• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sosialisasi Dan Konseling Tentang Infeksi Menular Seksual (Ims) Hiv Aids Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Waria Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sosialisasi Dan Konseling Tentang Infeksi Menular Seksual (Ims) Hiv Aids Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Waria Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Tertularnya seseorang dengan HIV ini akan menyebabkan orang tersebut menderita Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). AIDS adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Murtiastutik, 2008).

Di tingkat global, data epidemi HIV dan AIDS yang dipublikasikan oleh UNAIDS menunjukkan terdapat 34 juta orang yang telah terinfeksi HIV sejak kasus HIV pertama ditemukan pada 1981. 97% dari jumlah orang yang hidup dengan HIV tersebut terdapatdi negara berkembang, terutama di negara-negara Sub Sahara Afrika. Hampir 50% infeksi baru menyerang kelompok orang muda di bawah usia 25 tahun. Khusus pada tahun 2010, setiap harinya terdapat 77.000 infeksi baru dengan total infeksi baru sebesar 2,7 juta di seluruh dunia dan 390.000 di antaranya terjadi pada anak-anak. Meskipun demikian jumlah infeksi baru ini lebih rendah 21% di bandingkan puncak infeksi baru pada 1997 (UNAIDS, 2011).

(2)

hidup dengan HIV di seluruh dunia, termasuk 3,4 juta anak-anak (<15 tahun). Ada 2,7 juta (2.400.000-2.900.000) baru terinfeksi HIV pada tahun 2010, termasuk 390.000 anak di antaranya <15 tahun (Global HIV/AIDS Respons, WHO Progress Report, 2011).

Kelompok masyarakat yang rawan tertular atau menularkan IMS antara lain kelompok masyarakat yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom, seperti yang dilakukan oleh pekerja seks komersial (PSK) baik laki-laki maupun perempuan, waria, Laki-laki berhubungan Seks dengan Laki-laki (LSL) dan lelaki beresiko tinggi lainnya seperti pengemudi truk, tukang ojek, tenaga kerja bongkar muat barang, dan anak buah kapal. Diantara kelompok tersebut, waria adalah kelompok yang rentan tertular IMS (Depkes, 2011).

Waria (transseksualis) merupakan pria yang memiliki keinginan untuk memperlihatkan kepada orang lain bahwa diri mereka cantik atau terlihat seperti perempuan. Selain sering berganti-ganti pasangan, aktivitas para waria juga berisiko terhadap penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS (Cahyati, 2011).

(3)

Selain itu, prevalensi IMS dan HIV yang masih cukup tinggi pada waria selaras dengan buruknya distribusi kondom dan pelumas, rendahnya pemahaman tentang manfaat pelayanan klinik dan rendahnya dukungan terhadap waria yang positif HIV. Situasi ini membuat upaya untuk menanggulangi masalah HIV pada waria cukup sulit. Hampir semua waria penjaja seks selama 10 tahun terakhir mengalami situasi ini. Kemiskinan, pendidikan yang rendah dan diskriminasi bersamaan dengan sulitnya mendapatkan kartu karena identitas menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Kesulitan memperoleh kartu identitas membatasi mereka untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Perilaku seks mereka yang beresiko menempatkan mereka, klien mereka dan pasangan seks mereka beresiko tinggi untuk tertular HIV (USAID, 2011).

Indonesia merupakan negara dengan peningkatan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia, dari 5 kasus AIDS pada tahun 1987 menjadi 150,296 kasus HIV dan 55,799 kasus AIDS sampai pada tahun 2014 hal ini menunjukkan peningkatan rata-rata 50% pertahun. Berdasarkan Provinsi Prevalensi kasus HIV/AIDS terbanyak adalah di papua dengan jumlah 359,43 kasus. Kelompok terbesar penderita HIV/AIDS adalah kelompok berusia produktif di antara 20-29 tahun yang menyumbang sekitar 37,1% dari keseluruhan penderita HIV/AIDS. Sementara prevalensi HIV/AIDS menurut kelompok faktor resiko tertular adalah waria 23,2%, Hal ini disebabkan karena kebanyakan waria melakukan anal seks (Kemenkes, 2014).

(4)

tetapi pengetahuan mengenai IMS ini cenderung rendah. Waria cenderung menyadari adanya manfaat dari kondom, namun mereka tidak selalu tahu bagaimana cara menggunakannya dengan benar. Hasil penelitian di Bandung lebih dari 90%. Hasil penelitian Stephani Amelinda Susanto, dkk (2011) menunjukkan bahwa sebesar 90,70% responden mempunyai pengetahuan yang kurang, sebesar 100% mempunyai sikap yang cukup dan sebesar 100% responden mempunyai perilaku yang cukup terhadap IMS (Stephani, 2011).

Upaya pemerintah Indonesia dalam menekan tingginya prevalensi IMS/HIV, antara lain dengan melakukan sosialisasi kesehatan reproduksi untuk merubah perilaku berisiko tinggi terhadap penyakit HIV/IMS. Penyuluhan yang terintegrasi dengan pengobatan IMS/HIV dilakukan baik pada kelompok berisiko dengan gejala/sakit IMS/HIV maupun pada kelompok yang sehat dilakukan oleh tenaga kesehatan Petugas kesehatan yang terlatih diharapkan untuk memberikan sosialisasi kesehatan reproduksi kepada penderita IMS/HIV tentang pencegahan penularan IMS/HIV mempunyai peran yang sangat penting (Gayatri, 2008).

(5)

berhubungan dengan masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI,2012). Menurut Sarwono (2011), pendidikan kesehatan merupakan proses mendidik individu/ masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi. Beragam teknik pendidikan meliputi ceramah, seminar, diskusi, lokakarya, simulasi, pameran, demonstransi, perlombaan, kunjungan lapangan dan tutorial.

Sosialisasi kesehatan tentang HIV/AIDS bagi waria sangat penting dilakukan karena waria merupakan salah satu resiko tinggi mengalami HIV/ AIDS dimana angka kejadian HIV/AIDS di belahan dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius, ini terlihat dari penyebaran penyakit yang sangat cepat tanpa mengenal batas negara dan masyarakat di dunia (Koeswinarno, 2005).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh sampai dengan tahun 2014 angka kejadian kasus IMS HIV/AIDS mencapai 300 kasus. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara tahun 2014, angka kejadian IMS HIV/AIDS mencapai 40 kasus, Aceh Utara merupakan Kabupaten paling tinggi angka kejadian HIV/AIDS di Provinsi Aceh kemudian disusul Kabupaten Aceh Tamiang (Dinkes Provinsi Aceh, 2014).

(6)

yang dihadapi pasien sehubungan dengan IMS yang dideritanya, sedangkan KIE bertujuan agar pasien mau mengubah perilaku seksual berisiko menjadi perilaku seksual aman. Kedua pengertian ini perlu dipahami dengan benar (John, 2006).

Konseling dilaksanakan atau dipraktekan sebagai upaya untuk membantu individu-individu yang memerlukan bantuan diperlukan adanya berbagai persiapan-persiapan agar pelayanan yang diberikan optimal khusunya menganai IMS. Konseling bagi pasien IMS merupakan peluang penting untuk dapat sekaligus memberikan KIE tentang pencegahan infeksi HIV pada seseorang yang berisiko terhadap penyakit tersebut. Kelompok waria merupakan kelompok sasaran khusus dan penting dalam memberikan konseling guna salah satu upaya pencegahan primer sebab seringkali kehidupan seksual dan reproduktif mereka berisiko. Umumnya mereka menyadari risiko yang mereka hadapi untuk tertular IMS, tetapi mereka kurang memahmi apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan tersebut (Mcleod, 2006).

(7)

Medan, dan tiga orang terinfeksi sipillis yang sedang menjalani perawatan di salah satu dokter swasta di Kota Lhokseumawe.

Tingginya kejadian kasus HIV/AIDS di Provinsi Aceh merupakan suatu masalah yang perlu diperhatikan dan ditangani dengan baik. Penanganan kasus tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan sosialisasi serta konseling mengenai bahaya IMS HIV/AIDS guna untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap waria. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji pengaruh sosialisasi dan konseling tentang infeksi menular seksual (IMS) HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap waria di Kabupaten Aceh Utara tahun 2015.

1.2 Permasalahan

Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh sosialisasi dan konseling tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap waria di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

(8)

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh sosialisasi dan konseling tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap waria di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi waria diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap mengenai kesehatan reproduksi dalam mencegah HIV/ AIDS.

Referensi

Dokumen terkait

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

Dimana faktor kenyamanan pada pasar salah satunya adalah pencapaian yang jelas dan tidak tersamar, dan juga pada pengaturan dari pola tata ruang pada pasar.. Yaitu teraturnya

[r]

Atas dasar pertimbangan yang diuraikan tersebut di atas, PARA PIHAK selanjutnya menerangkan dengan ini telah sepakat dan setuju untuk mengadakan Memorandum of Understanding/Nota

Akan tetapi hingga saat ini tempat-tempat yang menawarkan jasa tersebut masih bisa dikatakan belum lengkap, ada yang hanya menawarkan jasa jual beli software dan hardware game

korporasi. Sebagaimana ditulis dalam surat dakwaan halaman 148, dalam bahasa bebas “menguntungkan” dapat diartikan sebagai perbaikan harta kekayaan seseorang,

Pada kondisi riil perusahaan, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek adalah 90 hari dengan biaya sebesar Rp.232.247.990,00 ,-, sedangkan dengan menggunakan metode CPM

3 Frans Sayogie Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Bogor: lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.. Frans Sayogie Penerjemahan