• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan ini sebagai hasil dari proses belajar dan dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, kebiasanya. Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, dari pengalaman satu ke pengalaman yang lain akan menyebabkan proses perubahan.

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu, belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengalami, dan memahami sesuatu. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh pengetahuan kelakuan melalaui pengalaman. (Oemar ,H.2009:27).

Menurut Hakim (2005:1), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusi, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku, kebiasaan, pemahaman,daya berpikir dan lain-lain.

Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh sebab itu kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Tujuan belajar merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan, berbagai upaya yang dilakukan oleh gurur dalam pembelajaran,intinya adalah upaya untuk membuat siswa belajar. Alangkah sia-sia upaya yang dilakukan oleh guru jika dengannya siswa tidak mau belajar ( Sorby S.2008:3).

Jadi seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang belajar akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.

(2)

2. Pengertian Pembelajaran

Menurut Dimyati dan Mujiono dalam (Sagala 2003:62).Pembelajaran adalah kegitan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa secara aktif. Proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru sumber atau fasilitas dan teman sesama.

Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembejaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat menunjang ,yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar mengajar dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Jadi proses belajar berkaitan erat dengan pembelajaran, karena pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman sedangkan pembelajaran merupakan pemetaan lingkungan secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unit dalam diri individu siswa, sedang pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan bersifat rekayasa perilaku.

3. Hakikat Pembelajaran Biologi

Pada hakikatnya, IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, produk dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru.

Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran. Sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk pengetahuan sesuatu (riset pada umumnya), yang lazim disebut dengan meteode ilmiah (Trianto. 2010:137).

Sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:

(3)

a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.

b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempegunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

c. Memilik sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannnya dengan pembelajaran sains maupun dalam kehidupan.

B. Model Pembelajaran problem based learning (PBL) 1. Pengertian Model Pembelajaran

Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, computer, kurukulum, dan lain-lain (Triyanto, 2010).

Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar. Model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membingbing aktivitas pembelajaran dikelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktifitas pembelajaran. Brady dalam (Triyanto, 2011), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membingbing guru didalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.

Pengertian Model menurut Sagala (2006:175). “ Model ialah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan”. Sedangkan model menurut Suprijono “Model ialah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok arang bertindak berdasarkan model itu”.

Sedangkan model menurut Komarudin dalam (Sagala,2006:152) menyatakan bahwa:

Model ialah (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk memantu proses visualisasi suatu yang tidak dapat dengan langsung diamati (3) suatu sistem asumsi-asumsi, dari data dan

(4)

inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggamarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dari suatu system yang yang mungkin atau imajiner dan (6), penyajian yang diperkecil agar dapat diperjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa para ahli. Penulis dapat menguraikan bahwa model ialah suatu kerangka konseptual atau desain yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang bertindak didalam proses belajar mengajar.

2. Pengertian problem based learning (PBL)

Istilah pembelajaran berbasis masalah , menurut Barrow dalam(Miftahul Huda 2013:271) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) sebagai ”pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah”. Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran, Problem Based Learning merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigm pembelajaran. Jadi fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru.

Menurut Trianto (2010:92), Pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia social dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

pada model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah-masalah terhadap tahapan-tahapan kegiatan, guru memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siwa.

Menurut Arends (dalam Trianto 2010: 92), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka

(5)

sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Pembelajaran berbasis masalah merupakan proses kegiatan pembelajran dengan cara menggunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi pembelajaran. Mengacu pada maslah dalam proses pembelajaran maka peserta didik diajak untuk belajar dari masalah yang ada disekitar lingkungan peserta didik, berikut ini katagori permasalahan yang menjadi bahan pembelajaran untuk peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik:

1. Permasalahan sebagai pemandu, masalah menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan dierikan sejalan dengan masalah. Dan, masalah menjadi kerngka berpikir siswa dalam mengerjakan tugas.

2. Permasalahan sebagai kesatuan alat evaluasi, masalah disajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya ialah memebrikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapan pengetahuannya guna memecahkan masalah.

3. Permasalahan sebagai contah, masalah dijadikan sebagai contoh dan bagian dari bahan belajar. Masalah pun digunakan untuk menggambar teori sertaa konsep atau prinsip, yang dibahas antara peserta didik dan guru.

4. Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar, masalah dijadikan sebagai alat untuk melatih peserta didik, yang diahas antara peserta didik dan guru.

5. Permasalah sebagai stimulus belajar, masalah dapat merangsang siswa untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan metakognitif.

Berdasarkan permasalahan yang menjadi topik dalam kegiatan belajar, maka seorang pendidik harus memilih topic dengan baik yang disesuaikan dengan kejadian yang nyata bagi peserta didik, seperti hal nya apa yang pernah dilihat, didengar dan juga dialami oleh peserta didik. Adapun pendekatan PBI mengintegrasikan dua hal, yakni kurikulum dan proses. Kurikulum terdiri atas masalah-masalah yang dirancang dan dipilih secara teliti, yang mentuntut kemahiran siswa dalam critical thinking (berpikir kritis), problem solving proficiency (belajar memecahkan masalah), self – directed learning strategi (strategi belajar mandiri), dan team participation skills (kemampuan bekerja sama dalam kelompok). Prosesnya meniru pendekatan sistem yang biasa digunakan

(6)

uuntuk memecahkan masalah atau menemukan masalah tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir.

Pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Model pembelajarn ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajarn ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan-pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratuman, 2002:123).

Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajarn tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Model pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh teori belajar kontstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesainnya membutuhkan kerja sama diantara siswa-siswa.

Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan siswa.

3. Ciri-ciri Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends dalam (Trianto 2010:93), berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara social penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa, mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin, meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika dan ilmu social), masalah yang akan diselidiki telah telah dipilih benar-benar nyata

(7)

agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalagh itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, social, pariwisata dan pemerintahan.

c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengaharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencarai penyelesaian nyata terhadap masalah nyata, metode penyelidikan yang digunakan bergantung kepada masalah yang dipelajari.

d. Menghasilkan produk, pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik,video maupun produk komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temanya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternative segar terhadap laporan tradisional atau makalah. e. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang

bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil . Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagai inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan social dan keterampilan berpikir.

4. Sintak Model problem based learning (PBL)

Ibrahim dan Nur dalam (Rusman 2012:243) mengemukakan bahwa pembelajarn berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya bagaimana belajar.

mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

(8)

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa menidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

3 Membimbing pengalaman individual/ kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasandan pemecahan masalah 4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas denagn temannya 5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

Menurut Ibrahim dalam (Trianto, 2010:97) di dalam kelas PBL, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL antara lain sebagai berikut:

a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

b. Memfasilitasi atau membimbing penyelidikan misalnya melakukan pegamatan atau melakukan eksperimen.

c. Memfasilitasi dialog siswa d. Mendukung belajar siswa.

(9)

5. Manfaat Model problem based learning (PBL)

Pengajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual.

Menurut Sudjana dalam (Triantro 2010:96 ), manfaat khususnya yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada disekitarnya.

Menurut Ibrahim dalam (Trianto, 2010 : 96) Pengajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.

Selain manfaat, model pengajaran berbasis masalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model problem based learning (PBL) sebagai suatu model pembelajaran adalah:

1) Realistik dengan kehidupan siswa 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa 3) Menanamkan sifat inquiry siswa 4) Retensi konsep menjadi kuat

5) Menanamkan kemampuan Problem Solving

Selain kelebihan tersebut problem based learning (PBL) juga memiliki beberapa kekurangan :

1) Persiapan pembelajaran yang kompleks 2) Sulitnya mencari problem yang relevan 3) Sering terjadi miss-konsepsi

4) Memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan, sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.

(10)

6. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

Berdasarkan karakter pembelajaran berbasis masalah, maka pembelajaran ini memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Menbantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah

b. Belajar menjadi peran orang dewasa yang autentik c. Menajadi pembelajaran yang mandiri.

C. Hasil belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.Menurut Horward Kingsley dalam (Sudjana 2011 : 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diiisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Gagne dalam Sudjana (2011 : 22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal (b) keterampilan intelektual (c) strategi kognitif (d) sikap (e) keterampilan motoris.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi (Sudjana, 2011 : 22).

Menurut Bloom dalam (Sudijono 2001 : 49), segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut adalah : (1) pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (syntesis) dan (6) penilaian (evaluation).

Pengetahuan (knowledge) adalah kemapuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,

(11)

gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakan proses berpikir paling rendah (Sudijono, 2001 : 50).

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan (Sudijono, 2001 : 50).

Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara, atau metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkrit. Aplikasi atau penerapan ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman (Sudijono, 2001: 51).

Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor-faktor-faktor yang lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi (Sudijono, 2001:51).

Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sinstesis kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis (Sudijono, 2001:51).

Penilaian / penghargaan / evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih suatu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

(12)

b. Ranah Afektif

Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya apada pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial (Sudjana, 2011:30).

Ada beberapa jenis ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai ke tingkat yang kompleks (Sudjana, 2011:30).

a. Reciving / attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulum dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus, dari luar yang datang kepada dirinya.

c. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll. e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua

sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

c. Ranah Psikomotoris

Hasil belajar ranah psikomor yang dikemukakan Simpson dalam (Sudijono 2001 : 57) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomor ini tampak dalam bentuk kerampilan (skill) dan kempuan bertindak individu. Hasil belajar psikomor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dai hasil belajar

(13)

kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku).

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni : a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);

b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

c. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;

d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekukatan, keharmonisan, dan ketepatan;

e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks;

Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik, kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang, keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemapuan analitis-analitis fakta –konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif.

c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi .

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

(14)

Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemampuan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikatagorikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif.

Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru.Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan intruksional.

Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, penialian hasil dan proses belajar mengajar itu berkaitan satu dengan lainnya karena hasil merupakan akibat dari proses (Ambarjaya 2008: 13).

Inti dari kegiatan kependidikan adalah belajar. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis jenjang, berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Muhibbin Syah, 2003:63).

Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseoarang.Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari prilakunya, baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Hampir sebagian besar dari kegiatan atau prilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A, B, C pada perguruan tinggi Hasil belajar merupakan tingkatan atau besarnya perubahan tingkah laku yang dapat dicapai dari suatu penguasaan

(15)

pengetahuan, kecakapan dan kebiasaan.Nasution menjelaskan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga untuk membentuk kecakapan, penghargaan dalam dii pribadi yang belajar. Hasil belajar yang nampak pada perubahan-perubahan tingkah laku, yang secara teknis dinyatakan dalam suatu pernyataan verbal melalui tujuan instruksional.

Keterampilan tersebut diperoleh melalui proses belajar sehingga apabila berbicara tentang hasil belajar, maka selalu berhubungan denan proses belajar mengajar. Proses belajar bukan hanya mempengaruhi orang agar mengubah cara bertindak dan bersikap, melainkan juga menciptakan dan menyediakan suatu kondisi yang merangsang, memberi, pengarahan, dorongan dan bimbingan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai, yang mengakibatkan terjadiperubahan tingkah laku sebagai pribadi

2. Jenis-jenis Hasil Belajar

Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar harus diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar intruksional, bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis dan menerima pendapat orang lain. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik.

Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti (etika), sikap dan lain-lain. Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka terjadi perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar tidak hanya diukur dari aspek kognitif saja, melainkan juga harus memperhatikan aspek afektif dan psikomotornya.

Penggolongan hasil belajar yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Hasil Belajar Kognitif

(16)

Hasil belajar kognitif berkenaan dengan hasil intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Hasil Belajar Afektif

Hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

c. Hasil Belajar Psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

Hasil belajar menurut Anurahman adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar (Anurahman, 2010:37). Sedangkan pengertian hasil belajar menurut Gagne dalam Surya merupakan keluaran dari pemerosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri atas:

1. Informasi verbal adalah hasil pembelajaran yang berupa informasi yang dinyatakan dalam bentuk verbal (kata-kata atau kalimat) baik secara tertulis ataupun lisan.

2. Kecakapan intelektual adalah kecakapan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungan dengan menggunakan symol-symbol. Kecakapan intelektual ini mencakup kecakapan dalam membedakan, konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum-hukum.

3. Strategi kognitif adalah kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dalam mengelola keseluruhan aktivitasnya. Dalam proses pembelajaran, strategi kognitif ini kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif.

4. Sikap adalah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih sebagai tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lai, sikap dapat diartikan sebagai keadaan didalam diri individu yang akan memberi arah kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau rangsangan. 5. Kecakapan motorik adalah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan

(17)

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor baik berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor yang datang dari siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan Clark bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa ada juga facktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, factor fisik dan psikis. Adapun pengaruh dalam siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakekat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniatinya dan disadarinya.Siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran disekolah adalah karakteristik sekolah adalah karakteristrik sekolah itu sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan erat dengan disiplin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak geografis sekolah, estetika dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapih dan teratur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, yakni kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah (Sudjana, 2002: 39-43).

D. Konsep Pencemaran Lingkungan 1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dari materi pencemaran lingkungan ini untuk memahami definisi pencemaran lingkungan, perubahan lingkungan, serta limbah dan pengolahannya. Demikian siswa dapat menyadari bahwa betapa pentingnya menjaga lingkungan sekitar dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Ringkasan Materi

a. Pengertian Pencemaran lingkungan

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau

(18)

berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan fungsinya. b. Faktor faktor Penyebab Perubahan Lingkungan

1) Faktor Alam

Faktor yang dapat menimbulkan kerusakan antara lain gunung meletus, gempa bumi,angin topan, kemarau panjang, banjir, dan kebakaran hutan.

2) Faktor Manusia.

Kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan lingkungan

misalnya, membuang limbah (limbah rumah tangga, industri, pertanian, dsb) secara sembarangan, menebang hutan sembarangan, dsb.

c. Macam-Macam Pencemaran lingkungan

Macam-Macam Pencemaran lingkungan Berdasarkan Tempat terjadinya : 1). Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan.

Pencemaran Udara, disebabkan oleh :

- CO2 (Karbondioksida) yang berasal dari pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil ( batubara, minyak bumi ), juga dari mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu.

- CO (Karbon Monoksida) - Proses pembakaran dimesin yang tidak sempurna, akan menghasilkan gas CO.

- CFC (Khloro Fluoro Karbon) - Gas CFC digunakan untuk AC (Freon), pendingin pada lemari es, dan hairspray. CFC akan menyebabkan lubang ozon di atmosfer.

- SO dan SO2 - Asap Rokok 2). Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam tanah yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan (tanah)

(19)

Pencemaran Tanah, disebabkan oleh :

- Pencemaran kimia : CO2, logam berat (Hg, Pb, As, Cd, Cr, Ni), bahan radioaktif, pestisida, detergen, minyak, pupuk anorganik. - Pencemaran biologi : mikroorganisme seperti Escherichia coli,

Entamoeba coli, Salmonella thyposa.

- Pencemaran fisik : logam, kaleng, botol, kaca, plastik, karet. 3). Pecemaran Air

Pencemaran Air adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam Air yang dapat mengakibatkan perubahan warna, maupun bau dan dapat mengurangi oksigen yang terkandung dalam air sehingga air tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya

Pencemaran air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut:

- Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat racun.

- Sampah

- Zat kimia yang berbahaya d. Dampak Pencemaran Lingkungan

- Global warming dapat menyebabkan glester mencair sehingga permukaan air laut naik dan banyak spesies flora dan juga fauna yang dapat berada di ambang kepunahan

- Kualitas udara semakin memburuk sehingga dapat mempengaruhi kesehatan, terutama orang akan cepat merasa letih.

- Lapisan ozon yang ada telah menipis diakibatkan oleh efek pendinginan halocarbon. Tanpa lapisan ozon ozon, manusia akan lebih mudah terserang beberapa penyakit termasuk penyakit kulit dan juga kanker kulit.

- Polusi udara tidak dapat dikontrol, adanya polusi udara tentu dapat membuat infeksi saluran pernafasan sehingga dapat menyebabkan kanker paru-paru.

- Terjadinya hujan asam yang dapat mengikis benda keras seperti batu hingga logam yang berarti dapat merusak sebuah bangunan.

(20)

e. Usaha-usaha mencegah pencemaran lingkungan

a. Menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahan atau pemukiman penduduk.

b. Pembuangan limbah industri diatur sehingga tidak mencemari lingkungan atau ekosistem.

c. Pengawasan terhadap penggunaan jenis-jenis pestisida dan zat kimia lain yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

d. Memperluas gerakan penghijauan.

e. Tindakan tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan.

f. Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai lingkungan hidupnya.

g. Membuang sampah pada tempatnya. h. Penggunaan lahan yang ramah lingkungan.

3. Kesesuaian Konsep Pencemaran Lingkungan dengan Model Pembelajaran problem based learning

Pada model pembelajaran problem based learning, pembelajarannya menuntut siswa untuk terlibat secara penuh dalam setiap kegiatannya, dalam hal ini guru berperan sebgai fasilitator yang memberikan bimbingan, motivasi dan mengarahkan siswa agar tujuan pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa tidak hanya mendengarkan, akan tetapi terlibat aktif dan bisa berargumen dalam proses pembelajaran dan dapat memecahkan permasalahan yang ada dilingkungan sekitarnya.

Dengan demikian, model pembelajaran problem based learning bisa diterapakan pada konsep pencemaran lingkungan, karena proses pembelajaran tidak selalu dilaksanakan di dalam kelas, tetapi siswa dapat mengamati secara langsung di lingkungan sekitar.

Pada konsep pencemaran lingkungan banyak sekali permasalah-masalah yang harus dipecahkan, sehingga penerapan model problem based learning (PBL) sangat cocok dengan konsep pencemaran lingkungan, karena didalam model problem based learning (PBL) menuntut siswa untuk menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sehingga siswa mampu memecahkan masalah yang ada dilingkungan sekitarnya.

(21)

4. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu membuktikan bahwa pembelajaran berbasis masalah sangat relevan dan cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yang dihadapkan oleh kasus-kasus atau masalah yang diberikan oleh guru untuk bisa mencari dan menemukan jawabannya sendiri.

Hasil penelitian ini dicantumkan untuk menginformasikan bahwa, pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar siswa, pada proses pembelajaran model ini tidak hanya semerta-merta menuntut siswa untuk bisa mengemangkan kemampuan berpikir kritis saja melainkan komunikasi, membangun rasa percaya diri dan mampu merangkai kata-kata yang sistematis semuanya membutuhkan proses pembelajaran.

Berikut ini penelitian yang sudah memberikan hasil dan kontribusi nyata pada proses pembelajaran dan peneraparan model pemelajaran berbasis masalah, yaitu:

Penelitian terdahulu terkait penerapan model problem based learning (PBL), adalah penelitian yang dilakukan oleh Hery Prasetyo(2011). “Penerapan Model problem based learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX H SMP Negeri 2 Majenang”). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik meningkat setelah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

Penelitian terdahulu selanjutnya yang dilakukan oleh Anggyta Putri Ratna (2010).”Penerapan Model Pembelajaran problem based learning (PBL) Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Statistik Pada Siswa Kelas X Pada teknik Kontruksi Kayu pada SMA Negri 2 Surakarta”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat darai hasil hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas control.

Pada penelitian yang relevan selanjutnya, guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah” pada siklus II yaitu sebesar 90,91%. Hal ini dapat terlihat adanya peningkatan prosentase sebesar 7,58%. Sedangkan dari Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Putra Lelana, Jurusan Kependidikan Biologi, Universitas Muhamadiah Malang (2010). Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar kelas X SMA Laboratorium Malang. Hasil penelitian menunjukkan persentase ketercapaian guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah pada

(22)

siklus I sebesar 83,33%, sedangkan ketercapaian observasi kegiatan pada siklus I dalam ketercapaian dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah sebesar 75%, dan pada siklus II ketercapaian dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah sebesar 87,5%. Tampak bahwa ketercapaian dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan sebesar 12,05%. Pada data keterampilan berpikir kritis pada siklus I prosentasenya sebesar 46,05%, sedangkan pada siklus II sebesar 73,09%. Dapat dilihat bahwa keterampilan berpikir kritis meningkat sebesar 27,04% dari siklus I ke siklus II. Hasil belajar berdasarkan lembar penilaian hasil belajar siklus I sebesar 76,58% dan siklus II sebesar 79,21%. Hal ini mengalami peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 2,63%. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran melalui metode Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis sebesar 27,04 %, dan hasil belajar sebesar 2,63%, dalam proses belajar mengajar menjadi lebih tertarik karena guru memberikan variasi-variasi dalam proses belajar mengajar sehingga tidak lagi merasa bosan. Selain itu, dalam proses pembelajaran lebih berperan aktif dalam menanggapi permsalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru. Kelebihan dalam penelitian iniadalah lebih terlatih untuk ekerja sama dalam kelompok, guru lebih menggunakan masalah-masalah yang actual,sehingga menjadi tertarik,guru lebih mengaktifkan dengan di berikan masalah- masalah,sehingga menjadi siap belajar. Kekurangan dalam penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam menggunakan model ini minimal 2 jam pelajaran. Guru harus bisa merespon jika sudah merasa bosan.

Penelitian terdahulu slanjutnya tentang model pembelajaran problem based learning (PBL) yang bedasarkan hasil penelitian oleh Ruqiah Ganda P.(2009). “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstul Melalaui Model problem based learning (PBL)Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sistem Pernapasan Manusia Di Kelas VIII SMP Nergi 3 Sukadana”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat darai hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan.

Penelitian terdahulu terkait penerapan model Problem Based Learning (PBL), adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Arif.(2010). “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X MAN Semarang 1 Pada Mata Pelajaran Fisika Materi Pokok Bahasan Hukum

(23)

NEWTON Tentang Gerak”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa meningkatnya hasil belajar siswa dapat dilihat dari kenaikan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa.

Penelitian terdahulu mengenai penerapan model Problem Based Learning (PBL), adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Iksan (2010). ”Pengaruh Model Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Protista Di Kelas X SMA Negri 6 Tangerang Selatan”.Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning (PBL) berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

Penelitian yang selanjutnya yang dilakukan oleh L.A. Kharida, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Negeri Semarang (2009). penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahasan elasitas bahan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang pada materi Elastisitas Bahan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Teknik pengumpulan data hasil belajar kognitif dengan memerikan tes tiap akhir siklus. Teknik observasi untuk mendapatkan data aktivitas siswa dan aktivitas guru. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Peningkatan rata-rata belajar kognitif sebesar 0.26% atau 26%. Peningkatan rata-rata belajar siswa sebesar 0.33% atau 33%. Perbedaan penelitian yang penulis lakukan adalah (1) waktu dan tempat penelitian (2) mata pelajaran yang diteliti (3) metode yang digunakan dalam penelitian (4) prosedur penelitian, perbedaan penelitian memiliki empat indikator sedangkan persamaan dalam penelitian terdahulu adalah memahas tentang peran guru dalam keberhasilan proses pemelajaran. Untuk menghindari plagiat maka penulis langsung mengadakan penelitian ke lapangan.

Peneitain terdahulu mengenai penerapan model Problem Based Instruction (PBI), adalah penelitian yang dilakukan oleh Ariffudin (2012). ” Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBL) Berbasis Produk pada Sub. Pokok Pengelolaan Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa Di MTs. Istiqomah Panguragan Kabupaten Cirebon”. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan, adanya perbedaan hasil belajar siswa antra kelas eksperimen dan kelas control. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kearah yang lebih baik.

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Referensi

Dokumen terkait

4.17 Hasil Uji Aseptabilitas (Aroma) Sediaan Tabir Surya Ekstrak Air Daun Teh Hijau ( Camellia sinensis Linn.)……… 74 4.18 Hasil Analisa Statistik Uji Aseptabilitas

Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan.di dalam ekosistem,tempat

PENGARUH METODE PROCESS GOAL SETTING TERHADAP MOTIVASI OLAHRAGA DAN PENGUASAAN KETERAMPILAN DASAR DROPSHOT CABANG OLAHRAGA BULUTANGKIS PADA ATLET PEMULA PB. 27) menyatakan

Penelitian ini menggunakan uji regresi linier sederhana dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara new media terhadap motivasi berdonasi melalui Rumah

Jawab: Manfaatnya bagi siswa itu, ketika anak belum lancar membaca al- Qur’an maka dalam kegiatan ini anak sudah terbiasa membaca al-. Qur’an dan siswa

[r]

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan gambaran elektrokardiogram pasien PPOK meliputi gelombang P Pulmonal (14.6%), P mitral (9.8%), blokade irama (15.9%),

Bisa melihat lambaian tangan pada jarak 2 meter dari 60 meter orang normal 46.Laki-laki 19 tahun datang ke PKM dengan keluhan bengkak pada tepi kelopak mata kanan atas sejak 3 hari