudah sudah tepat untuk
digunakan dalam
penyelesaian soal ini? Memeriksa
kembali
14. Bagaimana saya dapat mengetahui , bahwa prosedur penyelesaian saya ini sudah benar? 15. APakah saya yakin ,
bahwa proses
memeriksa kembali ini sudah tepat?
16. Apakah saya perlu untuk memeriksa lagi dengan lebih teliti? 17. Bagaimana saya dapat
memeriksa kembali hasil penyelesaian soal dengan lebih baik? Pertanyaan-pertanyaan seperti pada contoh di atas tersebut dapat dila-kukan seseorang selama proses pemecahan masalah berlangsung, dalam hal ini siswa mengobservasi sendiri kerja memorinya pada lapisan kognisi untuk mengevaluasi proses dan mengatur aktivitas kognisinya. Apabila evaluasi menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah belum bagus, maka siswa harus menelusuri aktivitas
kognisinya secara lebih hati-hati, dan mencari pada long term memori(ingatan
jangka panjang) untuk mendapatkan
pe-ngetahuan yang dapat digunakan agar membuatnya menjadi lebih baik. Contoh pertanyaan di atas dapat dikembangkan sesuai dengan masalah yang dihadapi. PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam proses mengembangkan keterampilan aktivitas metakognisi siswa diperlukan self regulasi . Salah satu stra-tegi yang sederhana dalam mengem-bangkan aktivitas metakognisi siswa ada-lah melatih siswa untuk menggunakan kesadarannya dengan cara bertanya pada dirinya sendiri selama pelaksanaan meme-cahkan masalah.
Selama proses pemecahan masalah dilakukan misalnya dilakukan menurut tahapan Polya (memahami masalah, me-rencanakan, menyelesaikan, dan meme-riksa kembali), maka pada setiap tahapan tersebut siswa secara sadar melakukan kontrol terhadap tujuan kognisinya agar tidak menyimpang dari tujuan. Makalah ini menunjukkan bahwa self regulasi siswa merupakan salah satu komponen aktivitas metakognisi yang dapat digunakan sebagai alat (tool) untuk meningkatkan kemam-puan siswa dalam pemecahan masalah matematika .
DAFTAR PUSTAKA
Anderson,O.W. & Krathwohl, D.R. 2001.
A Taxonomy for Learning
Teaching, and Assessing (A
Revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives), Addision
Wesley, Longman, New York.
Blakey, E. & Spence, S. 1990. Developing
Metacognition, Clearinghouse on
Information Resources Syracusa, New York.
Dawson, Th & Fucher, K 2008, Metacog-nition and Learning Adulthood,
Contemporary Education Psycho-logy, 11, 233-236.
Desoete, A. 2001. Off-line Metacognition
in Children with Mathematics Learning Disabilities, Disertation,
Universiteit Gent.
De Soete, A. Roeyers. A& Clercq, A.D (2003) . Can off line
Metacog-nition Enhance Mathematical
Problem Solving. Journal of Educational Psichology. 95, 188-200.
Flavell, J.H. 1976. Metacognition and Cognitive Monitoring, A New Area of Cognitive Developmental Inquiry, American Psychologist, 34, pp.906-911.
Gama, C. 2004. Integrating Metacognition
Instruction in Interactive Learning
Environment, University of
Sussex, http://www. Integrating Metacognition, diakses 15 September, 2006.
Heru Astikasari Setyo Murti ,
Metacognition and dan Theory of Mind (TOM) Jurnal Psikologi
Pitutur Vol I no.2 Juni 2011 Hunter,M (2004), Enhanching Teaching,
MacMillan College Publication, Co, New York.
Kayashima. M. & Inaba Akiko.2007. “The
Model of Metakognitive Skill and How To Facilitte Development of The Skill”. Proceeding Vol 9
Conference of Artificiale Intele-gence in Education at Sidney. Faculty of Arts and Education. Tamagawa University. Japan: p (3-4).
Kelly, R.T. 2006. Teaching Problem
Solving, Journal of Research in
Mathematics Education, NCTM ,Reston,VA.
Polya,G. (1973). How To Solve it, Second
Edition, Princeton University Press, Princeton, New Jersey.p.6-25
Ormrod, E,J,. 2008. Edisi ke-6. Psikologi
Pendidikan.Membantu Siswa
Tumbuh dan Berkembang jilid 1.
University of Northern Colorado (Emirita) University of New Hampshire. Jakarta: Erlangga .
p.284-369
Schraw, Gregory dan Brooks, David W. (2008) “Helping Students Self-Regulate in Chemistry Courses: Improving the Will and the Skill”
Tersedia pada:
http://www.dwb.unl.edu/dwb/defa ult.html. Diakses pada 26 Juli 2008.
Taccasu Project. (2008) “Metacognition” Tersedia pada:
http://www.hku.hk/cepc/taccasu/re f/metacognition.html Diakses pada 10 September 2008.
White, B & Fredericson. (2005). A
Theoritical frame Work and
Approach for Fostering
Metacognitive Development.
Journal Educational Psychologist, 40. 211-233.
Whitebread, D., Almeqdad, Q., Bryce, D.,Demetriou, D., Grau, V., & Sangster, C.(2010). Metacognition
in Young Children: Current
Methodological and Theoritical Developments. A. Efklides and P. Misailidi(eds.), Trends and Prospects in Me t a c o g n i t i o n Re s e a r c h , DOI : 10.1007/978-1-4419-6546-2_