• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2002"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan tidak saja memberikan kehidupan bagi masyarakat yang menempatinya

tetapi juga masyarakat di perkotaan. Namun, demikian nilai filosofi hutan tersebut

terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan

selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan

sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Pengelolaan hutan lebih

mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata dan bahkan negara secara

sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi sosial kepentingan umum

terabaikan.

Indonesia mempunyai hutan yang luas, akan tetapi keberadaan hutan sebagai

paru-paru dunia akhir-akhir ini tidak dapat berfungsi seperti sediakala, dikarenakan

pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Kondisi kehidupan bangsa

Indonesia saat ini tidak beranjak maju. Berbagai persoalan yang selama ini mencuat

banyak yang tidak terselesaikan, bahkan beberapa diantaranya bertambah parah, salah

satunya adalah kondisi lingkungan hidup yang bertambah buruk. Pengelolaan sumber

daya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tidak sesuai daya dukungnya dapat

menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara

umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumber daya alam dan komponen

lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan

kuantitasnya dari waktu ke waktu. Kerusakan ini merupakan indikasi betapa buruknya

pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia termasuk di bidang

(2)

sehingga sulit untuk di identifikasi atau dilacak. Perbedaan pandangan atau belum

adanya kesamaan persepsi dalam pemahaman illegal loging menyebabkan

beragamnya tafsiran terhadap besarnya dampak illegal logging.

Sebagai akibat dari pengelolaan hutan dengan cara tersebut hutan di Indonesia

mengalami degradasi yang sangat tajam. Luas hutan berkurang drastis, sedangkan

hutan yang tersisa juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Merebaknya konflik

sosial sebagai akibat ketidakpastian status kawasan hutan, meningkatnya praktek

penebangan liar, penyelundupan kayu, ketidakpastian hukum dan lemahnya stabilitas

keamanan telah menjadikan sektor kehutanan sebagai sebuah yang kontradiktif.

Disatu sisi, sektor kehutanan secara makro masih dijadikan sebagai salah satu andalan

dalam upaya pemulihan ekonomi nasional melalui aktifitas ekspor, penyerapan tenaga

kerja dan penyediaan peluang usaha masyarakat. Namun realitasnya iklim usaha

disektor kehutanan saat ini justru tidak memungkinkan setiap pelaku bisnis mampu

mewujudkan target-target sosial, ekonomi dan lingkungan berskala lokal, nasional

maupun global.

Pemerintah seharusnya segera mengambil sikap tentang hal ini, seperti

contohnya melakukan reboisasi (penanaman kembali) hutan-hutan yang telah gundul.

Pemerintah juga harus selalu melakukan sosialisasi di daerah-daerah mengenai betapa

pentingnya hutan bagi kehidupan kita. Kesadaran juga sangat diperlukan dalam hal

ini, karena tanpa kesadaran dari dalam diri kita, semua itu hanya akan menjadi angin

lalu. Jadi kita sebagai ciptaan Tuhan harus selalu menjaga dan melestarikan sesuatu

yang telah di ciptakannya.1

1

(3)

Mekanisme perizinan pengelolaan hutan dapat mempresentasikan praktek

usaha pemanfaatan hasil usaha kayu secara keseluruhan dan menyeluruh, mekanisme

perizinan yang profesional, transparan, dan tanggung gugat, minimal menghasilkan

pemilik izin yang tangguh propisional, tangguh, serius dan berkomitmen terhadap

pengelolaan areal konsesinya, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu yang

profesional dapat di praktekkan, namun praktek perizinan yang diskriminatif sarat

dengan praktek korupsi dan kolusi birokrasi, yang menghasilkan konglomerasi dan

berdampak pada minimalisasi pemanfaatan hutan dalam jangka pendek.2

Perijinan pengelolaan hutan merupakan sarana yuridis administrasi untuk

mencegah dan menanggulangi (pengendalian) pencemaran lingkungan. Jenis dan

prosedur perizinan lingkungan masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri,

sehingga menjadi hambatan bagi kegiatan dunia industri. Izin sebagai sarana hukum

merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Pemegang ijin dilarang melakukan tindakan menyimpang dari

ketentuan-ketentuan hukum administrasi negara tersebut. Dengan memberi izin, penguasa

memperkenankan pemohon melakukan tindakan-tindakan spesifik yang sebenarnya

dilarang. Dengan kata lain izin adalah suatu perkenaan dari suatu larangan. Melalui

perizinan pengelolaan hutan, seorang warga negara diberikan suatu perkenaan untuk

melakukan sesuatu aktivitas yang semestinya dilarang. Ini berarti, yang esensial dari

perijinan penebangan hutan adalah larangan suatu tindakan, kecuali diperkenakan

dengan izin. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan perizinan mutlak dicantumkan

keluasan perkenaan yang dapat diteliti batas-batasnya bagi setiap kegiatan.

2

(4)

Perbaikan tata kelola hutan merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi

Indonesia. Sebagai negara pemilik hutan tropis yang besar, deforestasi dan degradasi

hutan juga merupakan ancaman besar dalam pengelolaan hutan. Dalam kerangka

pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, izin merupakan instrumen

pengendali pemanfaatan sumber daya alam. Namun demikian, dalam kenyataannya,

izin menjadi salah satu permasalahan dalam pengelolaan hutan di Indonesia.3

Mekanisme perijinan pengelolaan hutan memiliki tumpuan prosedur hukum

administrasi Negara dalam penerbitan izin pengelolaan hutan. Untuk izin pengelolaan

hutan diberikan secara tertulis dalam bentuk penetapan organ pemerintahan.

Karenanya dalam penerbitan izin pengelolaan hutan yang keliru atau tidak cermat

serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan

berakibat pada ketergantungan keseimbangan ekologis yang sulit direhabilitasi.

Sumber daya hutan di kawasan hutan lindung, apabila dikonversi atau dialihfungsikan

menjadi pertambangan, sangat sulit untuk dilakukan rehabilitasi. Walaupun telah

dilakukan reklamasi terhadap bekas tambangan, tentu hal ini tidak akan

mengembalikan fungsi hutan yang telah ada.

Perizinan pengelolaan hutan, inilah yang kerap kali menjadi persoalan dalam

kehidupan sehari-hari. Mulai dari masyarakat biasa sampai pejabat, berkutat dengan

perizinan, karena perizinan berkaitan dengan kepentingan yang di ingikan oleh

masyarkat untuk melakukan aktivitas tertentu dengan mendapat persetujuan atau

legalitas dari pejabat negara sebagai alat administrasi didalam pemerintahan suatu

negara. Sebagai suatu bentuk kebijakan tentunya izin tidak boleh bertentangan dengan

3

(5)

peraturan perundang-undangan serta norma norma kehidupan yang ada dimasyarakat

baik secara vertikal maupun horizontal.

Sjahran Basah dalam SF. Marbun dkk mengemukakan bahwa administrasi

negara adalah alat perlengkapan negara baik di tingkat pusat dan daerah yang

menjalankan seluruh kegaiatan bernegara dalam menjalankan pemerintahan. Alat

tersebut dapat berupa seorang petugas/pejabat maupun badan pemerintahan. Alat

perlengkapan negara ini dilengkapi dengan wewenang untuk menjalankan fungsi

pemerintahan dan mengambil kebijakan-kebijakan. Wewenang mengambil kebijakan

tersebut bersumber dari undang-undang, peraturan pemerintah dan Peraturan daerah.4

Dengan dasar tersebut maka keberadaan hutan adalah sebagai salah satu

sumber ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang sangat penting dalam

menunjang wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan dasar tersebut maka amatlah

sangat penting untuk mengatur perihal ketertiban pelaksanaan pengelolaan hutan itu

sendiri termasuk izin melakukan pengelolaan hutan.

Pengelolaan hutan diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan kemudian dijabarkan lebih lanjut pada Peraturan Daerah No. 21

Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Rencana

pengelolaan hutan mengacu pada potensi dimiliki menurut izin kawasan kelola hutan

yang diberikan, di dalamnya telah dikaji aspek kelestarian hutan berdasarkan prinsip

pengelolaan hutan. Kondisi yang dilahirkan dari Peraturan Daerah tersebut adalah

adanya kegiatan untuk melakukan pengelolaan hutan yang dimiliki Pemerintah

Daerah diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama

sekali Pemerintahan Daerah atau Kabupaten. Menjadi pertanyaan dalam penelitian

4

(6)

sudah siapkah Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera

Utara dalam hal penertiban dan pemberian izin dalam pengelolaan hutan secara bijak.

Karena tanpa disadari bahwa otonomi daerah tersebut menemukan adanya kesan

rnelahirkan raja-raja kecil di daerah. Dengan diserankan kepada daerah perihal

pengelolaan daerah maka akan terbuka hal-hal yang menjadi sebab penyelewengan

kekuasaan untuk menguntungkan orang secara pribadi maupun satu kelompok

tertentu. Oleh sebab itu merasa tertarik membahas masalah kewenangan Pemerintah

Daerah khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam hal

pengelolaan lingkungan hidup khususnya lagi dalam hal pemberian izin pengelolaan

hutan, khususnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan bagi keselamatan

masyarakatnya.

Praktik pengelolaan hutan khususnya di Provinsi Sumatera Utara dikaitkan

dengan lemahnya penegakan hukum, dimana pihak penegak hukum hanya berurusan

dengan masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi kayu. Untuk para cukong kelas

kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah tebangan, masih sulit untuk

menjerat mereka dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. sayangnya,

kehidupan masyarakat provinsi Sumatera Utara sangat memprihatinkan. Untuk

menyelamatkan dunia, tak ada pilihan lain, kecuali memulai untuk tidak merusak

hutan dengan aktivitas penebangan komersial yang hanya meraup keuntungan

sebesar-besarnya dan mengabaikan keseimbangan alam.

Dan dalam hukum administrasi negara juga akan diberikan sanksi secara

administratif kepada pihak-pihak yang melanggar aturan yang telah dibuat.

Sedangkan administrasi negara itu sendiri sering dirumuskan sebagai gabungan

jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat (trapgewijs) yang

(7)

(Overheid), yang tidak diserahkan kepada badan-badan pembuat undang-undang dan

badan-badan kehakiman.

Dari uraian latar belakang tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui

dan mendalami permasalahan mengenai penebangan hutan tersebut, sehingga hal

itu melatar belakangi penulisan skripsi yang diberi judul: “Tinjauan Hukum

Administrasi Negara Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2002.”

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah izin pengelolaan hutan?

2. Bagaimana pengaturan Izin Pengelolaan Hutan Berdasarkan Peraturan daerah No.

21 Tahun 2002?

3. Bagaimana upaya penegakan hukum administrasi negara terkait maraknya

masalah penebangan hutan liar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

a. Untuk mengetahui izin pengelolaan hutan di Propinsi Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui pengaturan Izin pengelolaan hutan berdasarkan Peraturan

daerah No. 21 Tahun 2002.

c. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum administrasi negara terkait

(8)

2. Manfaat penelitian

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan.

2.Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam

memberikan penegakan hukum administrasi negara terhadap izin

pengelolaan hutan.

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat mengenai izin pengelolaan hutan

pada Provinsi Sumatera Utara.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul skripsi ini adalah Tinjauan Hukum Administrasi Negara

Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan

Daerah Nomor 21 Tahun 2002 merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis

sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan

demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Salah satu bentuk kewenangan yang menjadi perhatian adalah kewenangan

pemerintah daerah dalam menerbitkan izin, yang lahir berdasarkan wewenang yang

diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah daerah. Effendi mengemukakan

bahwa tugas pemerintah dalam mengatur mempunyai makna pemerintah terlibat

dalam penerbitan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan termasuk

(9)

pemerintah mengendalikan masyarakat dalam bentuk peraturan termasuk izin yang

mengadung larangan dan kewajiban. Dengan demikian, izin sebagai salah satu

instrumen pemerintahan berfungsi mengendalikan tingkah laku masyarakat agar

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.5

Dalam peristilahan kehutanan sebagaimana yang dikutip oleh Salim yang di

maksud dengan penebangan hutan adalah suatu aktivitas atau kegiatan

penebangan kayu di dalam kawasan hutan yang di lakukan oleh seorangatau

sekelompok ataupun atas nama perusahaan berdasarkan izin yang di keluarkan oleh

pemerintah atau instansi yang berwenang (kehutanan) sesuai dengan prosedur tata

cara penebangan yang di atur dalam peraturan perundang-undangan kehutanan.

Pengertian di atas mengandung maksud bahwa logging atau penebangan dapat

dibenarkan sepanjang mempunyai izin, mengikuti prosedur penebangan yang benar

berdasarkan aspek kelestarian lingkungan dan mengikuti prosedur pemanfaatan

dan peredaran hasil hutan berdasarkan ketentuan yang berlaku.6

Perijinan lingkungan digunakan oleh penguasa sebagai suatu instrumen

untuk mempengaruhi dalam hubungan antara warga negara dan penguasa, dengan

harapan warga negara mau dan mampu mengikuti cara yang dianjurkan guna

mencapai tujuan kongkrit yang telah ditetapkan. Sedang perizinan organ

pemerintah telah menciptakan hak-hak (izin) dan kewajiban-kewajiban (melalui

ketentuan-ketentuan) tertentu bagi yang berhak. Ketentuan-ketentuan tersebut

merupakan syarat-syarat yang menjadi dasar bagi badan pemerintah untuk

memberi izin. Realitasnya, dalam banyak hal izin dikaitkan dengan syarat-syarat

5

Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal 62

6

(10)

yang berhubungan erat dengan fungsi perizinan sebagai salah satu instrumen

pengarah (pengendali) dari penguasa.

Penebangan tanpa izin termaksud kejahatan ekonomi dan lingkungan

karena menimbulkan kerugian material bagi negara serta kerusakan lingkungan atau

ekosistem hutan dan dapat di kenakan sanksi pidana dengan ancaman kurungan

paling lama sepuluh sampai lima belas tahun dan denda paling banyak Rp. 5-10

milyar (Undang-Undang N0. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 78).

Ridwan menyebutkan Izin (vergunning) juga dijelaskan sebagai

perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan

pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan

pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal

yang sama sekali tidak dikehendaki.7

Pudyatmoko mengemukakan bahwa Izin merupakan suatu keputusan yang

memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh

pembuat peraturan. Selain itu, izin (vergrunning) merupakan dispensasi pada suatu

larangan oleh undang-undang yang bersangkutan berbunyi : “Dilarang tanpa

izin…(melakukan)… dan seterusnya”.8

Dengan memberi izin, pemerintah memberikan perkenan kepada orang

yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya

dilarang. Izin dalam arti sempit adalah izin yang pada umumnya didasarkan pada

keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau

menghalangi keadaan-keadaan yang buruk; pembebasan/dispensasi adalah

pengecualian atas larangan sebagai aturan umum, yang berhubungan erat dengan

7

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Penerbit Rajawali Pres, 2006, hal 47 8

(11)

keadaan-keadaan khusus peristiwa; konsesi adalah izin yang berkaitan dengan

usaha yang diperuntukkan untuk kepentingan umum.9

Bruggink menyebutkan bahwa izin (toestemming/permisi) adalah

pembolehan khusus terhadap sesuatu yang secara umum dilarang.

10

Sedangkan Ridwan mengemukakan bahwa izin adalah perbuatan

pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk

diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan persyaratan tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa dalam izin terdapat beberapa unsur yaitu Instrumen

yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintahan peristiwa konkrit,

serta prosedur dan persyaratan tertentu.11

Riawan mengemukakan bahwa formalitas usaha dalam bentuk izin adalah

sebuah bentuk pengakuan negara terhadap keabsahan suatu kegiatan yang

dilakukan oleh warga negaranya. Dengan demikian pengakuan ini berarti kegiatan

usaha tersebut dianggap sah menurut peraturan atau hukum (positif) yang berlaku

di negara yang bersangkutan. Dengan adanya pengakuan secara formal tersebut,

maka negara wajib memberikan perlindungan, pengawasan dan pembinaan

terhadap suatu kegiatan usaha.

12

Hutan merupakan kumpulan pohon-pohon dan hewan yang berada dalam

suatu kawasan yang saling berinteraksi, mereka hidup di atas tanah yang hidup

dalam keseimbangan. Hutan ini akan tetap lestari bila kita mau melestarikannya.

Namun, apabila tidak dilestarikan maka akan timbul kepunahan terhadap ekosistem

hutan tersebut. Kepunahan atau kerusakan hutan ini salah satunya bisa disebabkan

9

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya: Penerbit Yudika, 1993, hal 2-3 10

Bruggink, J.J.H. Refleksi Tentang Hukum Administrasi Negara, diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal 101

11

Op.Cit, Ridwan HR, hal 155 12

(12)

oleh penebangan dan kebakaran hutan secara liar, dan oleh sebab itu Fungsi hutan

sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan

hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi

kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan.

Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian

masyarakat. selain dari pada itu adanya penambah penyebab deforestasi hutan

semakin kompleks.13

Dampak-dampak dari pengelolaan hutan-hutan ini jauh lebih besar daripada

batasan-batasan yang diberikan dalam pemberian hak pengusahaan hutan.

Pengelolaan hutan di Indonesia yang tak terkendali, dimana orang melakukan

penebangan kayu secara manual. Pengelolaan hutan skala besar dimulai pada tahun

1970 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman

industri, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga

dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan

pengelolaan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga

menjadi kawasan pengembangan perkotaan.14

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari

sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan

menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai

tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

13

http://dek-dilla.blogspot.com/2012/02/makalah-penebangan-hutan.html, diakses tanggal 24 Oktober 2014

14

(13)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode

penulisan dengan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yaitu penelitian

yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku sebagaipijakan normatif.15

2. Sumber Data

Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode

penelitian hukum normatif, oleh karena itu maka upaya untuk memperoleh data

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan,

yaitu mengumpulkan data baik yang bersifat bahan hukum primer, sekunder

maupun tersier seperti doktrin-doktrin dan perundang-undangan atau kaedah

hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai

kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain

Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 21 Tahun 2002

tentang Pengelolaan Hutan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004

tentang Perlindungan Hutan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai

bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel

dari surat kabar, majalah, dan internet.16

15

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 163

16

(14)

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang mendukung atau

melengkapi data primer dan data sekunder, seperti: kamus, kamus hukum,

jurnal, makalah, dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : penelitian kepustakaan

(Library Research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber-sumber

atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum

yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas

dalam penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah

analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun

secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk

mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya

tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif

dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif berupa

data-data yang akan diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa

sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat

digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar

Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan

Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,

(15)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG IZIN PENGELOLAAN HUTAN

Bab ini berisikan tentang Izin Pengelolaan Hutan, Fungsi Pengelolaan

Hutan, Permasalahan Pengelolaan Hutan Indonesia,

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Masalah Perizinan Pengelolaan Hutan dan Kaitan

Antara Izin Pengelolaan Hutan dengan Hukum Administrasi Negara.

BAB III : PELAKSANAAN PENGURUSAN IZIN PENGELOLAAN HUTAN

BERDASARKAN PERDA NO. 21 TAHUN 2002

Bab ini berisikan tentang Latar Belakang Lahirnya Perda No.21 Tahun

2002, Syarat dan Prosedur Pengelolaan Hutan, Fungsi Pengelolaan

Hutan wilayah Sumatera Utara dan Pihak-Pihak yang Berwenang

Mengeluarkan Izin pengelolaan hutan.

BAB IV : UPAYA PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

TERKAIT MARAKNYA PENEBANGAN HUTAN LIAR

Bab ini berisi tentang Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara,

Kondisi hutan di Sumatera Utara, Penegakan hukum administrasi

negara kaitannya dengan Pengelolaan Hutan, Sanksi Administratif

Terhadap Penyalahgunaan Izin Pengelolaan Hutan berdasarkan Perda

No. 21 tahun 2002.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya,

yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini,

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pendapat oong maryono tokoh pencak silat nasional mengatakan :’’kesulitan dalam mempelajari pencak silat karena pesaingan yang sangat ketat

Guna mempercepat pelaksanaan sertifikasi tanah asset daerah dari konversi tanah Belanda yang tidak disertifikatkan di Kota Makassar maka penulis menyarankan dua hal, yaitu:

To know whether there is a correlation between teacher’s affection and students’ achievement in English learning at PIBA Universitas Islam Negeri Alauddin

permasalahan imigran gelap yang masuk ke Indonesia, sebagai langkah. preventif Pemerintah Indonesia juga melaksanakan

Walaupun RTS adalah satu sindrom yang jarang berlaku, doktor mungkin mendapati campur tangan ini Protokol PECS memberi bermanfaat apabila disediakan untuk murid RTS yang

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Saya menyatakan bahwa tesis yang dimajukan untuk diuji pada tanggal 1 Desember 2011 dengan judul : PENGARUH PENDIDIKAN KEPELAUTAN DAN PENGALAMAN KERJA

Hasil penelitian komponen teknologi LEIT yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penggunaan kompos PKSTT pada sistem tanam tumpangsari antara cabai merah dengan

Pengaruh variasi voltase terhadap penurunan kadar krom dalam limbah cair industri penyamakan kulit setelah proses pengolahan dengan metode elektrokoagulasi pada