BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Dalam situasi persaingan global yang semakin kompetitif, persoalan kualitas produk menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk berkualitas akan menjadi senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk berkualitas, kepuasan konsumen akan tercapai. Oleh karena itu perusahaan harus menentukan definisi yang tepat dan pemahaman yang akurat tentang kualitas yang tepat.
2.1.1 Defenisi Kualitas
Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara lain (Ariani, 2002):
1. Juran (1962), “Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau
manfaatnya”.
2. Crosby (1979), “Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainbility, dan cos effectiveness”.
pelanggan sekarang dan di masa mendatang”.
4. Feigenbaum (1991), “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya
akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.
5. Scherkenbach (1991), “Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukan nilai
produk terebut”.
6. Elliot (1993), “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai
dengan tujuan”.
7. Goetch dan Davis (1995), “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.
8. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), “kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.
Sementara menurut Russel (1996) terdapat dua perspektif terhadap kualitas, yaitu: a. Producer’s perspective (perspektif produsen)
Menurut perspektif produsen, kualitas produk dikaitkan dengan standar produksi dan biaya, artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya.
b. Consumer’s perspective (perspektif konsumen)
Menurut perspektif konsumen, kualitas produk dikaitkan dengan disain dan harga, artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan harga yang ditentukan.
dengan kesesuaian untuk digunakan konsumen (fitness for consumer use). Pendefinisian akan akurat jika produsen mampu menerjemahkan kebutuhan dan keinginan atas produk dalam spesifikasi produk yang dihasilkan. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan pengukuran kualitas berbasis konsumen. Maksudnya adalah produk atau layanan yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan konsumen dan dinilai berkualitas (Purnama, 2006).
2.1.2 Kepuasan Pelanggan
Pada hakikatnya tujuan bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan para pelanggan. Oleh karena itu, hanya dengan memahami proses dan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Apapun yang dilakukan manajemen tidak akan ada gunanya bila akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya (Tjiptono, 2001):
1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis. 2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut ( word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.
5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan. 6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
Kepuasan pelanggan sendiri tidak mudah didefinisikan Tjiptono (2001) menyebutkan bahwa ada berbagai macam pengertian kepuasan pelanggan yang diberikan oleh para pakar, yaitu:
1. Day, menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.
3. Engel, menyatakan kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
4. Kotler, menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi maka hanya merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
2.1.3 Dimensi Kualitas
Menentukan kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk layanan (service) karena keduanya memiliki banyak perbedaan. Menyediakan produk layanan (jasa) berbeda dengan menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas.
Wyckof dalam Lovelock (1988) menyatakan bahwa kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, sedangkan menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan.
Gronroos (1990) menyatakan bahwa kualitas layanan meliputi:
hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness.
2. Kualitas teknis dan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetica output.
3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen.
Menurut Zeithaml, et al. (1985) kualitas layanan dapat dilihat dari 10 dimensi, yaitu (Purnama,2006):
1. Communication, penggunaan bahasa komunikasi yang bisa dipahami
konsumen.
2. Credibility, kepercayaan konsumen terhadap penyedia layanan.
3. Security, keamanan konsumen, bebas resiko, bahaya dan keragu-raguan.
4. Knowing the customer, pemahaman penyedia layanan terhadap kebutuhan
dan harapan konsumen.
5. Tangibles, dalam memberi layanan harus ada standar pengukurannya.
6. Reliability, konsistensi penyedia layanan dan kemampuan penyedia
layanan terhadap kebutuhan dan harapan konsumen.
7. Responsivness, kemauan dan kesediaan penyedia layanan dalam memberi
layanan.
8. Competence, kemampuan atau keahlian penyedia layanan dalam
memberikan layanan.
9. Acces, kemampuan pendekatan dan kemudahan penyedia layanan untuk
bisa dihubungi oleh konsumen.
10. Courtesy, kesopanan, rosa hormat, perhatian dan keadilan penyedia layanan ketika berhubungan dengan konsumen.
Di antara sepuluh dimensi kualitas layanan di atas, menurut Parasuraman et al. (1988) ada yang saling tumpang tindih, sehingga mereka menyodorkan lima dimensi kualitas yang lebih sederhana dan pada umumnya peneliti menggunakan acuan lima dimensi kualitas layanan yang dikembangkan oleh mereka. Kelima dimensi kualitas yang dimaksud yaitu:
1. Tangibles (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa
tampilan gedung, fasilitas fisik, pendukung, perlengkapan, dan penampilan pekerja.
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan memberikan
layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja memiliki kemauan dan
bersedia membantu pelanggan dan memberi layanan dengan cepat dan tanggap.
4. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang
memberikan jaminan bahwa pelanggan bisa memberikan layanan dengan baik.
5. Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi
interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan.
2.2 Skala Likert
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk. Skala likert digunakan untuk mengukur respon subjek yang berupa sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok kejadian tentang kejadian atau gejala sosial ke dalam 5 poin skala dengan interval yang sama (Erlina, 2011).
Informasi yang diperoleh dengan skala likert berupa skala pengukuran ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya hanya dapat dibuat ranking tanpa dapat diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya. Responden ditanyakan tingkat kepuasaan pada atribut-atribut kualitas pelayanan yang sama dengan memberikan bobot sebagai berikut:
a. 1 untuk jawaban tidak puas. b. 2 untuk jawaban kurang puas. c. 3 untuk jawaban cukup puas. d. 4 untuk jawaban puas. e. 5 untuk jawaban sangat puas.
a. 1 untuk jawaban tidak penting. b. 2 untuk jawaban kurang penting. c. 3 untuk jawaban cukup penting. d. 4 untuk jawaban penting
e. 5 untuk jawaban sangat penting.
2.3 Populasi dan Sampel Data
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006).
Sugiarto dkk. (2001) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data dilakuan dengan cara metode pengumpulan data primer. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini dilakukan penyebaran kuesioner pendahuluan kepada 30 responden untuk dipakai dalam uji validitas dan uji reliabilitas. Kemudian akan dilakukan kembali penyebaran kuesioner asli kepada sampel yang mewakili populasi dengan menggunakan rumus Slovin (1960):
Keterangan:
n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel (10%) dan tingkat kepercayaan 90%
Untuk menentukan sampel penelitian digunakan teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Sugiyono (2006) menyebutkan bahwa terdapat berbagai teknik sampling yang dapat digunakan, yaitu:
Probability Sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi:
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple karena pengambilan sampel anggota dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling
Teknik sampling ini digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu begara, propinsi atau kabupaten.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang
ataukesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi.
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah atau kuota yang diinginkan.
c. Sampling Aksidental
peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
d. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian disiplin pegawai, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam bidang kepegawaian saja.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan n=bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel.
2.4 Uji Validitas
Validitas menunjukan seberapa jauh ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Isaac dan Michael (1981) menjelaskan bahwa informasi validitas menunjukan tingkat dari kemampuan tes untuk mencapai sasarannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa validitas menunjukan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur melakukan tugasnya dalam mencapai sasarannya (Erlina, 2011).
Rumus yang digunakan untuk pengujian validitas adalah rumus korelasi product moment Pearsons yaitu sebagai berikut:
√
Keterangan:
= Nilai koefisien korelasi x y
Y = Jumlah Total dari nilai X
n = Jumlah Responden
Nilai r yang diperoleh dari pengujian validitas di dikonsultasikan ke tabel harga kritik product moment dengat taraf kepercayaan 95%. Syarat minimum nilai korelasi adalah jika ≥ pada taraf signifikan 0,05 dan dk = n – 2. Kriteria pengujiannya adalah apabila ≥ maka pernyataan dinyatakan valid, dan sebaliknya apabila nilai < maka pernyataan dinyatakan tidak valid.
2.5 Metode Service Quality
Experience quality adalah kualitas yang hanya bisa dievaluasi konsumen setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa. Harapan pelanggan terhadap layanan yang dijabarkan ke dalam lima dimensi kualitas layanan harus bisa dipahami dan diupayakan untuk diwujudkan (Jasfar, 2005).
Metode pengukuran kualitas layanan yang banyak digunakan secara luas adalah metode service quality yang artinya kualitas layanan. Metode service
quality didasarkan pada “Gap Model” yang dikembangkan oleh Parasuraman, et
al. (1988, 1991, 1993, 1994). Kualitas layanan merupakan fungsi gap antara harapan konsumen terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan. Harapan konsumen harus menjadi acuan bagi penyedia layanan untuk mendisain, menghasilkan, dan menyampaikan layanan kepada konsumen. Sedangkan persepsi konsumen merupakan penilaian konsumen terhadap layanan yang telah dirasakan atau diperoleh. Kualitas layanan merupakan perbandingan atau selisih antara layanan yang dirasakan atau dipersepsikan oleh konsumen (persepsi) dengan layanan ideal yang diinginkan atau diminta konsumen (harapan). Selisih
antara persepsi dengan harapan disebut dengan “gap” atau kesenjangan kualitas
layanan, yang dirumuskan sebagai berikut (Purnama, 2006): Persepsi ˗ Harapan = Gap
4. Jika gap positif (Persepsi >Harapan) maka layanan dikatakan surprise dan memuaskan.
memuaskan.
6. Jika gap negatif (Persepsi < Harapan) maka layanan dikatakan tidak berkualitas dan tidak memuaskan.
Untuk mengukur kualitas layanan biasanya dipakai dimensi kualitas layanan yang dikembangankan oleh Parasuraman dan kawan-kawan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan adalah kuesioner yang disebarkan dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan cara pengukuran yang berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan,2005).
2.6 Logika Fuzzy
Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Kusumadewi & Purnomo, 2004).
Beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy adalah sebagai berikut (Cox, 1994, dalam Kusumadewi & Purnomo, 2004):
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Karena logika fuzzy menggunakan dasar teori himpunan, maka konsep metematis yang mendasari penalaran fuzzy tersebut cukup mudah untuk dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan. 3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat. Jika
diberikan sekelompok data yang cukup homogen, dan kemudian ada
beberapa data yang “eksklusif”, maka logika fuzzy memiliki kempampuan untuk menangani data eksklusif tersebut.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. Logika fuzzy menggunakan bahasa sehari-hari sehingga mudah dimengerti.
Kusumadewi (2002) mengemukakan bahwa himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaanya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah. Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut:
Muda Umur < 35 tahun Setengah Baya 35 ≤ umur ≤ 55 tahun
Tua Umur > 55 tahun
Dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan nilai Setengah Baya. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang bersifat kontinu. Misalkan klasifikasi untuk umur 55 dan 56 sangat jauh berbeda, umur 55 tahun termasuk Setengah Baya, sedangkan umur 56 tahun sudah termasuk Tua. Demikian pula untuk kategori Muda dan Tua. Orang yang berumur 34 tahun dikatakan Muda, sedangkan orang yang berumur 35 tahun sudah Tidak Muda lagi. Orang yang berumur 55 tahun lebih 1 hari sudah Tidak Setengah Baya lagi. Dengan demikian, pendekatan crisp ini sangat tidak cocok untuk diterapkkan pada hal-hal yang bersifat kontinu seperti umur.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu (Kusumadewi & Purnomo, 2004):
a. Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dsb.
b. Himpunan Fuzzy
atribut, yaitu:
Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang memiliki suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: muda, parobaya, tua.
Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 10, 15, 20, dsb.
c. Semesta Pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Ada kalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya. Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel temperatur X= [0,40]
d. Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Contoh: himpunan fuzzy untuk semesta X= [0,125]
Himpunan fuzzy muda = [0,35] artinya seseorang dapat dikatakan muda dengan umur antara 0 tahun sampai 35 tahun.
Himpunan fuzzy setengah baya = [35,65] artinya seseorang dapat dikatakan parobaya dengan umur antara 35 tahun sampai 65. Himpunan fuzzy tua = [65,125] artinya seseorang dapat dikatakan
tua dengan umur antara 65 tahun sampai 125 tahun.
2.6.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Untuk menyatakan fungsi keanggotaan ada beberapa fungsi yang dapat digunakan, yaitu (Kusumadewi, 2002):
Pada representasi linier, permukaan digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Ada 2 keadaan himpunan fuzzy yang linier. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan [0] bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.
1
µ(x)
0
a b Gambar 2.1 representasi Linier Naik Fungsi keanggotaan:
{
Kedua merupakan kebalikan pertama. Garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.
1
1
µ(x)
0
a b c d
Gambar 2.4 Kurva Trapesium
Fungsi keanggotaan:
{
4. Representasi Kurva Bentuk Bahu
Daerah yang terletak ditengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun. Sebagai contoh, apabila telah mencapai kondisi PANAS, kenaikan temperatur akan tetap berada pada kondisi PANAS. Himpunan fuzzy bahu, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah , demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar. Gambar 1.5 menunjukkan variabel TEMPERATUR dengan daerah bahunya. Pada variabel PANAS merupakan bahu kanan dan variabel DINGIN merupakan bahu kiri.
µ(x)
0
Gambar 2.5 Kurva bentuk Bahu x
2.6.2 Defuzzyfikasi
Input dari proses defuzzyfikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari
komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output (Kusumadewi, 2002).
Metode defuzzyfikasi pada komposisi aturan MAMDANI, yaitu: Metode Centroid ( Composite Moment )
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan:
∑
∑
Ada 2 keuntungan mengunakan metode centroid, yaitu:
1. Nilai defuzzyfikasi akan bergerak secara halus sehingga perubahan dari suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi berikutnya juga akan berjalan dengan halus.
2. Mudah dihitung.
Analisis Importance-Performance atau Importance-Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977). IPA sebagai rangkaian kerja yang sederhana untuk menganalisis atribut-atribut produk. Suatu rangkaian atribut layanan yang berkaitan dengan layanan khusus dievaluasi berdasar tingkat kepentingan masing-masing atribut menurut konsumen dan bagaimana layanan dipersepsikan kinerjanya relatif terhadap masing-masing atribut. Analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan terhadap kualitas layanan (Importance) dengan tingkat kinerja kualitas layanan (Performance). Dimensi kualitas layanan yang digunakan adalah 5 dimensi yang dikembangkan oleh Parasuraman dan kawan-kawan (Purnama, 2005).
Rata-rata hasil penilaian keseluruhan konsumen kemudian digambarkan ke dalam Diagram Cartesius. Dalam diagram cartesius, sumber absis (X) adalah tingkat kinerja dan sumbu ordinat (Y) adalah tingkat kepentingan. Rata-rata tingkat kinerja dipakai sebagai cut-off atau pembatas kinerja tinggi dengan tingkat kinerja rendah, sedangkan rata-rata tingkat kepentingan dipakai sebagai cut-off tingkat kepentingan tinggi dengan tingkat kepentingan rendah. Diagram Cartesius disajikan pada gambar
Sumber : Martilla dan James (1977)
Diagram ini digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut yang harus diperbaiki dan biasa menjadi petunjuk untuk formulasi strategi. Peta posisi kuadran masing-masing atribut atau dimensi layanan mengindikasikan derajat urgensi relatif untuk perbaikan.
High
1. Posisi Low Priority (Kuadran A)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan rendah. Tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan juga rendah, sehingga atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini mendapat prioritas rendah untuk diperbaiki.
2. Posisi Concentrate Here (Kuadran B)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi, namun tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan rendah. Kondisi ini dinilai berbahaya karena antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja berlawanan arah, sehingga perbaikan harus diprioritaskan atau dikonsentrasikan untuk atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini.
3. Posisi Keep Up The Good Work (Kuadran C)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi. Tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut layanan juga tinggi, sehingga atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini dinilai aman dan harus dipertahankan kinerjanya.
4. Posisi Possible Overkill (Kuadran D)