Efek Relativistik Pada Hamburan K
+n
Putu Adi Kusuma Yudhal , Dr. Agus Salam2 , Dr. Imam Fachruddin3
1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
email : putuadikusuma@gmail.com
Abstrak
Hamburan K+n dihitung dalam basis ruang momentum tiga dimensi (3D). Sebagai input digunakan
interaksi yang dijabarkan sebagai pertukaran meson dan hiperon antar kaon dan nukleon. Dua tipe perhi- tungan dikerjakan, tipe satu menggunakan kinematika nonrelativistik dan tipe dua memakai kinematika relativistik. Perhitungan tipe dua dibandingkan terhadap perhitungan tipe satu untuk melihat efek relati- vistik pada energi yang bervariasi.
Relativistic Effect on K
+n Scattering
Abstract
K+n scattering is calculated in three-dimensional (3D) momentum space basis. As input interaction de-
scribed as meson- and hyperon-exchange between kaon and nucleon is taken. Two types of calculations are carried out, type one uses nonrelativistic kinematics and type two takes relativistic kinematics. Calcu- lations of type two are compared to those of type one to see some relativistic effects at various energies.
Keywords: Relativistic effect, K+n scattering, 3D basis
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya teknologi, eksperimen hamburan yang semakin mutakhir memungkinkan pa- ra fisikawan untuk memperoleh data yang semakin akurat untuk dianalisis dan melakukan eksperimen pada energi yang makin tinggi, bukan hanya berorde MeV, melainkan juga GeV dan bahkan TeV. Di samping itu, perkembangan metode perhitungan yang semakin maju juga sangat membantu pemecahan masalah-masalah di bidang fisika teori.
2
Baik eksperimen maupun teori, penelitian tentang hamburan partikel hingga saat ini terus dikembangkan untuk mempelajari lebih lanjut struktur maupun sifat-sifat inti dan partikel-partikel subatomik [1]. Pada penelitian ini kami menghitung hamburan kaon-nukleon (KN). Hamburan ini merupakan salah satu contoh hamburan elastik, dimana selama reaksi berlangsung, struktur internal dari partikel-partikel yang berinteraksi tidak berubah[2]. Persamaan utama untuk meng- hitung hamburan ini yaitu persamaan Lipmann- Schwinger untuk matriks T[3]. Dari elemen matriks T, yang merupakan solusi persamaan tersebut, besaran-besaran hamburan seperti penampang lintang dapat dihitung.
TEORI DASAR
Kinematika Non-Relativistik
Secara garis besar, relasi antara momentum di kerangka lab dan P.M. dapat dituliskan dalam persamaan
:
P = m2kl - mlk2
ml + m2 (1)
Nilai k’ = 0, karena pada keadaan awal sistem yang bekerja adalah sistem Kaon, yang bertumbukan
dengan Nukleon, berada dalam keadaan diam relatif terhadap kerangka lab. Sehingga :
P = µ
ml kl . (2)
dimana µ merupakan massa tereduksi
: µ = mlm2
ml + m2 (3)
Gambar 2.1: Skematik hamburan di kerangka lab dan pusat massa
Persamaan Lippmann-Schwinger 3D
Keadaan Basis
Keadaan basis didefinisikan sebagai hasil dari keadaan bebas , dimana momentum relatif partikel, sedangkan keadaan spin dengan spin total s = . Kuantisasi spin berada di sepanjang sumbu z, maka Efek Relativistik..., Putu Adi Kusuma Yudha, FMIPA UI, 2014
(4) Keadaan dinormalisasi menjadi
(5) dengan relasi kelengkapan
(6)
Elemen Matriks-T dan Persamaan Lippmann-Schwinger
Elemen matriks-T didefinisikan sebagai(7) Lalu, elemen matriks-T dalam basis , untuk elemen matriks yang memenuhi persamaan Lippmann-Schwinger adalah
(8)
memiliki propagator bebas
(9) Pada kondisi berlaku
(10) dimana ditulis dalam persamaan
(11)
Selanjutnya, didefinisikan sebagai
(12) dengan definisi tersebut, maka persamaan (11) menjadi Efek Relativistik..., Putu Adi Kusuma Yudha, FMIPA UI, 2014
\
(13)
Relasi simetri berlaku pada sebagai berikut :
(14)
Besaran Spin
Besaran spin dicari dengan persamaan
(15) Persamaan (15) berhubungan dengan polarisasi spin di keadaan awal dan keadaan akhir . Jadi, dari persamaan (15), kita mendapatkan besaran spin yang dibutuhkan antara lain, penampang lintang diferensial spin rata-rata (spin-averaged differential cross section)
(16)
polarisasi yang dihitung pada saat spin awal terpolarisasi namun spin terhambur tidak terpolarisasi
dan asimetri pada kondisi sebaliknya
(17)
(18)
serta depolarisasi , yaitu ketika spin awal dan spin terhambur tidak terpolarisasi
(19)
(20)
Kinematika Relativistik
Keadaan akhir yang diamati adalah keadaan akhir proyektil, maka
.
(21) Sehingga, penampang lintang diferensial rata-rata spin untuk kinematika relativistik adalah
(22)
Untuk kinematika non-relativistik, nilai momentum atau dapat ditulis
(23) Maka dari itu, dapat kita set
(24) yang membuat persamaan (22) berubah menjadi
(25) Sehingga penampang lintang rata-rata spin untuk kinematika non-relativstik adalah
(26)
METODE PENELITIAN
Hamburan K+n dikerjakan dengan menyelesaikan persamaan Lipmann- Schwinger (LS) untuk matriks-T dalam basis 3D di ruang momentum[4]. Sebagai input diambil model pertukaran hadron orde dua untuk interaksi K+n, yang merupakan model interaksi pertukaran meson dan hyperon[5]. Model ini melibatkan pertukaran skalar meson , vektor meson dan serta hyperon dan . Dua macam perhitungan akan dilakukan. Perhitungan pertama menggunakan kinematikanonrelativistik dan yang kedua menggunakan kinematika relativistik [6]. Hasil perhitungan adalah penampang lintang,faktor fase, matriks- , polarisasi, dan depolarisasi. Untuk melihat efek kinematika relativistik hasil perhitungan kedua akan dibandingkan terhadap yang pertama. Diagram Feynmann untuk pertukaran meson :
Gambar 3.1: Diagram Feynmann untuk pertukaran meson hamburan K+N
sedangkan untuk pertukaran hyperon, diagram Feynmann untuk reaksinya adalah
Gambar 3.2 : Diagram Feynmann untuk pertukaran hyperon hamburan K+N
Untuk pertukaran partikel a,
\ (27)
lalu, untuk pertukaran partikel ω dan ρ
(28)
dengan faktor isospin tambahan untuk pertukaran partikel . Sedangkan untuk pertukran hyperon dan
da dn [m ilib ar n] da dn [m ilib ar n] (29)
dengan faktor isospin tambahan untuk = dan [5] untuk =
HASIL PENELITIAN
Differential Cross Section at Elab = 100 MeV
14 nonrel rel 12 10 8 6 4 2 0 0 45 90 θlab [degree] 135 180
Gambar 4.1: Penampang lintang Diferensial pada energi
100 MeV
Differential Cross Section at Elab = 500 MeV
45 nonrel 40 rel 35 30 25 20 15 10 5 0 0 45 90 θlab [degree] 135 180
da dn
[m
ilib
ar
n]
Differential Cross Section at Elab = 1000 MeV
60 nonrel rel 50 40 30 20 10 0 0 45 90 θlab [degree] 135 180
Gambar 4.3: Penampang lintang Diferensial pada energi 1000 MeV
PEMBAHASAN
Penampang Lintang Diferensial
Penampang lintang diferensial untuk energi 100 MeV, 500 MeV dan 1000 MeV ditunjukkan oleh gambar (4.1) - (4.3). Saat nilai energi membesar, jarak pergeseran kurva antara perhitungan non relativistik dan relativistik semakin melebar, terutama pada saat sudut hambur (Blab ) kecil. Dari grafik juga terlihat bahwa penampang lintang diferensial hasil perhitungan relativistik memiliki nilai yang lebih besar dari perhitungan non relativistik. Pada gambar (4.19) juga ditampilkan penampang lintang total pada energi 10 - 1000 MeV.
Faktor Fase dan Matriks-T
Faktor fase (Π) dan matriks-T (IO ) berkorelasi terhadap nilai penampang lintang diferensial. Faktor fase untuk nilai energi 100 MeV, 500 MeV dan 1000 MeV ditunjukkan oleh gambar (4.4) - (4.6), sedangkan matriks-T ditunjukkan oleh gambar (4.7) - (4.10). Keduanya didapatkan dari persamaan penampang lintang diferensial (2.86) untuk relativistik dan (2.90) untuk non relativistik. Maka faktor fase relativistik :
faktor untuk relativistik
matriks-T untuk non relativistik dan non relativistik
Pada faktor fase, dari gambar (4.4) - (4.6) terlihat bahwa nilai Π hasil perhitungan relativistik lebih be- sar dari hasil perhitungan relativistik. Hal ini yang mengakibatkan penampang lintang diferensial hasil perhitungan relativistik memiliki nilai yang lebih besar dari perhitungan non relativistik. Kemudian, un-
tuk matriks-T , dari gambar (4.7) - (4.9), nilai IO membesar pada sudut Blab kecil, kecuali pada energi
100 MeV. Nilai IO membesar pada sudut Blab kecil inilah yang mengakibatkan pergeseran kurva penam-
pang lintang diferensial mengarah ke sudut Blab yang kecil. Pada gambar (4.19) juga ditampilkan grafik
penampang lintang total pada energi 10 - 1000 MeV.
Polarisasi, Depolarisasi (X X ) dan Depolarisasi (Z X )
Polarisasi pada energi 100 MeV, 500 MeV dan 1000 MeV ditunjukkan oleh gambar (4.10) - (4.12), se- dangkan depolarisasi (X X ) dan (Z X ) masing-masing ditunjukkan oleh gambar (4.13) - (4.15) dan (4.16) - (4.18). Efek relatifistik paling terlihat untuk polarisasi pada energi
500 MeV, terutama pada saat sudut Θ C M besar. Lalu, untuk depolarisasi (X X ) dan (Z X ), efek relativistik kurang terlihat pada energi 100 MeV, sedangkan pada energi 500 MeV dan 1000 MeV, efek relativistik mulai terlihat. Hal ini ditandai dengan semakin terlihatnya pergeseran kurva hasil perhitungan relativistik dan non relativistik.
KESIMPULAN
Perbedaan hasil perhitungan efek relativistik dan non relativistik pada nilai energi tertentu memperlihatk- an perbedaan yang mencolok pada sudut hambur (Blab) kecil, yang ditunjukkan oleh grafik penampang lintang diferensial. Hal ini berhubungan dengan nilai faktor fase (Π) dan matriks-T (IO ). Faktor fase mempengaruhi nilai penampang lintang diferensial. Nilai faktor fase pada perhitungan efek relativistik lebih besar dari perhitungan non relativistik untuk setiap nilai energi tertentu. Ini yang menyebabkan nilai penampang lintang diferensial untuk perhitungan efek relativistik lebih besar dari perhitungan nilai non relativistik untuk setiap nilai energi tertentu. Lalu, matriks-T (IO) mempengaruhi pergeseran sudut penampang lintang diferensial. Nilai IO cenderung membesar pada sudut Blab kecil. Ini yang menye- babkan jarak pergeseran kurva hasil perhitungan efek relativistik dan non relativistik terlihat signifikan di sudut Blab kecil. Kemudian, efek relativistik semakin signifikan pengaruhnya pada energi yang sema- kin tinggi. Ini ditunjukkan pada grafik polarisasi, depolarisasi (X X ) dan (Z X ). Pada grafik polarisasi, efek relativistik paling terlihat pada energi 500 MeV. Untuk depolarisasi (X X ) dan (Z X ), pada nilai 100
MeV, efek relativistik belum kentara terlihat, sedangkan pada energi yang lebih tinggi, yaitu 500 MeV dan 1000 MeV, efek relativistik mulai terlihat. Hal ini ditandai dengan terlihat makin jelasnya pergeseran kurva hasil perhitungan efek relativistik terhadap perhitungan non relativistik.
DAFTAR ACUAN
[1] Krane, K.S. (1988). Introductory Nuclear Physics. Wiley, New York.
[2] Davydov, A.S., dan Haar, D.T. (1976). Quantum Mechanics. Pergamon Press, New York. [3] Glockle, W. (1983). The Quantum Mechanical Few-Body Problem. Springer Verlag,
Berlin.
[4] Fachruddin, I., dan Salam, A. (2013). KN scattering in 3D formulation. Few-Body Systems 54, 1625, DOI: 10.1007/s00601-012-0557-1.
[5] Buttgen, R., Holinde, K., Muller-Groeling, A., Speth, J., dan Wyborny, P. (1989). A Meson Exchange Model for the K+N Interaction. Nuclear Physics A 506, 586-614.
[6] Fong, R., dan Sucher, J. (1964). Relativistic Particle Dynamics and the S Matrix. J. Math. Phys 5, 456.