• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian sejarah menurut R. Moh Ali dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pengertian sejarah menurut R. Moh Ali dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah adalah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian sejarah menurut R. Moh Ali dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah adalah ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian atau peristiwa yang merupakan realita kehidupan manusia.1 Berbagai aspek kehidupan manusia yang mempunyai dimensi sosial; seperti soal pakaian, makanan, pemukiman, rumah tangga, kesehatan, pendidikan dan kesenian serta upacara adat-istiadat juga kepercayaan dan lain sebagainya, merupakan sejarah sosial. Hal ini membawa angin segar bahwa ada hal lain dalam kehidupan suatu komunitas yang cukup menarik dan penting di samping kehidupan politik.2

Simaninggir merupakan daerah pedalaman

3

1 R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2005, hal. 6. 2

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1992, hal. 50

3 Daerah Pedalaman adalah suatu ranah pinggiran, yang secara sosial, ekonomi dan fisik jauh tersisih

dari jalur utama, bersifat “tradisonal”, belum berkembang dan tertinggal. Tania Murray Li, Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002, hal 2.

yang berada di Kecamatan Parlilitan Kabupaten Tapanuli Utara sampai 2002. Pemukiman di daerah Simaninggir ini sendiri belum jelas sejak kapan mulai berdirinya, namun yang pasti di Simaninggir ini pernah ada aktivitas kehidupan dari masyarakat Batak Toba. Dari hasil wawancara, jumlah penduduk Desa Simaninggir pada tahun 1950-an adalah sekitar 90 kepala keluarga, yang masing-masing keluarga mempunyai 9-10 anak (Sembilan sampai sepuluh anak) sehingga jumlah penduduk sekitar sembilan ratus jiwa. Simaninggir sendiri sesuai arti namanya adalah perbukitan yang

(2)

terletak di pinggir atau puncak dari Dolog Pinapan (Bukit Pinapan)4

Penduduk yang berlindung di Simaninggir tersebut berasal dari Bakkara, Balige, Sipintu-pintu, Dolok Sanggul, Parbuluan, Pandumaan dan lain sebagainya. Lama-kelamaan penduduk makin banyak yang tinggal dan menetap di tempat itu sampai akhirnya mereka membangun tempat tinggal seadanya dan menjadi sebuah pemukiman.

. Awalnya Simaninggir merupakan tempat persembunyian bagi Sisingamangaraja, beserta ajudannya yang bermarga Nainggolan dari daerah Samosir saat terjadi Perang Batak untuk menghindari serangan dari penjajah yakni Kolonial Belanda. Simaninggir merupakan tempat yang dapat melindungi mereka karena letak geografisnya yang mendukung yakni tepat di atas bukit dengan lembah yang curam dan hutan belantara sehingga sulit bahkan tidak dapat diketahui oleh penjajah.

Pada masa itu Sisingamangaraja bersembunyi di salah satu gua, di mana sekarang ini gua tersebut diberi nama “Liang Sisingamangaraja”. Setelah perang Batak usai dengan tertangkap dan meninggalnya Sisingamangaraja, maka ajudannya yang bermarga Nainggolan dari Samosir tersebut kehilangan seorang pemimpin, maka beliau tidak ada pilihan lain selain tinggal menetap di Simaninggir, karena beliau merasa situasi di luar Simaninggir sebagai tempat persembunyian yang aman masih sangat dikuasai oleh Belanda. Lama-kelamaan marga Nainggolan tersebut mendirikan tempat tinggal seadanya dan memulai aktivitas sehari-harinya dengan membuka lahan untuk bertani serta memanfaatkan hasil alam Simaninggir. Marga Nainggolan inilah yang kemudian menjadi Raja Huta atau Sipukka Huta yang dalam bahasa Sejarah kita sebut sebagai Primus interpares.

4

Dalam bahasa Batak Toba, Simaninggir artinya pinggir atau paling ujung; Pinapan merupakan nama bukit, disebut sebagai Dolog Pinapan karena merupakan bukit tertinggi di Tapanuli Utara. Dari puncak Pinapan tersebut dapat kita lihat pemandangan Laut Sibolga dan Barus serta wilayah Samosir juga wilayah Humbang Hasundutan. Wawancara dengan Parisan Nainggolan dan juga Martua Mahulae, Pusuk I, 19 Agustus 2012, Pusuk II Simaninggir, Kantor Kepala Desa, Minggu, 28 April 2013.

(3)

Dari pada menerima keterpinggiran daerah pedalaman itu sebagai suatu kenyataan “alami”, penulis berusaha menempatkan kondisi keterpinggiran itu dari segi ingatan historis dan dalam proses khusus yang menyebabkan daerah tersebut menjadi ditinggalkan oleh penduduknya. Sebagai latar kehidupan sosial yang pernah ada oleh penulis menarik untuk menelitinya dalam konteks kajian sejarah sosial.

Awalnya, lingkungan tempat tinggal mereka tersebut dipimpin oleh seorang Raja

ihutan (primus interparesnya) bermarga Nainggolan.5

Tradisi ini menjadi adat kebiasaan mereka setiap kali mata air menjadi kering atau pun keruh. Sampai pada periodisasi penulisan ini, kehidupan di Simaninggir masih sangat terbelakang, disebabkan faktor letak dan kondisi geografis. Lokasi ini tidak dapat dijangkau oleh transportasi dan penerangan listrik sampai pada akhir penulisan skripsi ini. Hal inilah yang menjadi penghambat interaksi dengan lingkungan lain dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dari keterangan di atas menunjukkan Desa Simaninggir tergolong desa tertinggal

Dari persamaan nasib yang mereka alami menumbuhkan rasa solidaritas yang kuat di antara mereka, sehingga terjadi akulturasi budaya yang melahirkan kebudayaan baru yang berbeda dari sebelumnya. Seperti pada saat

mual atau mata air di desa tersebut tiba-tiba menjadi kering bahkan pernah menjadi keruh,

raja huta dan raja adat akan mengumpulkan penduduk untuk memanggil roh leluhur yang mereka percayai sebagai penjaga mual tersebut dan menyiapkan sesajen sambil meminta untuk mengembalikan kejernihan mata air tersebut.

6

5

Wawancara dengan Tiomina Marbun, Hutari, 19 Agustus 2012.

. Dilihat dari isolasi geografisnya, juga rendahnya kualitas sumber daya dan

6

Yang dimaksud dengan desa tertinggal di sini adalah golongan rumah tangga tersisih dari arus kehidupan, karena keberadaannya yang jauh terpencil, atau tidak memadainya sumber daya, atau karena

(4)

potensi manusianya, selain Desa Simaninggir bukan hanya kriterianya sebagai desa tertinggal, bahkan ditinggalkan sama sekali oleh penduduknya setelah beberapa di antara warga berhasil dalam kehidupan pendidikan dan ekonominya, kemudian perlahan-lahan menarik anggota keluarga lainnya meninggalkan Desa Simaninggir. Hasil suatu proses transformasi pendidikan tidak pernah bersifat seluruhnya positif, yaitu kemajuan bahkan telah menjadi negatif yaitu kemunduran.

Secara teoritik perubahan dalam kehidupan masyarakat dapat berdampak kemunduran (regress) dan kemajuan (progress).7

Ada satu motto hidup dalam masyarakat Batak Toba yang dituangkan dalam syair lagu ciptaan Nahum Situmorang yaitu “Anakkonhi do na Ummarga di Ahu”. Artinya: anak adalah harta yang paling berharga bagi saya. Realisasinya adalah biarlah orang tua menderita yang penting dapat menyekolahkan anaknya. Setelah melihat lingkungan dan pengalaman, hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak mendapat tempat dan nilai yang lebih tinggi dari nilai yang lainnya. Tidak dapat diingkari pula, salah satu cara yang cukup penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Dorongan

Faktor pendidikan telah mengakibatkan dampak yang sangat kontras bagi Desa Simaninggir yaitu perubahan. Bahwa ada perubahan-perubahan yang merupakan hasil dari pendidikan yakni, membuka kemajuan bagi penduduk Desa Simaninggir sekaligus membawa kemunduran bagi Desa Simaninggir itu sendiri, yang mana saat ditinggalkan daerah tersebut kembali menjadi semak belukar dan telah menjadi saksi bisu dari kehidupan penduduk Desa Simaninggir yang pernah ada.

keduanya. Rumah tangga yang terisolasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa. Robert, Chambers, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Jakarta: LP3ES, 1988, hal. 56.

7

(5)

“hamajuon“ (kemajuan) yang menjadi semboyan orang Batak Toba pada akhir abad XIX sampai pertengahan abad ke XX bahkan sampai sekarang. Telah dapatnya masyarakat Batak Toba membaca dan menulis menyebabkan informasi tulisan melalui media pun dapat segera diketahui sehingga mempengaruhi sikap dan pemikiran mereka.8

Dalam tradisi orang Batak Toba, saat mereka sukses diperantauan tidak kembali membangun kampung halaman, melainkan membangun harajaon (kerajaan) di tempat mereka merantau. Produk dari pendidikan tersebut menimbulkan mobilitas sosial (vertikal dan horizontal). Secara vertikal menimbulkan golongan elit yang berperan dalam segala bidang kehidupan (politik, sosial, ekonomi) dan horizontal menimbulkan perpindahan penduduk (tetap dan sementara) dari tempat asal ke tempat baru yang lebih menjanjikan untuk menuntut pendidikan yang lebih baik dan atau kehidupan yang lebih mapan. Berbeda dengan masyarakat Minangkabau khususnya yang lebih mengutamakan pembangunan kampung halamannya. Padahal dalam semboyan masyarakat Batak Toba ada disebutkan

Dorongan “hamajuon” keterbukaan tanah Batak Toba, serta berita yang sampai ke Tapanuli mengenai sumber penghasilan baru di Sumatera Timur yaitu adanya perkebunan tembakau, Berita ini sampai ke Desa Simaninggir dengan sebutan “panombangan”. Inilah awalnya masyarakat Simaninggir mulai berkompetisi untuk menyekolahkan anaknya demi meraih tingkat hidup yang lebih tinggi dan untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi semakin gencar. Motif pandang untuk kehidupan masa depan yang lebih cemerlang dan makmur merupakan pendorong bagi orang tua di Simaninggir. Setelah sukses dalam pendidikan dan berhasil di perantauan, anak-anak mereka malah meninggalkan kampung halamannya di Simaninggir.

8

(6)

“MARTABE” (Marsipature Hutana Be) yang artinya, membangun kampung halaman masing-masing. Realisasinya, masyarakat Simaninggir yang notabene adalah orang Batak Toba malah meninggalkan kampung halamannya demi kehidupan dan pendidikan yang mapan. Mengingat daerah pedalaman Simaninggir, telah tersisih melalui perjalanan sejarah dengan keterlibatan “pendidikan” sebagai pencerahan yang membawa kemajuan menjadi faktor penyebab utamanya, sebagai aktivitas kehidupan sosial yang pernah ada, oleh penulis menarik untuk menelitinya.

Migrasi penduduk ini dimulai sejak tahun 1947 dan mencapai puncak perpindahan pada tahun 1954 serta berakhirnya mobilisasi pada tahun 2002. Simaninggir setelah ditinggal pergi oleh penduduknya pada tahun 2002 kembali menjadi semak belukar yang menyimpan album kehidupan seperti puing-puing perumahan penduduk dan akses jalan setapak menuju desa tersebut serta lahan pertanian yang berubah menjadi padang ilalang sebagai tempat pengembalaan hewan ternak yaitu kerbau milik masyarakat Banuarea selaku desa tetangga Simaninggir.

Supaya dalam pembabakan waktu tidak meluas, maka penulis menentukan periodisasi yang tepat, di mana penelitian dimulai dari tahun 1954 di mana sejak tahun inilah penduduk mulai mengecap pendidikan yang merupakan sarana satu-satunya yang dapat dipergunakan penduduk untuk meningkatkan kemajuan masyarakat tersebut pada saat itu. Sebab ilmu pengetahuan itu tak lain merupakan suatu pola perkembangan yang cukup pesat dan kuat. Penulisan penelitian diakhiri pada tahun 2002 yang menunjukkan berakhirnya proses migrasi penduduk Simaninggir dan ditinggalkannya pemukiman itu.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Dalam rangka melakukan sebuah penelitian yang menjadi landasan dari penelitian itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Berangkat dari latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga sinkronisasi dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut :

1. Apa yang melatarbelakangi sejarah terbentuknya Desa Simaninggir sebelum tahun 1954?

2. Bagaimana dinamika kehidupan sosial penduduk Simaninggir sampai periode 2002? 3. Mengapa kemudian Desa Simaninggir ditinggalkan oleh penduduknya selama

periode 1954-2002?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Setelah memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang telah dikaji oleh penulis maka yang menjadi permasalahan adalah apa yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini, serta manfaat yang didapatkan dari hasil penulisan. Memang masa lampau manusia tidak dapat ditampilkan dalam konstruksi seutuhnya, namun rekonstruksi manusia perlu dipelajari sehingga diharapkan mampu memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan akan datang.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui latar belakang sejarah terbentuknya Desa Simaninggir sebelum tahun 1954.

(8)

2. Mengetahui dinamika kehidupan sosial penduduk Desa Simaninggir sampai periode 2002 .

3. Mengetahui sebab penduduk berangsur-angsur meninggalkan Desa Simaninggir selama periode 1954-2002 .

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan pembaca mengenai sejarah kehidupan masyarakat di Desa Simaninggir.

2. Menambah pengetahuan sekaligus memotivasi peneliti dan para pembaca dalam menghasilkan karya-karya historiografi yang berkaitan dengan sejarah daerah yang lebih lengkap, sehingga dapat memberikan referensi literatur yang berguna terhadap dunia akademis, terutama dalam studi Ilmu Sejarah.

3. Menjadi suatu deskripsi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat Simaninggir dalam menyelenggarakan proses pembangunan sarana dan prasarana untuk desa tersebut.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya dalam bentuk tinjauan pustaka.

Tania Murray Li (2002) dalam bukunya yang berjudul Proses Transformasi Daerah

Pedalaman di Indonesia menjelaskan tentang perubahan yang berlangsung pada masyarakat

pedalaman secara umum di Indonesia. Buku ini membahas sejarah dan ciri-ciri masyarakat daerah pedalaman yang terus berubah, khususnya dalam kaitannya dengan cara mereka

(9)

mencari nafkah, dan bergesernya hubungan dengan sumber daya alam, pasar, dan dengan negara. Buku ini membantu penulis mengetahui persoalan-persoalan mengenai proses perubahan dalam masyarakat pedalaman di Desa Simaninggir yang diteliti oleh penulis, yakni dalam perubahan ciri-ciri masyarakat pedalaman, khususnya dengan kaitan mencari nafkah.

Buku Sejarah Nasional Indonesia IV karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (1984), menguraikan tentang Perlawanan Daerah Sumatera Utara terhadap Kolonialisme Belanda, khususnya perang di Tanah Batak melawan penjajah. Buku ini menjelaskan perlawanan yang dilakukan oleh Sisingamangaraja beserta pasukannya dari berbagai daerah di Tapanuli Utara. Setiap kampung-kampung di Tapanuli Utara memiliki pemerintahan sendiri, dan di setiap kampung Sisingamangaraja mempunyai ajudan.

Dalam buku ini juga membahas setiap tindakan Pemerintah Belanda, terutama keganasan Kolonial Belanda yang mereka luapkan melalui pembakaran rumah-rumah penduduk, pemaksaan kepada kepala kampung untuk menyerahkan pajak dan lain sebagainya. Buku ini menjadi referensi bagi penulis dalam memahami latar belakang historis terbentuknya Desa Simaninggir. Dari Buku ini juga penulis ketahui faktor apa saja yang menyebabkan Masyarakat Batak Toba akhirnya memilih Desa Simaninggir sebagai tempat persembunyian dan lama-kelamaan menjadi tempat pemukiman mereka.

Buku Pemikiran tentang Batak : Setelah 150 Tahun Agama Kristen di Sumatera

Utara karya Bungaran Antonius Simanjuntak (2001), menguraikan tentang pengenalan

sistem pendidikan modern bagi orang Batak, yang pada mulanya adalah untuk mempermudah dan mempercepat proses penginjilan. Dari buku ini juga dapat penulis ketahui

(10)

bahwa pendidikan menjadi faktor pendorong dan perangsang sifat dinamika orang Batak memang terjadi. Terutama dengan dukungan munculnya sumber-sumber mata pencaharian yang baru di tanah perantauan. Buku ini menjadi referensi penulis dalam memahami permasalahan yang penulis teliti, yakni saat masyarakat Simaninggir telah mampu menulis dan membaca, berarti dapat mengetahui hal-hal baru dan berita di luar daerah Tapanuli Utara seperti gerakan melepaskan diri dari penjajah, pemberontakan, dan penindasan di negara lain. Dengan demikian, kaitannya dengan permasalahan penulis bahwa andai kata pendidikan modern tidak diperkenalkan oleh misionaris kepada orang Batak Toba khususnya masyarakat Simaninggir, ada persepsi bahwa masyarakatnya tetap terisolasi terutama dari berita nasional dan internasional.

Menurut Soetomo dalam bukunya Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat (2008), dalam implementasi beberapa pengaturan tata ruang secara hirarkis melalui kebijakan spasial yang terintegrasi, meski dapat mengurangi pemusatan perkembangan sosial ekonomi di kota-kota besar, disparitas desa-kota dan disparitas antar wilayah, namun demikian tidak jarang dijumpai masih adanya warga masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan berada pada satu kawasan tertentu yang seolah-olah merupakan kantung atau kluster wilayah kemiskinan.

Dilihat dari pendekatan wilayah, kawasan yang merupakan kantung-kantung atau kluster tersebut adalah suatu wilayah yang sudah cukup lama dikembangkan bersama-sama dengan wilayah lain, tetapi karena berbagai sebab kawasan itu tetap belum dapat dikembangkan sebagaimana diharapkan, sehingga kondisi kehidupan sosial ekonomi penduduknya juga masih tetap rendah. Wilayah demikian disebut sebagai kawasan tertinggal.

(11)

Salah satu faktor penyebab utama mengapa kawasan tersebut masih belum berkembang adalah karena terbatasnya potensi dan sumber daya manusia, maka kondisi kemiskinan yang diakibatkan sering disebut sebagai kemiskinan alamiah. Di antara beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan demikian misalnya dengan mengembangkan kualitas sumber daya manusianya agar dapat bersaing dalam mencari peluang kerja di daerah lain.9

Robert Chambers (1988) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Desa Mulai

dari Belakang, mendeskripsikan tentang kondisi golongan masyarakat miskin di pedesaan.

Dari gambaran tersebut, membantu penulis untuk menggolongkan penduduk desa Simaninggir ke dalam golongan rumah tangga tersisih dari arus kehidupan, karena keberadaannya yang jauh terpencil, atau tidak memadainya sumber daya, atau karena keduanya. Rumah tangga yang terisolasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa.10

9

Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal. 276-279.

10

Robert Chambers, Memahami Desa secara Partisipatif, Yogyakarta: Kanisius, 1996, hal. 41-48.

Robert Chambers (1996) dalam buku selanjutnya dengan judul Memahami Desa

secara Partisipatif, menyebutkan kecakapan dan pengetahuan warga desa. Warga desa

memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membuat peta, model, perkiraan, rangking atau urutan, saling berbagi, menyebarkan pengalaman dan pengetahuan. Informasi tersebut mendukung penulis mengetahui bahwa melalui bentuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan serta kecakapan yang dimiliki oleh warga desa maka terjadilah penyebaran pengetahuan yang selanjutnya membawa perubahan bagi Desa Simaninggir.

(12)

Sumber yang membantu penulis selanjutnya yakni, skripsi dari Ade Putera Arif Panjaitan dengan judul Jejak Kehidupan Masyarakat Pedalaman Mariah Dolog Kecamatan

Raya Kabupaten Simalungun (1960-2005). Penulis jadikan sebagai bahan perbandingan dan

refrensi dalam penelitian yang penulis laksanakan, karena topik yang kami angkat sama-sama tentang perubahan yang terjadi akibat pendidikan. Perbedaan penelitian yang penulis lakukan yakni: penelitian ini lebih berfokus pada pemukiman yang ditinggalkan dan berbagai dampak yang terjadi terhadap Desa Simaninggir setelah ditinggalkan oleh penduduknya, sedangkan skripsi dari Ade Putera lebih berfokus pada masyarakatnya yang meninggalkan desa Mariah Dolog.

1.5 Metode Penelitian

Tahap pertama heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung sumber objek yang diteliti. Dalam hal ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Sebelum melakukan penelitian lapangan, terlebih dahulu penulis lakukan studi kepustakaan. Penulis mulai mengumpulkan sumber pada bulan pertama, hal ini untuk memperoleh konsep-konsep dan teori-teori yang ada relevansinya dengan masalah yang penulis teliti. Dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan beberapa literatur, artikel-artikel, skripsi dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

Untuk mengumpulkan data lapangan, penulis menggunakan metode wawancara dan pengamatan. Dalam wawancara berpedoman kepada instrumen yang telah dipersiapkan sebelumnya, yakni terhadap informan-informan yang dianggap sebagai informan kunci.

(13)

Kemudian penulis juga menggunakan teknik snow ball (bola salju) yakni informan pertama dapat menunjukkan informan-informan lain yang mengetahui lebih dalam, tentang penelitian yang dibutuhkan dalam penulisan ini.

Tahap wawancara ini penulis lakukan pada bulan kedua setelah beberapa literatur buku terkumpul. Tahap ini merupakan masa tersulit bagi penulis karena harus mencari dan menemui informan ke beberapa desa yang berbeda-beda dengan tingkat ikatan emosional yang berbeda pula. Wawancara awal dengan Kepala Desa Pusuk II Simaninggir, beliau menjelaskan tentang letak administratif dari Desa Simaninggir dan juga perbatasannya, beserta latar belakang historis dari Simaninggir sendiri. Beliau juga menunjukkan informan selanjutnya yakni, Parisan Nainggolan selaku penduduk yang tumbuh dewasa dan berkeluarga di Simaninggir. Mereka berdualah yang menjadi informan kunci bagi penulis dalam melakukan wawancara selanjutnya.

Tahapan kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial atau isinya yakni dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen yang berkaitan, apakah sumber melaporkan fakta yang sebenarnya. Kritik ini disebut kritik intern.

Mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsu kah sumber tersebut agar diperoleh keautentikannya, kritik ini disebut kritik ekstern. Pengamatan akan penulis lakukan untuk melihat sejauh mana informasi yang diberikan oleh para informan tentang Simaninggir. Dari hasil pengamatan ini nantinya akan penulis manfaatkan untuk

(14)

mendukung data yang diperoleh melalui wawancara, dengan kata lain hasil pengamatan akan penulis jadikan sebagai sumber untuk melengkapi data yang didapatkan melalui wawancara.

Tahapan ketiga adalah interpretasi, dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan satu analisis yang baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Tahap ini penulis kerjakan pada bulan ketiga.

Tahap terakhir adalah historiografi. Pada tahap ini, penulis mulai melakukan penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Pendekatan dalam penelitian ini penulis lakukan secara kualitatif, dengan metode deskriptif analisis. Adapun sejarah yang ”sebenarnya” atau ”asli” ialah jika dapat menjelaskan atau memberi jawaban atas pertanyaan ”mengapa”. Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis haruslah melalui tahapan demi tahapan. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah. Tahap ini berlangsung selama tiga bulan, dan tahap ini juga merupakan masa-masa jenuh bagi penulis, karena sulitnya memperhatikan penyusunan kesaksian berdasarkan aspek kronologis dan sebab akibat.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengikuti standar akreditasi rumah sakit di Indonesia maka diharapkan rumah Dengan mengikuti standar akreditasi rumah sakit di Indonesia maka diharapkan

(2) Panitia menetapkan daftar pemilih tetap untuk pemilihan Kepala Desa dalam rapat khusus dengan mengikutsertakan seluruh bakal calon Kepala Desa dan dapat

Analisis dalam penelitian ini ditunjukkan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan terdahulu yaitu untuk menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara ekspresi vimentin dan derajat histopatologi berdasarkan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi meditasi terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi..

Aktivitas antioksidan dari tanaman sarang semut ini berkaitan dengan kandungan senyawa flavonoid dan polifenol (Cos, 2001) dimana senyawa ini memiliki gugus hidroksil

Cohn & Schiffman (1996) menggunakan hubungan antara pemberi dan.. penerima untuk mengembangkan lima model relasi dan tipe pemberian hadiah, antara lain: 1)

Terminal Automation System (TAS) didefinisikan sebagai sistem otomasi yang menggabungkan proses bisnis dengan pengoperasian yang didukung oleh peralatan instrumentasi di lapangan,