• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh Utama Novel “Uesugi Kenshin” Karya Eiji Yoshikawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh Utama Novel “Uesugi Kenshin” Karya Eiji Yoshikawa"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur, tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang menarik (Zainuddin,1992 : 99).

(2)

Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan (Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.

Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali, (b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c) memenuhi unsur-unsur estetika seni.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan salah satu karya sastra tulisan adalah novel.

(3)

Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72) dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel serius karena keseriusan atau kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.

Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:13-14) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna-makna.

Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan moral biasanya dikaitkan dengan agama.

(4)

sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat yang baik.

Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu

perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam kehidupan (Burhan, 1995: 320).

Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.

Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam mempertahankan moralnya.

(5)

Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,

Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,

adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.

(6)

Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran, keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan, kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.

(7)

Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian

merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun kaum samurai dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang, kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain, kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan masyarakat Jepang.

Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui cuplikan sebagai berikut:

Kenshin :”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan? Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini

kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau

cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.” Hahaha...

(8)

Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri

Anda sudah cukup baik?”

Kenshin : ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu

saja.”

Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya akan diserang oleh klan lain.

(9)

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas dari Shogun.

Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.

(10)

Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).

Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian, cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu, peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di beberapa tempat dan seakan tanpa henti.

Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah kekuasaan.

Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan, membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa kesetianaan pada atasan.

(11)

1. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi? 2. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan

dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel Uesugi Kenshin?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan, moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.

(12)

tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.

Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).

Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan, membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.

(13)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia. kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”

penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya. Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari karya sastra tulisan adalah adalah novel.

Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud, 1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.

Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday (1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.

(14)

lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Di dalam novel Uesugi Kenshin tersirat pesan moral yang ingin disampaikan sipengarang melalui teks-teksnya. Seperti sikap moral untuk menjaga selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Kemudian moralitas untuk selalu bersikap tegar dan tidak mengambil keputusan yang terburu-turu, berfikir terlebih dahulu dalam mengabil suatu keputusan atau kebijakan agar tidak merugikan diri kita dan orang lain.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis atau meniliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan moral sastra.

(15)

Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Burhan,1995:321).

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat dan pesan yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh-tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bertindak maupun bersikap demikian.

Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang dapat dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

Pendekatan lain yang penulis gunakan adalah pendekatan semiotik. Pradopo, dkk ( 2007 : 71 ), menyatakan bahwa semiotik itu adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti.

(16)

Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mulut, mata, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra, patung, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.

Sastra semiotik memusatkan kajian pada lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan dalam karya sastra. Pendekatan semiotik beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media bahasa yang estetik. Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki banyak interpretasi.

Di dalam rangka sebuah sistem lambang kita mengartikan gejala-gejala tertentu (gerak-gerik, kiasan, kata-kata, kalimat, dan seterusnya) berdasarkan sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. Kaidah-kaidah itu merupakan sebuah kode, yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu, sehingga gejala itu menjadi suatu tanda. (Luxemburg, 1984:44).

Samurai dan Bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa

Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai system nilai, bukan materi maupun harta.

Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung

(17)

Etika moral yang terkandung dalam Bushido menurut Suryohadiprodjo (1981: 31), meliputi kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan kesetiaan. Hal ini juga di dukung oleh Benedict ( 1982: 333), yang berpendapat bahwa Bushido adalah perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati, kehormatan, kesopanan, kesetiaan, dan pengendalian diri.

Menurut Benedict (1982:125), pada masyarakat Jepang, mereka harus mengaplikasikan moral dalam kehidupan sehari sehari-hari mereka. Keempat dasar moral jepang adalah On, Gimu, Giri dan Ninjo. On berarti rasa hutang

budi. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Gimu, berarti kewajiban. Jika seseorang berhutang budi, maka kita akan berkewajiban untuk membayarnya. Giri, adalah kebaikan. Dengan prinsip ini, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap

sesama.

Perbedaan antara atasan dengan bawahan, yang mana di atas harus jadi pelindung dan panutan, sedangkan yang di bawah tunduk dan taat terhadap atasan. Hubungan inilah yang meningkatkan rasa ikut memiliki dan rasa kesetiaan ( Benedict, 1982:120 ).

(18)

penanaman kesadaran akan peringkat atas dan bawah. Peringkat kekuasaan adalah keshogunan sehingga merupakan pemberiaan on yang tertinggi bagi masyarakat Jepang. Hal ini ditanamkan dalam istilah-istilah on, chu, giri dan gimu Situmorang ( 1995: 66 ).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus di ketahui dahulu apa tujuan penelitian, yang difungsikan untuk mempermudah melakukan penelitian terhadap suatu masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Jepang.

2. Mendekripsikan pesan-pesan moral yang terkandung pada teks novel Uesugi Kenshin.

1.5.2 Manfat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai sarana untuk penambahan wawasan kepada peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

(19)

3. Bagi mahasiswa Jurusan Sastra Jepang dapat digunakan sebagai bahan referensi atau penunjang tentang analisis novel dengan tujuan untuk memotivasi ide yang lebih kreatif dan inovatif.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian adalah investasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antar fenomena Kerlinger dalam Erlina (2011:2). Berdasarkan beberapa penelitian yang diungkapkan sebelumnya Dalam penelitian diperlukan proses menganalisis yang merupakan proses menguraikan sebuah pokok masalah dari berbagai bagiannya. Penelahaan juga dilakukan pada satu bagian dan hubungan antar bagian lain dengan fungsi untuk mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman masalah yang meyeluruh. Tujuan-tujuan dari penelitian diantaranya adalah untuk mengeksplorasi (exploration), mendeskripsi (description), memprediksi (prediction), mengeksplanasi (explanation), dan aksinya (action).

(20)

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Dalam penulisan ini, penulis menguraikan dan menjelaskan secermat mungkin dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang sudah ada. Yaitu pendekatan moral dan juga dengan mengunkan prinsip-prinsip dasar moral Jepang yang penulis ketahui.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library research) dan teknik simak catat. “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur, tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang menarik (Zainuddin,1992 : 99).

(22)

Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan (Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.

Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali, (b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c) memenuhi unsur-unsur estetika seni.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan salah satu karya sastra tulisan adalah novel.

(23)

Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72) dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel serius karena keseriusan atau kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.

Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:13-14) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna-makna.

Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan moral biasanya dikaitkan dengan agama.

(24)

sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat yang baik.

Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu

perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam kehidupan (Burhan, 1995: 320).

Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.

Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam mempertahankan moralnya.

(25)

Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,

Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,

adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.

(26)

Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran, keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan, kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.

(27)

Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian

merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun kaum samurai dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang, kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain, kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan masyarakat Jepang.

Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui cuplikan sebagai berikut:

Kenshin :”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan? Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini

kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau

cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.” Hahaha...

(28)

Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri

Anda sudah cukup baik?”

Kenshin : ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu

saja.”

Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya akan diserang oleh klan lain.

(29)

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas dari Shogun.

Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.

(30)

Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).

Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian, cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu, peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di beberapa tempat dan seakan tanpa henti.

Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah kekuasaan.

Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan, membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa kesetianaan pada atasan.

(31)

3. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi? 4. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan

dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel Uesugi Kenshin?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan, moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.

(32)

tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.

Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).

Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan, membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.

(33)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia. kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”

penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya. Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari karya sastra tulisan adalah adalah novel.

Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud, 1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.

Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday (1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.

(34)

lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Di dalam novel Uesugi Kenshin tersirat pesan moral yang ingin disampaikan sipengarang melalui teks-teksnya. Seperti sikap moral untuk menjaga selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Kemudian moralitas untuk selalu bersikap tegar dan tidak mengambil keputusan yang terburu-turu, berfikir terlebih dahulu dalam mengabil suatu keputusan atau kebijakan agar tidak merugikan diri kita dan orang lain.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis atau meniliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan moral sastra.

(35)

Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan (Burhan,1995:321).

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat dan pesan yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh-tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bertindak maupun bersikap demikian.

Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang dapat dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

Pendekatan lain yang penulis gunakan adalah pendekatan semiotik. Pradopo, dkk ( 2007 : 71 ), menyatakan bahwa semiotik itu adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti.

(36)

Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mulut, mata, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra, patung, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.

Sastra semiotik memusatkan kajian pada lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan dalam karya sastra. Pendekatan semiotik beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media bahasa yang estetik. Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki banyak interpretasi.

Di dalam rangka sebuah sistem lambang kita mengartikan gejala-gejala tertentu (gerak-gerik, kiasan, kata-kata, kalimat, dan seterusnya) berdasarkan sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. Kaidah-kaidah itu merupakan sebuah kode, yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu, sehingga gejala itu menjadi suatu tanda. (Luxemburg, 1984:44).

Samurai dan Bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa

Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai system nilai, bukan materi maupun harta.

Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung

(37)

Etika moral yang terkandung dalam Bushido menurut Suryohadiprodjo (1981: 31), meliputi kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan kesetiaan. Hal ini juga di dukung oleh Benedict ( 1982: 333), yang berpendapat bahwa Bushido adalah perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati, kehormatan, kesopanan, kesetiaan, dan pengendalian diri.

Menurut Benedict (1982:125), pada masyarakat Jepang, mereka harus mengaplikasikan moral dalam kehidupan sehari sehari-hari mereka. Keempat dasar moral jepang adalah On, Gimu, Giri dan Ninjo. On berarti rasa hutang

budi. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Gimu, berarti kewajiban. Jika seseorang berhutang budi, maka kita akan berkewajiban untuk membayarnya. Giri, adalah kebaikan. Dengan prinsip ini, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap

sesama.

Perbedaan antara atasan dengan bawahan, yang mana di atas harus jadi pelindung dan panutan, sedangkan yang di bawah tunduk dan taat terhadap atasan. Hubungan inilah yang meningkatkan rasa ikut memiliki dan rasa kesetiaan ( Benedict, 1982:120 ).

(38)

penanaman kesadaran akan peringkat atas dan bawah. Peringkat kekuasaan adalah keshogunan sehingga merupakan pemberiaan on yang tertinggi bagi masyarakat Jepang. Hal ini ditanamkan dalam istilah-istilah on, chu, giri dan gimu Situmorang ( 1995: 66 ).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus di ketahui dahulu apa tujuan penelitian, yang difungsikan untuk mempermudah melakukan penelitian terhadap suatu masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

3. Mendeskripsikan prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Jepang.

4. Mendekripsikan pesan-pesan moral yang terkandung pada teks novel Uesugi Kenshin.

1.5.2 Manfat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

4. Sebagai sarana untuk penambahan wawasan kepada peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

(39)

6. Bagi mahasiswa Jurusan Sastra Jepang dapat digunakan sebagai bahan referensi atau penunjang tentang analisis novel dengan tujuan untuk memotivasi ide yang lebih kreatif dan inovatif.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian adalah investasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antar fenomena Kerlinger dalam Erlina (2011:2). Berdasarkan beberapa penelitian yang diungkapkan sebelumnya Dalam penelitian diperlukan proses menganalisis yang merupakan proses menguraikan sebuah pokok masalah dari berbagai bagiannya. Penelahaan juga dilakukan pada satu bagian dan hubungan antar bagian lain dengan fungsi untuk mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman masalah yang meyeluruh. Tujuan-tujuan dari penelitian diantaranya adalah untuk mengeksplorasi (exploration), mendeskripsi (description), memprediksi (prediction), mengeksplanasi (explanation), dan aksinya (action).

(40)

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Dalam penulisan ini, penulis menguraikan dan menjelaskan secermat mungkin dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang sudah ada. Yaitu pendekatan moral dan juga dengan mengunkan prinsip-prinsip dasar moral Jepang yang penulis ketahui.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library research) dan teknik simak catat. “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan

Referensi

Dokumen terkait

Penyiapan anakan Sengon berjumlah 100 batang (75 batang untuk penelitian dan sisanya 25 batang untuk persiapan penyulaman). Kemudian dilanjutkan penyiapan bidang

Per 30 Juni 2017, PTPP memiliki Kas dan Setara Kas sebesar Rp6,7 Triliun dengan Total Utang Berbunga ( Interest Bearing Debt ) sebesar Rp7,1 Triliun dan Modal sebesar Rp11,7

bahwa dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan guna melaksanakan ketentuan

masa depan  Mengartikan kalimat thayyibah melalui bertanya jawab  Menirukan ucapan guru melafalkan kalimat basmalah  Menyanyikan lagu basmalah  Kerja berpasangan

[r]

[r]

Membiasakan berakhlak baik terhadap kedua orang tua dalam kehidupan sehari-hari melalui kisah Nabi Ismail.. Menghindari sikap durhaka kepada kedua orang tua melalui

Madrasah/Ponpes Salafiyah mengembalikan berkas DNS hasil verifikasi ke dinas pendidikan kabupaten/kota atau Kantor cabdis pendidikan provinsi dengan melampirkan file *.EZ