• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Tanggungan Mata Kuliah Ekonomi Manaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hak Tanggungan Mata Kuliah Ekonomi Manaj"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

Hak Tanggungan

1

Oleh: Agus S. Primasta2

Pengantar

Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah

bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau lembaga non keuangan. Raymond P Kent dalam bukunya “money and banking” menyatakan

kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang

sekarang. Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu "credere", yang berartii kepercayaan.3 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah pinjaman sampai batas

jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 butir 11, "kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga". Sedangkan dalam perbankan syariah, istilah kredit dikenal dengan istilah Pembiayaan. Pengertian pembiayaan menurut UU Perbankan No.10

tahun 1998, yaitu dalam pasal 1 butir 12 UU Perbankan, merumuskan pengertian "pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain, yang

1

Dasar tulisan berdasarkan UU Perbankan (UU No. 10 Th 1998 dan UU Hak Tanggungan (UU No. 4 Tahun 1996)

2

Penulis adalah Alumnus Fakultas Hukum UII

3

(2)

2

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk melunasi uang atau tagihan tersebut, setelah jangka waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil". Sedangkan, Pasal 1 angka 21 UU no. 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk

mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah, transaksi sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli, utang piutang, dst.

Dari defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur-unsur kredit adalah: 1. Kepercayaan;

2. Jangka Jangka waktu; 3. Prestasi;

4. Resiko.

Dalam kredit atau pembiayaan biasanya tidak terlepas dari barang jaminan/agunan.

Isitilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid" atau "cautie", yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya4. Dalam peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132

KUHPerdata, juga terdapat dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan yang lama) dan dalam Undang-Undang Perbankan yang

telah diubah yaitu UU Nomor 10 Tahun 1998. Selain istilah jaminan, dikenal juga istilah atau kata-kata agunan. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, tidak membedakan

pengertian jaminan maupun agunan, yang sama-sama memilki arti yaitu "tanggungan". Namun dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan UU No. 10

Tahun 1998, membedakan pengertian dua istilah tersebut. Dimana dalam UU No. 14 Tahun 1967 lebih cenderung menggunakan istilah "jaminan" dari pada agunan.

Pengertian dan Ruang lingkup Jaminan dan Agunan

Pada dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam

praktek perbankan kedua istilah tersebut di bedakan. Istilah jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk

4

(3)

3

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

melaksanakan kewajibannya. Sedangkan istilah agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No.

23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, pengertian jaminan yaitu: "suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".

Sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, yaitu: "jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".

Dalam Penjelasan Pasal 8 UU Perbankan No.10 tahun 1998, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat

berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit yang

dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan (menurut

Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998), yaitu: 1. merupakan jaminan tambahan.

2. diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur.

3. untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah.

Kegunaan dari jaminan, diantaranya adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji,

menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat

dicegah. kemudian memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya.

Adapun penggolongan Jaminan sebagai berikut : 5

1. Penggolongan Jaminan berdasarkan Sifatnya, yaitu: a. Jaminan yang bersifat Umum,

5

(4)

4

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta benda milik debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal

1131 KUHPerdata, yaitu "segala harta/hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di masa

mendatang, menjadi tanggungan untuk semua perikatan perorangan". b. Jaminan yang bersifat Khusus.

merupakan jaminan yang diberikan dengan penunjukan atau penyerahan atas suatu benda/barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan untuk melunasi

utang/kewajiban debitur, baik secara kebendaan maupun perorangan, yang hanya berlaku bagi kreditur tertentu saja.

c. Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Perorangan.

Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas

suatu benda tersebut. Penggolongan jaminan berdasarkan/bersifat kebendaan dilembagakan dalam bentuk: hipotik (Pasal 1162 KUHPerdata), Hak Tanggungan, gadai (pand), dan fidusia. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan, dapat berupa

“borgtogh” (personal guarantee) yang pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perorangan, dan jaminan perusahaan, yang pemberi jaminannya adalah suatu badan

usaha yang berbadan hukum.

2. Penggolongan jaminan berdasarkan Objek/Bendanya:

a. Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak.

Dikatakan benda bergerak, karena sifatnya yang bergerak dan dapat di pindahkan

atau dalam UU dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap benda bergerak. Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda

bergerak yang berwujud, pengikatanya dengan gadai (pand), dan fidusia, dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan gadai (pand), cessie dan

account revecieble.

(5)

5

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

Merupakan jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan tidak dapat di pindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata. Pengikatannya

dengan memasang hak tanggungan, hipotik. 3. Penggolongan jaminan berdasarkan Terjadinya:

a. Jaminan yang lahir karena Undang-undang.

merupakan jaminan yang ditunjuk keberadaannya oleh undang-undang, tanpa

adanya perjanjian dari para pihak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi.

b. Jaminan yang lahir karena Perjanjian.

merupakan jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian antara para pihak

sebelumnya, seperti gadai (pand), fidusia, hipotik, dan hak tanggungan.

Pengertian dan sifat Hak Tanggungan

Pengertian hak tanggungan menurut pasal 1 UU Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1996, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang

dimaksudkan dalam UUPA nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain. Bahwa maksud dari pasal 1 diatas adalah hak milik, hak guna usaha dalam hak guna

bangunan yang dapat dibebani dengan hak tanggungan untuk pinjaman kredit pada Bank. Sedangkan yang dimaksud dengan pelunasan diutamakan pada kreditur tertentu adalah

kreditur tersebut mempunyai hak istimewa yang diberikan oleh Undang-undang terhadap jaminan yang dipegang kreditur tersebut. Artinya bilamana hasil penjualan jaminan tersebut

diutamakan untuk pelunasan kreditur yang mempunyai hak istimewa, kemudian bila masih ada sisanya dibayarkan pada kreditur-kreditur yang lain atau berdasarkan presentase hutangnya.

Hak tanggungan itu sendiri adalah jaminan yang dibebankan pada hak tanah baik hak milik, hak guna usaha, maupun hak guna bangunan. Hak-hak ini dapat dieksekusi oleh

(6)

6

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

Sebelum berlaku UUHT Nomor 4 tahun 1996, hak tanggungan dikenal dengan istilah hak hipotik yang dibebankan pada hak-hak tanah. Hak hipotik diatur dalam pasal 1162 s/d pasal

1232 KUHPerdata dan pasal 224 HIR atau pasal 258 RBG dan untuk Creditverbank diatur dalam Stb. 1908 nomor 452 kemudian diubah dengan Stb. 1937 nomor 190. Tetapi

berdasarkan pasal 29 UUHT, ketentuan tersebut tidak berlaku lagi, kecuali untuk jaminan benda-benda yang tidak bergerak seperti kapal laut masih tetap berlaku sebagian dari

peraturan tersebut.

Pasal 1 butir 1 UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa Hak Tanggungan atas

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik,

untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Adapun sifat-sifat dari Hak Tanggungan adalah:

a. Hak Tanggungan memberikan hak preferent (droit de preferent), atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (Pasal 6).

b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan (Pasal 2 UUHT).

c. Hak Tanggungan untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada. (Pasal 4

ayat (4))

d. Hak Tanggungan mempunyai sifat doit de suite (selalu mengikuti bendanya, ditangan

siapapun benda tersebut berada).(Pasal 7)

e. Hak Tanggungan dibebankan kepada hak atas tanah saja.

f. Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial.

g. Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas.

h. Objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah, sebagaimana yang dimaksud dalam

(7)

7

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

Tata cara Pengikatan Agunan Benda tidak bergerak dengan Pemberian Hak Tanggungan Mengacu Pasal 9 UUHT, Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Sehingga anggapan

masyarakat yang menyatakan Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan badan hukum saja misalnya Bank saja adalah kurang tepat. Berdasarkan pasal tersebut, perseorang pun dapat

menjadi pihak yang memegang Hak Tanggungan.

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan

sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang

menimbulkan utang tersebut. Pemberian hak tanggungan tersebut diberikan pula Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Dalam UUHT, SKMHT tersebut WAJIB dibuat

dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: .

a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan

Hak Tanggungan.

b. tidak memuat kuasa substitusi.

c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak

Tanggungan.

Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah Perjanjian utang piutangnya yang menjadi

dasar dari peletakan jaminan, wajib notariil pula? bagaimana kalau hanya dibawah tangan? Sedangkan SKMHT-nya saja wajib dengan notariil. Dalam UUHT tidak menjelaskan secara rinci

Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang, apakah harus notariil atau tidak. Sehingga dengan tidak adanya dasar hukum yang mewajibkan perjanjian utang piutang dengan notariil, perjanjian yang dibuat dibawah tangan menjadi sah-sah saja. Pertanyaan lain muncul,

apakah perjanjian utang piutang dibawah tangan dapat diajukan sebagai salah satu dasar mengajukan Hak Tanggungan, untuk menjamin terbayarnya piutang tersebut dari Debitur

(8)

8

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

notariil adalah bisa mengajukan Pembebanan Hak Tanggungan. Bahkan tatacara Pembebanan Hak Tanggungan untuk Perjanjian dibawah tangan pada prinsipnya tidak berbeda dengan

Tatacara Pembebanan Hak Tanggungan oleh suatu badan hukum. Hanya perbedaannya adalah saat Pelunasan/Roya dilakukan perseorangan sendiri dengan keterangan lunas,

sedangkan Badan Hukum dikeluarkan oleh Badan Hukum secara konstitusional baik dengan keterangan lunas maupun persetujuan mencabut roya.

Setelah perjanjian utang piutang dan SKMHT dibuat, pemberian Hak Tanggungan tersebut dilanjutkan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10

ayat (1) dan (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996). Kemudian, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan. Setelah

itu, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (Pasal 13 ayat (I), Pasal

14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).

(9)

9

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

ISI APHT :

1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; 2. Domisili Para Pihak;

3. Penunjukkan secara jelas utang; 4. Nilai tanggungan;

5. Uraian yang jelas mengenai Obyek Hak Tanggungan.

WAJIB DIDAFTARKAN KE KANTOR

PERTANAHAN/BPN

• Selambatnya 7 hari kerja setelah

Tandatangan APHT;

• Bukti adanya Hak Tanggungan adlah

Sertipikat Hak Tanggungan dengan

Irah-Irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitur cidera janji

maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mengajukan permohonan eksekusi sertifikat hak tanggungan

kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun demikian, atas kesepakatan

pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan itu akan diperoleh harga tertinggi yang

menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).

Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1

(10)

10

Hak Tanggungan Hal Warta Hukum Edisi VIII Januari – Februari 2010

Artikel

serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No.4 Tahun 1996).

Hak Tanggungan Hapus karena hapusnya utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan, dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan, pemberian

Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri dan hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Setelah hapusnya hak tanggungan

maka dilakukan apa yang disebut Roya Hak Tanggungan (Penghapusan Hak Tanggungan) dengan cara pencoretan catatan dalam Buku Tanah hak atas tanah dan sertipikatnya.

Kesimpulan :

1. Bahwa Pembebanan Hak Tanggungan tidak hanya terbatas dilakukan oleh Badan Hukum melainkan juga dapat dilakukan oleh Perseorangan.

2. Perjanjian yang menimbulkan utang atau utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu dapat ditentukan dengan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain

yang menimbulkan hubungan utang-piutang. Dalam hal ini bentuk tidak harus notariil, Perjanjian dibawah tangan pun dapat diajukan untuk salah satu dasar mengajukan

Pembebanan Hak Tanggungan.

3. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan pada agroindustri

Tabel 2.6 Tabel Perhitungan Iterasi Kedua Vogel 15 Tabel 2.7 Tabel Perhitungan Iterasi Ketiga Vogel 15 Tabel 2.8 Tabel Perhitungan Iterasi Keempat Vogel 16 Tabel 2.9

Untuk kasus Indonesia, tampaknya penempatan calon perempuan dalam daftar calon harus diatur secara lebih detil agar tidak menimbulkan beragam penafsiran dari partai politik yang

Dengan kata lain model ECM dalam penelitian ini dapat dipakai untuk manganalisis jangka panjang dari variabel bebas yang terdiri dari Modal (MDL), Return on

Penelitian ini menghasilkan desain dan layout tambak garam kecil di lahan terbatas yang ideal, didasarkan pada target produksi optimum untuk memperoleh pendapatan yang bisa memenuhi

Enam daripadanya (hartanah, perubatan, pendidikan anak, insurans nyawa, insurans pendidikan dan wang kepada ibu-bapa) mencatatkan peratusan lebih tinggi daripada

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah peneliti lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh masyarakat di Kampung Alun-alun Kotagede melakukan

Ketercapaian siswa yang memenuhi ketiga indikator berkemampuan visual, berkemampuan persamaan atau ekspresi matematis dan berkemampuan kata-kata atau teks tertulis hanya