• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penutupan Lahan Dan Faktor Penyebabnya Di Cagar Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Penutupan Lahan Dan Faktor Penyebabnya Di Cagar Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN FAKTOR

PENYEBABNYA DI CAGAR ALAM

GUNUNG PAPANDAYAN

INEKE AYUN PRAMITALIA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penutupan Lahan dan Faktor Penyebabnya di Cagar Alam Gunung Papandayan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

ABSTRAK

INEKE AYUN. Perubahan Penutupan Lahan dan Faktor Penyebabnya Di Cagar Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan DADAN MULYANA.

Gunung Papandayan telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) yang semula bagian dari Cagar Alam (CA). Gunung ini telah meletus tahun 2002, yang mengakibatkan perubahan struktur vegetasi. Selain ini dinamika perubahan penutupan lahan juga sangat dipengaruhi aktivitas masyarakat di sekitar kawasan. Teknologi penginderaan jauh dan Sistim Informasi Geografi (SIG) dapat digunakan untuk pemantauan dan identifikasi perubahan secara reguler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dan faktor penyebabnya pada periode tahun 1990, 2002 dan 2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan yang mengalami perubahan tertinggi pada tahun 1990–2002 adalah hutan pegunungan menjadi semak belukar seluas 1019.29 ha. Adapun perubahan tutupan lahan terbesar yang terjadi pada tahun 2002-2013, yaitu semak belukar menjadi hutan pegunungan seluas 793.07 ha. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa kerusakan yang pernah terjadi pada tahun 2002, sebagian telah bersuksesi menjadi hutan kembali.

Kata kunci: Cagar alam Gunung Papandayan, perambahan hutan, perubahan penutupan lahan.

ABSTRACT

INEKE AYUN. Landcover Change and Its Contributing Factors in Papandayan Mountain Nature Reserve, West Java Province. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and DADAN MULYANA.

Papandayan Mountain has been established as nature recreation area, as a part of Nature Reserve. It is active volcano and the last explosion was recorded in the year of 2002. The eruption has influenced the structure of natural vegetation. Moreover, the land cover change also influenced by community surrounding the park. Remote Sensing and Geographical Information System (GIS) can be applied to monitor the changes and its major drivers. This research aim to built up basic data of land cover, determine the amount of the change in land cover also the factor that cause land cover changes in period 1990, 2002, and 2013. The type of land cover which experience the most significant changes between 1990–2002 period, was mountain forest into grassland with area of about 1019.29 ha. Meanwhile, the most vary change in the year of 2002-2013 was grassland into mountain forest with area 793.07 ha. This facts indicated that forest that was occupied in 2002, has been recovered.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

di

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN FAKTOR

PENYEBABNYA DI CAGAR ALAM

GUNUNG PAPANDAYAN

INEKE AYUN PRAMITALIA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli ini ialah perubahan lahan, dengan judul Perubahan Penutupan Lahan dan Faktor Penyebabnya di Cagar Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Bapak Dadan Mulyana, SHut MSi selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Cagar Alam Gunung Papandayan, Abah Ipin, A’ Pian, A’ Iman, Kang Iya, dan Sindi Nursiamdini, SHut yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Sulistyorini, Bapak Heru Prayitno, Arin, Tyas, dan Nurussholehatul Amanah yang selalu mendoakan tiap langkah saya. Terimakasih juga saya ucapkan pada Fauzia Khaerani, Rahmi Taufika, Ramayana, Sherly Ridhowati yang telah menemani dan selalu memberi dukungan kepada saya, dan untuk Dian pratiwi, Galang Badadung, Kak Putri Rahayu dan Kak Yunen yang telah membantu saya selama proses pengolahan data spasial, serta keluarga besar Pak De Ngadiyo, seluruh keluarga kosan Wisma Melati, atas segala doa, kasih sayang, dan bantuannya. Keluarga besar RIMPALA, khususnya R-XIV, keluarga KSHE 46, dan seluruh staff pengajar, Tata Usaha, Laboran, Mamang Bibi serta keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 3

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 4

Analisis Penutupan Lahan 4

Metode Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Uji Akurasi 7

Kondisi Tutupan Lahan di Cagar Alam Gunung Papandayan 7

Faktor Penyebab Perubahan Lahan 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data berdasarkan sumber 4

2 Kondisi areal tutupan lahan CAGP Tahun 1990 7

3 Kondisi areal tutupan lahan CAGP Tahun 2001 8

4 Kondisi areal tutupan lahan CAGP Tahun 2013 8

5 Perubahan penutupan lahan tahun 1990 - 2013 12

6 Perubahan penutupan lahan tahun 2001-2013 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 3

2 Diagram alir pengolahan data 6

3 Peta tutupan lahan tahun 1990 9

4 Peta tutupan lahan tahun 2002 10

5 Peta tutupan lahan tahun 2013 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji akurasi 17

2 Rekapitulasi kejadian kebakaran hutan di ekosistem hutan Gunung

Papandayan 17

3 Lokasi rawan kebakaran pada kawasan Gunung Papandayan dan

upaya pencegahannya 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan di Indonesia merupakan hutan tropis yang memiliki kekayaan biodiversity yang sangat besar. Pulau Jawa memiliki hutan hujan tropis yang merupakan gudang keanekaragaman hayati telah mengalami kerusakan yang meluas sehingga sebagian besar hutan tersisa sekarang terkonsentrasi pada wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang terjal (Whitten et al. 1996). Mengingat fungsi ekologisnya yang sangat besar maka hampir seluruh gunung-gunung berhutan ini telah ditetapkan sebagai daerah yang dilindungi baik dalam status kawasan pelestarian alam, suaka alam maupun hutan lindung.

Gunung Papandayan merupakan gunung berapi aktif yang terletak bagian selatan Jawa Barat dengan ketinggian mencapai 2 675 meter dari permukaan laut (Bakosurtanal 1999). Gunung Papandayan merupakan Taman Wisata Alam (TWA) yang semula bagian dari Cagar Alam (CA) yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi. Dalam UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Perlindungan cagar alam banyak mengalami hambatan yang disebabkan oleh pembatasan akses, sehingga memicu konflik kepentingan antara pengelola kawasan dengan penduduk (Yunus, 2005). Pada tahun 2002 Gunung Papandayan yang masih berstatus gunung aktif ini meletus. Letusan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur vegetasi di Gunung Papandayan dan juga menyebabkan timbulnya perubahan penutupan lahan pada Cagar Alam Gunung Papandayan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan adalah jenis kegiatan yang dapat mencirikan terjadinya perubahan lahan. Kegiatan tersebut dapat berupa gangguan hutan, penyerobotan lahan dan perladangan berpindah (Khalil 2009). Gangguan terhadap hutan dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Lillesand dan Kiefer (1993), menyatakan bahwa perubahan lahan terjadi karena manusia yang mengubah lahan pada waktu yang berbeda. Menurut BKSDA (2011), kegiatan perambahan hutan yang terjadi di Cagar Alam Gunung Papandayan (CAGP) mencapai luasan 755 ha. Kegiatan perambahan hutan masih sulit ditanggulangi secara optimal.

(12)

2

dapat menganalisis dinamika perubahan penutupan lahan yang terjadi dan membantu pihak pengelola CAGP untuk mengambil langkah lanjutan dalam penyelesaian permasalahan tersebut.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi tutupan lahan di CAGP?

2. Tipe tutupan apa sajakah yang mengalami perubahan yang paling besar? 3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan di

kawasan CAGP?

4. Bagaimana upaya pencegahan perambahan yang dilakukan oleh CAGP? 5. Bagaimana cara mengatasi perubahan lahan tersebut?

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kondisi tutupan lahan di CAGP 2. Perkembangan perubahan tutupan lahan di CAGP

3. Menganalisis faktor penyebab perubahan penutupan lahan di CAGP Manfaat

Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai perubahan penutupan lahan dan penyebab perubahan penutupan lahan di CAGP, serta sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengelola CAGP dalam manajemen kawasan.

METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilakukan di CAGP. Letak geografis CAGP berada

pada 7º30’ Lintang Selatan dan 107º31’ – 180º Bujur Timur. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2014, sedangkan untuk pengolahan data lapang dan analisis citra dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB selama tiga bulan.

Kondisi umum lokasi

(13)

3 Letak CA dan TWA Gunung Papandayan secara administratif ada di Kabupaten Garut meliputi Kecamatan Cisurupan, Pakenjeng, Samarang dan Kabupaten Bandung meliputi Kecamatan Kertasari. Sedangkan wilayah pengelolaannya masuk ke dalam BKSDA Jabar II Sub Seksi wilayah Konservasi Sumedang Resort KSDA Papandayan.

Jenis material tanah di Gunung Papandayan ialah tanah pegunungan. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan ini termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun 3 000 mm, kelembaban udara berkisar antara 70-80 % dan temperatur rata-rata 10°C (BBKSDA 2011). Suhu tertinggi terjadi pada bulan Mei dan November, sedangkan suhu rendah terjadi pada bulan Juli atau Agustus.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Alat dan Bahan

(14)

4

software ERDAS imagine 9.1, software Microsoft Office 2013, EDraw, XTools Pro, peta Rupa Bumi Indonesia, Peta batas CAGP, dan Citra Landsat.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data berdasarkan sumber

Data sosial ekonomi

Data sosial ekonomi diperoleh dari hasil wawancara masyarakat sekitar cagar alam, dan beberapa informan lainnya yang dapat memeberikan informasi terkait adanya perubahan lahan di CAGP.

Analisis Penutupan Lahan

Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan klasifikasi terbimbing (supervised classification) degan menggunakan citra landsat TM 5, ETM+ 7 dan landsat 8 pada citra dengan path/row 121/65. Proses klasifikasi dilakukan dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Training

No Jenis data Sumber Teknik pengumpulan data

1.

. Groundcheck Observasi lapang Marking dengan GPS dan

pengambilan foto lokasi

3

Atribut:

Wawancara Observasi lapang Wawancara langsung

Studi literature Buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, CAGP

(15)

5 area yang dipilih tersebut berdasar hasil groundcheck lapangan. Tiap piksel pada training area data citra dibandingkan terhadap tiap kategori. Perbandingan tersebut dikerjakan secara numerik menggunakan satu diantara berbagai strategi yang berbeda-beda untuk memudahkan dalam memisahkan piksel yang memiliki nilai kategori tutupan lahan yang berbeda. Piksel tersebut kemudian diberi nama sesuai kategori yang mewakilinya (Suheri 2003). Secara umum penutupan lahan di CAGP dikelompokkan menjadi lima kelas klasifikasi. Kelas klasifikasi tersebut diantaranya hutan pegunungan, semak belukar, pertanian lahan kering, lahan terbuka dan pertanian lahan kering campur.

Metode Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan melalui beberapa proses kegiatan diantaranya tahapan persiapan, tahapan pengolahan data, tahap analisis, dan tahap akhir. Tahap persiapan diawali dengan identifikasi masalah. Tahapan awal, yaitu penentuan masalah yang berhubungan dengan rencana pekerjaan dan penetapan tujuan. Selanjutnya studi literatur yaitu mempelajari dan mengumpulkan buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain yang berkaitan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Tahap persiapan diakhiri dengan pengumpulan data. Baja (2012), menyatakan bahwa SIG dapat digunakan untuk perencanan tata guna lahan. Diagram alir untuk pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 2.

Koreksi geometrik

Data citra yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Koreksi data citra yang dilakukan adalah koreksi geometrik. Koordinat geometris dilakukan karena adanya pergeseran koordinat, sehingga perlu dilakukan pembetulan data citra. Koreksi geometris bertujuan agar posisi titik-titik (pixel) pada citra sesuai dengan posisi titik-titik geografi di permukaan bumi. Posisi ini adalah kedudukan geografis daerah yang terekam pada citra.

Kegiatan yang pertama dilakukan saat melakukan koreksi geometri adalah penentuan tipe proyeksi dan koordinat yang digunakan. Tipe proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografis. Tahap selanjutnya adalah koreksi distrosi yang dilakukan melalui penentuan titik ikat medan yang ditempatkan sesuai dengan koordinat citra dan koordinat peta.

Pengolahan data spasial

(16)

6

Gambar 2 Diagram alir pengolahan data

lahan dilakukan dengan membandingkan peta tutupan lahan tahun 1990-2013 dengan cara melakukan overlay pada peta tersebut. Overlay ini akan menghasilkan adanya penutupan lahan yang mengalami perubahan selama kurun waktu tersebut. Perubahan yang terjadi di analisis dan dikonversikan ke dalam bentuk tabel serta grafik dalam mempermudah dalam melihat perubahan lahan yang terjadi di CAGP.

Pengolahan data atribut

Data spasial dianalisis secara deskriptif menurut data atributnya pada kurun waktu 1990-2002 dan 2002-2013. Data spasial yang telah diolah kemudian dijelaskan secara deskriptif faktor penyebab terjadinya perubahan lahan per kurun waktu 1990, 2002, dan 2013. Data atribut diolah agar memudahkan analisis faktor penyebab terjadinya perubahan lahan.

Pengolahan data spasial dengan data sosial ekonomi

Data spasial pada tahun 1990-2013 yang dilakukan analisis data atribut secara deskriptif untuk mengetahui penyebab adanya perubahan lahan dalam kurun waktu tersebut. Data atribut diolah agar memudahkan analisis faktor penyebab terjadinya perubahan lahan.

Interpretasi Citra (Supervised Classification)

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Akurasi

Akurasi merupakan langkah yang diambil dalam menentukan tingkat kesesuaian citra hasil klasifikasi dengan kondisi aktual di lapangan. Hasil analisis akurasi yang dilakukan terhadap tiga citra yang telah diklasifikasikan sebagai berikut. Secara keseluruhan hasil klasifikasi citra mengalami akurasi total sebesar 90.98% artinya hasil tersebut memiliki nilai akurasi yang tinggi karena titik yang diperoleh dari hasil groundcheck tersebar merata. Beberapa tutupan lahan seperti hutan pertanian lahan kering campur, pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Kondisi Tutupan Lahan di Cagar Alam Gunung Papandayan

Tutupan lahan CAGP tahun 1990

Keberadaan hutan, khususnya hutan pengunungan, sampai saat ini masih bisa dikatan bertahan dikarenakan tempatnya yang terpencil dan ketidakpraktisannya untuk pembangunan pertanian (Lavigne dan Gunnel 2006). Gunung Papandayan mulai menunjukan adanya indikasi terjadi gangguan hutan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yaitu adanya kelas tutupan lahan kering campuran, dimana dalam kawasan cagar alam seharusnya tidak diperbolehkan membuka lahan. Tabel 2 menunjukkan bahwa hutan pegunungan memiliki luasan tertiggi dengan luas areal sebesar 5487.58 ha (71.80%) dari total luasan CAGP. Semak belukar menjadi dominansi kedua yaitu dengan luasan 1310.29 ha (17.14%). Pada tahun 1990 sudah terjadi perambahan di area CAGP seluas 730.82 ( 9.56%) dari luasan CAGP telah dirambah yang menjadi pertanian lahan kering campur. Lahan terbuka yang yang ada di CAGP seluas 113.88 ha yaitu termasuk kawah vulkan, lahan terbuka bekas kebakaran, jalan berpasir dekat kawah. Peta tutupan lahan tahun 1990 disajikan pada Gambar 3.

Tabel 2 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 1990 No Jenis penggunaan lahan

1990

Tutupan lahan CAGP tahun 2002

(18)

8

tahun 1997, pembukaan lahan meningkat secara signifikan di seluruh kawasan Indonesia, termasuk daerah lereng hutan pegunungan (Lavigne dan Gunnel 2006).

Tahun 2002 kelas tutupan lahan hutan pegunungan mengalami penurunan meskipun luasannya masih yang terbesar di kawasan CAGP. Hutan pegunungan memiliki luasan tertinggi dengan luas areal sebesar 3871.89 ha (50.66%) dari luasan CAGP. Luas semak belukar yaitu 1789.90 ha (23.42%) dari luas keseluruhan. Luas area pertanian lahan kering campuradalah sebesar 863.09 ha (11.29%). Lahan terbuka seluas 309.37 ha ( 4.05%). Kelas tutupan lahan baru di tahun 2002 adalah pertanian lahan kering seluas 808.35 ha (10.58%). Kelas tutupan lahan tahun 2002 disajikan pada Tabel 3 dan peta tutupan lahannya disajikan pada Gambar 4.

Tabel 3 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 2001

No Jenis penggunaan lahan 2002

Luas (Ha) %

1 Hutan pegunungan 3871.89 50.66

2 Pertanian lahan kering 808.35 10.58

3 Pertanian lahan kering campur 863.09 11.29

4 Semak belukar 1789.90 23.42

5 Lahan terbuka 309.37 4.05

Total 7642.59 100

Tutupan lahan CAGP tahun 2013

Tahun 2013 keadaan ekonomi di Indonesia telah mengalami kemajuan. Masyarakat yang awalnya membuka lahan di hutan secara ilegal pada masa reformasi, telah beralih mencari pekerjaan selain berladang sehingga ladang yang ditinggalkan perlahan berubah menjadi semak belukar. Penutupan lahan tahun 2013 hutan pegunungan mengalami penambahan dengan luasan sebesar 4785.32 ha (62.61%) dari luasan CAGP. Semak belukar tahun 2013 yaitu 1384.18 ha (18.11%) dari total luasan CAGP. Luasan pertanian lahan kering campur sebesar 939.05 ha ( 12.29%), sedangkan luas pertanian lahan kering adalah 212.37 ha (2.78%) dari total luasan CAGP. Lahan terbuka memiliki luasan sebesar 321.67 ha (4.21%). Luas tutupan lahan tahun 2013 disajikan pada Tabel 4 dan peta tutupan lahannya disajikan pada Gambar 4.

Tabel 4 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 2013

No Jenis penggunaan lahan 2013

Luas (Ha) %

1 Hutan pegunungan 4785.32 62.61

2 Pertanian lahan kering 212.37 2.78

3 Pertanian lahan kering campur 939.05 12.29

4 Semak belukar 1384.18 18.11

5 Lahan terbuka 321.67 4.21

(19)

9

(20)

10

(21)

11

(22)

12

Analisis perubahan prubahan penutupan lahan 1900 - 2002

Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit tahun 1990-2013, kondisi kawasan CAGP dengan masing-masing tutupan lahan memiliki luasan yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan luas dari beberapa jenis penutupan lahan. Konversi lahan yang dianalisis mencakup perubahan hutan pegunungan, semak belukar, pertanian lahan kering, lahan terbuka, dan pertanian lahan kering campur.

Tabel 5 Perubahan penutupan lahan tahun 1990-2013 1990-2002

pegunungan (ha) 3684.95 124.77 546.77 1019.29 111.80 Pertanian lahan

Tabel 5 menunjukkan perubahan penutupan lahan pada tahun 1990-2002. Perubahan penutupan lahan terbesar terjadi pada area hutan pegunungan menjadi semak belukar seluas 1019.29 ha. Perubahan tutupan lahan terbesar kedua terjadi pada area hutan pegunungan menjadi pertanian lahan kering campur seluas 546.77 ha. Adapun perubahan terbesar ketiga terjadi pada areal semak belukar menjadi pertanian lahan kering seluas 338.59 ha.

Analisis perubahan prubahan penutupan lahan 2002-2013

Tabel 6 menunjukan perubahan penutupan lahan pada tahun 2002 ke tahun 2013. Perubahan penutupan lahan terbesar terjadi pada area semak belukar menjadi hutan pegunungan seluas 793.07 ha. Perubahan tutupan lahan terbesar kedua terjadi pada area pertanian lahan kering campur menjadi hutan pegunungan seluas 542.08 ha. Dan perubahan terbesar ketiga terjadi pada area pertanian lahan kering menjadi pertanian lahan kering campur seluas 341.18 ha.

Tabel 6 Perubahan penutupan lahan tahun 2001-2013

(23)

13 Faktor Penyebab Perubahan Lahan

Tutupan lahan di kawasan CAGP yang mengalami perubahan paling besar adalah hutan pegunungan menjadi semak belukar terjadi pada tahun 1990-2002. Luas area yang berubah adalah sebesar 1019.29 ha. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 2002-2013 adalah dari semak belukar menjadi hutan pegunungan seluas 793.07 ha.

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan lahan di ekosistem hutan Cagar Alam Gunung Papandayan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu faktor alam, faktor manusia.

Faktor alam

Perubahan penutupan lahan yang disebabkan oleh faktor alam diantaranya adalah letusan gunung dan kebakaran hutan. Gunung Papandayan merupakan salah satu gunung berapi aktif di Pulau Jawa yang pertama kali meletus pada tahun 1772. Gunung Papandayan sudah meletus 11 kali pada 1772, 1882, 1923, 1924, 1925, 1926, 1927, 1942, 1993, 1998, dan terakhir pada 2002 (BKSDA 2011). Kondisi ini mengakibatkan kerusakan kondisi lingkungan maupun ekosistem yang berujung pada perubahan penutupan lahan di kawasan CAGP. Dampak letusan yang terjadi di daerah dekat dengan sumber letusan CAGP mengakibatkan seluruh vegetasi mati terbakar dan meninggalkan sisa batang-batang pohon. Jenis yang mendominasi di daerah bekas letusan ini adalah suwagi (Vaccinium lucidum) karena jenis ini biasanya hidup pada tempat terbuka terutama dekat kawah. Hal inilah yang menyebabkan daerah yang terkena langsung dampak dari letusan kawahnya sebagian besar adalah lahan terbuka.

Kebakaran yang terjadi dapat diakibatkan oleh ulah manusia maupun faktor alam. Kebakaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab perubahan lahan yang terjadi di ekosistem Gunung Papandayan. Area bekas kebakaran yang mengalami suksesi lambat hanya mampu ditumbuhi semak belukar. Upaya pencegahan yang dilakukan pihak pengelola adalah patroli rutin pada kawasan yang dianggap rawan kebakaran. Berdasarkan hasil wawancara, kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahunnya pada blok-blok tertentu. Kebakaran hutan umumnya terjadi pada saat bulan kemarau. Namun kebakaran tersebut tidak tercatat dengan baik oleh BKSDA. Data yang dimiliki BKSDA menunjukkan bahwa hanya terjadi beberapa kasus kebakaran dan tidak tercatat disetiap tahunnya. Kebakaran pernah terjadi pada Blok Cipanas yang memiliki ketinggian 2100 mdpl, terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 ini membakar lahan pada Blok Cipanas seluas 68 ha.

Faktor manusia

(24)

14

dalam kawasan CAGP untuk kegiatan pertanian, disebabkan oleh keterbatasan sumber air di luar kawasan. Meski belum diketahui secara pasti dampak dari pengambilan air terhadap hidrologi kawasan, namun kegiatan tersebut dapat mengakibatkan adanya interaksi antara masyarakat denga kawasan CAGP, karena masyarakat memasuki kawasan hutan untuk pemeliharaan pipa air.

Pada penelitian ini telah dijelaskan perubahan lahan terbesar terjadi di tahun 1990–2002 yaitu dari semak belukar menjadi hutan pegunungan dilanjutkan perubahan tutupan hutan pegunungan menjadi pertanian lahan kering campur, dan semak belukar menjadi pertanian lahan kering campur. Perubahan penutupan lahan ini terjadi akibat adanya perambahan lahan CAGP oleh masyarakat sekitar untuk dijadikan lahan bagi pertanian mereka. Pada awalnya mereka membuka lahan di kawasan hutan untuk dijadikan pertanian lahan kering campuran. Kegiatan bercocok tanam sayuran dilakukan pada lahan milik Perhutani dan PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) yang letaknya berdampingan dengan CAGP (Zuhri dan Sulistyawati, 2007). Pada areal ini dikelola oleh masyarakat sekitar dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pemanfaatan lahan yang berbatasan dengan cagar alam sebagai areal pertanian berpotensi mengancam kelestarian CAGP melalui penggunaan bahan kimia. Selain itu juga mempermudah akses manusia masuk ke dalam CAGP serta mengganggu distribusi flora dan fauna dan mendorong masyarakat sekitar merambah kawasan hutan CAGP. Tindakan petugas CAGP yang kurang tegas terhadap para perambah, menyebabkan perubahan fungsi lahan dari semak belukar menjadi pertanian lahan kering, yang didominasi oleh tanaman pertanian. Lokasi perambahan ditanami oleh jenis sayuran seperti kentang, wortel, kol, dan lain-lain. Penyebab terjadinya perambahan diakibatkan karena adanya krisis moneter, yang menimbulkan banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sehingga pertanian dengan sistem tumpangsari di hutan produksi menjadi alternative mata pencaharian. Menurut Samsudin (2006), bahwa motivasi dari para perambah adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, yaitu kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak.

Penurunan luasan kawasan CAGP salah satunya dikarenakan adanya kegiatan penebangan liar (illegal logging). Menurut UU No. 41 tahun 1999 pada pasal 50 ayat 3e, illegal logging adalah menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang. Penebangan liar ini dilakukan oleh pihak masyarakat sekitar hutan. Penebangan liar terjadi sejak lama di kawasan hutan pengunungan Gunung Papandayan. Berdasarkan hasil survey lapangan, di Gunung Papandayan teridentifikasi bahwa ada kegiatan penebangan liar untuk pengumpulan kayu kabar, pembuatan arang dan pembuatan balok kayu.

Zuhri dan Sulistyawati (2007) menyebutkan bahwa keberadaan CAGP yang dikelilingi oleh pedesaan menyebabkan keberadaan CAGP seperti pulau yang dikelilingi oleh habitat terbangun. Bentuk kawasan CAGP yang tidak kompak (memanjang dan berlekuk) kurang mendukung bagi pengelolaan yang efektif. Tindakan Pencegahan perubahan penutupan lahan di CAGP

(25)

15 menjadi hutan pegunungan seluas 542.08 ha dan area pertanian lahan kering menjadi pertanian lahan kering campur seluas 341.18 ha. Pada kurun waktu 2002-2013 terjadi perubahan yang signifikan, kawasan CAGP yang di rambah mulai kembali menjadi ekosistem awal. Hal ini tidak lepas dari partisipasi masyarakat sekitar yang telah sadar akan pentingnya ekosistem di kawasan CAGP ini untuk kehidupan mereka. Pihak pengelola dan masyarakat sekitar mulai melakukan upaya-upaya konservasi untuk mengembalikan kawasan CAGP yang dirambah menjadi kawasan hutan pegunungan.

Beberapa hal yang dilakukan pihak pengelola Cagar Alam Gunung Papandayan sebagai upaya pencegahan terjadinya perubahan lahan diantaranya dengan sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat sekitar hutan terkait dengan penggunaan lahan serta tata batas kawasan, pemeliharaan tata batas kawasan, penegakkan hukum terhadap masyarakat perambah hutan, melakukan restorasi lahan dengan penduduk sekitar CAGP dengan penanaman jenis pohon asli, pembinaan daerah penyangga, membuat papan peringatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Klasifikasi tutupan lahan yang ada di CAGP adalah hutan pegunungan, semak belukar, pertanian lahan kering, lahan terbuka, dan pertanian lahan kering campur.

2. Tahun 1990-2002 jenis kelas tutupan lahan yang mengalami perubahan tertinggi, yaitu hutan pegunungan menjadi semak belukar dengan luas areal yang berubah sebesar 1019.7 ha. Tahun 2002-2013 kelas tutupan lahan yang mengalami perubahan tertinggi yaitu area semak belukar menjadi hutan pegunungan seluas 793.43 ha.

3. Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan lahan diduga disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (anthropogenic). Faktor alam yaitu berupa letusan Gunung Papandayan. Faktor manusia adalah perambahan lahan, kebakaran yang disebabkan oleh manusia, penebangan liar, serta kurang tegasnya pengelola dalam melakukan tindakan pencegahan perusakan hutan di CAGP.

Saran

1. Perlu diadakan tindakan konservasi, yaitu perlindungan kawasan CAGP. Tindakan perlindungan kawasan CAGP yaitu dengan melakukan penyuluhan mengajak penduduk sekitar untuk turut berpartisipasi menjaga kasawan CAGP dan pada akhirnya diharapkan kegiatan perlindungan dilakukan oleh penduduk sendiri.

(26)

16

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff S. 1989. Geographic Information System a Management Perspective. Ottawa(US):WDL Publication.

Baja S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah. Yogyakarta (ID):Penerbit ANDI.

Bakosurtanal, 1999. Peta Rupa Bumi Digital Lembar 1208-614, Badan Koordinasi Survey danPemetaanNasional (Bakosurtanal), Cibinong.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.2011. Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 2011. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.Bandung.

Direktorat Jendral Penataan Ruang. 2007. Gambaran Tutupan Lahan Bervegatasi Dalam Satu Wilayah Daerah Aliran Sungai Maupun Wilayah Provinsi. Departemen Pekerjaan Umum. 09: 01.

Khalil B. 2009. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Lavigne F, Gunnel Y. 2006. Land cover change and abrupt environmental impacts on Javan volcanoes, Indonesia: long-term perspective on recent events. Reg Environ Change. 6: 86-100.doi:10.1007/s10113-005-0009-2.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan jauh dan interpretasi citra; diterjemahkan oleh Dulbahri et al. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Lillesand TM, Kiefer RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Dulbahri, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.

Samsudin. 2006. Karakteristik dan pola perambahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Suheri. 2003. Studi perubahan penutupan lahan di daerah penyangga Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango menggunakan sistem infomasi geografis. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB

Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Whitten T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA. 1996. The Ecology of Java and Bali, Periplus Editions Ltd., Singapore (SG).

Yunus L. 2005.Simbiosis Mutualisme: Masyarakat dan Kawasan Cagar Alam. Prosiding Seminar Nasional Membangun Teluk Bintuni Berbasis Sumberdaya Alam (2005): pp 75-85.

(27)

17 Lampiran 1 Hasil uji akurasi

Overall Classification Accuracy = 90.98%

Lampiran 2 Rekapitulasi kejadian kebakaran hutan di ekosistem hutan Gunung Papandayan

Bulan/Tahun Kawasan Blok Luas (ha) Tindak lanjut lapangan Agustus 2002 CA Papandayan Garogol 1 Pemadaman langsung

oleh 2 orang petugas dan 10 orang sukarelawan Oktober 2002 CA dan TWA

Papandayan

Cipanas 50 Pemadaman langsung oleh 12 orang petugas dan 27 orang sukarelawan

Oktober 2002 CA Papandayan Cahaya Tidak diketahui

2012 CA Papandayan Sorog Teko

7 Pemadaman langsung oleh petugas dan sukarelawan

Sumber : Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Bandung

Lampiran 3 Lokasi rawan kebakaran pada kawasan Gunung Papandayan dan upaya pencegahannya

Blok Luas (ha) Upaya Pencegahan

Sioplet Darajat 30 Patroli rutin dan pengawasan

Nangklak 50 Patroli rutin

Tegal Paku 70 Patroli rutin

Tegal Bungbrun 300 Patroli rutin

Cagak Gunting 60 Patroli rutin

Lutung 60 Patroli rutin

(28)

18

Lampiran 4 Kunci Identifikasi

No Objek Landsat Foto lapangan

1 Hutan Pegunungan

2 Pertanian Lahan Kering

campur

3 Pertanian Lahan Kering

(29)

19 Lampiran 4 Kunci identifikasi (lanjutan)

No Objek Landsat Foto lapangan

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember Jawa Timur pada tanggal 29Agustus 1990 dari Ayah Heru Prayitno dan Ibu Sulistyorini. Penulis adalah puteri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dengan masuk Taman Kanak-Kanak di TK Bhayangkara 1996-1997. Dilanjutkan pada pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Jember Lor I dari tahun 1997-2003.

Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP Negeri 2 Jember dari tahun 2003-2006. SMP 2 Jember merupakan salah satu sekolah berstandar nasional di Jember. Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA Negeri 1 Jember dari tahun 2006-2009. SMA Negeri 1 Jember merupakan SMA berstandart nasional. Saat SMA, penulis aktif sebagai anggota MPK periode 2006-2007. Penulis juga aktif dalam kegiatan PASKIBRA SMA 1 Jember, sebagai anggota divisi publikasi dan dekorasi. Penulis juga aktif dalam kegiatan TaeKwonDo sebagai ketua umum periode 2007-2008. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jember dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota aktif Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan IPB periode 2010-2015, Ketua Divisi Logistik RIMPALA periode 2011-2012, anggota Panjat Pohon RIMPALA periode 2011-2015, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), dan anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF).

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Jenis data berdasarkan sumber
Gambar 2 Diagram alir pengolahan data
Tabel 4 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis yang dilakukan, kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali terjaga dengan baik karena kondisi biofisik yaitu tutupan lahan hutan yang berada pada ketinggian

oleh karena itu, upaya-upaya pelestarian sumberdaya air sangat diperlukan melalui penataan penggunaan lahan di dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Jenis penggunaan

Kajian organisasi pengelola kawasan Cagar alam Teluk Adang diantaranya Balai konservasi SDA Kalimantan Timur, Seksi kawasan III Balikpapan, Manggala Agni daerah

Berdasarkan hasil penelitian didapati pada cagar alam Manggis Gadungan CAMG dan juga pada lahan pertanian Desa Siman LPS menunjukan hasil di cagar alam Manggis Gadungan CAMG

Menurut anda, seberapa penting strategi pengelolaan yang dapat diterapkan untuk keberlajutan fungsi kawasan Cagar Alam Gunung Celering ditinjau dari aspek ekologi dibandingkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi penutupan lahan pada Kawasan Hutan Lindung Gunung Naning yang berada di wilayah Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati keadaan habitat dan penyebaran monyet hitam sulawesi di Cagar Alam Gunung Duasudara, dan aktivitas masyarakat yang terkait dengan

pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering, Kabupaten Jepara Propinsi Jawa. Tengah dengan pertanyaan penelitian sebagai