• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian Lansia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN TEORI

2. 1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Masa lansia adalah periode perkembangan yang mulai masuk pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa menurunnya kekuatan dan kesehatan sehingga harus mulai menyesuaikan diri (Santrock, 2006). Lanjut usia merupakan kejadian yang sudah pasti akan dilalui oleh semua orang yang dikarunia usia panjang (Murwani, 2011). Tahap lansia adalah tahap siklus akhir hidup manusia dan merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindari dan akan dialami oleh siapapun.

Masuk pada tahap ini seseorang akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi serta kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan yang normal, seperti rambut yang mulai memutih, muncul kerutan di wajah,

(2)

berkurangnya kemampuan melihat, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangannya peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua perubahan tersebut membutuhkan kemampuan beradaptasi yang cukup besar agar dapat menyikapi secara bijak (Soejono, dkk., 2007).

Terdapat beberapa pembagian lansia, antara lain:

2.1.1.1 Departemen Kesehatan RI membagi lansiasebagai berikut: kelompok dengan usia lanjut (45 - 54 tahun) sebagai masa virilitas, kelompok usia lanjut (55 - 64 tahun) sebagai presenium, dan kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai senium.

2.1.1.2 WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 - 59 tahun, usialanjut(elderly) antara 60 - 74 tahun, usia

(3)

tua old antara 75 - 90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

2.1.1.3 Menurut pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1965: “Seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan telah mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai kemampuan atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain” (Mubarak, 2009).

Berdasarkan pengertian yang tertera diatas maka dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas baik itu seorang pria maupun wanita, yang masih sanggup beraktifitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga lansia terpaksa bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Ineko, 2012).

2.1.2 Batasan-batasan Lansia

Lanjut usia memiliki patokan umur yang berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60 - 65

(4)

tahun. Menurut WHO terdapat empat tahap batasan umur yaitu masuk usia pertengahan (middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75 - 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

2. (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45 - 59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60 - 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75 - 90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. 3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI),

terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25 - 40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40 - 55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah

(5)

55 - 65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70 - 75 tahun), old (75 - 80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

2.1.3Perubahan-perubahan Fisik Pada Lansia

Seiring bertambahnya usia seseorang akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan pada fisik, psikologis, dan sosial (Mubarak dkk., 2010; Putri dkk., 2008). Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu perubahan dalam memasuki usia tua, dimana lansia akan mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan kurang

(6)

lincah (Maryam dkk., 2008). Adapun kemunduran fisik lainnya seperti kehilangan salah satu anggota tubuh yang mengakibatkan penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh lansia. Berikut perubahan fisik yang terjadi pada lansia meliputi:

1. Sel

Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).

2. Sistem persarafan

Terjadi penurunan berat otak sebesar 10 hingga 20%, cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya stres, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitifnya terhadap sentuhan. Pada sistem pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan dalam pendengaran)

(7)

hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi-bunyi atau nada-nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis, atrofi membran timpani, serta biasanya pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres (Nugroho, 2008).

3. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih terbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, serta menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau (Nugroho, 2008).

4. Sistem kardiovaskular

Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,

(8)

perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nugroho, 2008).

5. Sistem pengaturan

Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun (Nugroho, 2008).

6. Sistem respirasi

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun (Nugroho, 2008).

(9)

7. Sistem gastrointestinal

Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi memburuk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, berkurangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, serta melemahnya daya absorbsi (Nugroho, 2008).

8. Sistem reproduksi

Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofin payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik (Nugroho, 2008). 9. Sistem perkemihan

Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil

(10)

meningkat danterkadang menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho, 2008).

10. Sistem endokrin

Terjadi penurunan produksi hormon, meliputipenurunan aktivitas tiroid, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesteron, estrogen, dan testosteron (Nugroho, 2008).

11. Sistem integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik kerana kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang jumlah dan fungsinya (Nugroho, 2008).

12. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan pinggang, lutut, dan

(11)

jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot (Nugroho, 2008).

Dari perubahan fungsi tubuh diatas didapatkan beberapa masalah fisiologis yang terjadi pada lansia diantaranya seperti risiko jatuh, risiko cedera hingga kematian.

2. 2 Konsep Jatuh

2.2.1 Pengertian Jatuh

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dialami oleh penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian dan mengakibatkan seseorang mendadak dalam keadaan terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo & Martono, 2008). Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan seseorang yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja, sedangkan jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejangtidak termasuk. Kejadian jatuh tersebut merupakan penyebab yang spesifik dan memilikikonsekuensinya berbeda dari mereka yang

(12)

dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006).

2.2.2 Faktor- faktor risikoJatuh Pada Lansia

Untuk lebih dapat memahami faktor risiko jatuh maka harus dimengerti bahwa stabilitas itu di tentukan atau dibentuk oleh :

1. Sistem sensorik

Pada sistem ini yang berperan di dalamnya adalah pendengaran dan penglihatan (visus). Semua gangguan atau perubahan yang terjadi pada mata akan mengakibatkanterjadinya gangguan penglihatan. Begitu pula semua penyakit pada telinga akan menimbulkan gangguan pada pendengaran. Vertigo tipe perifer pada lansia sering terjadi diduga hal inidikarenakan adanya perubahan pada fungsi vestibuler akibat terjadinya proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut hampir menyebabkan sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.

(13)

2. Sistem syaraf pusat (SSP)

Penyakit SSP seperti stroke dan parkinson hidrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.

3. Kognitif

Pada beberapa penelitian yang ada, demensia diasosiasikan sebagai meningkatnya risikojatuh. Dengan adanya penurunan pada kemampuan kognitif,maka kewaspadaan yang terjadi status mental, dan emosional akan menurun, sehingga akan mempengaruhi kesadaran, penilaian, gaya berjalan, keseimbangan, dan proses informasi yang diperlukan untuk bisa berpindah atau mobilisasi secara aman.

4. Muskuloskeletal

Faktor ini benar-benar berperan besar terjadinya jatuh terhadap lanjut usia (faktor milik usia lanjut) gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis, antara lain: a. Kekakuan jaringan penghubung

(14)

Kekakuan jaringan penghubung merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkn kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk sampai berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.

b. Berkurangnya massa otot

Berkurangnya massa otot mengakibatkan jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis menetap. Oleh karena itu pada lansia seringkali terlihat kurus.

d. Penurunan visus/lapang pandang

Perubahan yang terjadi antara lain timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam

(15)

cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya, menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

Hal tersebut menyebabkan :

a. Penurunan range of motion (ROM) sendi b. Penurunan kekuatan otot menyebabkan

kelemahan ekstremitas bawah c. Perpanjangan waktu reaksi

d. Peningkatan postural sway (goyangan badan)

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan pada gerak seseorang, langkah yang pendek, penurunan irama dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak lagi dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.

Berikut beberapa teori yang dikemukakan mengenai faktor-faktor yang mengakibatkan risiko jatuh terjadi pada lansia.

(16)

a. Faktor Intrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi. b. Faktor Ekstrinsik

Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan (Darmojo dan Martono, 2008).

Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia di bagi dalam dua golongan besar menurut Kane dalam Nugroho, (2008) yaitu:

1). Faktor intrinsik (faktor dari dalam) 2). Faktor ekstrinsik (faktor dari luar)

(17)

Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Gambar 2.2 Faktor risiko yang menyebabkan jatuh 2. 3 Pengertian Peran Perawat

Peran biasa dimaknai sebagai satu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, dan sikap yang diharapkan oleh masyarakat hal ini menandai seseorang sesuai kedudukannya dalam kehidupan sosial (Sudarma, 2008). Peran perawat terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti (Hidayat, 2007). Adapun peran-peran perawat menurut Mubarak & Chayati, (2009) sebagai berikut:

Kondisi Fisik dan Neuropsikiatrik

Penurunan Visus dan Pendengaran

Perubahan neuro muskuler gaya berjalan dan reflek postural karena proses menua

Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya) Alat-alat bantu berjalan Obat-obat yang diminum FALL (JATUH)

(18)

1. Pemberi perawatan (Care Giver)

Pada peran ini perawat diharapkan mampu untuk : a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada

kelompok, keluarga, individu, dan masyarakat sesuai dengan diagnosis permasalah yang terjadi, mulai dari masalah yang bersifat sederhanadan mudah ditangani, sampai masalah yang tergolong kompleks;

b. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan yang klien alami. Perawat harus memerhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikannya;

c. Ketika mengidentifikasi diagnosis keperawatan dapat menggunakan proses keperawatan, mulai dari masalah fisik hingga psikologis.

2. Konselor (Counsellor)

Konseling adalah proses untuk membantu klien agar klien dapat menyadari dan mengatasi tekanan masalah sosial ataupupsikologis, untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, serta untuk meningkatkan perkembangan seseorang di dalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. Pada peran ini perawat diharapkan mampu untuk:

(19)

a. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya;

b. Perubahan pola interaksi adalah dasar dalam merencanakan metode guna meningkatkan kemampuan adaptasinya;

c. Memberikan bimbingan atau konseling penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan sekarang dengan pengalaman yang lalu;

d. Pemecahan masalah akan difokuskan pada masalah keperawatan;

e. Mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).

3. Advokat (Advocate)

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarganya dalam memahami dan mengerti berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan keputusan serta persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien. Selain itu juga dapat berperan dalam mempertahankan serta membantu melindungi hak-hak klien, yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi mengenai

(20)

penyakitnya, hak atas privasi klien, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan dari tenaga medis maupun institusi rumah sakit.

4. Edukator (Educator)

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatannya, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pemberian pendidikan kesehatan.

5. Koordinator (Coordinator)

Peran ini terlaksana karena adanya pelayanan kesehatan dari tim kesehatan yang mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasi, sehingga pemberian pelayanan kesehatan terarah, serta sesuai dengan kebutuhan klien.

6. Kolaborator (Collaborator)

Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri atas dokter, fisioterapis, ahli gizi, radiologi, laboraboratium, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan, termasuk diskusi atau tukarpendapat

(21)

dengan tenaga kesehatan lain dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

7. Konsultan (Consultant)

Peran perawat sebagai konsultan yaitu sebagai tempat konsultasi mengenai masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi menenai tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. 8. Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,perubahan yang sistematis,kerja sama dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

(22)

2. 5 Kerangka Konseptual

2.5Gambar Kerangka Konseptual Keterangan:

: Tidak diteliti : Yang Diteliti 1. Pemberi perawatan (Care Giver)

2. Konselor (Counsellor) 3. Advokat (Advocate) 4. Edukator (Educator) 5. Koordinator (Coordinator) 6. Kolaborator (Collaborator) 7. Konsultan (Consultant) 8. Pembaharu Objek Garapan Perawat : 1. Neonatus 2. Bayi 3. Anak 4. Remaja 5. Dewasa

Jenis-Jenis Peran Perawat :

6. Lansia Perubahan Fisik Perubahan Mental Perubahan Psikososial Perubahan Spiritual Perubahan Minat 2. Risiko Cedera 3. Risiko kematian Masalah Fisiologis Lansia: 1. Risiko Jatuh

Gambar

Gambar 2.2 Faktor risiko yang menyebabkan jatuh  2. 3  Pengertian Peran Perawat

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun memiliki persentase yang paling banyak diantara jenis KKR yang lain, belum banyak dilakukan penelitian yang dikhususkan pada adenokarsinoma kolorektal.

LAHENGKO GLORIA PAULA SINJAL, SH ALFIAN RIDWAN, SH FIETJE MEMAH, S.PD JAKARTA BOGOR BOGOR TERNATE MANADO JAKARTA SELATAN JAKARTA JAKARTA TIMUR JAKARTA TIMUR JAKARTA

Gaya komunikasi yang terdapat pada pengguna BBM ( Blackberry Messenger), terdapat simbol seperti gambar Animasi atau Auto Text , dan Musik, ini diartikan sebagai contoh

Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi dari proses pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam/paduan dalam keadaan

Gambar 8 merupakan halaman login yang dapat digunakan oleh bengkel dan admin pengelola aplikasi untuk melakukan login dengan menginputkan user id dan password yang

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui Strategi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dalam Pengembangan Usaha Kebun Singkong Gajah di Desa Tepian Makmur; (2)

kekuatan politik Aceh dengan nasional diperkuat oleh pernyataan Kader PDI-P Aceh dalam. wawancara rahasia yang dilakukan pada 19 April 2018 bahwa kekuatan lokal dan

Keterbatasan hasil penelitian yang ada, membuat peneliti tertarik untuk menguji kembali sehingga penelitian ini akan mengacu pada penelitian Putra dan Andayani