• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PROSES PENGANGKATAN ANAK AT (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBANDINGAN PROSES PENGANGKATAN ANAK AT (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Anak merupakan salah satu titipan Tuhan yang diberikan kepada hamba-hambanya. Seperti halnya dengan harta, tidak semua pasangan suami-istri oleh Tuhan dititipkan karunia berupa anak. Beberapa dari mereka ada yang cepat diberikan keturunan, namun ada juga yang sampai bertahun-tahun sejak perkawinan dilangsungkan belum juga mendapatkan keturunan sesuai yang diharapkan. Keberadaan anak menjadi factor penting dalam sebuah keluarga, banyak orang yang mengatakan,” Tidak lengkap rasanya jika tidak ada kehadiran seorang anak, karena salah satu tujuan melangsungkan perkawinan ialah memperoleh keturunan.”,atau juga ada yang mengatakan bahwa,”Anak merupakan aset penting dalam keluarga, karena dialah penerus silsilah dalam keluarganya itu.”

Beruntung bagi mereka pasangan suami istri yang sudah dikaruniai seorang anak, namun lain halnya dengan mereka yang sukar mendapatkan anak. Bagi mereka yang tidak dapat/sukar mendapatkan keturunan akan melakukan beberapa upaya-upaya seperti mengikuti program kehamilan dengan bantuan dokter ataupun dengan cara mengangkat anak atau adopsi. Mendapatkan seorang anak dengan cara mengangkat anak diperbolehkan menurut hukum, karena hal ini merupakan cara mulia pasangan suami istri untuk meneruskan keturunan mereka.

Kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara yang masih menganut pluralisme hukum, buktinya adalah ada 3 dasar hukum yang dijadikan landasan oleh masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan berbagai masalah ataupun sebagai acuan atau pedoman dalam keseharian mereka. Dasar hukum tersebut adalah hukum positif, hukum islam, dan hukum adat. Hukum positif berlaku untuk seluruh warga Negara Indonesia, hukum islam berlaku bagi mereka yang beragama Islam, dan hukum adat berlaku bagi mereka yang masih tetap melestarikan adat istiadatnya dengan masih membentuk sebuah komunitas berupa masyarakat hukum adat.

(2)

1. Proses pengangkatan anak atau adopsi menurut Hukum Perdata

Legalisasi mengenai pengangkatan anak atau adopsi tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), KUHPerdata hanya mengatur mengenai pengakuan anak luar kawin yakni diatur dalam Bab XII bagian ke III pasal 280 sampai dengan pasal 290. Pengaturan mengenai pengangkatan anak atau adopsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Pengertian anak angkat sendiri diatur dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 yang menyatakan bahwa;

“Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkunan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

Pengertian anak angkat juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang menyatakan bahwa;

“Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkunan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

Melihat dua peraturan yang mengatur mengenai anak angkat, jelas adanya apabila proses pengangkatan anak dilegalkan di Indonesia. Hanya saja harus melalui tahap/prosedur serta syarat-syarat tertentu.

(3)

pengadilan negeri. Penetapan anak di pengadlan negeri akan menimbulkan akibat hukum sebagai berikut :

a. Hubungan Nasab

Proses pengangkatan anak yang meminta penetapan di pengadilan negeri, maka status hukum dari anak yang diangkat tersebut adalah seolah-olah seperti anak kandung sendiri orang tua angkatnya. Nasab anak angkat akan terputus dengan nasab orang tua kandung dan saudara-saudaranya, begitupun dengan akibat-akibat hukum yang ditimbulkannya. Nasab anak angkat beralih menjadi nasab orang tua angkat dan saudara serta anaknya begitupun dengan akibat hukumnya. Anak angkat akan mendapatkan gelar nama dari keluarga angkatnya, sedangkan nama asal dari orang tua kandung akan hapus. Misalnya semula bernama Ayyun Nurizzulfi binti Sujianto, karena diangkat menjadi anak oleh keluarga Fadilah, maka namanya akan berganti menjadi Ayyun Nurizulfi binti Fadilah. Hal ini secara tegas menandakan bahwa akibat hukum dari proses pengangkatan anak dapat memutuskan nasab dengan keluarga kandung si anak yang diangkat tersebut.

b. Perwalian

Selain hubungan nasab, akibat hukum dari melakukan pengangkatan anak adalah orang tua angkat menjadi wali penuh terhadap diri, harta, tindakan hukum, dan wali nikah atas anak angkatnya. Jadi, orang tua kandung tidak memiliki hak lagi menjadi wali dari anak kandungnya yang telah menjadi anak angkat dari keluarga yang mengangkatnya.

c. Hak Waris

Sehubungan dengan hak waris, anak angkat dapat menjadi ahli waris terhadap harta warisan orang tua angkatnya, sebagaimana hak-hak dan kedudukan yang dimiliki anak kandung. Lalu, apakah anak angkat juga akan mendapatkan harta waris dari orang tua kandungnya? Anak angkat tidak mendapatkan harta waris dari orang tua kandungnya, karena hubungan nasab antara anak kandung dan orang tua kandung telah terputus, otomatis segala hal yang berkaitan dengan akibat hukumnya juga terputus, salah satunya adalah mengenai hak waris.

2. Proses pengangkatan anak atau adopsi menurut Hukum Islam

(4)

dianggap tidak bertentangan dengan hukum Islam karena definisi tentang pengangkatan anak masih sesuai dengan konsep yang ada dalam hukum Islam. Menurut Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa;

“anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan”.

Islam tidak melarang melakukan pengangkatan anak namun dengan konsekuensi konsekuensi tertentu. Konsekuensi ini berkaitan dengan akibat hukum setelah melakukan pengangkatan anak. Konsep dalam hukum Islam terkait dengan akibat hukum melakukan pengangkatan anak berbeda jauh dengan konsep dalam hukum perdata. Salah satu bukti perbedaan mencolok tersebut ialah mengenai status anak yang diangkat, jika dalam hukum perdata status anak yang diangkat menjadi anak kandung sehingga akibat hukum nya juga dipersamakan dengan anak-anak kandung, lain hal nya dengan hukum islam, dalam hukum islam anak angkat tidak dapat dipersamakan dengan anak kandung, sehingga akibat hukumnya pun tidak akan sama dengan anak kandung. Hal tersebut sudah termktub jelas dalam bunyi surat al-ahzab ayat 4 yang artinya;

“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).”

Jadi, pada intinya Islam itu tidak melarang melakukan pengangkatan anak/adopsi selagi tujuannya itu baik, yakni sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri ketika mereka tidak dapat mendapatkan keturunan ataupun membantu mereka anak-anak yang kurang kasih sayang/terlantar supaya bisa mendapatkan penghidupan yang lebih layak.

Penetapan anak angkat apabila dilakukan menurut hukum islam di lakukan di pengadilan agama. Akibat hukum ketika melakukan pengangkatan anak menurut sesuai dengan hukum islam ialah:

(5)

Dalam Islam hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkat hanya sebatas layaknya orang tua dengan anak temannya, artinya statusnya sebagai anak angkat tidak berpengaruh apa-apa di dalam keluarga yang telah mengangkatnya. Anak angkat tetap sebagai anak sah/anak kandung dari orang tua kandungnya. Tidak ada gelar nama dari keluarga angkat yang diberikan kepada anak angkat, nama tetap berasal dari keluarga kandung. Hal ini sesuai dengan bunyi surat al-ahzab ayat 5 yang artinya;

“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu Dan tidak ada dosa bagimu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

b. Perwalian

Dalam hal perwalian, wali tetap pada orang tua kandung dari anak yang diangkat, hal ini penting adanya ketika anak yang diangkat berjenis kelamin perempuan dan kelak saat dewasa akan melangsungkan perkawinan. Ketika hal itu terjadi, yang menjadi wali nikah dari anak tersebut adalah orang tua kandungnya bukan orang tua angkatnya.

c. Hak Waris

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan penelitian rumah ibadah sebagai destinasi wisata yang melihat di puri tri agung dalam membangun ikatan toleransi dalam masyarakat yang berbeda-beda,

Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,691 dengan p = 0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan positif antara tingkat optimisme dan hardiness mahasiswa

Manfaat yang dirasakan dapat menambah wawasan mengenai ilmu pendidikan dan memberikan pengalaman terjun secara langsung ke lapangan mengenai pengaruh lingkungan keluarga,

године Услуга преноса новчаних средстава на платни рачун (члан 4. 6) ЗПУ) Сенка Венчевић Руководилац: Сенка Венчевић 389 MILAN TODOROVIĆ PR,

Dengan menimbang beberapa hal, yakni tersedianya waktu dan tenaga yang relative terbatas untuk menelusuri hasil-hasil penelitian dari peneliti sebelumnya, penulis

Qodirun = maha berkuasa 15.. Muridun = maha

3 Meningkatnya upaya pengendalian masalah kesehatan yg disebabkan oleh penyakit menular, tidak menular dan akibat bencana.  Persentase penanganan KLB < 24 jam 100