• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kuman dan Resistensi Antimikroba Pada Flora Cavum Nasi Petugas Laboratorium RSUP Haji Adam Malik Yang Bekerja Ke Bangsal Dan Yang Tidak Ke Bangsal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Kuman dan Resistensi Antimikroba Pada Flora Cavum Nasi Petugas Laboratorium RSUP Haji Adam Malik Yang Bekerja Ke Bangsal Dan Yang Tidak Ke Bangsal"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Flora Normal Cavum Nasi

Flora normal adalah berbagai bakteri dan fungi yang secara

menetap menghuni bagian tubuh tertentu, terutama kulit, orofaring,

cavum nasi, kolon dan vagina. Virus dan parasit tidak dianggap sebagai

flora normal walaupun keduanya dapat berada secara asimtomatik.

Terdapat dua macam flora yaitu transient flora dan resident flora.

Transient flora terdiri atas patogen dan non potensial pathogen yang

mendiami kulit dan mukosa dalam waktu sesaat dan biasanya tidak

menyebabkan penyakit. Jenis yang kedua adalah resident flora,

merupakan berbagai tipe organisme yang selalu ditemukan pada area

tertentu. Perubahan pada resident flora biasanya disebabkan oleh

perubahan gizi, perubahan hormonal, sakit dan sebagainya. 14

Cavum nasi merupakan rongga traktus respiratorius yang pertama

sekali yang langsung berhubungan dengan udara luar. Membran mukosa

di dalam cavum nasi merupakan salah satu tempat kolonisasi bagi flora

normal maupun bakteri pathogen. Ada beberapa bakteri yang sering

(2)

Tabel 2.1. Daftar mikroorganisme yang sering ditemukan di hidung14

Mikroorganisme Rentangan

Insidens (%) Staphylococcus aureus 20-85

Staphylococcus epidermidis 90

Corynebacterium aerobic 50 – 80

Streptococcus pneumonia 0 – 17

Streptococcus pyogenes 0,1 – 10

Haemophylus influenza 12

Neisseria meningitidis 0 – 10

2.2 Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial menurut WHO didefinisikan sebagai berikut:

1. Adanya infeksi yang didapat di rumah sakit oleh seorang pasien

yang diterima karena alasan selain infeksi. Infeksi yang terjadi lebih

dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit biasanya disebut

nosokomial.

2. Infeksi yang terjadi pada seorang pasien dalam sebuah rumah

atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, dimana infeksi tersebut

tidak tampak atau tidak sedang berada dalam masa inkubasi ketika

(3)

ini termasuk juga adanya tanda-tanda infeksi setelah pasien keluar

dari rumah sakit dan juga termasuk infeksi pada petugas yang

bekerja di fasilitas kesehatan.

Terlepas dari kemajuan dalam hal kesehatan masyarakat dan

pelayanan rumah sakit, masalah infeksi masih saja terus berkembang

pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit, dan dapat juga

mempengaruhi petugas rumah sakit. Fasilitas kesehatan merupakan

sebuah lingkungan dimana orang-orang beresiko tinggi terhadap infeksi,

termasuk diantaranya adalah petugas kesehatan.1,2

2.3 Epidemiologi

Infeksi nosokomial terjadi diseluruh dunia, dengan kejadian

terbanyak di negara – negara berkembang maupun negara miskin. Suatu

penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukan bahwa sekitar 8.7% dari

55 rumah sakit dari 14 negara terdapat infeksi nosokomial dengan Asia

Tenggara sebesar 10 %.2 Menurut CDC, hasil survei di United State,

terjadi peningkatan angka prevalensi nosokomial dari 7,2% pada tahun

1975, menjadi 9,8 % pada tahun 1995.1 Data infeksi nosokomial di

Indonesia sendiri dapat dilihat dari data survailence yang dilakukan oleh

Depkes RI tahun 1997 di 10 RSU pendidikan, diperoleh angka yang cukup

tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8%.15

Data mengenai kolonisasi kuman pada petugas kesehatan

(4)

dan juga dapat tergantung pada lamanya bekerja dirumah sakit. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Naem Akhtar di rumah sakit Rapalwindi

Pakistan, prevalensi tertinggi nasal carier tertinggi ditemukan pada

petugas yang bekerja sebagai bidan, yang diikuti oleh petugas

pemeliharaan dan perawat, sedangkan untuk pembagian berdasarkan

departemen ditemukan bahwa petugas ruangan pasca bedah merupakan

yang terbanyak ditemukan sebagai carier Staphylococcus aureus (

40%).11 Pada penelitian Mehrdad dilaporkan sekitar 31% dari petugas

kesehatan yang dilakukan skrining nasal swab ditemukan karier terhadap

Staphylococcus aureus dan 17,2 % diantaranya terdeteksi sebagai

MRSA. 12

2.4 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Penularan infeksi Nosokomial dapat melaui tiga cara yaitu : 2,3

a. Infeksi Silang (cross infection), yaitu infeksi yang disebabkan

oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah

sakit secara langsung atau tidak langsung.

b. Infeksi sendiri (self infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh

kuman berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain.

c. Infeksi Lingkungan (enviromental innfection), yaitu infeksi yang

disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan

(5)

Gambar 2.1. Skema rantai penularan infeksi nosokomial

2.5 Jenis Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial yang paling sering terjadi menurut “French

National Prevalence Survey” adalah infeksi saluran kemih ( UTI ) 35 %,

infeksi luka operasi / infeksi daerah operasi ( SSI ) 20 %, pneumonia

nosokomial 15 %, bakteremia nosokomial ( BSI ) 15 %, dan sisanya

infeksi nosokomial lainnya. 2

Infeksi saluran kemih ( UTI ), merupakan infeksi nosokomial yang

paling sering terjadi. Sekitar 80% infeksi saluran kemih ini berhubungan

dengan pemasangan kateter.2 Infeksi saluran kemih jarang menyebabkan

kematian dibandingkan infeksi nosokomial lainnya.15 Tetapi kadang - Sumber

Penyebab

Tempat Masuk

Cara penularan Kontak Langsung

dan Tidak Langsung Penjamu yang

Rentan

(6)

kadang dapat menyebabkan bakterimia dan kematian. Bakteri dapat

berasal dari flora normal saluran cerna , misalnya Escherichia coli

ataupun didapat dari rumah sakit, misalnya Klebsiella multiresisten.2

Untuk infeksi luka operasi / infeksi daerah operasi ( ILO / IDO ) insiden

bervariasi, dari 0,5 sampai 15 %, tergantung tipe operasi dan penyakit

yang mendasarinya. 16 Hal ini merupakan masalah yang signifikan,

karena memberikan dampak pada biaya rumah sakit yang semakin besar,

dan bertambah lamanya masa inap setelah operasi. Infeksi biasanya

didapat ketika operasi baik secara exogen ( dari udara, dari alat

kesehatan, dokter bedah dan petugas petugas lainnya ), maupun

endogen dari mikroorganisme pada kulit yang diinsisi. 2 Infeksi

mikroorganisme bervariasi, tergantung tipe dan lokasi dari operasi dan

antimikroba yang diterima pasien. 15

Infeksi nosokomial berupa pneumonia dapat terjadi pada beberapa

kelompok pasien yang berbeda-beda, terutama pada penggunaan

ventilator di ICU, dimana prevalensi terjadinya pneumonia sebesar 3%

perhari. Mikroorganisme berkolonisasi di saluran pernafasan bagian atas

dan bronchus dan menyebabkan infeksi pada paru ( pneumonia ). Sering

merupakan endogen, tetapi dapat juga secara exogen. 2,15 Jenis infeksi

nosokomial lainnya yang tersering adalah infeksi pada kulit dan jaringan

lunak, misalnya luka terbuka ( luka bakar dan luka akibat berbaring lama ),

gastroenteritis, sinusitis, , infeksi pada mata dan konjungtiva serta

(7)

2.6 Mekanisme Terjadinya Infeksi Nosokomial

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi

nosokomial antara lain jenis mikroorganisme (infeksi endogen maupun

infeksi exogen),daya tahan pasien, faktor lingkungan serta resistensi

antimikroba. 2,3

1. Flora tetap atau sementara pada pasien ( endogen )

Bakteri yang merupakan flora normal dapat menyebabkan infeksi

oleh karena adanya perpindahan dari habitat alami ke luar,

misalnya pindah kesaluran kemih, atau adanya kerusakan jaringan

(luka), atau tidak adekuat pemberian antibiotik sehingga diikuti

adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan (Clostridium difficile,

Yeast spp). 2

2. Flora dari pasien atau petugas rumah sakit ( exogen )

Bakteri dapat berpindah diantara pasien :

• Melalui kontak langsung diantara pasien ( tangan, air ludah atau

cairan tubuh lainnya )

• Melalui udara: melalui ludah atau debu yang sudah

terkontaminasi oleh bakteri pasien.

• Melalui petugas yang terkontaminasi melalui perawatan pasien,

(8)

kemudian menjadi carrier sementara atau permanen, yang

kemudian mentransmisikan bakteri kepasien lainnya melalui

kontak langsung ketika merawat. CDC memperkirakan sekitar

36% infeksi nosokomial infeksi dapat dicegah bila semua

petugas kesehatan diberikan pedoman khusus dalam

pengkontrolan infeksi ketika merawat pasien.

• Melalui objek –objek yang terkontaminasi oleh pasien, termasuk

peralatan, tangan petugas, tamu atau sumber lingkungan lain,

misalnya air, cairan lainnya, makanan. 2

3. Flora yang berasal dari lingkungan kesehatan.

Beberapa tipe organisme dapat bertahan dengan baik pada

lingkungan rumah sakit, misalnya didalam air, area yang lembab,

dan kadang – kadang pada produk yang steril atau desinfektan,

misalnya Pseudomonas, Acinobacter, mycobacterium. 2

2.6 Peran Flora Cavum Nasi pada Infeksi Nosokomial

Flora normal yang tersering didapat di kulit dan hidung adalah

Stapphylococus epidermidis. Apabila terdapat hasil S. epidermidis dari

kultur darah, biasanya merupakan kontaminasi dari kulit.14 Walaupun

virulensinya rendah, S.epidermidis sering merupakan penyebab dari

pemasangan katub jantung dan kateter, infeksi saluran kemih, infeksi luka

(9)

cerebrospinal fluid dan infeksi opthalmik. Resistensi obat – obatan

terhadap S. epidermidis lebih sering terjadi dibandingkan dengan S.

aureus.16 Sedangkan Staphylococcus aureus merupakan salah satu

bakteri pathogen pada manusia dan merupakan salah satu penyebab

utama terjadinya infeksi di rumah sakit. Sekitar 22 % dari individu yang

sehat, merupakan carrier terhadap Staphylococcus aureus. 18 Kolonisasi

dapat terjadi pada hampir semua bagian kulit, ditemukan juga pada

permukaan mukosa pada anterior nares , juga terdapat pada mukosa

vagina. 11 Perpindahan dapat terjadi melalui kontak langsung, misalnya

pada pegangan pintu, dimana pada putarannya menjadi sumber infeksi,

atau dalam makanan, sehingga dapat menyebabkan keracunan makanan.

Dalam keadaan- keadaan tertentu, Staphylococcus aureus dapat

menyebabkan berbagai proses, mulai dari infeksi kulit yang ringan sampai

penyakit sistemik yang dapat mengancam nyawa. Mulai dari folliculitis,

impetigo, furuncel dan carbuncel sampai ke Community – acquired

Staphylococcus bronchopneumonia yang di hubungkan oleh virus sebagai

faktor predisposisi. Toxin yang diproduksi oleh Staphylococcus aureus

merupakan penyebab pada Staphylococcal scalded skin syndrome dan

toxic shock syndrome. 16 Penicilline merupakan obat yang terpilih ( drug of

choice ) untuk pengobatan infeksi Staphylococcus aureus. Kedaruratan

resistensi terhadap penicillin disebabkan adanya “kemahiran” dari elemen

– elemen genetik plasmidborne yang mengkode produksi β – lactamase.

(10)

terhadap penisilin oleh karena adanya enzim β – lactamase hydrolitic

atau penicillinase dan disebut sebagai MRSA.5 Pasien, petugas

kesehatan dan keluarga pasien merupakan kelompok yang beresiko

mendapatkan infeksi nosokomial ini. MRSA sejak ditemukan pada tahun

1961 sampai sekarang menjadi masalah utama infeksi nosokomial di

rumah sakit. Secara asimtomatik , pasien dan petugas kesehatan dapat

menjadi carier terhadap MRSA di rumah sakit. 11,12 MRSA mewakili

tantangan yang sebenarnya dari semua institusi kesehatan, dan pedoman

pedoman sudah di buat untuk mengatur dan mengkontrol perluasan

MRSA pada institusi kesehatan. Beberapa rumah sakit telah mempunyai

institusi untuk melakukan kultur nasal secara rutin terhadap petugas –

petugas kesehatan untuk mendeteksi adanya carrier MRSA serta

memberikan terapi dengan tujuan untuk menurunkan jumlah terpaparnya

pasien, yang mana akan menurunkan insiden infeksi nosokomial di rumah

sakit. 12,18

Bakteri pada cavum nasi yang lain adalah Corynebacterium

diphteriae. C. diphthteriae merupakan penyebab klasik dari penyakit

diphtheri.17 Virulensi organisme ini sepenuhnya oleh karena produksi

toxin dari Clostridium diphtheriae. Namun nasal swab tidaklah

merupakan hal yang rutin sebagai bahan kultur untuk mendapatkan

Corynebacterium diphtheriae. Gabungan Rifampisin dan Erythromycin

telah digunakan untuk eradikasi carriege dari C. diphtheriae pada individu

(11)

untuk mempercepat eradikasi organisme ini dari saluran pernafasan

pasien.17 Pada hasil tes resistensi antimikroba menunjukkan strain C.

diphtheriae secara umum sensitif terhadap Penicilline, Ampicilline,

Cefuroxime, Erythromycin, Tetracycline, Ciprofloxacin, Gentamycine,

Trimethoprim dan Rifampisin.16

Haemophylus influenzae merupakan bagian flora normal pada

oropharynx dan nasopharynx pada orang dewasa. Diantara semua

hemophili, Haemophylus influenzae serotype b dikatakan yang dikatakan

paling pathogenik. 17 Adanya kolonisasi di nosopharinx pada pasien yang

rentan, dapat membuat H. influenza masuk ke aliran darah, dan

kemudian menuju meningens. Pada era sebelum vaksin terhadap H.

Influenza ada, organisme ini paling sering menyebabkan meningitis

bakcterial pada anak antara 1 bulan sampai 2 tahun. Penyakit lainnya

yang sering dihubungkan dengan H. influenza adalah epiglottitis, otitis

media, sinusitis, pneumonia, bakteremia, endocarditis, infeksi pada

perinatal, maternal, serta pada urogenital.14 Pada tahun 1974, beberapa

strain dari H. influenza menjadi resiten terhadap Ampicilin oleh karena

menghasilkan enzim β lactamase yang dimediasi oleh plasmid. Sekarang

ini Cephalosporin generasi ketiga direkomendasikan sebagai terapi

terhadap infeksi berat dari H. Influenza, oleh karena lebih unggul

aktivitasnya pada mikroorganisme ini baik secara in vitro maupun in vivo.17

Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama dari

(12)

saluran nafas atas sampai 17 % pada orang dewasa. Hampir semua

infeksi serius dari S. pneumoniae terjadi pada anak – anak dibawah

umur 3 tahun, dan pada orang dewasa lebih dari 65 tahun. S.

pneumoniae dapat menyebabkan bacteremia dan sepsis pada anak –

anak dan dewasa. Pada anak, sekitar 25 % bacteremia dihubungkan

dengan otitis media Pneumococcal. Streptococcus pneumoniae juga

merupakan penyebab paling sering dari meningitis bacterial pada orang

dewasa. Streptococcus pneumoniae jarang menjadi penyebab dari

endocarditis, pericarditis, osteomyelitis, peritonitis, infeksi jaringan lunak,

dan infeksi neonatal. Streptococcus pneumonia merupakan

kedaruratan terhadap resistensi antimokroba, terutama penicilline.7 Isolat

Streptococcus pneumoniae juga menunjukkan penurunan sensitivitas

terhadap Penicillin dan Cephalosporin dari semua generasi ketiga. 17

2.8 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial

Faktor faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi nosokomial

yaitu:

• Kerentanan pasien

Faktor – faktor yang berpengaruh pada keadaan ini adalah umur,

status imun, penyakit yang mendasarinya, serta intervensi dari

terapi. Pasien yang mengalami penyait kronik seperti tumor ganas,

leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, atau AIDS, mempunyai

(13)

• Faktor lingkungan

Pasien dengan infeksi atau dengan carrier mikroorganisme

patogenik merupakan sumber potensial infeksi terhadap pasien

atau pekerja dirumah sakit. Adanya kondisi seperti ini di dalam

rumah sakit, sering mengakibatkan transmisi bakteri dari satu unit

ke unit lainnya. Mikrobial mungkin mengkontaminasi alat-alat atau

bahan-bahan yang kemudian kontak terhadap pasien . 2,3

• Antimikroba

Sebelum diperkenalkan pelatihan dasar mengenai kebersihan dan

pemberian antimikroba, hampir semua infeksi dirumah sakit berasal

dari sumber luar yang patogen ( misalnya penyakit yang ditularkan

melalui makanan atau udara, gangren, tetanus atau yang lainnya ),

atau disebabkan oleh mikroorganisme yang bukan flora normal dari

pasien ( misalnya tuberculosis ).3 Melalui seleksi dan adanya

perubahan elemen resistensi genetik, antibiotik menjadi emergensi

di mana banyak strain bakteri yang resisten terhadap berbagai

antimikroba. Resistensi strain bakteri menjadi menetap dan dapat

berkembang menjadi endemik di rumah sakit. Banyak strain

Pneumococci, Staphylococci, Enterococci dan Mycobacterium

tuberculosis resisten terhadap hampir semua antimikroba yang

(14)

2.9 Mekanisme Resistensi Terhadap Antimikroba

Mekanisme resistensi bakteri sangatlah komplek, bervariasi, dan

belum sepenuhnya dapat dimengerti. Gen untuk mekanisme resistensi

bakteri, mungkin terletak di kromosom atau pada elemen extrakromosom

yang disebut plasmid. Plasmid adalah potongan – potongan dari DNA

yang bergerak secara bebas dari kromosom. Perbedaan yang menonjol

adalah DNA kromosom relatif stabil, sementara Plasmid DNA dengan

gampangnya bergerak dari satu strain ke strain yang lain, atau dari satu

spesies ke spesies yang lain, bahkan dari satu genus ke genus yang lain.

Sebagai tambahan, gen resistensi bakteri pada plasmid mudah

ditransferkan, sehingga terjadi banyak organisme baru yang resisten

terhadap mikroba dan mutasi gen ini dapat terjadi sekitar 1 per 108

replikasi kromosom. Transfer resistensi antimikroba melewati barier

mayor, antara bakteri Gram positif dan Gram negatif. Ini sangat penting,

karena merupakan transfer horozontal dari resistensi terhadap

antimikroba untuk penyakit infeksi masa sekarang dan yang akan

datang.4,13

Ada beberapa mekannisme resistensi terhadap antimikroba yanng

penting untuk diketahui yaitu: 13

1. Inaktivasi obat: sebagai contoh, deaktivasi enzim terhadap penisilin

G pada beberapa bakteri resistent penisillin melalui produksi β

(15)

2. Perubahan pada target obat: sebagai contoh perubahan pada

PBP yang merupakan tempat terikatnya penisilin. Inin terjadi pada

MRSA dan bakteri resiten penisilin lainnya.

3. Pengurangan penumpukan obat: melalui pengurangan

permeabilitas terhadap obat atau meningkatkan kerja pompa

pengluaran obat melaui permukaan sel.

Gambar 2.2 Mekanisme resitensi antibiotik13

2.8. Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antibiotik

Peranan rumah sakit, khususnya petugas kesehatan dan

laboratorium mikrobiologi sangat diperlukan dalam pengelolaan masalah

(16)

dalam hal pengelolaan rumah sakit untuk mencegah terjadinya resistensi

bakteria, diantaranya : 19,20

• Mencegah terjadinya infeksi dengan cara meningkatkan higienitas

dalam melakukan prosedur medik.

• Memonitor dan pengawasi ketepatan penggunaan antibiotik.

• Melakukan pendataan secara berkala mengenai resistensi

antibiotik dan mendata berbagai faktor resiko yang dapat

meningkatkan resistensi antibiotik.

• Meningkatkan peran laboratorium mikrobiologi dalam hal

membantu diagnosis penyakit infeksi serta surveilen epidemiologi.

• Mengembangkan penelitian untuk mendapatkan antibiotik baru

(17)

2.9. KERANGKA KONSEP

BANGSAL NON BANGSAL

KONTAMINASI DI RUMAH SAKIT

KOLONISASI BAKTERI PADA PETUGAS

KESEHATAN

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA

Gambar

Tabel 2.1. Daftar mikroorganisme yang sering ditemukan di hidung14
Gambar 2.1. Skema rantai penularan infeksi nosokomial
Gambar 2.2 Mekanisme resitensi antibiotik13

Referensi

Dokumen terkait

kompresor juga dapat di gunakan untuk pelayanan lokomotif pada pengereman lok, wiper dan bel, berfungsi atau tidaknya kompresor pada lokomotif bergantung dari tekanan angin yang

[r]

[r]

[r]

Sebelumnya ustadz/ustadzah menjelaskan tujuan mempelajari ilmu tajwid beserta hukumnya kepada santri agar santri senantiasa membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah

Daripada keputusan penganggaran di atas menunjukkan bahawa sebanyak 93 peratus (R 2 = 0.931) perubahan keluasan kawasan getah matang dapat diterangkan oleh perubahan kombinasi

koheren, (3) membedakan antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang cacat, (4) menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan,

Pembelajaran Problem Solving yang diterapkan di SDN Suko I Sidoarjo dalam memecahkan masalah soal cerita dapat berjalan dengan efektif karena adanya kemampuan guru