2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan
konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai
deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka mencegah bayi lahir BBLR.
3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat mengenai hubungan anemia pada ibu hamil
dengan kejadian bayi BBLR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dibedakan dalam dua
kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau bayi berat lahir rendah karena intrauterine growth retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk usianya (Depkes RI, 2003). Klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas (Prawirohardjo, 2002) :
a. Bayi dengan berat badan normal, yaitu > 2500 gram.
b. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu antara 1500 gram – 2500
gram.
c. Bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), dimana berat lahirnya adalah
d. Bayi dengan berat lahir ekstrem rendah (BBLER), dimana berat lahirnya adalah
< 1000 gram.
Ada beberapa faktor – faktor yang dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah
yaitu :
1. Faktor ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang (anemia).
Kurang gizi pada saat hamil apabila tidak mendapatkan penanganan dengan
baik secara intensif akan mengakibatkan anemia. Kebanyakan ibu hamil
mengalami anemia gizi. Oleh sebab itu pada saat hamil ibu dianjurkan untuk
mengkonsumsi tablet zat besi (Depkes RI, 2003b).
b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun.
Usia reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun,
dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan
persalinannya (Depkes RI, 2003b).
Umur ibu kurang dari 20 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu
belum berkembang secara sempurna karena wanita pada usia ini masih dalam
masa pertumbuhan sehingga panggul dan rahim masih kecil. Disamping itu, usia
diatas 35 tahun cenderung mengakibatkan timbulnya masalah-masalah kesehatan
seperti hipertensi, DM, anemia, TB paru dan dapat menimbulkan persalinan lama
dan perdarahan pada saat persalinan serta risiko terjadinya cacat bawaan pada
janin (Hartanto, 2004).
Banyaknya anak yang dilahirkan seorang ibu akan mempengaruhi
kesehatan ibu dan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR, tumbuh kembang
bayi lebih lambat, pendidikan anak lebih rendah dan nutrisi kurang (Depkes RI,
2003b).
d. Penyakit menahun ibu seperti gangguan pembuluh darah, perokok, penyakit
kronis (TBC, malaria).
Faktor risiko lain pada ibu hamil adalah riwayat penyakit yang diderita
ibu. Adapun penyakit yang diderita ibu yang berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinannya adalah penyakit yang bersifat kronis seperti hipertensi, cacat
congenital, jantung dan asma, anemia, TB paru dan malaria (Rochjati, 2003).
e. Faktor pekerjaan.
Pekerjaan terkait pada status sosial ekonomi dan aktifitas fisik ibu hamil.
Dengan keterbatasan status sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap
keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, pemenuhan
gizi, sementara itu, ibu hamil yang bekerja cenderung cepat lelah sebab aktifitas
fisiknya meningkat karena memiliki tambahan pekerjaan/kegiatan diluar rumah
(Depkes RI, 2003b).
2. Faktor kehamilan
a. Hamil dengan hidramnion, yaitu keadaan dimana cairan ketuban melebihi dari
normal.
b. Hamil ganda, yaitu kehamilan dimana jumlah janin yang dikandung lebih dari
c. Perdarahan ante partum, yaitu perdarahan yang terjadi pada masa hamil.
d. Komplikasi hamil : eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini,
pre-eklampsia/eklampsia yaitu kondisi ibu hamil dengan tekanan darah meningkat
keadaan ini sangat mengancam jiwa ibu dan bayi yang dikandung. Ketuban pecah
dini adalah kondisi dimana air ketuban keluar sebelum waktunya dan biasanya
faktor penyebab paling sering adalah terjainya benturan pada kandungan.
3. Faktor janin
a. Cacat bawaan, yaitu keadaan janin yang cacat sabagai akibat pertumbuhan janin
didalam kandungan tidak sempurna.
b. Infeksi dalam rahim, yaitu janin mengalami infeksi sebagai akibat penyakit yang
diderita ibu. Seperti ibu yang menderita HIV/AIDS sangat rentan mengakibatkan
infeksi dalam rahim.
4. Faktor yang belum diketahui.
5. Faktor obat-obatan seperti ibu hamil yang keracunan obat (Manuaba, 1998).
2.2 Anemia pada Ibu Hamil
2.2.1 Pengertian Anemia pada Ibu Hamil
Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 g%. Sedangkan menurut Saifuddin anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
Dalam kehamilan jumlah darah bertambah banyak (hiperemia/hipervolumia)
sehingga terjadi pengenceran darah karena jumlah sel-sel darah tidak sebanding dengan
pertambahan plasma darah. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36
minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja
jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan (Wiknjosastro, 2002).
2.2.2 Penyebab Anemia
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama
kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk
pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2–3 mg
besi/hari (Saifuddin, 2002).
Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah kurang gizi
(malnutrisi), kurang zat besi dalam diit, malabsorpsi, kehilangan darah banyak pada
persalinan yang lalu, dan haid yang terlalu berlebihan, penyakit-penyakit kronik seperti
TBC paru, cacing usus dan malaria.
Secara umum, faktor utama penyebab anemia gizi adalah: (Wirahadikusuma,
1999)
a. Banyaknya kehilangan darah karena pendarahan, haid terlalu banyak, gangguan
pencernaan (keganasan dan infeksi cacing tambang, kerusakan/kelainan
b. Rusaknya sel darah merah, seperti penyakit malaria dan thalasemia yang
merusak asam folat yang berada di dalam sel darah merah.
c. Kurangnya produksi sel darah merah karena kurang mengkonsumsi bahan
makanan yang mengandung zat gizi terutama zat besi, asam folat, vitamin B12,
protein, vitamin C dan zat gizi penting lainnya.
2.2.3 Gejala Anemia pada Ibu Hamil
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing,
mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi
hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
hamil muda (Sohimah, 2006).
Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah yang lebih dikenal dengan 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi (Depkes RI, 2003b).
Rasa cepat lelah disebabkan karena pada penderita anemia gizi besi, pengolahan
(metabolisma) energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kurang oksigen.
Anemia gizi besi dengan keluhan dampak yang paling jelas adalah cepat lelah, rasa
ngantuk, malaise dan mempunyai wajah yang pucat (Sukirman, 1999).
2.2.4 Klasifikasi Anemia pada Ibu Hamil.
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai
berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folat.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk
sel darah merah baru.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan
kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila
terjadi kelainan pada organ-organ vital.
2.2.5 Diagnosis Anemia pada Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan
anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan
dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil
pemeriksaan hemoglobin dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut
(Manuaba,1998):
a. Hb ≥11,0 g% disebut tidak anemia.
b. Hb 9,0 g%-10,9 g% disebut anemia ringan.
c. Hb 7,0 g%-8,9 g% disebut anemia sedang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil
mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada
ibu-ibu hamil di puskesmas.
Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2005, bahwa anemia berdasarkan hasil
pemeriksaan digolongkan menjadi:
a. Hb ≥ 11,0 g% disebut tidak anemia.
b. Hb 9,0 g%-10,9 g% disebut anemia sedang.
c. Hb ≤ 8,0 g% disebut anemia berat.
2.2.6Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Ibu Hamil
Pencegahan dan penanggulangan anemia pada ibu hamil, antara lain :
(Wirahadikusuma, 1999)
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, seperti mengkonsumsi pangan
hewani (daging, ikan, hati dan telur), mengkonsumsi pangan nabati (sayuran
hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan padi-padian) buah-buahan yang segar
dan sayuran yang merupakan sumber utama vitamin C yang diperlukan untuk
penyerapan zat besi didalam tubuh. Hindari mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat inhibitor saat bersamaan dengan makan nasi seperti teh karena
2. Supplemen zat besi yang berfungsi dapat memperbaiki Hb dalam waktu
singkat.
3. Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan
pangan untuk meningkatkan kualitas pangan.
Suatu penelitian di Asia 22,6% kematian ibu melahirkan dikarenakan anemia, artinya apabila ibu hamil dapat dicegah dari anemia maka 20-30 % kematian ibu karena
melahirkan dapat dicegah (Sukirman, 1999).
2.3 Bahan Makanan Sumber Zat Besi
Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi adalah besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding defisiensi zat gizi lain, seperti asam folat, vitamin B12, protein, vitamin dan elemen lainnya.
Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Selain itu dapat disebabkan karena tidak berfungsinya pencernaan dengan baik atau kelainan lambung sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat diserap dengan baik dan terbuang bersama kotoran. Apabila ini berlangsung lama maka tubuh akan mengalami anemia (Wirahadikusuma, 1999).
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu 3-5 gr di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan (Almasier, 2001).
Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari hewan maupun dari tumbuhan. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap antara 1-6 % lebih rendah dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap 7-22 % (Almasier, 2001).
Ada 2 bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan non hem. Zat besi hem berasal dari hewan seperti daging dan ikan yang mengandung zat besi 5-10 % dengan penyerapan 25 %. Zat besi non hem terdapat pada pangan nabati seperti sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan dengan penyerapan zat besi hanya 5%. Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi non hem sampai empat kali lipat (Wirahadikusuma, 1999).
Protein hewani, walaupun tidak semua juga dapat mendorong penyerapan zat besi non hem. Protein selular yang berasal dari daging sapi, kambing, domba, hati, ayam, menunjang penyerapan zat besi non hem. Namun protein yang berasal dari susu sapi, keju dan telur tidak dapat meningkatkan penyerapan zat besi non hem
2.4 Hubungan Anemia dengan kejadian BBLR
Anemia pada saat hamil dapat mengakibatkan efek buruk baik pada ibu maupun
kepada bayi yang akan dilahirkannya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada
metabolisme ibu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen yang
dapat mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan bayi antara lain kematian bayi,
bertambahnya kerentanan ibu terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur
(Setyawan, 1996).
Pada anemia ringan mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur dan BBLR.
Sedangkan pada anemia berat selama masa hamil dapat mengakibatkan risiko morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Selain itu anemia juga dapat
mengakibatkan hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, ketuban pecah dini (KPD)
(Manuaba, 1998).
• Berat Badan Lahir Normal (BBLN)
2.6 Definisi Operasional
1. Ibu anemia adalah kadar Hb ibu yang tercantum dalam berkas rekam medis
pasien < 11,0 g%.
2. Umur ibu adalah usia ibu pada saat melahirkan yang tercantum dalam
berkas rekam medis.
3. Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu, termasuk juga jarak
hamil dan bersalin.
4. Penyakit yang diderita ibu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita ibu
hamil yang bersifat kronis (menahun) seperti hipertensi, asma, malaria, TB
paru, jantung, hipertensi.
5. Pekerjaan adalah dibagi menjadi dua yakni bekerja apabila ibu bekerja dan
mendapatkan upah atau gaji dan tidak bekerja apabila tidak mendapatkan upah
atau gaji.
6. Hamil hidramnion adalah keadaan air ketuban ibu pada saat melahirkan yang
tercantum dalam berkas rekam medis.
7. Hamil ganda adalah keadaan kehamilan ibu dimana jumlah janin yang
dikandung lebih dari 1 yang tercantum dalam berkas rekam medis.
8. Komplikasi hamil adalah pre-eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini dan
pendarahan antepartum. Pada kondisi pre-eklampsia/eklampsia adalah kondisi
ibu pada saat hamil mengalami peningkatan tekanan darah yang tercantum
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya yang disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah terjadinya benturan pada kandungan. Perdarahan ante partum adalah kondisi ibu saat hamil mengalami perdarahan yang hebat dan tercantum dalam berkas rekam medis.
9. Berat badan lahir adalah berat badan bayi pada saat dilahirkan, dibagi menjadi
2 yaitu :
a. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu jika berat bayi pada saat lahir
< 2500 gr.
b. Bayi berat badan lahir normal (BBLN) yaitu jika berat badan bayi pada
saat lahir ≥ 2500 gr.
2.7 Aspek Pengukuran
Ukuran variabel penelitian yang digunakan yaitu dalam bentuk kategori dan mentransformasikan setiap variabel menjadi variabel satu-nol (1-0)
Kategori variabel adalah sebagai berikut:
a. Variabel terikat
Berat lahir dibagi dalam 2 kategori yaitu BBLR dan BBLN dinyatakan sebagai variabel BL.
Umur ibu dibagi dalam 3 kelompok umur yaitu umur < 20 tahun, 20-35 tahun dan umur > 35 tahun yang dinyatakan sebagai variabel Ui.
Ui= 1 jika umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun.
0 jika umur ibu 20-35 tahun.
Paritas dibagi dalam 3 kelompok yaitu paritas 1, paritas 2-4 dan paritas >4 yang dinyatakan dalam variabel P.
P= 1 jika paritas 1 dan > 4.
0 jika paritas 2-4.
4. Penyakit yang diderita ibu
Penyakit yang diderita ibu dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mempunyai riwayat penyakit seperti asma, malaria, TB paru, jantung. Dimana data diperoleh berdasarkan data dari rekam medis. Dan yang tidak mempunyai riwayat penyakit yang dinyatakan dalam variabel Pi.
Pi= 1 jika memiliki riwayat penyakit tertentu.
0 jika tidak memiliki riwayat penyakit tertentu.
5. Pekerjaan
Pekerjaan dibagi dalam 2 kelompok yaitu bekerja dan tidak bekerja yang dinyatakan dalam variabel PK.
PK= 1 jika ibu hamil bekerja.
0 jika ibu hamil tidak bekerja
6. Hamil dengan hidramnion
Hamil dengan hidramnion dibagi dalam 2 kelompok yaitu hamil hidramnion dan hamil tidak hidramnion yang dinyatakan dalam variabel HH.
HH= 1 jika ibu hamil hidramnion.
0 jika ibu hamil tidak hidramnion.
7. Hamil ganda
Hamil ganda dibagi dalam 2 kolompok yaitu hamil ganda dan tidak hamil ganda yang dinyatakan dalam variabel HG.
HG=1 jika ibu mengalami hamil ganda
0 jika ibu tidak mengalami hamil ganda.
9. Komplikasi hamil
Komplikasi hamil dibagi dalam 2 kelompok yaitu ibu yang mengalami komplikasi hamil dan ibu yang tidak mengalami komplikasi hamil yang dinyatakan dalam variabel KH.
KH= 1 jika ibu mengalami komplikasi.
0 jika ibu tidak mengalami komplikasi.
1. Ada hubungan antara anemia dengan kejadian BBLR
2. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR
3. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR
4. Ada hubungan antara penyakit yang diderita ibu dengan kejadian BBLR
5. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian BBLR
6. Ada hubungan antara kehamilan hidramnion dengan kejadian BBLR
7. Ada hubungan antara kehamilan ganda dengan kejadian BBLR.
8. Ada hubungan antara komplikasi hamil dengan kejadian BBLR.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional untuk melihat hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi BBLR.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian