• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Sulih Hormon Testosterone Pada Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terapi Sulih Hormon Testosterone Pada Lansia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

TERAPI SULIH HORMON TESTOSTERONE PADA LANSIA

Bistok Sihombing, Dina A Ariestine, Ariantho S Purba, Memorison T

Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

I.

PENDAHULUAN

Hormon testosterone merupakan bagian dari hormon androgen, yang mana

testosterone dibutuhkan untuk ekspresi perawakan lelaki.1 Testosterone mencapai puncaknya pada usia 17 tahun dan mulai turun pada usia 30 – 40an tahun, semakin

bertambah usianya semakin menurun testosterone dan ketika usia mencapai 80an tahun

menjadi setengahnya dari ketika dia masih muda dan kuat.2 Testosterone memiliki banyak fungsi, selain diperlukan pada fungsi reproduksi dan seksualitas lelaki,

testosterone juga dibutuhkan pada pembentukan otot, komposisi tubuh, mineralisasi

tulang, metabolisme lemak dan juga fungsi kognitif.3

Hipogonadisme pada lelaki lansia ataupun Andropause berhubungan dengan

defisiensi androgen yang mana memberikan efek negatif terhadap banyak fungsi organ

dan kualitas hidup.3,4 Diperkirakan 20% pada lelaki usia 60an dan 50% pada usia 80an memiliki testostosterone yang siknifikan dibawah nilai normal pada usia muda.5

Sekarang semakin banyak orang menggunakan testosterone untuk melawan efek

penurunan dari hormone terhadap usia (andropause) dimana di Amerika Serikat

penggunaan testosterone meningkat tiga kali lipat dan total penjualan sekitar $ 400 juta

per tahun yang diperikirakan masih akan terus meningkat.2

Pada tulisan ini penulis khusus membahas mengenai terapi sulih hormone testosterone

atau testosterone replacement therapy (TRT) pada lelaki usia tua atau lansia.

(2)

2

Hipogonadisme pada lelaki usia tua merupakan sindroma yang ditandai dengan

dijumpai kadar testosterone yang rendah, tanda dan gejala klinis dari hipogonadisme.

Beberapa istilah yang dapat dijumpai seperti late-onset hypogonadism (LOH), androgen

deficiency in the aging male (ADAM), partial androgen deficiency in the aging male

(PADAM), testosterone deficiency syndrome (TDS), dan andropause.5

III.

PREVALENSI

Prevalensi yang sebenarnya dari testosterone yang rendah akibat penuaan pada

pria tidak diketahui dengan pasti. Insidensi hipogonadisme pada lelaki usia paruh baya

bervariasi dari 2,1% sampai 12,8%.3 Salah satu penelitian di Eropa mencatat prevalensi keseluruhan dari hipogonadisme adalah 2,1%, dimana terjadi peningkatan 0,1% mulai

usia 40-49 tahun menjadi 5,1% pada usia 70-79 tahun. Penelitian di Massachusetts

mencatat prevalensi keseluruhan simptomatis defisiensi androgen 5,6% pada usia 30 -79

tahun, sedangkan prevalensi pada lelaki usia 70an tahun adalah 18,4%. Di Hongkong

salah satu penelitian mencatat prevalensi hipogonadisme yang simtomatis adalah 9,5%

dengan peningkatan prevalensi 16,7% pada usia 60-64 tahun.5

IV.

EFEK FISIOLOGIS HORMON TESTOSTERONE

Testosterone merupakan hormon androgen yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Dihasilkan di testis pada sel leydig yang mensitesis testosterone 6-7mg perhari.6 Testosterone disintestis dari kolesterol melalui beberapa tahap. Testosterone pada

beberapa organ dimetabolisme menjadi bentuk metabolisme yang lebih aktif 5α

-dihydrotestosterone. Testosterone dan 5α-dihydrotestosterone merupakan androgen yang paling utama. Mereka bekerja pada reseptor androgen dengan afinitas testosterone

2 kali lebih lemah dari 5α-dihydrotestosterone dan laju penguraian testosteron dari

reseptor adalah lima kali lipat lebih cepat daripada 5α-dihidrotestosteron.1

Transportasi testosterone dalam sirkulasi darah umum terjadi terutama melalui

vena spermatika. Androgen berdifusi ke cairan interstitial dan kemudian masuk ke

kapiler testis atau masuk ke kapiler langsung dari sel-sel Leydig yang berada dalam

kontak langsung dengan sistem mikrovaskular testis. Mekanisme transportasi

testosteron dari sel Leydig ke dalam darah atau getah bening diperkirakan melalui

distribusi difusi pasif steroid lipofilik dalam sel atau kelompok sel kecil. Transpostasi

(3)

3

atau albumin. Afinitas testosterone terhadap SHBG lebih kuat 100 kali dibandingkan

dengan albumin. Dari keseluruhan testosterone hanya 2% dari total testosterone yang

dalam bentuk bebas di sirkulasi, 44% terikat pada SHBG dan 54% pada albumin. Waktu

paruh testosterone pada plasma adalah 12 menit. Pada target organ testosterone yang

terikat pada SGBG akan terpisah dan berdifusi ke dalam sel.6

Gambar 1. Ilutrasi target organ hormon testosterone.6

Peran testosterone di sistem organ:

 Testosterone merupakan androgen utama yang dijumpai di otot. Testosterone memiliki efek anabolik langsung pada otot polos maupun otot lurik yang

menyebabkan peningkatan masa otot dan hipertrophi serat otot. Penurunan

testosterone dapat menyebabkan atrophi otot, penurunan kekuatan dan daya dari

otot, penurunan fungsi fisik, kapasitas aerobik, dan peningkatan resiko jatuh.6,7

 Androgen menginduksi peningkatan densitas tulang dengan stimulasi proses mineralisasi dan pembentukan tulang, kurangnya hormon ini dapat menyebabkan

osteoporosis. Testosterone yang rendah dihubungkan dengan peningkatan resiko

(4)

4

 Pada sistem saraf pusat (SSP), testosterone diperlukan untuk karakteristik laki-laki seperti perilaku agresif, inisiatif, dan kapasitas konsentrasi. Ada hubungan erat

antara lingkungan androgen dan kinerja jasmani dan rohani yang normal dan

aktivitas serta suasana umum yang baik dan percaya diri. Testosteron tampaknya

mengaktifkan distribusi jaringan cortical, dan dapat meningkatkan kognisi spasial.

Aktifitas seksual, fantasi seksual, morning erection berhubungan dengan konsentrasi

testosterone yang normal.6 Defisiensi testosterone sering disertai dengan hilangnya minat, letargi, mood depresi, hilangnya libido dan seksual yang tidak aktif,

gangguan konsentrasi dan fungsi kognitif, gangguan tidur dan gangguan kualitas

tidur.6,7 Testosterone merupakan neuroprotektif pada otak, walaupun mekanisme

belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan testosterone dapat berguna untuk

pengobatan penyakit kognitif.6

 Pengaruh androgen pada sistem hematopoietic ada dua. Melalui sistem yang dependen androgen, sintesis eritropoietin pada stimulasi pembentukan eritrosit.

Androgen juga langsung mempengaruhi sel-sel induk hematopoietik dan

menyebabkan peningkatan sintesis hemoglobin.6

V.

FISIOLOGIS DASAR Dari ANDROPAUSE

Penurunan serum testosterone terkait dengan usia. Penuaan berhubungan

dengan penurunan yang bertahap dari testosterone, dimulai dari usia dekade 30an

dengan kecepatan berkisar 1% per tahun. Sebagai akibatnya, 20% lelaki yang lebih tua

dari 60 dan 50% yang lebih tua dari 80 tahun memiliki tingkat serum dibawah nilai

normal pada usia muda.7

Penurunan fungsi testis dan regulasi gonadotropin releasing hormone

(GnRH) hipotalamus dengan penuaan. Penurunan kadar serum testosterone

diakibatkan gangguan produksi testosterone dari testis dan sekresi Gonadotropin

Releasing Hormone (GnRH) menyebabkan stimulasi sekresi Luteinazing hormone (LH)

yang tidak adekuat oleh kelenjar pituitary. Lelaki lansia mengalamai penurunan jumlah

sel Leydig (sel yang menghasilkan testosterone) sehingga terjadi penurunan produksi

basal testosterone, dan penurunan sekresi testosterone oleh testis respon terhadap

(5)

5

Penyakit komorbid terkait usia dan pengobatan yang menekan serum

testosterone. Penyakit komorbid yang terkait usia (ginjal kronik, liver, penyakit paru,

malignanci) meningkat, dan penggunaan pengobatan tertentu yang sering digunakan

untuk beberapa penyakit (glucocorticoid dan obat-obatan untuk SSP) dan malnutrisi

tersebut sering dikaitkan dengan penyakit yang menekan tingkat serum testosterone

lebih lanjut.7

Penurunan androgen adrenal terkait usia. Konsentrasi serum DHEA, sebuah

androgen adrenal lemah yang merupakan prekursor dari Testosterone, menurun lebih

cepat pada proses penuaan.7

VI.

DIAGNOSIS

Diagnosis hipogonadisme harus berdasarkan pada ditemukannya gejala dan tanda

yang sugestif dari defisiensi testosterone dan dijumpai testosterone yang rendah pada

pemeriksaan yang dapat dipercaya pada dua atau lebih pemeriksaan.5

Tabel 1. Gejala maupun tanda yang berhubungan dengan Hipogonadisme.3,5,8 Fungsi Seksual

 Penurunan libido

 Gangguan ereksi

 Perubahan ukuran testis

 Penurunan fertilitas

 Oligospermia atau azoospermia

Kognitif dan Vitalitas

 Penurunan memori verbal dan visual

 Penurunan performance visuospatial

 Mood depresi

 Penurunan vitalitas

 Penurunan inisitaif dan konsentrasi Otot, Tulang, dan Komposisi Tubuh

 Penurunan masa otot yang progresif/Sarcopenia

 Penurunan fungsi fisik

 Penurunan densitas mineral tulang, osteopenia, osteoporosis, peningkatan

resiko fraktur

 Peningkatan lemak visceral

Lainnya

 Gangguan tidur

 Abnormalitas lipid

 Anemia ringan

 Berkurangnya respon terhadap PDE5 inhibitors

 Kerontokan rambut tubuh

(6)

6

Gambar 2. Algoritma diagnosis hipogonadisme pada laki-laki usia tua.5

Nilai rentang normal testosterone total (TT) pada dewasa berkisar antara 300–

1000 ng/dL. Bila serum TT pagi hari kurang dari 250ng/dL, kemungkinan

hipogonadisme. Pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis. Evaluasi

lebih lanjut dibutuhkan bila TT berada pada zona abu-abu 250 sampai 350 ng/dL.

(7)

7

sebaiknya tidak dilakukan pada penyakit akut karena dapat menyebabkan testosterone

yang rendah untuk sementara waktu.5,9

Kuesioner Androgen Deficiency in Aging Male (ADAM) bisa menjadi penanda

yang sensitif dari status testosteron yang rendah (97%) tetapi tidak berkorelasi yang

kuat dengan testosteron yang rendah (spesifisitas 30%), terutama di batas kisaran serum

testosteron rendah. Kuesioner tidak direkomendasikan untuk skrining defisiensi

androgen pada pria yang menerima perawatan kesehatan untuk alasan yang tidak

berkaitan. Positif bila jawaban ya untuk pertanyaan 1, 7 dan 2-4.9

(8)

8

VII.

INDIKASI Dan MANFAAT TERAPI TESTOSTERONE

Indikasi terapi testosterone bila dijumpai tanda dan gejala yang berhubungan

hipogonadisme atau andropause disertai dengan testosterone yang rendah.3,5 Tujuan terapi testosterone adalah meningkatkan testosterone sampai dalam rentang nilai normal

dan perbaikan gejala hipogonadisme, memperbaiki kualitas hidup dan vitalitas.5

 Efek pada seksual dan libido: Terapi testosterone memiliki efek positif yang moderate terhadap libido dan seksual dan perbaikan terhadap ereksi.3,10,11

 Efek testosterone terhadap mood dan kognitif: Dapat memperbaiki gejala depresi dan mood. Memperbaiki memori verbal, spasial dan kemampuan spasial.3,10,11,12

 Efek terhadap tulang: secara umum memperlihatkan meningkatkan densitas mineral tulang (lumbar spine), menurunkan degradasi tulang dan mencegah fraktur.3,10,11

 Efek terhadap komposisi tubuh dan masa otot: terapi testosterone meningkatkan masa tubuh bebas lemak, dan mengurangi masa lemak tubuh, penurunan yang

signifikan pada lemak badan dan pinggang. Penelitian juga memperlihatkan

peningkatan yang signifikan dari kekuatan otot, seperti kekuatan genggaman,

kekuatan leg press dan volume otot quadricep.3,10,11 TRT memperlihatkan penurunan sarkopenia yang berhubungan dengan hipogonadisme pada lelaki usia tua. Pada

penilitian memperlihatkan pemberian testosterone membantu mempertahankan

massa otot dan mencegah kemunduran fungsi dan struktur otot pada lelaki yang

lemah.13

(9)

9

 Pemberian testosterone memperlihatkan perbaikan pada berat badan, BMI (body mass index) dan profil lipid setelah pengobatan 3 bulan terapi. TRT memperlihatkan

efek yang positif pada kontrol glikemik dan lipid, resistensi insulin dan adiposit

visceral pada laki-laki hipogonadisme dengan gangguan toleransi glukosa dan lipid

dan akibatnya adalah penurunan mortalitas.3

(10)

10

VIII.

PILIHAN TERAPI TESTOSTERONE

 Oral: bentuk sediaan oral 17-α alkylated androgen ( fluoxymesterone, methyltestosterone, oxandrolone, dan danazol). Hampir 98% mengalami

metabolisme pertama di hati sehingga mengurangi efikasinya. Dapat menyebabkan

penigkatan enzyme hati, cholestasis, peliosis hati dan tumor hati. Sebaiknya

dihindari untuk pengobatan defisiensi androgen.10

 Pareneteral: Suntikan intramuscular dari ester testosterone kerja panjang merupakan pilihan utama dari pemberian testosterone. Yang paling banyak digunakan adalah

testosterone enanthate dan testosterone cypionate, dosis 200-300mg setiap 2-3

minggu.10

 Transdermal: terdapat dua bentuk sediaan testosterone yang diberikan melalui kulit berupa patch atau koyo, yaitu scrotal patch dan nonscrotal patch yang dapat

ditempelkan di lengan, badan dan juga paha. Contoh sediaannya adalah Androderm

dan Testoderm TTS.10

 Testosterone Gel: pemberian harian 5 gram Androgel 1% pada bahu, lengan atas dan perut. Sebaiknya diberikan pada daerah yang tertutup pakaian.10

 Sublingual dan Bukal: formulasi sublingual cyclodextrin-complexed testosterone diserap secara cepat. Tablet bukal mukoadhesif Striant diberikan 2 kali sehari pada

pagi dan sore hari, diberikan pada bagian gusi atas lateral dari gigi seri.9 Tabel 4. Sediaan Testosterone.15

Sediaan Testosterone Dosis Efek Samping

Methyltestosterone (Android)

10-50 mg /hari. Oral Efek hepatik, respon androgen yang lebih rendah

Fluoxymesterone (Halotestin)

5-20 mg / hari. Oral Efek hepatik, respon yang lebih rendah

50 to 400 mg intramuscular setiap 2-4minggu

(11)

11

5 gm topikal sekali perhari Reaksi setempat, kontaminasi setempat

Testosterone pellet (Testopel)

150 to 450 mg dimplantasi subkutan setiap 3-6 bulan

Nyeri setempat dan inflamasi

IX.

EFEK SAMPING Dan KONTRA INDIKASI TESTOSTERONE

1. Efek samping pemberian testosterone.5,16

 Erythrocytosis

 Penurunan kecepatan aliran urine dan retensi urine

 Kulit berminyak dan berjerawat

 Penurunan produksi sperma dan fertilitas (reversibel pada waktu singkat)

 Gynecomastia

 Kebotakan (familial)

 Perburukan gejala BPH

 Menginduksi atau memperburuk obstructive sleep apnea

 Perkembangan dari kanker prostate yang sudah ada

 Berkembangnya kanker payudara (teoritis). 2. Kondisi yang beresiko munculnya efek samping.17

 Nodul atau indurasi prostat yang tak terdiagnosis

 PSA >4 ng/mL (> 3 ng/mLpada individual dengan resiko tinggi kanker prostate, seperti orang afrika-amerika).

 Hematocrit > 50%.

 Gejala saluran kemih bagian bawah yang berat yang berhubungan dengan BPH (benign prostatic hypertrophy) dengan nilai American Urological Association /

lnternational Prostate Symptom Score > 1 9.

 Penyakit congestive heart failure yang tak terkontrol atau kontrol yang jelek.

 Riwayat myocard infarck, stroke, atau acute coronary syndrome pada 6 bulan sebelumnya.

3. Kontra Indikasi Pemberian Testosterone3,5

 Kanker prostate

(12)

12

 Sleep apnoea yang berat

 Laki-laki infertile yang menginginkan keturunan

 Haematokrit > 54%

 Gejala saluran kemih bagian bawah yang berat karena BPH (benign prostatic hyperplasia)

 Gagal jantung berat/NHYA (New York Heart Association) fungsional klas IV

X.

MONITORING TERAPI TESTOSTERONE

Pemberian testosterone memerlukan monitoring untuk menilai respon pengobatan

maupun efek samping dari pemberian testosterone. Berikut langkah-langkah monitoring

terapi testosterone.17

1. Evaluasi pasien 3-6 bulan setelah terapi dimulai dan berikutnya dievaluasi setiap

tahun untuk menilai apakah respon terhadap pengobatan dan munculnya efek

samping.

2. Pantau level testosterone 3-6 bulan setelah memulai terapi testosterone:

Tujuan terapi adalah mencapai kadar testosterone pada pertengahan rentang nilai

normal.

 Testosterone injeksi enanthate atau cypionate: pengukuran kadar testosterone pertengahan diantara pemberian. Bila testosterone > 700 ng/dL atau >400 ng/dL,

sesuaikan dosis atau frekuensi pemberian.

 Koyo/Patch transdermal: hitung nilai kadar testosterone 3-12 jam setelah aplikasi dari koyo, atur dosis untuk mencapai pertengahan range nilai normal.

 Tablet bioadhesif bukal testosterone: segera hitung kadarnya sebelum dan setelah baru pemberian.

 Gel dan larutan transdermal: hitung kadar testosterone 2-8 jam setelah pengobatan dilakukan setidaknya dalam 2 minggu, sesuaikan dosis untuk

mencapai kadar testosterone pertengahan rentang nilai normal.

 Pellet testosterone: hitung kadar testosterone pada akhir interval dosis. Sesuaikan penggunaan banyaknya pellet dan atau interval dosis untuk mencapai

kadar serum testosterone normal pada range normal.

(13)

13

 Suntikan testosterone undecanoate: hitung nilai kadar serum testosterone tepat sebelum suntikan berikutnya dan sesuaikan dosis interval untuk menjaga serum

testosterone pada pertengahan nilai range normal.

3. Periksa hematokrit pada awal, pada 3-6 bulan, dan setiap tahunnya. Bila hematokrit

>54 % therapi dihentikan sampai hematokrit turun ke nilai normal, evaluasi pasien

adakah hipoksemia dan sleep apnea , mulai therapy dengan menurunkan dosis.

4. Periksa densitas mineral tulang pada vertebra lumbar dan atau pada leher femoral

setelah 1-2 tahun terapi testosterone.

5. Pada laki-laki dengan kadar PSA awal >0,6ng/mL lakukan pemeriksaan prostate

dengan RT sebelum memulai terapi, pada 3-6 bulan dan kemudian sesuai panduan

untuk skrening kanker bergantung pada usia dan ras dari pasien.

6. Konsultasi urologis bila

 Peningkatan serum PSA >1,4ng/mL dalam 12 bulan periode pengobatan.

 Kecepatan peningkatan PSA > 0,4ng/mL setiap tahun menggunakan kadar PSA setelah 6 bulan pemberian sebagai acuan (diaplikasikan bila data PSA tersedia

untuk jangka waktu lebih dari 2 tahun.

 Ditemukan keadaan abnormal dari prostate pada pemeriksaan RT

 Nilai AUA/IPSS prostate symptom score > 1 9

7. Evaluasi efek samping berdasarkan bentuk sediaan setiap kunjunagn

 Tablet testosterone bukal: apakah dijumpai perubahan pada rasa dan memeriksa iritasi mukosa gusi atau mulut.

 Suntikan testosterone esters (enanthate, cypionate dan undecanoate): ditanyakan mengenai fluktuasi pada mood atau libido dan jarang batuk setelah suntikan.

 Koyo testosterone: lihat apakah dijumpai reaksi kulit pada tempat penempelan.

 Testosterone gel: anjurkan untuk menutup tempat pemakain dengan pakaian dan mencuci tangan sebelum kontak dengan orang lain, karena testosterone dapat

meninggalkan residu dan bisa berpindah pada wanita dan anak-anak pada kontak

yang erat. Serum testosterone tetap terjaga bila dibersihkan setelah 4-6 jam

penggunaan.

(14)

14

XI.

KESIMPULAN

Testosterone memiliki banyak peran di dalam tubuh. Semakin bertambahnya usia

seseorang maka testosteronenya akan semakin berkurang sehingga pada usia 60an tahun

nilainya akan berada dibawag nilai normal. Kadar hormone testosterone yang rendah

dihubungkan dengan berbagai keadaan mulai dari gangguan seksual dan libido sampai

kepada gangguan mood dan kognitif.

Terapi sulih hormon testosterone dapat diberikan pada pada lelaki lansia bila

dijumpai gejala-gejala yang berhubungan dengan penurunan kadar testosterone dan dari

hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar testosterone yang rendah dalam dua

kali pemeriksaan atau lebih. Tujuan utama terapi sulih hormone adalah untuk mencapai

kadar testosterone dalam rentang nilai yang normal dan berbagai keluhan

hipogonadisme akan berkurang sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup.

Berbagai bentuk sediaan obat yang dapat digunakan. Penggunaan testosterone

melalui oral sebaiknya dihindarkan karena efeknya pada hati. Pilihan terapi melalui

suntikan direkomendasikan. Monitoring terapi harus dilakukan untuk melihat apakah

terapi sudah mencapai target maupun munculnya efek samping dan pemeriksaan berkala

(15)

15

XII.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Brinkmann AO. Molecular Mechanisms of Androgen Action – A Historical Perspective. 2011 [cited 2015 Oct 3]. Available from: http://DOI

10.1007/978-1-61779-243-4_1.

2.

Harvard. Hormone replacement, the male version. Available from:

http://www.health.harvard.edu/mens-health/hormone-replacement-the-male-version.

3.

Dohle GR, Arver S, Bettocchi C, et al. Guidelines on Male Hypogonadism. European Association of Urology 2015. Available from:

http://www.uroweb.org/guidelines/online-guidelines/.

4.

Ruiz-Cortés ZT. Gonadal Sex Steroids: Production, Action and Interactions in Mammals. Available from: http://dx.doi.org/10.5772/52994.

5.

Surampudi PN, Wang C, Swerdloff R. Hypogonadism in the AgingMale Diagnosis, Potential Benefits, and Risks of Testosterone Replacement Therapy. International

Journal of Endocrinology. 2012: 1-20.

6.

Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Nieschlag E. Physiology of Testicular Function. In. Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag S, editors. Andrology Male

Reproductive Health And Dysfunction. Springer. 2010. P11-59. Available from:

http://www.springer.com/978-3-540-78354-1.

7.

Matsumoto AM. Andropause: Clinical Implications of the Decline in Serum Testosterone Levels With Aging in Men. Journal of Gerontology: MEDICAL

SCIENCES. 2002; 57A (2): 76–99.

8.

AACE Hypogonadism Task Force. American Association Of Clinical

Endocrinologists Medical Guidelines For Clinical Practice For The Evaluation And

Treatment Of Hypogonadism In Adult Male Patients—2002 Update. Endocrine

Practice. 2002; 8( 6): 439-56.

9.

Bassil N, Alkaade S, Morley JE. The benefits and risks of testosterone replacement therapy: a review. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2009;5: 427–448.

10.

Pasqualotto FF, Lucon AM, Hallak J, Pasqualotto EB, Arap S. Risks And Benefits Of Hormone Replacement Therapy In Older Men. REV. HOSP. CLÍN. FAC. MED.

(16)

16

11.

Tenover JS. Declining testicular function in aging men. International Journal of Impotence Research. 2003; 15: 3–8.

12.

Borst SE, Mulligan T. Testosterone replacement therapy for older men. Clinical Interventions in Aging 2007:2(4) 561–566.

13.Griebling TL. Late Onset Hypogonadism, Testosterone Replacement Therapy, and

Sexual Health in Elderly Men. Curr Transl Geriatr and Exp Gerontol Rep. 2013;

2:76-83.

14.

Cunningham GR, Toma SM. Why Is Androgen Replacement in Males

Controversial?. J Clin Endocrinol Metab. 2011; 96(1):38–52.

15.

Margo K, Winn R. Testosterone Treatments: Why, When, and How?. Am Fam Physician 2006;73:1591-8.

16.

Bebb RA. Testosterone deficiency: Practical guidelines for diagnosis and treatment. BC Medical Journal. 2011; 53(9): 474-479.

17.

Bhasin S, Jameson JL. Disorders of the Testes and Male-Reproductive System. In. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, et.al editors. Harrison’s Principles of Internal

Gambar

Gambar 1. Ilutrasi target organ hormon testosterone.6
Tabel 1. Gejala maupun tanda yang berhubungan dengan Hipogonadisme.3,5,8Fungsi Seksual  Kognitif dan Vitalitas
Gambar 2. Algoritma diagnosis hipogonadisme pada laki-laki usia tua.5
Gambar 3. Pendekatan diagnosis dan penanganan hipogonadisme pada penuaan.9
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden

Ife (2002) menyatakan bahwa, kunci keberhasilan pembangunan adalah adanya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan yang baik adalah dari, oleh dan untuk

Penelitian ini melakukan kajian penerapan algoritme Naïve Bayes , Decision Tree dan SVM pada klasifikasi data histori pembiayaan untuk membantu memprediksi calon

SFBT ( Solution Focus Brief Therapy ) yang merupakan bentuk ringkas dari Solution Focus Therapy ( Solution Focus Therapy ) telah menjadi rujukan terapi karena

Berdasarkan hasil perhitungan pada table 3 diatas, diperoleh nilai total EFAS untuk usahatani buah naga di Desa Majingklak Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap sebesar

[r]

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Kalimantan Barat, Pemerintah dalam hal ini PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat memenuhinya dengan menggunakan