• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI SITOTOKSISITAS BUAH MERAH, MAHKOTA DEWA DAN TEMU PUTIH TERHADAP SEL KANKER SERVIKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI SITOTOKSISITAS BUAH MERAH, MAHKOTA DEWA DAN TEMU PUTIH TERHADAP SEL KANKER SERVIKS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SITOTOKSISITAS BUAH MERAH,

MAHKOTA DEWA DAN TEMU PUTIH TERHADAP

SEL KANKER SERVIKS

Maksum Radji1, Hendri Aldrat1, Yahdiana Harahap1, Cosphiadi Irawan2

1Departemen Farmasi, FMIPA – UI, Depok

2 Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta

Korespondensi: Dr. Maksum Radji. M.Biomed.

Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, Depok 16424 maksum@farmasi.ui.ac.id

ABSTRACT

The cytotoxic effect of herbal medicines has been examined using HeLa cells line (cervical cancer cell culture). The result showed that the LC50 value of buah merah [Pandanus

conoideus Lam.], mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] and temu putih

[Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] extracts were 421 µg/ml, 835µg/ml and 58,9 µg/ml after 24 hour incubation, whereas the LC50 of each extract were 276.79 µg/ml, 415,9 µg/ml

and 29.19 µg/ml after 48 hour incubation respectively. The cytotoxic activity of temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.)] extract to HeLa cells was stronger than buah merah [Pandanus

conoideus Lam.] and mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] extracts.

Keywords: HeLa cell, cytotoxicity, Pandanus conoideus, Phaleria macrocarpa, Curcuma zedoaria.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian efek sitotoksisitas ekstrak buah merah [Pandanus conoideus Lam.], mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] and temu putih [Curcuma

zedoaria (Berg.) Roscoe] terhadap sel HeLa (kultur sel kanker serviks). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai LC50 dari ketiga ekstrak tersebut masing-masing adalah 421

µg/ml, 835µg/ml and 58,9 µg/ml, setelah waktu inkubasi selama 24 jam, sedangkan LC50

setelah diinkubasi selama 48 jam adalah 276.79 µg/ml, 415,9 µg/ml and 29.19 µg/ml. Aktivitas sitotoksik temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.)] terhadap sel HeLa lebih kuat dibandingkan dengan buah merah [Pandanus conoideus Lam.] dan mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]

Kata kunci: sel HeLa, sitotoksisitas, buah merah, mahkota dewa, temu putih

PENDAHULUAN

Penelitian tentang khasiat obat herbal telah lama dilakukan, namun sampai saat sekarang masih banyak aspek-aspek obat herbal yang belum diungkapkan oleh para peneliti. Metoda

pendekatan penelitian etnobotani

terhadap penggunaan obat herbal yang digunakan oleh etnis tertentu, perlu

dibuktikan aktifitas farmakologisnya

secara eksperimental dan dilanjutkan dengan isolasi senyawa yang memiliki aktifitas biologis tersebut (1).

Salah satu pemanfaatan obat herbal yang sedang dikembangkan adalah

untuk membantu penyembuhan

penyakit kanker. Sampai saat ini penyakit kanker merupakan penyakit yang sulit untuk diobati. Salah satu

(2)

42

jenis kanker yang banyak ditemui adalah kanker serviks. Menurut laporan World Health Organisation (WHO), ada sekitar 466.000 kasus per tahun di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan diperkirakan sekitar 231.000 orang meninggal setiap tahun. Kasus kanker serviks di USA tahun 2007 mencapai 11.150 orang penderita dan 3.670 diantaranya meninggal dunia (2). Di Indonesia, kasus kanker serviks termasuk ke dalam kasus kanker

terbanyak yang menyerang kaum

perempuan (3). Data yang dikumpulkan berdasarkan jumlah pasien rawat jalan untuk kasus baru per tahun dari Rumah

Sakit Kanker Dharmais (RSKD)

Jakarta, ada 147 kasus (17%) dari total 859 kasus kanker pada tahun 2002 dan 192 kasus (19%) dari total 859 kasus kanker pada tahun 2003. Kasus kanker

serviks menempati urutan kedua

setelah kanker payudara dari 10 kasus kanker terbanyak di RSKD.

Terapi kanker serviks yang

dilakukan saat ini khususnya

penggunaan kemoterapi masih

dirasakan belum efektif karena sering menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan oleh pasien. Oleh sebab itu berbagai upaya untuk mencari obat alternatif masih terus dilakukan oleh para peneliti guna menemukan bahan obat yang memiliki efektifitas tinggi

namun rendah efek sampingnya

terhadap pasien. Salah satu sumber dapat dimanfaatkan sebagai antikanker adalah obat herbal. Berbagai macam bahan alam yang telah diteliti mulai dari jamur sampai tumbuhan tinggi telah menunjukkan adanya khasiat sebagai

antikanker diantaranya Penicillium

brevicompactum, Streptomyces

peucetius, Podophyllum sp, Taxus brevifolia dan Rauwolfia sp (4). Ekstrak

buah-buahan seperti strawberry,

blueberry dan raspberry juga diuji

aktivitasnya sebagai anti kanker

payudara dan serviks (5). Jika ditinjau dari segi fitokimia, golongan senyawa kimia sering berkaitan dengan aktifitas

antikanker dan antioksidan diantaranya adalah golongan alkaloida, terpenoida, polifenol, flavonoida dan resin (6).

Di Indonesia berbagai obat herbal

telah digunakan sebagai terapi

alternatif untuk membantu pengobatan penyakit kanker. Beberapa diantaranya yang banyak digunakan oleh pasien kanker adalah buah merah, temu putih dan mahkota dewa (7, 8). Buah merah adalah tumbuhan jenis pandan yang berasal dari Pulau Papua yang secara

tradisional digunakan sebagai

makanan. Buah merah juga dilaporkan

digunakan untuk membantu

memperkuat stamina pasien AIDS (9).

Mahkota dewa secara empiris

digunakan untuk mengobati hepatitis B, diabetes mellitus dan asam urat (10). Penelitian tentang mahkota dewa yang telah dilakukan adalah uji sitotoksik Brine Shrimp Lethality Assay (BLST) dan bioassai antikankernya terhadap sel Leukemia L1210 yang hasilnya menunjukkan bahwa mahkota dewa

memiliki aktivitas biologis yang

bermakna (11). Temu putih secara

tradisional digunakan sebagai

karminatif, stimulan pencernaan, obat flu, insektisida, antifungi dan anti bakteri. (12, 13). Temu putih selain

mengandung kurkumin juga

mengandung senyawa kimia lainnya dan minyak atsiri.

Penelitian ini dilakukan untuk

menguji sitotoksisitas dari tiga jenis

obat herbal yaitu buah merah

(Pandanus conoideus), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dan temu putih (Curcuma zedoaria) dalam kultur sel HeLa yang merupakan model in vitro untuk sel kanker serviks. Pada

penelitian ini diuji aktivitas

penghambatan pertumbuhan sel HeLa menggunakan ketiga ekstrak tumbuhan tersebut dengan berbagai konsentrasi.

METODE PENELITIAN

Alat

(3)

hitung sel, pipet ependrof 250 ml, pembakar Bunsen, labu kultur jaringan 40 ml, sentrifus, timbangan analitik, hemositometer, well plate 96 (tissue cultur plate), laminar air flow, ELISA plate reader dan alat-alat gelas.

Bahan

Ekstrak buah merah dari pasaran produksi I Made Budi, ekstrak air

mahkota dewa diperoleh dari

Laboratorium Indofarma dan ekstrak etanol temu putih yang rimpangnya berasal dari Klinik Karyasari. Sel HeLa (ATCC.No.CCL-2.2), medium RPMI 1640, FCS (fetal bovine serum) 12,5%,

streptomisin, fungison, dimetil

sulfoksida (DMSO), etanol 96%, MTT

[3-(4,5-dimetiltiazolil-2)-2,

5-difeniltetrazolium bromida], Sodium

Dodesil Sulfat (SDS) 1 %, tripsin, asam klorida dan air suling.

Cara kerja

Penyiapan ekstrak bahan uji: Ekstrak

temu putih dibuat dengan cara:

sebanyak 500 gram rimpang temu putih segar dirajang tipis dan dikering anginkan selama 3 hari sampai kering, kemudian rajangan diblender untuk

memperoleh serbuknya. Serbuk

dimaserasi dengan etanol 70% di dalam erlenmeyer, sambil dilakukan

pengocokan selama 3 jam

menggunakan shaker, setelah itu

ekstrak etanolnya dipindahkan ke

dalam labu rotary dan dilakukan pemekatan ekstrak dengan rotary evaporator. Ekstrak kental temu putih

yang diperoleh dilarutkan dalam

DMSO. Ekstrak buah merah berupa minyak, ekstrak air mahkota dewa dan ekstrak temu putih yang masing-masing telah dilarutkan dalam DMSO dibuat pengenceran untuk memperoleh berbagai konsentrasi dan difiltrasi

dengan filter 0,2 µm sebelum

dimasukkan ke dalam plat 96 sumuran. Penyiapan suspensi sel: Tabung sel

HeLa dikeluarkan dari tempat

penyimpanan di dalam tangki nitrogen

cair, kemudian tabung tersebut

dibenamkan ke penangas air pada 37°C beberapa menit sampai isi dalam tabung tersebut mencair. Ambil cairan yang ada di dalam tabung sel, masukkan ke dalam tabung baru dan tambahkan 5 ml medium RPMI, kemudian sentrifus 10 menit dengan

kecepatan 1500 rpm. Larutan

supernatan dibuang dan ke dalam peletnya ditambahkan medium dan FCS 20% hingga 5 ml, kemudian dimasukkan ke culture flask dan

inkubasi pada suhu 37°C, CO2 5%

selama 5 hari. Kultur sel diperiksa di

bawah mikroskop untuk melihat

kepadatan selnya.

Pengujian sitotoksisitas sampel

terhadap sel HeLa: Sebanyak 0,1 ml suspensi sel HeLa dimasukkan ke

dalam masing-masing sumuran

kemudian ditambahkan larutan uji sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi mulai dari konsentrasi 15,62 µg/ml sampai 1000 µg/ml tiap sumuran, sehingga total volume satu sumuran tersebut adalah 0,2 ml. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C, CO2 5% selama 24 dan 48 jam.

Setelah diinkubasi 24 jam, masing-masing sumuran dikeluarkan medianya sebanyak 170 µl. Suspensi yang tersisa 30 µl sengaja ditinggalkan agar sel-sel yang ada di dalam plat tidak ikut

terbuang. Kemudian ditambahkan

media sebanyak masing-masing 120 µl termasuk media kontrol dan tambahkan

MTT masing-masing sumuran

sebanyak 10 µl. Diinkubasi selama 4

jam di dalam inkubator, lalu

ditambahkan larutan SDS 1% untuk

menghentikan reaksi. Selanjutnya

didiamkan pada suhu kamar selama satu malam. Esok harinya plat dibaca

dengan menggunakan Elisa plate

reader pada panjang gelombang 540 nm. Pengerjaan untuk inkubasi 48 jam sama dengan cara inkubasi 24 jam.

(4)

44

Pengolahan Data

Data diolah dengan menggunakan analisis Probit untuk mendapatkan nilai LC50 dari masing-masing ekstrak. Nilai

LC50 menunjukkan persentase

kematian sel pada kultur sebanyak 50%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengukuran

serapan ekstrak uji dengan Elisa plate reader dapat diketahui bahwa telah terjadi kematian sel HeLa akibat pengaruh ekstrak uji. Kematian sel HeLa tertinggi untuk waktu inkubasi 24 dan 48 jam dengan konsentrasi ekstrak 500 µg/ml berturut-turut adalah temu putih 92,4% dan 97,0%, buah merah 71,3% dan 80,2% dan mahkota dewa 48,0% dan 58,6%. Nilai LC50 dihitung

menggunakan software analisis Probit diperoleh hasil masing-masing ekstrak untuk waktu inkubasi 24 jam adalah temu putih 58.90 µg/ml, buah merah 421,0 µg/ml dan mahkota dewa 835

µg/ml, sedangkan nilai LC50 untuk

waktu inkubasi 48 jam adalah temu

putih 29,19 µg/ml, buah merah

276,79µg/ml dan mahkota dewa

415,9µg/ml, seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. LC50 ekstrak bahan uji dengan

masa inkubasi 24 dan 48 jam Masa inkubasi BM (ug/ml) MD (ug/ml) TP (ug/ml) 24 jam 421,0 835 58,90 48 jam 276,79 415,9 29,19

BM = ekstrak buah merah. MD = esktrak mahkota dewa TP = ekstrak temu putih

Sel HeLa yang digunakan

merupakan model untuk pengujian in vitro untuk kanker serviks. Kultur sel HeLa yang terpapar oleh ekstrak

tumbuhan uji akan mengalami

perubahan pertumbuhan tergantung

kepada kemampuan sitotoksisitas

sampel ujinya. Untuk membedakan

antara sel HeLa yang hidup dan yang mati ditambahkan larutan MTT. MTT

adalah garam tetrazolium

3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida. MTT masuk ke dalam sel dan

diubah menjadi formazan oleh

mitokondria di dalam sitoplasma.

Reaksi berlangsung tergantung dari

keutuhan mitokondria. Produk

formazan berkumpul di dalam sel, tidak dapat keluar melewati membran sel. Jika sel dilisiskan, maka formazan akan bebas dan segera dapat dideteksi dan

diukur dengan metoda kolorimetri

sederhana (14). Kristal formazan ini mengendap di dasar pelat dan tidak

larut dalam air, namun dengan

penambahan HCl 0,04 M sel akan lisis dan formazan menjadi larut. Disamping itu HCl juga berguna untuk mengubah merah fenol pada medium RPMI 1640 menjadi kuning, sehingga merah fenol tidak mengganggu pembacaan serapan formazan (15).

Hasil pengujian ketiga ekstrak obat herbal yang dilakukan menunjukkan

bahwa persentase kematian sel

semakin meningkat seiring

pertambahan dosis dan pertambahan waktu inkubasi. Ini menandakan bahwa semakin lama sel HeLa berinteraksi dengan ekstrak uji, semakin tinggi tingkat kematian selnya (Gambar 1 dan Gambar 2).

Ekstrak temu putih memiliki efek hambatan pertumbuhan kultur sel HeLa tertinggi dibandingkan dengan buah merah dan mahkota dewa baik pada waktu inkubasi 24 jam maupun 48 jam. Pada konsentrasi 250µg/ml ke bawah,

aktivitas sitotoksik buah merah

terhadap sel HeLa dibawah mahkota dewa, namun pada dosis yang tinggi, yakni 500µg/ml ternyata buah merah lebih sitotoksik dibandingkan dengan mahkota dewa. Aktivitas sitotoksik ekstrak buah merah menjadi 3,3 kali lipat jika konsentrasinya dinaikkan dari 250 µg/ml menjadi 500 µg/ml (Gambar 1 dan Gambar 2).

(5)

Inkubasi 24 jam 3.62.2 5.8 7.2 21.7 71.3 7.9 13.2 13.5 16.8 30.7 48 25.5 31.8 49.6 63.2 83 92.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 100 200 300 400 500 600 Konsentrasi (ug/ml) P e rs e n ta s e k e m a ti a n s e l BM MD TP DMSO

Gambar 1. Grafik hubungan persentase kematian sel HeLa terhadap

konsentrasi ekstrak buah merah (BM), mahkota dewa (MD), temu putih (TP) dan DMSO dengan waktu inkubasi 24 jam.

Inkubasi 48 jam 1.22.4 9.2 22.4 33.9 80.2 16.7 24.2 25.3 29.6 40.6 58.6 37.8 47.3 67 84.7 96.9 97 0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 500 600 Konsentrasi (ug/ml) P e rs e n ta s e k e m a ti a n s e l BM MD TP DMSO

Gambar 2. Grafik hubungan persentase kematian sel HeLa terhadap

konsentrasi ekstrak buah merah (BM), mahkota dewa (MD), temu putih (TP) dan DMSO dengan waktu inkubasi 48 jam.

(6)

46

Penelitian sebelumnya diketahui

bahwa ekstrak air mahkota dewa memiliki aktivitas sitotoksik dengan

LC50 sebesar 196,74 dan 114,34 µg/ml

dengan waktu inkubasi 24 dan 48 jam. Penelitian tersebut juga menemukan

bahwa ekstrak buah lebih kuat

dibandingkan daunnya (16).

Sedangkan hasil LC50 dalam penelitian

ini untuk ekstrak mahkota dewa lebih tinggi, yakni 835µg/ml. Perbedaan hasil

ini dapat terjadi kemungkinan

disebabkan karena perbedaan proses ekstraksi, kualitas buah, tempat tumbuh

dan kerusakan ekstrak selama

pengolahan atau penyimpanan.

Kekuatan ekstrak air mahkota dewa dalam menghambat pertumbuhan sel HeLa lebih lemah jika dibandingkan dengan ektrak etanolnya yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 dengan LC50 pada

konsentrasi 16 µg/ml (15). Ini

menunjukkan bahwa ekstrak mahkota dewa lebih sitotoksik terhadap sel

MCF-7 dibandingkan dengan sel

kanker HeLa. Aktivitas mahkota dewa

sebagai antikanker berhubungan

dengan adanya kandungan lignan, flavonoid dan tanin di dalam buahnya.

Ekstrak temu putih menunjukkan

aktivitas antisitotoksik yang tinggi. Pada plat kultur terlihat bahwa ekstrak

temu putih bisa menghambat

pertumbuhan sel HeLa pada sebanyak 92,4% dan 97,0% berturut-turut pada waktu inkubasi 24 dan 48 jam seperti yang terlihat pada Gambar 1 dan

Gambar 2.

Kemampuan menghambat

pertumbuhan sel HeLa oleh ekstrak temu putih sebesar 29,19 µg/ml dengan waktu inkubasi 48 jam menunjukkan kemampuan sitotoksik yang layak

dipertimbangkan. Hasil indentifikasi

konstituen kimia pada temu putih ditemukan adanya kandungan minyak atsiri, kurkumin dan kurkumenon dan beberapa senyawa lainnya. Kandungan

minyak atsiri temu putih seperti

epikurzerenona dan kurdiona

diperkirakan dapat mempengaruhi

proses apoptosis sel kanker manusia

Apoptosis merupakan mekanisme

penting dalam strategi melawan kanker

karena dalam tinjauan molekuler

kanker dapat terjadi disebabkan adanya kelainan regulasi apoptosis. Senyawa antikanker bisa berperan dalam membantu proses apoptosis sel (17).

Ekstrak temu putih juga

mengandung kurkumin sama seperti kunyit (Curcuma domestica). Kurkumin telah diuji oleh Huang MT et.al. (1997) terhadap kultur sel HeLa menunjukkan hasil yang kuat yakni 0,5-1 µM.

Diperkirakan mekanisme kerja

kurkumin dalam menghambat sel HeLa

adalah, pertama kurkumin

menghambat penggabungan [3H]

timidin kepada DNA sel HeLa; kedua, kurkumin menghambat penyatuan [3H] uridin kepada RNA dan yang ketiga, kurkumin juga menghambat penyatuan [3H] leusin kepada protein. Dengan demikian kurkumin merupakan inhibitor pada sintesis DNA dan RNA, namun

senyawa ini tidak menunjukkan

pengaruh terhadap sintesis protein

(18). Salah satu faktor yang

menyebabkan ekstrak temu putih

bersifat sitotoksik terhadap sel HeLa adalah karena adanya kandungan kurkumin.

Penelitian lebih lanjut perlu

dilakukan untuk menentukan senyawa-senyawa yang dikandung oleh ketiga

ekstrak yang memberikan efek

sitotoksik terhadap pertumbuhan sel HeLa. Dengan mengetahui mekanisme sitotoksisitas ekstrak temu putih, buah merah dan mahkota dewa dapat dijadikan batu pijakan untuk mencari

sumber obat baru yang dapat

dimanfaatkan sebagai obat antikanker atau penyokong terapi kanker.

KESIMPULAN

Ekstrak temu putih memiliki aktivitas sitotoksik yang paling kuat terhadap

(7)

kultur sel HeLa dibandingkan dengan buah merah dan mahkota dewa. Nilai

LC50 temu putih 58.9 µg/ml, buah

merah 421 µg/ml dan mahkota dewa 835 µg/ml, untuk waktu inkubasi 24 jam, sedangkan untuk waktu inkubasi

48 jam, nilai LC50 temu putih

29.19µg/ml, buah merah 276.79µg/ml dan mahkota dewa 415,9µg/ml.

DAFTAR RUJUKAN

1. Heinrich, M. Ethnobotany and natural products: the search for new molecules, new treatments of old diseases or a better understanding of indigenous cultures? Current Topics in Medicinal Chemistry 2003; 3: 29-42

2. Anonim. Fact Sheet Cervical Cancer. National Institutes of Health. September; 2007.

3. Tjindarbumi D, R.Mangunkusumo. Cancer in Indonesia, present and future. Japan J. Clin Oncol; 2002;

32(Supplement 1): S17-S21

4. Dewick, P.M. Medicinal Natural Products. John Wiley & Sons, Ltd. Chichester; 2002.

5. Wedge DE, K.M Meepagala, J.B Magee, S.H Smith, G Huang G, L.L Larcom. Anticarcinogenic activity of strawberry, blueberry, and raspberry extracts to breast and cervical cancer cells. J Med Food.; 2001; 4(1):49-51 6. Mills, S., K. Bone. Principles and

practice of phytotherapy. Churchill Livingstone. Edinburg; 2000.

7. Anonim. Kombinasi mahkota dewa, temu putih dan sambiloto redakan keganasan kanker serviks. Majalah Tanaman Obat Feb 2004

8. Anonim. Temu putih hilangkan gejala kanker serviks. Majalah Tanaman Obat Feb 2004.

9. Budi I.M, R. Hartono, I Setyanova. Tanya jawab seputar buah merah. Penebar Swadaya Jakarta; 2002.

10. Winarto, W.P., Mahkota dewa: Budi daya dan pemanfaatan untuk obat. Penebar Swadaya Jakarta; 2003. 11. Lisdawati, V. Brine Shrimp Lethality Test

(BLST), bioassay antikanker in vitro dengan sel Leukemia L1210 dan isolasi serta penentuan struktur molekul senyawa kimia dari buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl,]. Tesis. Universitas Indonesia; 2005. 12. Wilson B, G. Abraham, V.S. Manju, M.

Mathew, B. Vimala, S. Sundaresan, B. Nambisan. Antimicrobial activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica tubers. J. of Ethnopharmacology 2005; 99: 147–151 13. Pandji C, C. Grimm, V. Wray, L. Witte,

P. Proksch. Insecticidal constituents from four species of the zingiberaceae. Phytochemistry 1993; 34(2): 415-119. 14. Mosmann T. Rapid colorimetric assay

for cellular growth and survival: application to proliferation and cytotoxicity assays. J.Immunol.Methods 1983; 65: 55-63.

15. Syafhan, N.F. Uji sitotoksitas sediaan jadi daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boert) terhadap sel MCF-7 (sel kanker payudara) secara in vitro. Skripsi. Universitas Indonesia; 2005.

16. Sumastuti dan Sonlimar, Efek sitotoksik buah dan daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa(Scheff)Boerl.) terhadap sel HeLa. www.tempo.co.id/ medika/ arsip/122002/art-3.htm.

17. Lai EY, C.C. Chyau, J.L. Mau, C.C.Chen, Y.J. Lai, C.F. Shih, L.L. Lin. Antimicrobial activity and cytotoxicity of the essential oil of Curcuma zedoaria. Am J Chin Med. 2004; 32(2):281-90. 18. Huang MT, W Ma, P.Yen, J-G Xie, J

Han, K. Frenkel, D.Grunberger and A.H. Conney. Inhibitory effects of topical application of low doses of curcumin on 12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate-induced tumor promo-tion and oxidized DNA bases in mouse epidermis. Carcinogenesis 1997; 18 (1): 83–88.

Gambar

Gambar 1. Grafik hubungan persentase kematian sel HeLa terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan asam sitrat sebagai agen ikatan silang (crosslinking) terhadap karakteristik edible film pati

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah latar belakang wanita atau ibu-ibu rumah tangga di Kampung Kradenan Baru Kelurahan Bendan Duwur

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kondisi Perumahan Dengan Angka Kejadian Demam Berdarah DengueDi Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru

Hasil pelaksanaan kegiatan orientasi lapangan dan identifikasi hak – hak pihak ketiga pada kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari data primer berupa titik

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi untuk menerapkan Standard Precaution yaitu

Tujuan penelitian ini bertujuan mengungkap 1) ragam kondisi wilayah Desa Capar Kulon, Jlamprang, Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo; 2) Perkembangan Seni Dolalak

London Sumatra Indonesia Tbk, Unit Bah Lias Estate, sebagaimana humas atau public relations pada perusahaan lain, petugas humas di perusahaan ini memiliki tugas

(2009).Penerapan Model Pembelajaran Inovatif TTW (Think, Talk, Write) dengan Menyatakan Hand Out Terhadap Hasil Belajar Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan Pada Siswa