• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Auditing

2.1.1 Pengertian Auditing

Arens, et all (2003;12) dalam bukunya Auditing: An Integrated Approach mengemukakan bahwa definisi auditing adalah sebagai berikut:

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.

Dengan demikian Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menjelaskan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi yang tersedia dengan criteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Kata-kata kunci yang terkandung dalam definisi auditing menurut Arens et all, adalah:

1. Pengumpulan dan evaluasi bukti,

Ini merupakan kegiatan inti dari Auditing. Bukti merupakan suatu informasi yang dikumpulkan auditor yang digunakan untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara asersi (informasi) dengan criteria yang ditetapkan. 2. Kompeten dan Independen,

a. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dalam arti mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis profesi. Auditor harus mampu memahami tipe-tipe dari jumlah bukti yang harus dikumpulkan. b. Auditor harus mampu mempertahankan sikap mental independen yaitu

mampu membebaskan diri dari berbagai kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan penugasan audit.

(2)

2. Jenis-jenis Audit

Ada tiga jenis audit yang dikemukakan oleh Arens et all (2003;13) yaitu: 1. Audit Operasional (Operational Audits),

Audit operasional merupakan riview atas setiap bagian dari prosedur operasional perusahaan dan metode-metode dengan tujuan untuk mengevaluasi eficiency dan effectiveness. Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.

2. Audit Ketaatan (Compliance Audits),

Audit ketaatan adalah audit yang bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit ketaatan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam membuat kriteria. Audit ketaatan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audits),

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh klien untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil audit laporan keuangan disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit yang akan dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil dari audit operasional ini berbentuk rekomendasi kepada manajemen untuk melakukan perubahan terhadap operasi unit yang bersangkutan agar hasil operasi yang diharapkan tercapai.

Audit ketaatan dilakukan untuk menentukan apakah pihak yang diperiksa telah mengikuti prosedur-prosedur atau peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemegang wewenang yang lebih tinggi.

Sedangkan audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan perusahaan sesuai dengan penyajiannya, dengan kriteria atau

(3)

standar yang ditetapkan. Dan di Indonesia standar yang berlaku umum adalah Standar Akuntansi Keuangan.

2.1.3 Jenis-jenis Auditor

Cashin mengelompokkan auditing ke dalam tiga cabang bidang auditing yaitu: Independen auditing, Internal auditing, Governmental auditing. Selanjutnya Dan M Guy, C Wayne Alderman, Alan J Winters (2002;11) secara umum mengelompokkan auditor menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Auditor Internal

· Auditornya adalah pegawai dari perusahaann atau organisasi itu sendiri, seperti sistem pengendalian intern pada BUMN atau BUMD

· Aktivitas pekerjaanya adalah menelaah keandalan dan integritas informasi keuangan dan operasi, menelaah struktur pengendalian intern yang dirancang, menelaah tingkat kepatuhan entitas, menelaah sarana untuk melindungi asset perusahaan dan mengukur efisiensi dan efektivitas perusahaan.

· Tujuannya adalah membantu manajemen untuk memajukan perusahaan.

· Orientasi pelaksanaan auditnya adalah audit ketaatan (compliance audit) dan audit operasional (operational audit)

· Kedudukan auditor internal adalah bersifat independen dari pihak perusahaan dan memerlukan dukungan dari top manajemen.

· Auditor internal biasanya bertanggung jawab kepada dewan direksi. 2. Auditor Independen atau Akuntan Publik Terdaftar

· Auditornya berasal dari Kantor Akuntan Publik.

· Pelayanan jasanya terdiri dari jasa atestasi, jasa kompilasi, perpajakan dan lain-lain.

· Kedudukannya bersifat tidak memihak, independen dan obyektif. · Perangkat peraturannya adalah Standar Profesional Akuntan Publik

(SPAP), Kode Etik dan Quality Control. 3. Auditor Pemerintahan

(4)

· Auditornya berasal dari lembaga pemeriksa pemerintah, yaitu seperti dari Badan Pemerika Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jendral (ITJEN) pada departemen-departemen pemerintah Indonesia atau General Accounting Office (GAO) di Amerika Serikat.

· Aktivitas kegiatan auditnya adalah audit keuangan dan audit kinerja. · Kedudukannya bersifat independen terhadap pihak yang diperiksa. 2.2 Auditor internal

2.2.1 Pengeritan Auditor Internal

Auditor internal di definisikan oleh Moeller and Witt (2005;5) sebagai berikut:

“Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization”.

Dari istilah-istilah yang terdapat pada definisi di atas, dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Independent, mempunyai arti bebas dari pembatasan ruang lingkup dan efektivitas hasil pemeriksaan yang berupa temuan dan pendapat.

2. Appraisal, menyatakan keyakinan penilaian auditor internal atas kesimpulan yang dibuatnya.

3. Established, menjelaskan pengakuan perusahaan atas peranan auditor internal.

4. Examine and Evaluate, menyatakan bahwa kegiatan auditor internal sebagai auditor serta penilai terhadap fakta-fakta yang ditemukan dalam perusahaan. 5. Its Activities, menyatakan luasnya ruang lingkup pekerjaan auditor internal

yang meliputi seluruh aktivitas perusahaan.

6. Service, menyatakan bahwa pelayanan terhadap manajemen merupakan hasil akhir dari pekerjaan auditor internal.

(5)

7. To the Organization, menyatakan bahwa ruang lingkup pelayanan auditor internal berhubungan dengan seluruh personalia perusahaan, dewan komisaris termasuk komite audit dan para pemegang saham.

Sedangkan definisi terbaru menurut Arens et all (2003;732) tentang auditor internal yaitu:

“Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activing designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish it objectives by bringing a systematic, deciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance proceses”.

Adapun dari pengertian di atas sesuai dengan Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal (KOPAI) (2004;5), dapat diartikan sebagai berikut:

“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance”.

Dari definisi diatas dapat diuraikan kata-kata kunci audit internal, sebagai berikut:

1. Kegiatan assurance dan konsultasi,

Aktivitas pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi bagi organisasi atau perusahaan.

2. Independen dan objektif,

Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang mana hal ini sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana

(6)

mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif para auditor internal.

3. Memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi, Auditor internal diharapkan dapat membantu organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi.

4. Pendekatan yang sistematis dan teratur,

Auditor internal dalam menjalankan tugasnya harus tepat pada pokok permasalahan/tidak bias, sehingga permasalahan yang dihadapi organisasi/perusahaan dapat segera terdeteksi dan diatasi.

5. Pengelolaan risiko,

Auditor internal memiliki fungsi dalam membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.

6. Pengendalian,

Auditor internal memiliki fungsi audit internal dalam membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.

7. Proses Governance,

Auditor internal memiliki fungsi audit internal dalam menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:

a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi.

b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas.

(7)

c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.

d. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan diri dan mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal, auditor eksternal serta manajemen.

Berdasarkan definisi di atas jelas terlihat adanya perbedaan pengertian audit internal antara definisi lama dan baru, seperti tampak pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1

Perbandingan Konsep Kunci Pengertian Audit Internal

Lama 1947 Baru 1999

Fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi.

Suatu aktivitas independen objektif.

Fungsi penilaian. Aktivitas pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi.

Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang di berikan bagi organisasi.

Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi.

Membantu agar para anggota organisasi dapat menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.

Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya.

Memberi hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji dan menciptakan pengendalian efektif dengan biaya yang wajar.

Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian, dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi.

Sumber: Hiro Tugiman (2004;15)

(8)

Pengertian fungsi auditor internal menurut Sawyer (2003;1363), yaitu: “The internal audit activity should evaluate and contribute to the improvement of risk management, control, and governance processes using a systematic and diciplined approach”

Dengan demikian fungsi auditor internal adalah melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.

(9)

Kualifikasi Auditor Internal a. Independensi auditor internal

Agar seorang auditor efektif melaksanakan tugasnya, auditor harus independen atau bebas dari pengaruh-pengaruh objek yang akan diauditnya. Hal ini dapat tercapai jika ia diberikan kedudukan yang disyaratkan dalam organisasi dan memiliki tingkat objektifitas yang diperlukan, seperti yang dikemukakan oleh The Institute Of Internal Auditors (2004;51), sebagai berikut:

“Internal auditors are independent when they can carry out their work freely and objectively. Independent permits internal auditors to render the impartial and unbiased judgments essential to the proper conduct of engagements. It is achieved through organizational status and objectivity.”

Dengan adanya independensi dan objektivitas yang dimiliki auditor internal, maka akan mempermudah auditor internal dalam melakukan pekerjaannya secara bebas dan objektif yang memungkinkan auditor membuat pertimbangan penting secara mental dan tidak menyimpang.

Independensi dapat diperoleh melalui dua aspek: 1. Status organisasi (Independensi organisasi),

Status organisasi audit internal harus berperan sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta harus mendapat dukungan dari pimpinan tingkat atas. Status yang dikehendaki adalah bahwa bagian audit internal harus bertanggungjawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang cukup untuk menjamin jangkauan audit yang luas, pertimbangan dan tindakan yang efektif atas temuan audit dan perbaikan saran.

KOPAI (2004;8), menyatakan bahwa:

“Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”.

(10)

Status internal audit dalam organisasi/perusahaan terbagi menjadi lima, yaitu:

a. Auditor internal harus bertanggung jawab terhadap individu di dalam organisasi yang memiliki kewenangan cukup.

b. Auditor internal harus memiliki hubungan langsung dengan dewan direksi. c. Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagian audit internal harus

didefinisikan dalam dokumen tertulis.

d. Auditor internal setiap tahun harus mengajukan persetujuan mengenai rangkuman mengenai jadwal kegiatan pemeriksaan, susunan kepegawaian dan anggaran yang kemudian diinformasikan kepada dewan.

e. Auditor internal harus memberi laporan tahunan tentang berbagai kegiatan kepada manajemen senior dan dewan.

Kriteria untuk melihat status internal auditing yang baik, yaitu: a. Independen

b. Fokus terhadap seluruh aktivitas organisasi c. Pelayanan terhadap seluruh unit organisasi. 2. Objektivitas Auditor Internal,

Objektif adalah sikap mental bebas yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan pemeriksaan. Sikap objektif akan memungkinkan para auditor internal melaksanakan pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan bersungguh-sungguh yakin atas hasil pekerjaannya dan tidak akan membuat penilaian yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan atau diragukan. Para auditor internal tidak boleh ditempatkan dalam suatu keadaan yang membuat mereka merasa tidak dapat melaksanakan penilaian profesional yang objektif atau dalam kondisi conflict of interest.

Oleh karenanya, independensi sangat penting bagi seorang auditor internal dalam melaksanakan tugasnya. Selain independensi, auditor internal juga harus memiliki keahlian dan kecermatan profesi. Keberhasilan fungsi audit internal tidak cukup hanya independensi dan memiliki keahlian dan kecermatan profesi

(11)

saja, tetapi juga harus ada dukungan dari pihak manajemen dalam menjalankan fungsinya. Dengan demikian merupakan hal penting untuk mendukung kedudukannya di dalam organisasi/perusahaan sehingga auditor internal dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

b. Kompetensi Auditor Internal

Menurut Hiro Tugiman (2004;27-40) kemahiran profesional yang harus diperoleh meliputi:

1. Staffing, mengacu pada persyaratan bahwa bagian audit internal harus memberikan jaminan mengenai keahlian dan latar belakang pendidikan auditor internal telah sesuai dengan audit yang akan dilaksanakan.

2. Knowledge, skill, and Dicipline, mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus mempunyai pengetahuan, keahlian, dan disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab auditnya.

3. Supervision, mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus memberikan jaminan bahwa audit internal harus diawasi sebagaimana mestinya.

4. Compliance with standar of conduct, mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus mematuhi standar professional dalam melakukan audit.

5. Human relation and communication, mensyaratkan bahwa auditor internal harus memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara efektif.

6. Continuing education, mensyaratkan bahwa auditor internal harus meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan. 7. Due professional care, mensyaratkan bahwa auditor internal harus melatih

keahlian profesionalnya dengan berusaha mendapatkan pendidikan lanjutan untuk melaksanakan audit internal.

KOPAI (2004;9), menyatakan bahwa:

“Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional:

(12)

Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

2. Kecermatan profesional,

Auditor internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang bijaksana dan kompeten.

3. Program jaminan dan peningkatan kualitas fungsi audit internal,

Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.”

2.2.4 Wewenang dan Tanggung Jawab Auditor Internal

Bagian audit intenal merupakan bagian integral dari organisasi dan berfungsi sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh manajemen senior dan dewan. Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagian audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis yang formal.

Auditor harus dapat mengetahui posisinya yang telah ditetapkan dan sampai dimana tingkat independensinya dapat menjamin objektivitas tugasnya. Perincian wewenang dan tanggung jawab auditor hendaknya dibuat secara hati-hati dan mencakup semua wewenang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya, serta tidak mencantumkan tangggung jawab yang tidak akan dipukulnya. Wewenang yang ditetapkan tidak boleh membatasi pemeriksaan hanya dalam masalah akuntansi dan keuangan saja, tetapi dilain pihak auditor tidak dituntuk untuk memberikan pendapat mengenai efektivitas fungsi yang berteknologi tinggi yang mungkin di luar kemampuannya.

Auditor internal tidak dapat menjalankan kegiatan usaha bagi masyarakat umum. Auditor internal tidak mengeluarkan pendapat yang dapat dijadikan dasar bagi masyarakat umum dalam mengambil suatu keputusan. Tugas dan tanggung jawab auditor biasanya lebih ditekankan pada peninjauan atas pengendalian

(13)

manajeman daripada penilaian pekerjaan yang bersifat teknis. Auditor internal yang cakap akan mampu meriview pengendalian manajemen yang ada pada setiap kegiatan perusahaan.

Berdasarkan Standar Profesi Audit Internal (SPAI) yang terdiri atas Standar Atribut, Standar Kinerja, dan Standar Implementasi. Menjelaskan bahwa Standar Atribut berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan pihak-pihak yang melakukan kegiatan audit internal. Standar Kinerja menjelaskan sifat dan kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit. Standar Kinerja memberikan praktek-praktek terbaik pelaksanaan audit mulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Standar Atribut dan Standar Kinerja berlaku untuk semua jenis penugasan audit internal namun Standar Implementasi hanya berlaku untuk satu penugasan tertentu.

Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab auditor internal yang merupakan bagian dari standar atribut dijelaskan di dalam SPAI oleh KOPAI (2004;8) dengan menyatakan bahwa:

“Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal dinyatakan dalam Charter Audit Internal dan juga harus konsisten dengan Standar Profesional Audit Internal (SPAI).

5 Tujuan dan Ruang Lingkup Pekerjaan Auditor Internal

Auditor internal haruslah menilai pekerjaan, operasi, atau program untuk menilai apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan apakah pekerjaan, operasi atau program tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para angggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.

(14)

Untuk hal tersebut, auditor internal akan memberikan barbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan yang sedang diperiksa. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha untuk mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya wajar.

Lingkup pekerjaan audit internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektivitasan sistem pengendalian intern yang dimiliki oleh organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab (Hiro Tugiman, 2004;41). Yang mengandung arti bahwa:

1. Lingkup pekerjaan audit internal meliputi pemeriksaan apa saja yang harus dilaksanakan.

2. Tujuan peninjauan terhadap kecukupan suatu sistem pengendalian internal adalah menentukan apakah sistem yang diterapkan telah memberikan kepastian yang layak atau masuk akal bahwa tujuan dan sasaran organisasi akan dapat dicapai secara ekonomis dan efisien.

3. Tujuan peninjauan terhadap keefektifan sistem pengendalian internal adalah memastikan apakah sistem tersebut berfungsi sebagaimana yang diharapkan. 4. Tujuan peninjauan terhadap kualitas pelaksanaan kegiatan adalah memastikan

apakah tujuan dan sasaran organisasi telah dicapai.

5. Tujuan utama pengendalian internal adalah meyakinkan: a. Keandalan (Reliabilitas dan integritas) informasi;

b. Kesesuaian dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan;

c. Perlindungan terhadap harta organisasi;

d. Penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien;

e. Tercapainya berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 6. Pengendalian adalah berbagai tindakan yang dilakukan manajemen untuk

mempertinggi kemungkinan tercapainya berbagai tujuan dan sasaran. Manajemen akan merencanakan untuk menyusun dan mengatur pelaksanaan berbagai tindakan yang tepat untuk memberikan kepastian yang layak atau masuk akal bahwa berbagai tujuan dan sasaran organisasi dapat dicapainya.

(15)

Karenanya, pengendalian merupakan hasil dari perencanaan penyusunan dan pengaturan yang dilakukan secara tepat oleh manajemen.

7. Manajemen bertugas merencanakan, menyusun, dan mengatur sedemikian rupa untuk memberikan kepastian yang layak dan masuk akal bahwa berbagai tujuan dan sasaran yan telah ditetapkan dapat tercapai.

8. Auditor internal harus menguji dan mengevaluasi berbagai proses perencanaan, penyusunan, dan pengaturan untuk menentukan apakah terdapat kepastian bahwa berbagai tujuan dan sasaran dapat tercapai. Evaluasi terhadap seluruh proses tersebut akan menghasilkan berbagai informasi yang dapat digabungkan untuk menilai sistem pengendalian intern secara keseluruhan.

2.2.6 Karakterisrik Auditor Internal

Karakteristik seorang auditor internal yang kompeten yang dikutip oleh Amin Wijaya Tunggal (2000;24), yaitu:

a. Curiosity (Keingintahuan)

Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai semua operasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

b. Persistence (Keras Hati)

Melakukan pengujian, pengecekan, atau memperoleh bukti yang memuaskan bahwa hal-hal sebenarnya dilakukan sesuai dengan yang dilukiskan.

c. Constructive approach (Pendekatan yang konstruktif)

Melihat bagaimana kesalahan dapat dihindari, bukti dalam pendakwaan/penuduhan siapa yang bertanggungjawab. Suatu kesalahan dipertimbangkan untuk dilakukan perlakuan di masa yang akan datang.

d. Business sense ( Mempunyai pemahaman terhadap usaha)

Menelaah setiap hal dari pandangan yang luas dari akibat pada operasi yang menguntungkan dan efisien. Melakukan analisis dengan perspektif global daripada pandangan yang sempit.

(16)

Mempertimbangkan auditee sebagai mitra, tujuannya bukan untuk mengkritik akan tetapi untuk memperbaiki operasi usaha.

Maka dapat disimpulkan bahwa auditor internal yang kompeten harus memiliki keingintahuan mengenai kegiatan perusahaan serta dapat bekerja sama dengan auditee untuk mencari solusi masalah auditee. Oleh karena itu auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahliannya melalui berbagai pendidikan yang terkait dengan aktivitas perusahaan.

2.2.7 Profesi Auditor Internal

Auditor internal di dalam melakukan tugasnya harus sesuai dengan prinsip-prinsip etika profesi yang ada di dalam Standar Profesional Audit Internal. Dengan demikian akan diperoleh auditor internal yang berkualitas. Dengan auditor internal yang berkualitas, pengendalian internal akan lebih baik dan dengan sendirinya kinerja perusahaan akan semakin meningkat, dan bagi manajeman, dan akuntan publik tugasnya akan terbantu.

Auditor internal sebagai suatu profesi yang menuntut profesionalisme dari para anggotanya, perlu memiliki suatu wadah perkumpulan untuk menampung kegiatan profesi auditor internal itu sendiri. Dan seorang auditor internal yang profesional wajib berperan aktif dalam organisasi tersebut. Sedangkan elemen dari organisasi profesi yang dikatakan profesional seperti dikemukakan oleh Sawyer (2003;18) adalah:

1. Service to the public;

2. Long, specialized training for entrants; 3. Subscription to a code of ethics;

4. Membership in association and attendance at meetings; 5. Publication of journals aimed at upgrading practice;

6. Examinations to test entrants knowledge; 7. Licensure by the state or certification by a board; 8. Standard for professional practice.

(17)

2.3.1 Pengertian persepsi

Menurut Thoha (2003;123), pengertian persepsi adalah sebagai berikut: “Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.”

Kemudian pengertian persepsi secara ringkas menurut Krech yang dikutip oleh Thoha (2003;139) dalam bukunya “perilaku organisasi: konsep dasar dan aplikasinya”, adalah:

“Persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan yang menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barang kali sangat berbeda dari kenyataanya.”

Selanjutnya menurut Luthan yang dikutip oleh Thoha (2003;139) dalam bukunya “perilaku organisasi: konsep dasar dan aplikasinya”, adalah:

“Persepsi adalah suatu proses yang lebih kompleks dan luas jika dibandingkan dengan penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan, dan penafsiran. Dengan demikian, persepsi dapat diartikan dengan suatu proses seseorang, mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan inderanya sehingga ia dapat memberikan arti kepada lingkungannya. Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari apabila kita mengatakan persepsi, orang lebih mengidentikkan dengan pandangan, artinya bagaimana pandangan tentang suatu objek. Misalnya persepsi terhadap kode etik, artinya adalah bagaimana pandanagan seseorang atas kode etik tersebut, yaitu apa yang dimaksud kode etik, siapa yang memerlukan kode etik dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kode etik. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah bahwa persepsi mungkin berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.

Terdapat beberapa sub proses dalam persepsi yang menunjukkan bahwa persepsi bersifat kompleks dan interaktif. Sub proses pesepsi yang pertama dapat terdiri dari suatu situasi yang hadir pada seseorang, yang harus dilihat dan

(18)

diartikan kemudian, sub proses berikutnya adalah registrasi, interpretasi, dan umpan balik. Setelah seseorang mengetahui keadaan lingkungan atau situasinya semua keterangan tersebut di daftar dalam ingatan dan pikirannya. Berikutnya mengartikan atau menginterpretasikan tentang semua informasi yang di daftar mengenai lingkungan yang muncul. Proses terakhir, orang tersebut akan memberikan umpan balik.

2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi

Persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan seorang individu dapat memberikan interpretasi yang berbeda dengan orang lain pada saat melihat sesuatu.

Menurut Jalaludin Rakhmat (2003;57) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu, motivasi, harapan, dan keinginan, perhatian, emosi dan suasana hati, dan hal-hal yang termasuk dalam faktor personal.

2. Faktor Struktural

Faktor stuktural berasal dari sifat stimuli fisik dan otak-otak syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.

3. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan atau kultur dimana individu tumbuh dan berkembang akan turut pula menentukan proses persepsi seseorang.

Dari beberapa pendapat di atas, maka faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

1. Individu yang bersangkutan, meliputi sikap, minat, perhatian, kesiapan, pengalaman, kebutuhan, motivasi, harapan, emosi serta pengetahuan.

2. Sifat stimuli fisik dan otak-otak syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.

3. Situasi eksternal, meliputi nilai-nilai yang dianut masyarakat serta kultur kebudayaan dimana individu berbeda.

(19)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang menurut Luthan yang dikutip oleh Thoha (2003;143) dalam bukunya “perilaku organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya” antara lain adalah psikologi, keluarga, dan kebudayaan.

2.4 Kode Etik

2.4.1 Pengertian Kode Etik Profesional

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Alasan yang mendasar diperlukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perseorangan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akan meningkat jika profesi mewujudkan standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhannya.

Menurut The Institute Of Internal Auditors (2004;xxix)

“A code of ethics is necessary and appropriate for the profession of internal auditing. Founded as it is on the trust placed in its objective assurance about risk management, control, and governance “.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kode etik merupakan kewajiban dan keharusan bagi profesi audit internal. Kode etik dapat digunakan auditor internal dalam melaksanakan audit dan memberikan jaminan yang objektif tentang risiko manajemen, pengendalian dan governance.

Etika profesional merupakan prinsip moral yang menunjukan perilaku yang baik dan buruk yang bersangkutan dengan suatu profesi, sedangkan kode etik profesional adalah pernyataan-pernyataan yang berotorisasi yang digunakan sebagai pedoman perilaku dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.

(20)

Etika profesi berkaitan dengan independensi, disiplin pribadi dan integritas moral orang yang profesional. Kode etik mempengaruhi profesi, di mana ketentuan ini dikenalkan oleh organisasi profesi terhadap para anggotanya yang dengan sukarela telah menerimanya lebih keras daripada hukum dan undang-undang. Seseorang yang masuk profesi auditor internal harus menerima kewajiban, bahwa ia akan memegang teguh prinsip-prinsip, bekerja dengan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan sesuai dengan profesinya dan akan mematuhi kode etik profesi serta norma-norma praktik profesional audit internal. Kode etik merupakan bagian yang penting dari peraturan disiplin yang menyeluruh agar semua pihak yang berkepentingan pada auditor internal dapat dilindungi terhadap segala perbuatan auditor secara individual yang tercela dan tidak bertanggung jawab.

2.4.2 Tujuan Kode Etik

Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tangggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab ini secara efektif , auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi. Oleh karenanya, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal menetapkan kode etik bagi para auditor internal.

Kode etik dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seseorang dari anggota profesi tertentu dapat menyebabkan berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi secara keseluruhan.

3 Pentingnya Kode Etik Profesional

Kode etik profesional berkembang karena adanya hubungan khusus yang sangat erat antara para praktisi profesional bertindak secara etis. Kepercayaan klien akan meningkat jika para auditor internal diharuskan untuk bersumpah dalam melayani masyarakat secara jujur dan bertanggung jawab, serta diatur oleh kode etik profesi yang ketat. Kepercayaan akan semakin besar jika klien dapat

(21)

percaya bahwa auditor internal yang melanggar kode etik akan mendapat sanksi dari rekan-rekan seprofesinya.

Kode etik merupakan pertimbangan yang penting dalam praktik audit internal karena dapat membantu manajemen dalam mengelola perusahaan serta membantu auditor internal dalam memepertahankan standar yang tinggi mengenai perilaku, kehormatan, dan sikap. Ketentuan-ketentuan dalam kode etik ini meliputi prinsip-prinsip dasar yang ada dalam berbagai bidang praktik audit internal. Para anggota Perhimpunan Auditor Internal Indonesia adalah mereka yang bertugas sebagai auditor internal dan atau mereka yang berkualifikasi Qualifed Internal Auditor (QIA) harus menyadari bahwa pertimbangan-pertimbangan pribadi diperlukan dalam penerapan prinsip-prinsip ini. Para anggota bertanggung jawab untuk mempunyai perilaku yang baik sehingga nama baik dan integritasnya tidak dipertanyakan. Dalam hal adanya kemampuan teknis, anggota harus berusaha sekerasnya untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan standar audit internal, untuk kepentingan perusahaan, organisasi dan masyarakat. Menurut Hiro Tugiman, standar perilaku yang harus dimiliki oleh auditor internal adalah:

1. Auditor internal harus menunjukan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.

2. Auditor internal harus menunjukan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.

3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.

4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya, atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan

(22)

kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif.

5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok ataupun mitra bisnis organisasinya, sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompensasi profesional yang dimilikinya.

7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.

8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) melanggar hukum atau, (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.

9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direview, atau (ii) menutupi adanya praktik yang melanggar hukum.

10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

Tanggung jawab seorang auditor internal akan berbeda antara tiap organisasai, maka pembuatan kode etik yang bisa diterima secara umum menjadi tidak mungkin. Walaupun tanggung jawab mungkin berbeda namun auditor internal mempunyai tujuan umum yang sama, sehingga kode etik dapat diterima sebagai panduan untuk meningkatkan disiplin pribadi dan perilaku. Kode etik memberi batasan kriteria perilaku profesional dan mengharapkan para anggotanya untuk memelihara standar kompetensi, moralitas dan kehormatan.

(23)

1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas selalu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas dalam suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Menurut Sunarto (2005;143) dalam bukunya kamus ekonomi, mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:

“Efektivitas adalah tingkat dimana kinerja yang sesungguhnya sebanding dengan kinerja yang dihasilkan.”

Jadi efektivitas merupakan perbandingan antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang dihasilkan. Efektivitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu unit untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diharapkan atau diinginkan organisasi. Efektivitas diperlukan karena merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi, sebab sebelum kita melakukan kegiatan dengan efisien kita harus yakin telah menemukan hal yang tepat untuk dilakukan.

2.5.2 Efektivitas Audit

Untuk mendefinisikan efektivitas audit, penulis berpatokan terhadap pengertian efektivitas sehingga efektivitas audit diartikan sebagi penerapan Statement Of Responsibility Of Internal Audit berupa analisis, penilaian, rekomendasi, konseling dan informasi yang berhubungan dengan aktivitas yang direview untuk membantu setiap auditor dalam melaksanakan tugasnya.

Untuk mencapai audit yang efektif setidaknya ada lima faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu:

1. Akses

Berkaitan dengan masalah ketersediaan informasi yang diperlukan oleh auditor untuk melaksanakan audit, akses dapat bersumber dari:

a. Fasilitas, meliputi seluruh realita fisik yang mungkin dapat memberikan informasi bagi auditor yang melakukan observasi langsung.

(24)

b. Catatan, yang mewakili realitas walupun bukan realitas itu sendiri c. Orang, terutama bila fasilitas dan catatan kurang mendukung. 2. Objektivitas

Merupakan keadaan jiwa yang memungkinkan seseorang untuk merasakan realitas seperti adanya. Hal tersebut dapat dicapai melalui kesadaran, pengetahuan formal, pengetahuan berdasarkan pengalaman dan tidak adanya kecenderungan emosional.

3. Kebebasan Pendapat

Merupakan suatu keadaan jiwa yang memungkinkan auditor untuk menyatakan sesuatu yang diketahuinya tanpa rasa takut atau adanya konsekuensi yang buruk.

4. Ketekunan

Pada umumnya ketekunan merupakan kualitas yang berasal dari dalam diri auditor sehingga dapat dipengaruhi untuk menjadi lebih baik.

5. Ketanggapan

Merupakan perhatian auditor terhadap berbagai temuan, pembuatan keputusan adanya tindakan koreksi bila dianggap perlu.

5 Program Pelaksanaan Audit Internal

Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan, pengujiaan dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti (Follow up). Menurut (Moeller and Witt, 2005;5), adalah:

“Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization”.

Mengacu pada pengertian yang dikutip oleh Hiro Tugiman, auditor internal tidak terbatas pada perusahaan, tetapi meliputi semua organisasi baik yang berorientasi mencari laba maupun yang tidak, sedangkan aktivitas organisasi

(25)

meliputi aktivitas yang berhubungan dengan finansial maupun non finansial. Menurut Hiro Tugiman (2004;53), ada empat tahap pelaksanaan audit, yaitu:

“1. Perencanaan audit

2. Pengujian dan Pengevaluasian informasi 3. Penyampaian hasil audit

4. Tindak lanjut hasil audit.”

1 Tahap Perencanaan Audit

Audit internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau atau direview oleh pengawas. Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasikan dan meliputi hal-hal berikut ini:

1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan.

2. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan yang akan diperiksa.

3. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan.

4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.

5. Melaksanakan survei secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan risiko-risiko, dan pengawasan-pengawasan untuk mengidentifikasi apa yang ditekankan dalam pemeriksaan, serta untuk memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang akan diperiksa.

6. Penulisan program pemeriksaaan.

7. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan akan disampaikan.

8. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja pemeriksaan.

2 Tahap Pengujian dan Pengevaluasian Informasi

Auditor internal haruslah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung laporan hasil

(26)

pemeriksaan. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut:

1. Berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan pemeriksa dan lingkup kerja haruslah dikumpulkan.

2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan, dan berguna untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi.

3. Prosedur pemeriksaan, termasuk teknik pengujian dan penarikan. Contoh yang dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila memungkinkan dan diperluas atau diubah bila keadaan menghendaki demikian.

4. Proses pengumpulan, analisis, penafsiran, dan pembuktian kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap objektif pemeriksa terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dicapai.

5. Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh pemeriksa dan ditinjau atau di-review oleh manajeman bagian audit internal. Kertas kerja ini harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan dianalisis yang dibuat serta harus mendukung dasar temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang akan dilaporkan.

6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan.

7. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjuk harus mereview dan menyetujui laporan akhir sebelum laporan tersebut akan disampaikan.

3 Tahap Penyampaian Hasil Audit

Auditor internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. 1. Laporan tertulis yang ditandatangani haruslah dikeluarkan setelah pengujian

terhadap pemeriksaan (audit examination) selesai dilakukan. Laporan sementara dapat dibuat secara tertulis atau lisan dan diserahkan secara formal atau informal.

2. Auditor internal harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum mengeluarkan laporan akhir.

(27)

3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. 4. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil pelaksanaan pemeriksaan, dan bila dipandang perlu laporan harus pula berisikan pernyataan tentang pendapat pemeriksa.

5. Laporan-laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi bagi berbagai perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan yang dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif.

4 Tahap Tindak Lanjut Hasil Audit

Auditor internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Auditor internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas temuan yang dilaporkan.

1. Tindak lanjut oleh auditor internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektivan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan. Suatu temuan dapat mencakup berbagai temuan lain yang relevan yang didapat oleh auditor dan lainnya.

2. Tanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut harus didefinisikan dalam ketentuan yang memuat tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab bagian audit internal.

3. Manajemen bertanggung jawab menentukan tindakan yang perlu dilakukan sebagai tanggapan terhadap temuan audit yang dilaporkan. Pimpinan audit internal bertanggung jawab memperkirakan tindakan manajeman yang diperlukan, agar berbagai hal yang dilaporkan sebagai temuan audit tersebut dapat dicarikan solusinya secara tepat waktu. Dalam menentukan luas dari tindak lanjut, auditor internal harus mempertimbangkan berbagai prosedur dari

(28)

hal-hal yang berkaitan dengan tindak lanjut, yang dilaksanakan oleh pihak lain dalam organisasi.

4. Manajemen senior dapat menetapkan untuk menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif terhadap keadaan yang dilaporkan, berdasarkan pertimbangan biaya atau pertimbangan lainnya. Dan harus diberi laporan tentang temuan audit yang penting.

5. Sifat, ketepatan waktu, dan luas tindak lanjut ditentukan oleh pimpinan audit internal.

6. Berbagai faktor yang diharuskan dipertimbangkan dalam menentukan berbagai prosedur tindak lanjut yang tepat, seperti temuan yang dilaporkan, tingkat usaha, biaya risiko, tingkat kesulitan, dan jangka waktu yang dibutuhkan. 7. Beberapa temuan tertentu yang dilaporkan mungkin sangat penting dan segera

memerlukan tindakan manajemen. Kondisi tersebut harus terus dimonitor oleh auditor internal hingga diperbaiki karena berbagai akibat yang mungkin ditimbulkan terhadap organisasi.

8. Terdapat pula berbagai keadaan di mana pimpinan audit internal menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh manajemen telah cukup, bila dibandingkan dengan pentingnya temuan audit. Dalam hal-hal tertentu, tindak lanjut dapat dilaksanakan sebagai bagian dari audit yang akan diadakan kemudian.

9. Auditor internal harus memastikan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap temuan audit memperbaiki berbagai kondisi yang mendasari dilakukannya tindakan tersebut.

10. Pimpinan unit audit internal bertanggung jawab membuat jadwal kegiatan tindak lanjut sebagai bagian dari pembuatan jadwal pekerjaan audit.

11. Penjadwalan tindak lanjut harus didasarkan pada risiko dan kerugian yang terkait, juga tingkat kesulitan dan perlunya ketepatan waktu dalam penerapan tindakan korektif.

(29)

12. Pimpinan audit internal harus menetapkan berbagai prosedur yang meliputi jangka waktu yang disediakan manajemen, verifikasi tindak lanjut, dan sebagainya.

13. Berbagai teknik yang dipergunakan untuk menyelesaikan tindak lanjut secara efektif.

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, untuk mengetahui tingkat kemahiran menulis naskah pidato siswa kelas IX Sekolah Menengah

Abstrak: Buku ajar IPA yang digunakan saat pembelajaran dilakukan oleh guru bersama peserta didik seharusnya mampu mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajari, membiasakan

Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan

a Letakkan kursi pada lantai uji, b Letakkan bantalan beban uji sandaran punggung pada ketinggian 400 mm dari atas dudukan atau di puncak sandaran punggung bagi kursi yang

Penelitian dilakukan terhadap daging burger yang dijual oleh penjual burger kaki lima di Desa Kopelma Darussalam yang merupakan kawasan ramai mahasiswa dan pelajar

Dasar hukum pelaksanaan program penyediaan jasa akses telekomunikasi perdesaan KPU/USO Tahun 2009 umumnya juga mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang

Pada umumnya pihak korban akan langsung menyetujuinya yang kemudian kedua belah pihak akan melakukan perundingan dan pihak korban akan menetapkan sanksi bagi pihak pelaku, jika

dibandingkan dengan produksi pada tahun 2013 produksi tahun 2014 untuk tanaman kelapa mengalami penurunan yang cukup tinggi yaitu sekitar 85%,hal ini disebabkan